BAB I
PENDAHULUAN
2. BATASAN MASALAH
Sistem kendali speaker jarak-jauh melalui jala-jala listrik ini merupakan
sistem pengiriman sinyal audio dari penguat, radio, atau player melalui jala-jala
listrik yang sebelumnya dimodulasi secara FM. Sistem ini cocok digunakan untuk
trasmisi sinyal audio, yang memerlukan kualitas yang baik, seperti musik atau
pembicaraan.
Pada sistem kendali speaker jarak-jauh melalui jala-jala listrik ini akan
dibahas sinyal input, output, jala-jala listrik, transmitter dan receiver FM. Sistem ini
dapat dioperasikan di mana saja sebatas di dalam rumah atau gedung asalkan ada
outlet jala-jala listrik dengan fase sama.
3. TUJUAN PENULISAN
Penulisan tugas akhir ini bertujuan seperti berikut:
1. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dalam menempuh
pendidikan Program Ekstensi Sarjana Teknik Elektro, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada.
2. Memanfaatkan jala-jala listrik untuk mengontrol speaker secara jarakjauh.
3. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam perancangan
dan
pembuatan
rangkaian
elektronika
khususnya
di
bidang
4. METODOLOGI PENULISAN
Metode penulisan tugas akhir terdiri atas tiga bagian berikut.
a. Studi literatur;
dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan
pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi.
b. Perancangan alat;
dilakukan dengan perancangan dan implementasi perangkat-keras
yang meliputi input, output, transmitter dan receiver FM.
c. Pengujian alat;
dilakukan untuk menguji alat yang telah dibuat apakah telah bekerja
baik dan sempurna.
5. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah,
metodologi penulisan, sistematika penulisan.
BAB II
TEORI DASAR
Sinyal
informasi
Modulator
Gelombang carrier
sinusoidal
Gelombang
termodulasi
Output
channel
Demodulator
(a)
Sinyal informasi
yang diterima
(b)
Bentuk gelombang output pada sistem modulasi gelombang kontinyu yang dikenal
dengan istilah modulasi amplitude (amplitude modulation/AM) dan modulasi sudut
(angle modulation) diperlihatkan pada Gambar II.2.
(a)
(b)
(c)
t
(d)
Gambar II.2 Sinyal AM dan FM (a) sinyal pembawa, (b) sinyal pemodulasi, (c)
sinyal AM, (d) sinyal FM
Pada Gambar II.2 bagian (a) dan (b) menampilkan bentuk sinyal carrier dan
sinyal informasi, sedangkan (c) dan (d) menampilkan perbedaan antara sinyal
termodulasi amplitude (AM) dan sinyal termodulasi frekuensi (FM), sedang sinyal
termodulasi frekuensi merupakan bentuk modulasi sudut (angle modulated).
Frequency
Multiplier
Power
Amplifier
Sinyal pemodulasi
(informasi)
Osilator
Varicap
2.1. Spektrum FM
Bentuk gelombang hasil modulasi frekuensi berupa sinyal termodulasi
frekuensi, yaitu mempunyai amplitude tetap dengan besar frekuensi yang berubahubah atau mengasilkan banyak frekuensi. Bentuk gelombang termodulasi frekuensi
ini akan mempunyai spektrum frekuensi dengan frekuensi yang cukup banyak atau
mempunyai sinyal sideband hanya satu atau lebih dari satu. Banyaknya frekuensi
pada hasil proses modulasi FM ini menentukan besarnya bandwidth dari suatu
transmitter FM yang menyatakan lebar tempat kedudukan suatu transmitter. Maka
semakin banyak sinyal sideband yang dihasilkan oleh transmitter FM, maka semakin
besar juga range frekuensi yang digunakan oleh transmitter FM tersebut.
