Anda di halaman 1dari 7

SOLIDIFIKASI

Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran


antara limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah
mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan
keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi
paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus
diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuan leaching, stabilitas kimia, uji
kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan (Brownstein).
Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi yaitu semen, kaca,
termoplastik dan thermosetting.
Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa
mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut sol. Sol tersebut
kemudian di koagulasi dan dipresipitasi (pengkondisian akhir). Gel yang terbentuk
kemudian dikristalisasi.

Tabel. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Semen

Keuntungan
material

dan

Kerugian
teknologinya

mudah

peningkatan volume dan densitas yang

dijangkau

tinggi for shipping dan disposal

sesuai dengan berbagai jenis limbah

dapat mengalami keretakan apabila

biaya sedikit

terekspos dengan air

produk

sememntasi

bersifat

stabil

terhadap bahan kimia dan biokimia


produk

sementasi

terbakar

dan

tidak

memiliki

mudah
kestabilan

temperature yang baik

Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi. Dua
komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene. Beberapa jenis
bitumen antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts, craked asphalts
dan emulsified asphalts.

Tabel . Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Bitumen

Keuntungan
material

dan

Kerugian
teknologinya

mudah

dijangkau

dapat terbakar
proses

tidak larut dalam air

peningkatan

temperature
adanya

beban kapasitas limbah yang tinggi

memerlukan

endapan

partikulat

selama

pendinginan

biaya sedikit
kemampuan pencampuran yang baik

kemungkinan adanya reaksi kimia

Stabilisasi/Solidifikasi
Secara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya
dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan

toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses


pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut
seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence
and Caijun Shi, 2006).
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan
berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan
senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa
monolit dengan struktur yang kekar (massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan
mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar;
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan
pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;
3. Precipitation;
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada
bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi;
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke
bahan pemadat;
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa
lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

Menurut Roger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :
1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya
guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah
B-3 tersebut;
2. Setelah

dilakukan

stabilisasi/solidifikasi,

terhadap

hasil

olahan

tersebut

selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan Soil


Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum
sebesar 10 ton/m.

3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter


dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh
melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan.
4. Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat
tekan,disamping bisa dibuang ke landfill juga dimanfaatkan sebagai bahan
konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis
lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan.

Solidifikasi Limbah
Pembuangan limbah padat menjadi isu utama dikarenakan potensinya untuk
mengkontaminasi air permukaan dan air tanah dengan kontaminan berupa arsenik, boron,
logam berat, anion sulfat, dsb. Pengolahan yang aman terhadap limbah padat dengan
mengutamakan perlindungan terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah
merupakan hal penting (Marinkovic et al., 2003).
Solidifikasi/stabilisasi merupakan teknik yang secara luas diterapkan untu
remediasi limbah yang mengandung konstituen berbahaya. Pengolahan ini mencegah
migrasi/penyebaran konstituen berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi
lumpur semi-liquid menjadi bentuk solid/padat) mengarah pada perubahan karakteristik
fisik limbah. Pengolahan ini mencakup peningkatan kekuatan kompresi, penurunan
permeabilitas,

dan

enkapsulasi

konstituen

berbahaya

(Marinkovic et

al., 2003). Pengolahan limbah secara solidifikasi dapat diterapkan pada berbagai bentuk
limbah, yaitu lumpur, solid, liquid, drainase tambang, dan pupuk. Solidifikasi digunakan
untuk mengubah limbah menjadi bentuk fisik yang sesuai dan tahan yang lebih
kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau reuse yaitu bentuk padat yang memiliki
interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan atau tanpa fiksasi kimiawi (Goni et
al., 2009; Meegoda et al.,2003; Mater et al., 2006; Mijno et al., 2007, Jun et al., 2005).
Solidifikasi menciptakan barrier antara komponen limbah dan lingkungan dengan
mereduksi permeabilitas limbah danatau mengurangi luas area permukaan yang efektif
untuk difusi (Meegoda et al., 2003). Penelitian dari Andres et al. (2009) menyebutkan

bahwa anhydrite dapat mengimobilisasi logam berat pada sludge yang mengandung
logam berat sebanyak 90% sehingga aman untuk landfill.

