Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. F.R

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 6 tahun

Tanggal lahir

: 11 Maret 2009

Suku bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Alamat

: Lamper mijen RT02/06, Semarang

Tanggal masuk RS

: 14 November 2015

Nomor Rekam Medis

: 150648

IDENTITAS AYAH
Nama

: Tn. S

Umur

: 30 tahun

Pendidikan terakhir

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Lamper mijen RT02/06, Semarang

IDENTITAS IBU
Nama

: Ny. A

Umur

: 28 tahun

Pendidikan terakhir

: SD

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Lamper mijen RT02/06, Semarang

II. DATA DASAR


1. ANAMNESIS
Diambil dari alloanamnesis pada tanggal 19 November 2015 pukul 11.00 WIB di Poli
Anak RSUD kota Semarang dan didukung dengan catatan rekam medis.
A. Keluhan Utama
Sesak nafas.

B. Keluhan Tambahan
Batuk keras, muntah, wajah pucat, suara serak, terdengar suara saat menarik nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami cegukan (tersedak) ketika
sedang makan. Saat tersedak tersebut pasien mulai batuk. Batuk seperti berdahak namun
tidak ada dahak yang bisa dikeluarkan. Ibu pasien memberikan obat batuk komik anak
namun batuk tidak mereda tetapi semakin larut malam batuk semakin hebat seperti
menggonggong dan semakin keras. Pasien juga mulai merasakan nafasnya sesak. Selain
batuk dan sesak, pasien juga merasakan bahwa suaranya mulai serak dan volume suara
terdengar kecil. Saat menarik nafas, terdengar suara nafas yang kasar, tenggorokan terasa
sakit, tetapi tidak ada riwayat demam pada pasien. Keluhan nyeri menelan sebelumnya
disangkal, pilek tidak ada.
Satu jam sebelum masuk rumah sakit, saat pasien sedang tertidur tiba-tiba pasien
batuk yang keras, mengalami sesak yang hebat, wajah tampak pucat, kondisi pasien
menjadi lemah. Pasien juga mengalami muntah 1x yang berwarna kuning isi makanan.
Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Kota Semarang. Saat tiba di IGD, pasien tampak
sesak berat dan muntah 2x. Riwayat batuk lama ataupun berinteraksi dengan orang dewasa
penderita TB paru juga disangkal. Tidak ada penurunan berat badan lebih dari 10% dari
BB dalam waktu dekat.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami hal yang sama ketika usia 1 tahun dan usia 3
tahun. Dan baru dialami lagi ketika saat ini usia 6 tahun. Penyakit lain seperti batuk lama,
nyeri menelan, sakit paru, sakit jantung disangkal oleh ibu pasien. Riwayat alergi ataupun
asma juga tidak ada.
E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan ibu pasien mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan
setempat. Ibu pasien mengaku tidak pernah mengalami sakit selama masa kehamilan.
Pasien merupakan anak pertama. Persalinan ditolong oleh bidan setempat. Lahir spontan
dengan berat lahir 2600 gram, panjang badan tidak ingat, cukup bulan, saat lahir pasien
langsung menangis, berwarna kemerahan, dan bergerak aktif.
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan
Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan lahir tidak ingat.
Berat badan sekarang 23kg, tinggi badan sekarang 125cm.
Perkembangan
Senyum

: 2 bulan

Memiringkan badan : 3 bulan


Tengkurap

: 4 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Bicara

: 12 bulan

Kesan : tidak ada kecurigaan kelainan pertumbuhan dan perkembangan.


G. Riwayat ASI dan Makanan
Pasien mendapatkan ASI sampai dengan usia hamper 2 tahun, namun saat usia 4
bulan sudah diberikan makanan pendamping ASI seperti bubur susu dan bubur saring
sampai usia 10 bulan. Setelah usia 10 bulan, pasien mendapat makanan nasi tim bersama
daging dan sayur sampai usia 14 bulan. Sejak 14 bulan pasien sudah mendapatkan
makanan keluarga yaitu berupa nasi, sayur, dan daging sebanyak tiga kali sehari.
Kesan : pasien tidak mendapat ASI eksklusif. Kualitas dan kuantitas makanan perlu di
evaluasi lebih lanjut.
H. Riwayat Imunisasi

BCG

: 1x saat usia 2 bulan, scar (+) di lengan kanan atas.