10
Pada sistem modulasi FM juga dikenal istilah index modulasi seperti yang
digunakan pada sistem modulasi AM, tetapi fungsi pengaturan index modulasi disini
berbeda dengan yang digunakan pada sistem AM, yaitu pada sistem FM fungsi indeks
modulasi adalah untuk mengatur bandwidth frekuensi, sedangkan pada sistem AM
adalah untuk mengetahui atau mengatur kualitas sinyal termodulasi AM yang akan
dipancarkan. Dalam pengaturan bandwidth untuk modulasi FM dikenal dua istilah,
yaitu NBFM (narrow band FM) dan WBFM (wideband FM). NBFM mempunyai
index modulasi lebih kecil atau sama dengan 0,2 dan sebaliknya untuk WBFM
mempunyai index modulasi lebih besar dari 0,2. Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh
perubahan index modulasi yang berupa perubahan bentuk spektrum frekuensi dan
secara pendekatan numeris berdasarkan grafik atau tabel fungsi Bessel seperti
Gambar II.5 atau Tabel II.1
=2
=0.5
=1
11
1.0
0.8
Jo()
0.6
0.4
Jn()
J1()
J2()
J3()
J4()
0.2
0
10
12
14
16
18
-0.2
-0.4
1
0.7652
0.4401
0.1149
0.01956
0.002477
2
0.2239
0.5767
0.3528
0.1289
0.03400
0.007040
0.001202
3
-0.2601
0.3391
0.4861
0.3091
0.1320
0.04303
0.01139
0.002547
4
-0.3971
-0.06604
0.3641
0.4302
0.2811
0.1321
0.04909
0.01518
0.004029
Jn()
5
-0.11776
-0.3276
0.04657
0.3648
0.3912
0.2611
0.1310
0.05338
0.01841
0.005520
0.001458
6
0.1506
-0.2767
-0.2429
0.1148
0.3576
0.3621
0.2458
0.1296
0.05653
0.02117
0.006964
0.002048
7
0.3001
-0.004683
-0.3014
-0.1676
0.1578
0.3479
0.3392
0.2336
0.1280
0.05892
0.02354
0.003335
0.002656
8
0.1717
0.233346
-0.1130
-0.2911
-0.1054
0.1858
0.3376
0.3206
0.2235
0.1263
006077
0.02560
0.009624
0.003275
0.001019
9
-0.09033
0.2453
0.1448
-0.1809
-0.2655
-0.05504
0.2043
0.3275
0.3051
0.2149
0.1247
0.06222
0.02739
0.01083
0.003895
0.001286
10
-0.2459
0.04347
0.2546
0.05838
-0.2196
-0.2341
-0.01446
0.2167
0.3179
0.2919
0.2075
0.1231
0.06337
0.02397
0.01196
0.004508
0.001567
12
Dari bentuk spektrum yang ada dapat diketahui besarnya bandwidth untuk
modulasi FM, yaitu dengan rumus bandwidth (BW)=2fmn, dengan n adalah
banyaknya sinyal sideband yang dihasilkan proses modulasi dan fm adalah frekuensi
informasi. Sedangkan persamaan dari sinyal termodulasi frekuensi adalah:
eFM(t) = A cos[2fct+ sin(2fmt)]
f
fm
fm
fc
= index modulasi
2.2. Penerima FM
Penerima FM berfungsi untuk mendapatkan kembali sinyal informasi dari
sinyal termodulasi frekuensi yang telah diterima. Pada sistem ini menggunakan
teknik PLL (phase locked loop) yang merupakan pengunci atau menyamakan phase
suatu sinyal yang diterima, yaitu dengan cara membandingkan sinyal yang diterima
(sinyal termodulasi frekuensi) dengan sinyal hasil proses looping dari rangkaian PLL
itu sendiri. Hasil proses membandingkan ini berupa nilai amplitudo dari sinyal
informasi, yaitu bila sinyal termodulasi frekuensi mempunyai frekuensi yang lebih
13
tinggi dari frekuensi sinyal hasil proses looping, maka amplitude sinyal output PLL
akan naik, dan sebaliknya. Diagram blok dari PLL seperti terlihat pada Gambar II.6.