Salah satu bahan yang digunakan dalam solidifikasi limbah adalah fly ash.
Penambahan fly ash dapat meningkatkan kekuatan ikatan pada limbah, workability,
buffering capacity, dan heavy metal leachability. Penambahan fly ash secara efektif
mengimobilisasi tiga jenis logam berat Pb, Cr3+, dan Cr6+. Imobilisasi tetap terjadi secara
efektif walaupun pH pada saat penambahan bersifat asam atau basa (Dermatas dan Meng,
2003). Pada penelitian yang dilakukan oleh Marinkovic et al. (2003), solidifikasi dapat
dilakukan dengan menggunakan fly ash-FGD gypsum-lime-water dan fly ash-calcined
FGD gypsum dapat digunakan sebagai proses solidifikasi. Sistem ini meningkatkan
kekuatan kompresi (0.34 MPa). Pada limbah yang mengandung kromium dibawah batas
yang ditentukan EPA, rasio komposisi limbah dengan fly ash tidak berpengaruh secara
signifikan (Parsal et al., 1996). Teknik ini menghasilkan limbah yang tersolidifikasi
sehingga menghindarkan penyebaran konstituen pada air permukaan atau air tanah.
Karbonasi dengan menggunakan fly ash dan kapur juga efektif dalam solidifikasi limbah
organik dan inorganik (Swarnalatha et al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Arce et
al. (2010) membuktikan bahwa karbonasi menggunakan fly ash menghasilkan stabilisasi
Ba yang efektif, sedangkan untuk Cl-, SO42-, dan F-karbonasi dengan fly ash dapat
mensolidifikasi setengah dari kandungannya pada limbah, dan untuk DOC (dissolved
organic carbon) memerlukan waktu retensi yang lama untuk mengoptimalkan solidifikasi.
Selain itu fly ash juga dapat digunakan pada solidifikasi dengan teknik geopolimer.
Penelitian solidifikasi dengan menggunakan fly ash dengan teknik geoplimerisasi telah
dilakukan

oleh

Galiano et

al. (2011)

dengan

menggunakan

reagen

yaitu

sodiumhydroxide, potassiumhydroxide, sodiumsilicate, potassium silicate, kaolin,


metakaolin dan ground blast furnace slag. Penelitian ini dilakukan pada limbah yang
mengandung logam berat yaitu Pb, Cd, Cr, Zn, dan Ba dengan hasilnya solidifikasi yaitu
kekuatan kompresi mencapai 1-9 MPa sehingga imobilisasi logam berat sangan efektif.
Cement based technology merupakan salah satu taknik dari solidifikasi yang
menggunakan batu kapur, tanah liat, atau materi silika yang dicampur pada suhu tinggi