Hepatitis B

: 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.

Polio

: 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.

DPT

: 3x saat usia 0, 2, 4 bulan.

Campak

: 1x saat usia 9 bulan.

Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap di bidan.

I. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari Tn. S dan Ny. A. Ayah dan ibu pasien tidak
memiliki riwayat alergi, riwayat asma, riwayat batuk lama, riwayat sakit paru, riwayat
sakit jantung, riwayat kencing manis dan tidak pernah dirawat di rumah sakit untuk sakit
yang berat dan lama.
J. Riwayat Lingkungan dan Sanitasi Air
Menurut pengakuan keluarga pasien, tembok rumah terbuat dari batu bata, lantai
terbuat dari semen, penerangan di rumah menggunakan lampu, terdapat jendela dan
ventilasi di rumah. Keluarga pasien memliki kamar mandi pribadi. Rumah pasien berada
di lingkungan padat penduduk. Di sekitar rumah pasien banyak selokan yang jarang
dibersihkan.. Untuk makan, minum, mencuci, dan kebutuhan sanitasi, keluarga pasien
menggunakan air PAM.
K. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien saat ini bekerja sebagai karywan swasta, sedangkan ibu pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan pasien ditanggung secara asuransi BPJS.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilihat pada status rekam medis pada hari Kamis, 19 November
2015 pukul 09.00 WIB di ruang rekam medis dan alloanamnesis di hari yang sama pada pukul
11.00 WIB di poli anak RSUD kota Semarang.

KESAN UMUM
Keadaan Umum
Kesan Sakit
Kesadaran
Kesan Gizi

: Tampak sakit berat


: Tampak sesak nafas berat serta batuk yang keras
: Compos mentis
: Gizi cukup

TANDA VITAL
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasaan
Saturasi

: 100 / 73 mmHg
: 140x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
: 36,8 C
: 35x/menit
: 94%

DATA ANTROPOMETRI
Tinggi Badan
Berat Badan

: 125cm
: 23 kg

STATUS GIZI
WAZ

= (BB median) / SD = (23 22,1) / 2,4

= 0,375 (berat badan cukup)

HAZ

= (TB median) / SD = (125 119,8) / 5

= 0,04 (perawakan normal)

BMI

= (BB median) / SD = (14.72 15,4) / 0,52= -1,307 (Gizi Baik)

STATUS INTERNUS
1.

Kepala

Normocephali
Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
2.

Mata

Conjungtiva anemis (-/-)


Pupil bulat isokor
Reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
3.

Hidung

Bentuk hidung normal


Nafas cuping hidung (+/+)
Sekret (-/-)
4.

Telinga

Bentuk telinga normal


5.

Mulut

Bibir kering (-)


Bibir sianosis (-)
Sariawan (-)
6.

Tenggorokan :
Mukosa faring hiperemis (-)
Tonsil T1-T1 normal

7.

Leher

Kelenjar getah bening tidak teraba

Letak trakea di tengah


Kelenjar tiroid tidak membesar
8.

Thorax

Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak iktus kordis

Palpasi

:-

Perkusi

:-

Auskultasi

: Bunyi jantung I II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: terdapat retraksi dinding dada (+)

Palpasi

:-

Perkusi

:-

Auskultasi

: Terdengar suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (+/+), ronchi (-/-)

9.

Abdomen
Inspeksi

: Perut tampak datar, warna kulit tampak sawo matang, tidak terdapat
kelainan kulit.

Auskultasi

: Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi

: Teraba supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar, ginjal dan lien tidak
teraba

Perkusi
10.

: Terdengar timpani pada seluruh kuadran abdomen


Genitalia

Laki-laki dalam batas normal


11.

Anus dan Rektum


Dalam batas normal

12.