Sinyal
termodulasi
frekuensi
Phase
comparato
r
Loop Filter
Voltage controlled
oscillator (VCO)
fo
filter untuk diperoleh tegangan dc yang merupakan output dari PLL. Sedangkan
bagian VCO (voltage controlled oscillator) berfungsi sebagai pengubah tegangan dc
yang merupakan output loop filter menjadi suatu sinyal yang mempunyai frekuensi
tertentu.
3. Penguat Diferensial
Komponen-komponen praktis pada IC monolitik hanya transistor, diode, dan
hambatan. Kapasitor telah dibuat di atas serpihan, tetapi biasanya kurang dari 50 pF.
14
Jadi perancang IC tak dapat menggunakan kapasitor penggandeng dan pintas seperti
yang dapat dilakukan perancang sistem diskret. Sebagai gantinya tahapan-tahapan
pada IC monolitik harus digandeng langsung, yang paling baik adalah penguat
diferensial (differential amplifier). Penguat ini banyak digunakan sebagai tahapan
masuk dari penguat operasional (op-amp). Rangkaian penguat diferensial ini sangat
penting karena dapat menentukan karakteristik masukan dari penguat operasinal yang
lazim.
Fungsi suatu penguat diferensial pada umumnya adalah untuk memperkuat
selisih antara dua sinyal. Kebutuhan akan penguat diferensial timbul dalam banyak
proses pengukuran fisis yang memerlukan tanggapan dari dc sampai ukuran
megahertz. Sistem ini juga merupakan tahapan dasar dari suatu penguat operasional
terpadu dengan masukan diferensial.
15
1
input
2
(a) rangkaian
+
-
1
output
2
(b) simbol
IRE
2
16
IRE =
VE VEE
RE
IRE
2
karena kedua arus kolektor dan kedua resistornya adalah sama (ketika tegangan input
sama dengan nol)
VC1 = VC2 = VCC - IC1RC1
kondisi ini diilustrasikan pada Gambar II.8(a).
Kondisi kedua, jika input 2 dihubungkan ke tanah dan tegangan bias positif
dimasukkan ke input 1, seperti Gambar II.8(b). Teganngan positif pada basis
transistor 1 (Q1) akan menaikkan arus kolektor 1 (IC1) dan menaikkan tegangan
emiter. Hal ini akan mengurangi bias maju (VBE) dari Q2 karena basisnya
dihubungkan ke tanah, sehingga menyebabkan arus kolektor 2 (IC2) menurun.
Kenaikan arus kolektor 1 (IC1) menyebabkan penurunan tegangan kolektor 1 (VC1)
dan penurunan arus kolektor 2 (IC2) menyebabkan menaiknya tegangan pada kolektor
2 (VC2).
Kondisi ketiga, jika input 1 dihubungkan ke tanah dan tegangan bias positif
dimasukkan ke input 2, seperti terlihat pada Gambar II.8(c). Tegangan bias positif
akan menyebabkan transistor 2 (Q2) untuk terhubung sehingga menyebabkan arus
kolektor 2 (IC2) naik, begitu juga dengan tegangan emiternya. Hal ini mengurangi bias
maju Q1 karena basisnya dihubungkan ke tanah dan menyebabkan arus kolektor 1
17
(IC1) untuk turun. Jadi membuat Vin1 = 0 dan Vin2 = +V pada penguat difernsial
akan menghasikan kanaikan pada IC2 yang menghasilkan turunnya tegangan pada VC2
dan turunnya IC1 menyebabkan naiknya VC1.
(a)
(b)
(c)
Gambar II.8 Pengoperasian penguat diferensial (a) kedua Vin = 0V, (b) Vin1 = +V,
Vin2 = 0V, (c) Vin1 = 0V, Vin2 = +V
18
common-base,
masukannya (noninverted).