(Meegoda et al., 2003). Salah satu contoh penerapan teknik ini yaitu dalam pengolahan
limbah yang mengandung logam berat seperti penelitian yang telah dilakukan oleh
Anastasiadou et al. (2012) yang menggunakan fly ash kemudian dilakukan sementasi.
Limbah yang diolah mengandung logam berat Cr, Fe, Ni, Cu, Cd dan Ba. Dengan
menggunakan teknik sementasi ini hasilnya aman untuk landfill atau digunakan sebagai
material konstruksi karena pengikatan logam berat yang cukup kuat sehingga tidak
mudah terlepas ke lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Coz et al. (2009)
menunjukkan bahwa pencampuran sodium silicate pada materi semen dapat
meningkatkan leachabilitas logam berat terutama Zn, dengan konsentrasi silikat 5-25%
menghasilkan leachabilitas yang optimum pada materi semen. Voglar dan Lestan (2010)
menyatakan bahwa sementasi dapat diterapkan untuk solidifikasi berbagai jenis logam
berat yaitu Cd, Pb, Zn, Cu, Ni dan As . pada penelitian mereka selanjutnya, Voglar dan
Lestan (2011) menyatakan dalam jurnalnya bahwa formula solidifikasi paling efisien
yaitu semen kalsium aluminat ditambah dengan acrylic polymer akrimal menghasilkan
materi yang dapat mengikat sangat kuat terhadap logam berat antara lain Cd, Pb, Zn, Cu,
Ni dan As sehingga materi tersebut dapat digunakan untuk landfill atau landcover.
Kalsium sangat berperan dalam teknik sementasi, jenis kalsium yang sering
digunakan antara lain Calcium Silicate Hydrate, Calcium Hydroxide, Calcium
Sulfoaluminate (Meegoda et al., 2003). Kalsium berperan penting dalam teknik
sementasi. Sementasi baik yang menggunakan Portlan cement (PC) atau cement kiln dust
(CDK) memanfaatkan ikatan yang terbentuk antara Ca dengan As(III) dan As(V) untuk
mengimobilisasi logam arsenit tersebut (Yoon et al., 2010). Penelitian dari Qian et
al., (2008) membuktikan bahwa teknik sementasi dapat mengimobilisasi logam berat,
terutama logam berat Zn dan Pb. Pada penelitian ini proses solidifikasi dilakukan dengan
menggunakan fly ash dan calcium sulfoaluminate cement matrix sehingga imobilisasi
logam berat yang efektif matrix semen. Ketidakadaan kalsium dalam materi dapat
menurunkan pengikatan logam berat pada semen, atau yang disebut dengan dekalsifikasi
materi semen, dapat menurunkan luasan area pengikatan logam berat (Laforest dan
Duchesne, 2007).
Komponen organik pada limbah berpengaruh pada containment dan karakteristik
kekuatan pada limbah hasil solidifikasi. Kandungan minyak dan fenol dalam limbah

mengganggu kekuatan dan durabilitas sistem pengikatan pada solidifikasi (Minocha et


al., 2003). Kandungan bahan organik juga berpengaruh pada lama waktu hidrasi pada
semen. Penelitian Zhang et al. (2008) menunjukkan bahwa keberadaan sukrosa dan
sorbitol pada limbah yaitu semakin mempercepat hidrasi semen, keberadaan sukrosa atau
sorbitol juga mengurangi leachabilitas semen terhadap Pb. Semakin besar kandungan
bahan organik (fenol) pada limbah maka dibutuhkan konsentrasi materi semen yang
tinggi untuk mendapatkan hasil solidifikasi yang cukup (Vipulanandan dan Krishnan,
1990). Komponen organik ini dapat dihilangkan dengan cara pembakaran pada suhu
800oC (Swranalatha et al.,2006). Cara lain yaitu dengan menggunakan reactivated carbon
yang memiliki daya serap tinggi terhadap fenol (Arafat et al., 1999).
Tingkat kekerasan materi semen juga berpengaruh pada kemampuan
mengimobilisasi logam berat. Sala satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
tingkat kekerasan semen adalh dengan menambahkan 2-chloroaniline yang berfungsi
untuk mempermudah penghilangan air dari tanah liat yang merupakan materi semen
(Botta et al., 2004). Selain itu materi semen juga harus diperhatikan dalam teknik
solidifikasi. Pada penelitian Mohamed dan Gamal (2011) disebutkan bahwa cement kiln
dust kurang direkomendasikan untuk solidifikasi karena tidak stabil secara kimiawi yang
kemampuan mengikat logam beratnya kurang. Permeabilitas terhadap oksigen juga
penting karena menggambarkan kualitas fisik material limbah hasil solidifikasi (Poon et
al., 1986).

Anda mungkin juga menyukai