Ekstremitas :
Terdapat akral hangat pada ekstremitas superior dan inferior
Tidak terdapat akral sianosis
CRT kedua ekstremitas superior dan inferior < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Haematologi :
Hb
Ht
Trombosit

: 11.1 g/dl
: 33.30 %
: 419.000 /ml

Leukosit
GDS
Elektrolit
Foto Thoraks AP/Lateral

: 15.400 /ml
: 56 mg/dl
: Na= 136 mmol/L, K= 4.3 mmol/L, Ca= 1.23 mmol/L

Kesan: tidak tampak penyempitan trakea, jantung dalam bentuk dan letak normal, pulmo
ditemukan corakan bronkovaskular meningkat. Tampak bercak pada hampir seluruh paru kanan,
tidak tampat penebalam hilus.
PERJALANAN PENYAKIT PASIEN SELAMA DIRAWAT DI RUMAH SAKIT
NAMA : F.R

NO. RM : 150648

UMUR : 6 tahun

RUANG : ICU

TANGGAL/J

PERJALANAN PENYAKIT/

AM
14/11/2015

DIAGNOSA
S: Nafas masih sesak (+), batuk yang

BB: 23 kg

hebat (+), stridor inspirasi (+), muntah

IGD 03.40

2x, demam (-), trauma (-)


O: KU/ Kes : TSB/ CM, TD : 100/73,
HR:140x/m, RR : 35x/m, T:36,8C,
SpO2 : 94%

PERINTAH DOKTER
Terapi

O2 2 lpm
Infus 2A 1/2NS 10 tpm
Injeksi dexa 1 ampul/8jam
Injeksi ranitidin

ampul/12jam
Injeksi ondansentron 2 mg

ekstra
Nebul ventolin + NaCl

Thoraks : retraksi dada (+)


Cor : BJ I-II reg, M(-), G(-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), Rh (+/+),
Wh (+/+)

0,9% /8jam
Program

Abdomen: datar, supel, bising usus (+)


3x/m

Rawat ICU

Cek hematologi Hb, Ht,

Ekstremitas: akral hangat (+/+), CRT <

trombosit, leukosit, GDS

2 detik

dan elektrolit
Konsul Sp.A

Assesment

14/11/2015

Stridor dd croup syndrome


Obs. Vomitus
S: Nafas masih sesak (+), stridor

BB: 23 kg

inspirasi (+), muntah 2x, batuk (+),

ICU

demam (-)
O: KU/ Kes : TSB/ CM, HR:130x/m,
RR : 30x/m, T:36,5C, SpO2 : 98%
Thoraks : retraksi dada (+) minimal
Cor : BJ I-II reg, M(-), G(-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)

Terapi

O2 2 lpm
Infus 2A 1/2NS 10 tpm
Injeksi cefotaxim 3x500mg
Injeksi dexa 3x1 ampul
Injeksi ranitidin 2x ampul
Injeksi ondansentron 2 mg

ekstra
Ventolin drop /6jam
PO: azitromicyn 1x250mg (7
hari), ibuprofen 3x2 cth

Abdomen: datar, supel, bising usus (+)

Program

Ekstremitas: akral hangat (+/+), CRT <

2 detik

Foto thorax AP/lateral


Konsul THT

Assesment

15/11/2015

Croup syndrome
Laringitis
Obs. Vomitus
S: sesak (-), batuk berkurang, stridor (-)

Terapi lanjut

BB: 23 kg

O: KU/ Kes : TSB/ CM, HR:98x/m, RR

Hasil foto: tidak tampak

ICU

: 18x/m, T:36,6C, SpO2 : 99%

penyempitan trakea, Cor: ukuran

Thoraks : retraksi dada (-)

dan bentuk normal, pulmo:

Cor : BJ I-II reg, M(-), G(-)

corakan bronkovaskular

Pulmo : SN vesikuler (+/+), Rh (+/+),

meningkat, tampak bercak pada

Wh (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
Ekstremitas: akral hangat (+/+), CRT <
2 detik

hamper seluruh paru kanan, tidak


tampak pelebaran hilus
Kesan: gambaran
bronkopneumonia

Assesment

16/11/2015

Croup syndrome
Laringitis
Obs. Vomitus
S: keluhan (-)

BB; 23 kg

O: KU/ Kes : TSS/ CM, HR:96x/m,

ICU

RR : 18x/m, T:36,4C, SpO2 : 99%100%

Program

Terapi lanjut
Pindah ruangan
BLPL

Thoraks : retraksi dada (-)


Cor : BJ I-II reg, M(-), G(-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), Rh (+/+),
Wh (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
Ekstremitas: akral hangat (+/+), CRT <
2 detik
Assesment