19
(a)
(b)
Gambar II.9 Penguat diferensial dengan input berujung tunggal
20
dengan berujung ganda. Setiap input memberi efek terhadap output-outpunya, seperti
yang terlihat pada penjelasan berikut ini.
Gambar II.10(b) memperlihatkan sinyal-sinyal output pada saat input 1
bekerja sendiri seperti mode berujung tunggal. Sedangkan pada Gambar II.10(c)
memperlihatkan sinyal-sinyal output pada saat input 2 bekerja sendiri seperti mode
berujung tunggal. Terlihat pada bagian (b) dan (c) bahwa sinyal-sinyal pada output 1
mempunyai polaritas yang sama, begitu juga pada output 2. Dengan menggunakan
sistem superposisi maka antara sinyal-sinyal output 1 dan 2 diperoleh total operasi
diferensial seperti yang terlihat pada Gambar II.10(d).
1
2
21
22
23
A v(d)
A cm
Semakin besar CMMR semakin baik, nilai CMMR yang tinggi berarti
penguatan diferensial, Av(d), tinggi dan penguatan mode bersama, Acm, kecil.
A v(d)
A cm
24
25
R2
R1 + R2
26
Vout
+Vjen
-BVjen
BVjen
Vin
-Vjen
(a)
(b)
Gambar II.12 (a) Pemicu Schmitt membalik (b) Histeresis pada karakteristik transfer
(c) Pemicu schmitt tak membalik
Pada Vut dan Vlt pemicu Schmitt membalik tegangan peralihan terjadi pada
Vin = VA dengan perhitungan sebagai berikut.
VA =
R2
R1
Vout +
Vref
R1 + R2
R1 + R2
karena VUT terjadi pada keadaan awal dengan Vout = VOH maka
VUT =
R2
R1
VOH +
Vref
R1 + R2
R1 + R2
27
dan karena VLT terjadi pada keadaan awal dengan Vout = VOL maka
VLT =
R2
R1
VOL +
Vref
R1 + R2
R1 + R2
4.2. Histeresis
Umpan balik positif mengakibatkan efek yang tidak wajar pada rangkaian. Ia
menguatkan tegangan acuan agar mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan
keluaran, tegangan acuan menjadi positif bila keluarannya tinggi dan negatif bila
keluaranya rendah. Itulah sebabnya mengapa terdapat titik perpindahan atas dan
bawah. Pada pemicu Schmitt perbedaan antara dua titik perpindahan disebut
histeresis. Karena adanya umpanbalik positif, karakteristik transfer mempunyai
histeresis yang terlihat pada Gambar II.12(b). Jika tidak ada umpan balik positif B
akan sama dengan nol dan histeresis akan hilang, karena kedua titik perpindahan akan
28
sama dengan nol. Namun disisni ada umpanbalik positif, dan menyebabkan titik-titik
itu tersebar seperti yang terlihat pada Gambar II.12(b).
Kadang-kadang histeresis dibutuhkan karena dapat mencegah kesalahan
pemicuan yang disebabkan oleh derau. Misalkan ada sebuah pemicu Schmitt tanpa
histeresis maka derau yang muncul pada masukan akan menyebabkan pemicu
Schmitt itu melompat-lompat secara acak dari keadaan rendah ke keadaan tinggi, dan
sebaliknya. Sekarang misalkan pemicu schmitt itu mempunyai histeresis, bila
tegangan derau puncak ke puncak lebih rendah daripada histeresis, derau itu tidak
akan pernah mampu menimbulkan pemicuan yang salah. Rangkaian dengan histeresis
yang cukup akan kebal terhadap pemicuan derau. Misalnya, bila UTP sama dengan
+1 V dan LTP sama dengan 1 V, derau pncak ke puncak yang kurang dari 2 V tak
dapat memicu rangkaian.