Bronkopneumoni
Croup syndrome dd laringitis
Obs. Vomitus

IV. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 6 tahun dengan berat badan 23 kg dan tinggi badan
125cm, datang ke IGD RSUD Kota Semarang pukul 03.40 wib dini hari dengan keluhan
sesak nafas sekitar 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak disertai suara nafas yang
berbunyi ketika menarik nafas dan batuk yang keras seperti menggonggong sejak pagi
harinya ketika pasien tersedak saat makan. Pasien juga merasakan bahwa suaranya
mengalami serak dan volume suara menjadi kecil. Keluhan dirasa semakin berat ketika
malam hari. Selain itu, pasien juga mengalami muntah, wajah pucat dan kondisi yang
lemah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum tampak sakit berat, kesadaran
compos mentis, kondisi nafas sesak dan batuk yang keras serta kesan gizi baik. Pada tanda
vital didapatkan TD 100/73, HR 140 kali/menit, RR 35 kali/menit, saturasi 94% dan suhu
36,8C. Terdapat nafas cuping, retraksi dada (+), Rh(+/+), Wh (+/+).
Hasil laboratorium didapatkan Hb: 11.1 g/dl, Ht: 33.30 %, Trombosit: 419.000 /ml,
Leukosit: 15.400 /ml, GDS: 56 mg/dl. Elektrolit: Na= 136 mmol/L, K= 4.3 mmol/L, Ca=

1.23 mmol. Gambaran foto rontgen tidak tampak penyempitan trakea, jantung dalam bentuk
dan letak normal, pulmo ditemukan corakan bronkovaskular meningkat. Tampak bercak
pada hampir seluruh paru kanan, tidak tampat penebalam hilus.
V.

DIAGNOSIS BANDING

Batuk dan atau kesulitan bernafas


1.

Paru-paru:
o Bronkopneumonia
o Bronkiolitis
o Asma
o TBC
o Efusi/empyema
o Pneumothoraks

2. Benda asing (aspirasi)


3. Epiglotitis
4. Jantung:
o Gagal jantung
o Penyakit jantung bawaan
5. Pertussis

Stridor:
o Croup syndrome
o Benda asing (aspirasi)
o Difteri
o Abses retrofaringeal
o Kelainan bawaan

VI. DIAGNOSIS SEMENTARA

Croup syndrome

VII. TERAPI AWAL (IGD)

O2 2 lpm
Infus 2A 1/2NS 10 tpm
Injeksi dexa 1 ampul/8jam

10

Injeksi ranitidin ampul/12jam


Injeksi ondansentron 2 mg ekstra
Nebul ventolin + NaCl 0,9% /8jam

VIII. PROGRAM DAN USULAN


Pantau keadaan umum dan tanda vital
Cek BGA (Blood Gas Analysis)
Foto rongent cervical AP
Konsul spesialis THT
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
CROUP SYNDROME
PENDAHULUAN
Sindroma croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk
menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernapasan. Gejala yang dapat
ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang, atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup
parah biasanya terjadi memburuk pada malam hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak.

11

Croup berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti tangisan keras. Penyakit ini pertama
kali dikenal pada tahun 1928.1
Croup sindrom ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya terpapar antara usia 6
bulan dan 5-6 tahun. Penyakit ini terdapat sekitar 5% dari penerimaan rumah sakit dalam suatu
populasi. Dalam kasus yang jarang, mungkin terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang
tertua sekitar usia 15 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit
ini adalah 50% anak laki-laki lebih sering daripada perempuan (laki-laki 1.4 kali daripada
perempuan), dan ada peningkatan prevalensi di musim gugur.1
Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang
jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi sampai ke bronkus digunakan
istilah laringotrakeobronkitis.
Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang
saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi
yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat.
Croup sindrom terbanyak disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas.
Virus yang paling sering menyebabkan sindroma croup ini biasanya adalah Para-influenza tipe 1
virus (HPIV-1) 60%, HPIV-2, 3 dan 4, influenza A dan virus B, adenovirus, Respiratory Syncytial
Virus (RSV) dan campak virus. Selain dapat disebabkan oleh virus, croup sindrom ini dapat pula
disebabkan oleh suatu bakteri. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit ini antara lain
Corynebacterium diphtheriae, Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Hemophilus
influenzae , dan Catarrhalis Moraxella.
Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung menjadi berat
bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30% kasus croup sindrom harus
dirawat d Rumah Sakit dan 1,7% memerlukan intubasi endotrakea. Akan tetapi, setelah
kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus croup yang memerlukan perawatan di Rumah
Sakit menurun drastis, dan intubasi endotrakea jarang dilakukan. Di Alberta, lebih dari 60% anak
didiagnosis croup derajat ringan, 4% (satu dari 170 anak) memerlukan perawatan di Rumah Sakit
dan 4% (satu dari 4500 anak) harus dilakukan intubasi.
DEFINISI
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang
mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk
yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan
napas.3