29
masukan, prinsip ini digunakan dalam demodulator FM dan FSK, filter penjejak
(tracking), dan instrumentasi RF.
30
mempunyai frekuensi fs. Dengan ini berarti VCO dapat membangkitkan kelipatan
frekuensi masuk dengan hubungan fase yang teliti antara dua tegangan.
Sinyal
Masuk
(Vs, fs, s)
Penguat dan
filter lewat
bawah
Detektor
Fase
Vo
a
Osilatro
terkendali
tegangan (VCO)
Vd
Keluaran VCO
(Vs, fs, d)
Gambar II.13 Komponen-komponen dasar lingkar fase terkunci (PLL)
31
Sinyal
Masuk
(Vs, fs, s)
Detektor
Fase
Ve,fs fo
filter lewat
bawah
F(s)
(Vo, fo, o)
fs-fo
Penguat
Osilatro terkendali
tegangan (VCO)
Vd
Sinyal Keluar
Gambar II.14 Diagram lingkar fase terkunci yang digunakan untuk menunjukkan
simbol-simbol yang digunakan dalam analisis
32
segitiga, dan 180o untuk lengkung gigi-gergaji. Kalau ayunan lebih besar dari nilai
ini, lingkar akan melompat ke siklus berikutnya atau tidak terkunci. Akibatnya
lingkar harus direncanakan untuk bekerja dengan ayunan fase yang kecil
dibandingkan nilai-nilai batas tersebut.
Ve
(a)
-/2
/2
(b)
-/2
/2
(c)
e
Gambar II.15 Karakteristik detektor fase, (a) sinusoidal, (b) segitiga, (c) gigi-gergaji
33
biasanya diperlukan suatu penguat dengan perolehan. Filter aktif Gambar II.16(c)
memasukkan elemen peroleh.
Untuk filter sederhana Gambar II.16(a), konstanta waktu 1 dan fungsi pindah
F(s) = Vo(s)/Vi(s) diberikan persamaan,
1 = R1C
F(s) =
1
1 + 1s
1+ 2s
1 + ( 1 + 2 )s
Untuk filter aktif Gambar II.16(c), dengan catatan bahwa faktor perolehan
menunjukkan suatu penguat pembalik
1 = R1C
2 = R2C
F(s) =
Ka (1 + 2 s )
1 + [ 1 (1 Ka ) + 2 ]s
34
35
fo =
2 V + VC
(
)
R1C1
V+
V+
6
Masukan
modulasi,Vc 5
Sumber
arus
8
Schmitt
trigger
Sinyal
Kotak
36
37
fo
ff
Vd
38
BAB III
KOMPONEN DAN PERANCANGAN ALAT
1. Pemancar FM
Pada bagian pemancar, sinyal dari sumber audio ini dimodulasikan dengan
modulasi frekuensi, kemudian dicampur dengan tegangan jala-jala listrik dengan
menggunakan couple transformer. Pemodulasian frekuensi (FM) dilakukan dengan
menggunakan IC LM566 seperti terlihat pada Gambar III.1 yang dalam hal ini
berfungsi sebagai voltage controlled oscilator, karena keluaran frekuensinya dapat
berubah-ubah sesuai dengan tegangan amplitude dari sinyal audio yang masuk pin
masukan (pin 5).
Pada sistem ini frekuensi sinyal pembawa yang dapat digunakan adalah 250
kHz
atau
masukan sinyal bagian kiri dan masukan sinyal bagian kanan dicampur dan hanya
menggunakan sebuah frekuensi pembawa saja. Tetapi jika diingikan keluaran
spikernya tetap stereo maka diperlukan dua set transmitter-receiver dengan frekuensi
pembawa yang berbeda.
Frekuensi pembawa yang digunakan harus lebih tinggi dari 100 kHz dan
kelipatannya agar tidak terjadi interferens antara sinyal pembawa yang satu dengan
yang lainnya.