12

Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh
infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam
tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan
di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki
berbagai penyebab
KLASIFIKASI
Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu3,6:
A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)
Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi saluran
pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia 6 tahun. Stridor (+), Batuk (sepanjang
waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari, Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh
asma (-).
B. Spasmodic Croup
Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak tibatiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum
menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.
Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat keparahan batuk atau
derajat kegawatan berdasarkan klasifikasi dari Alberta Medical Asociation, dikelompokkan
menjadi 4 kategori6:
1.

Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang muncul, Stridor
yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan

2.

teradapat retraksi dada ringan.


Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, Stridor lebih
bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas, retraksi dinding dada yang

3.

sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory distress).
Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul, Inspirasi stridor
lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat, akan tetapi, lebih terdengar
jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi

4.

dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan.


Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif (kadang sangat
jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan kesadaran (letargi), dan kelesuan.

EPIDEMIOLOGI

13

Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada
usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15
tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan
rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-negara
sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi pada
musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan
15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter.
Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan
struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15% pasien sindrom croup mempunyai
keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.6
ETIOLOGI
Croup sindrom ini biasanya dianggap terjadi karena infeksi virus. Nama lain
menggunakan istilah yang lebih luas, untuk menyertakan laryngotrakeitis akut, batuk tidak teratur,
difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeo-bronkitis, dan laryngotrakeobroncopneumo -nitis.
Dari macam-macam penyakit tersebut terdapat kondisi yang melibatkan infeksi virus dan
umumnya lebih ringan sehubungan dengan simptomatologi, akan tetapi terdapat pula yang
dikarena infeksi bakteri dan biasanya dengan tingkat keparahan lebih besar. Selain dapat
disebabkan virus dan bakteri, croup sindrom juga bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa
Candida albican.2
Viral
Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human Parainfluenza Virus
terutama tipe 1 (HPIV1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4 terdapat pada sekitar 75% kasus.
Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B, virus campak , Adenovirus dan Virus
pernapasan/Respiratory Syncytial Virus (RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang
sama seperti laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa (seperti demam,
sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan, dan respon terhadap
pengobatan, juga serupa3.
Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa antara lain, difteri
laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri

14

laring

disebabkan

Corynebacterium

diphtheriae

sementara

trakeitis

bakteri,

laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus


primer dengan pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian besar bakteri yang umum terlibat adalah
Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Hemophilus influenzae , dan Catarrhalis
moraxella.3
Penyebab Lain
Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri, dan jamur. Terdapat pula
penyebab lain yaitu2:
Mekanik
Benda asing
Pasca pembedahan
Penekanan massa ekstrinsik
Alergi
Sembab angioneurotik
PATOFISIOLOGI
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari
sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel masuk melalui
mata

atau

hidung.

Infeksi

virus

di

laryngotrakeitis,

laryngotrakeobronkitis

dan

laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari nasofaring atau oropharynx yang turun ke


laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema
dan edema dinding mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran
pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan mengakibatkan
perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan menyebabkan penyempitan
saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan 75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis
akan menyebabkan gangguan mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat
menyebabkan gejala sesak napas.
Turbulensi udara pada saluran nafas menyebabkan peradangan sehingga memnyebabkan
penyempitan yang menimbulkan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama
inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis mengandung infiltrat selular
di lamina propria, submukosa dan advensisia. Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan
neutrofil.

15

Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur menyebabkan
pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal
napas atau bahkan juga terjadi henti napas.1,2,3
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir.
Bila terjadi obstruksi stridor menjadi semakin berat, tetapi dalam kondisi yang sudah payah
stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada
beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas.
Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas
yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung.
Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal,
epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat
anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal
napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering
menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong2.
Perbandingan antara viral croup (laringotrakeobronkitis) dan spasmodic croup (spasmodic
cough) dapat dilihat pada tabel dibawah ini3:

Tabel perbandingan antara Viral croup dan Spasmodic croup


Karakteristik
Usia
Gejala prodromal
Stridor
Batuk
Demam
Lama sakit
Riwayat keluarga
Predisposisi asma

Viral Croup
6 bulan 6 tahun
Ada
Ada
Sepanjang waktu
Ada (tinggi)
2-7 hari
Tidak ada
Tidak ada

Spasmodic Croup
6 bulan 6 tahun
Tidak jelas
Ada
Terutama malam hari
Bisa ada, tidak tinggi
2-4 jam
Ada
Ada

16

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit
meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi,
bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia,
drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan derajat croup adalah Skor
Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek
klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis,
stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam
tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.1,6

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara
serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan dengan
mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada
indrawing.

Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan . Batuk
menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.
85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah

sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk


Ciri
Retraksi

Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini


2
3
4

Tidak ada Ringan


Dinding dada
Stridor
Tidak ada Dengan agitasi
Sianosis
Tidak ada
Tingkat
Normal
kesadaran
Udara masuk Normal
Penurunan

Moderat

Parah

Diam
Dengan agitasi Diam
Bingung
Menurun tajam

17

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu
dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan
pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm4 yang didominasi PMN, kemungkinan
telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup
sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan.
Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign)
pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral,
serta peumonia bilateral.
Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas
lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan
konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita suara
yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara
trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

18

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior


Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas adalah 1 cm
proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara. Mukosa pada tingkat ini memiliki
lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh adanya edema pada trakea, yang menghasilkan
elevasi mukosa trakea dan hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara.
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara steeple
sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi,
gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja.
Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis
bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai
sebagai berikut:
1.
2.
3.

Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.


Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.
Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien
dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah 6 bulan atau
stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran
radiologis dicurigai adanya massa.2,3
DIAGNOSIS BANDING

Epiglotitis akut
Laringitis
Laringotrakeitis akut
Laringotrakeobronkopneumonitis

TATALAKSANA

19

Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sebagian
besar pasien croup tidak perlu dirawat RS, melainkan cukup dirawat dirumah. Pasien dirawat di
RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut: anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar
stridor progresif, stridor terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat gejala gawat napas,
hipoksemia, gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan tidak
ada respons terhadap terapi.3,8
Terapi inhalasi
Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas pada
sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap panas, karena kulit akan melepuh
akibat paparan uap panas. Uap dingin akan melembabkan saluran respiratori, akan inflamasi,
mengencerkan lender pada saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan
menenangkan bagi anak.
Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom croup,
kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat keadaan pada dengan
bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat
ini beberapa pusat kesehatan tidak merekomendasikan penggunaan terapi uap.
Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi (coldwater fog) tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk mengobati croup menguntungkan.
Gina

dkk.melakukan

penelitian

RCT

dengan

memberikan

terapi

oksigen

lembab

(humidifiedoxygen) pada pasien croup derajat sedang di UGD. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab
dan yang tidak diberikan.
Epinefrin
Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi kadang-kadang
membutuhkan farmakoterapi. Nebulisasi epinefrin telah digunakan untuk mengatasi sindrom
croup selama hampir 30 tahun, dan pengobatan dengan epinefrin ini menyebabkan trakeostomi
hampir tidak diperlukan.
Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedangberat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta pada anak
dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin.
Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel bronkus dan trakea,
memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian

20

dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan
bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:9
1.

Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml larutan
racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan tersebut
diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

2.

L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek terapi terjadi dalam
dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan mempunyai
sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.
Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan
jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme anti radang. Uji
klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati
dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.
Deksametason
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu
kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan.
Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan pemakaian
kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

Mengurangi rata-rata lama rawat inap

Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2
mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian
kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24
jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.
Budesonid

21

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila
dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan
dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30
menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.
Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah
dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan
secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada
deksametason oral.
Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak yang
sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari
selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak
responsive terapi lain. Intubasi endotrakeal rnerupakan terapi alternative selain trakeostomi untuk
mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya
hiperkarbia dan ancaman gagal napas. Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat
peningkatan stridor, peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding
dada, sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk jangka waktu
yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi2,7.
Kombinasi Oksigen-Helium
Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra untuk mengatasi
sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitas dan viskositas
yang rendah. Hal ini sangat membantu mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan
meningkatkan aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratorius. Bila helium
dikombinasikan dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.
Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup beratakan merasa nyaman dan
kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis pemberian kombinasi
oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi epinefrin.
Antibiotik
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali pasien dengan
laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Pasien

22

diberikan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur. Terapi awal dapat menggunakan
sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan
pada pasien sindrom croup.
Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan sindrom Croup, sebagai berikut2:

23

CROUP
Diagnosis banding
Aspirasi benda asing
Abnormalitas
kongenital
Epiglotitis
O2 100% dengan sungkup muka dan
nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang
yang berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan
anak

Obstruksi jalan napas yang


mengancam jiwa
Sianosis
Penurunan kesadaran

TIDAK

YA

Croup derajat ringan


Batuk
menggonggong
Tanpa retraksi dada
Tanpa sianosis

Edukasi orang tua


Pertimbangkan
kortikosteroid dosis
tunggal (oral)
Periksa kemampuan
orang tua dan
kemampuan dalam
menyediakan
transport

Croup derajat sedang


Stridor saat istirahat
Terdapat retraksi
dinding dada
minimal

Kortikosteroid
deksametason 0,15-0,30
mg/kg atau Prednison 12 mg/kg (oral) atau
nebulisasi Budesonide 2
mg jika kortikosteroid
oral tidak berpengaruh

Membaik
Dipulangkan bila tidak
ada stridor saat istirahat
Edukasi orang tua
pasien
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian
kortikosteroid oral/12
jam
Edukasi ortu pasien
Sediakan penjelasan
tertulis untuk dokter
umum yang akan follow
up

OBSERVASI > 4 JAM

Perbaikan

Sebagian

Croup derajat berat


Stridor menetap saat
istirahat
Trakeal tug dan
retraksi dinding dada
terlihat jelas
Apatis dan gelisah
Pulsus paradoksus
Minimal handling
O2 4 lpm dan
nebulisasi adrenalin
dan kortikosteroid
sistemik (dosis sama
dengan croup derajat
sedang)
Intubasi
Tidakmembaik
Evaluasiulang
Rawat
Hubungikonsulen
Evaluasi

Nebulisasi adrenalin (dosis


sama) dan kortikosteroid
sistemik (dosis sama)
Persiapkan pelayanan untuk
tindakan darurat
Pertimbangkan intubasi
Evaluasi diagnosis

24

Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan
pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung
dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat2.
Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik2.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Mollah M, Pervez M. Croup (Acute Laryngotracheobronchitis): An Update. J Bangladesh
Coll Phys Surg 2013; 31: 33-38
2.

Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III, Buku satu,

3.

RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61


Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan

4.

Penerbit IDAI: 2008. p 320-328


Hardiono d. pusponegoro dkk. Standar Pelayanan Medis Anak Edisi I. Ikatan Dokter Anak

5.
6.

Indonesia: 2004.
Harjono, Rima M, dr dkk. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: 1996
Dominic A dan Henry A Kilham Fitzgerald, 2003, Croup: Assesment and Evidence-Based

7.

Management. Medical Journal The Australia. MJA 2003; 179 (7) : 372-377
Roosevelt GE. Inflamasi akut obstruksi jalan napas atas (batuk, Epiglottitis, laringitis, dan
trakeitis bakteri). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, BF Stanton. Nelson

8.

Textbook of Pediatrics.18 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007: chap 382
Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO, DEPKES dan IDAI.

9.

2009. p 104-105
Nebulized Epinephrine For Croup In Children. Bjornson C1, Russell KF, Vandermeer
B, Durec T, Klassen TP, Johnson DW. Cochrane Database Syst Rev. 2011 Feb 16;
(2):CD006619. Doi: 10.1002/14651858.CD006619.Pub2.

26

Anda mungkin juga menyukai