39
SCHMITT
TRIGGER
GND
8 Vcc
7 Tcap
Square wave
output
Square wave
output
CURRENT
SOURCE
6 Tres
Pada sistem ini, pemancar menggunakan satu frekuensi sinyal pembawa, oleh
sebab itu hanya dibutuhkan satu set transmitter-receiver. Pada sistem yang
menggunakan satu set transmitter-receiver keluaran audio masih bersuara mono.
Pada pemancar FM ini frekuensi sinyal pembawa yang digunakan adalah 200 kHz.
Frekuensi pembawa ini dapat diset dengan cara mengatur besarnya nilai hambatan
(R1) dan kapasitor (C1) luar, seperti terlihat pada Gambar III.2.
Seperti yang terlihat pada Gambar III.2 bahwa pada sistem transmitter FM ini
menggunakan
fc =
2 V + Vc
R4 C 4 V +
40
R2
V+
R2 + R3
pada rangkaian pemancar digunakan nilai R2, R3, R4, C4 berturut-turut sebagai berikut
150 k, 22 k, 8,943 k, 82 pF maka secara perhitungan diperoleh,
Vc =
150
12
22 + 150
Vc = 10,46 Volt
dengan rumusan diatas maka diperoleh frekuensi pembawa,
fc =
(12 10,46)
2
3
12
12
8,943.10 82.10
fc = 350 kHz
V+ (12 V)
R4
R3
50 k
22 k
8
3
C3
Vc
R2
150 k
C4
82 p
41
Inti untai pemancar FM ini adalah LM566 yang merupakan unit voltage
controlled oscilator (VCO). VCO ini mempunyai beberapa fungsi, salah satunya
adalah untuk modulasi frekuensi (FM). Sinyal audio yang berasal dari sumber (tape,
radio atau lainnya) merupakan sinyal pemodulasi yang akan memodulasi sinyal
pembawa dengan frekuensi yang telah diatur. Sinyal pemodulasi ini akan membuat
sinyal pembawa berubah-ubah frekuensinya sesuai dengan besar tagangan sinyal
pemodulasi yang masuk. Pengaturan frekuensi pembawa dapat dilakukan dengan
mudah karena hanya sedikit bagian yamg memerlukan pengaturan. Frekuensi
pembawa yang dihasilkan oleh unit pemancar ini berada pada sekitar 350 kHz yang
ditentukan oleh nilai R4 dan C4. Sensitivitas dari voltage controlled oscilator (VCO)
pada bias 12 volt ini sekitar 0,66 fc/V. agar distorsi yang terjadi menjadi minimum
maka deviasi frekuensi harus dibatasi sampai 10% pada saat level tegangan
masukan modulasi maksimal 0,15 Vpeak. Dan untuk mengatur level sinyal
masukan ini digunakan sebuah potensiometer 10k yang berfungsi sebagai pembagi
tegangan. Keluaran dari LM566 ini dapat berupa gelombang kotak (pin 3) dan
segitiga (pin 4). Pada pemancar ini keluaran diambil dari pin 3, yaitu pin gelombang
kotak termodulasi.
Sebelum di-couple-kan ke jala-jala listrik dengan menggunakan trafo MF,
sinyal termodulasi ini (berupa sinyal kotak) dikuatkan terlebih dahulu dengan
menggunakan sebuah transistor D1061. Sedangkan kapasitor C8 akan mengisolasi
transformator MF dari sinus tegangan jala-jala listrik 60 Hz. Rangkaian unit
pemancar secara lengkap dapat dilihat pada Gambar III.3.
42
C2L
1uF
GND
C8
1000uF
R7 10k
12
VAC
IN
OUT
C7
1000uF
R8 10k
R3
22k
R4
50k
R6
1,2
C2R
1uF
C1
2,2uF
6
TRES
C3
1uF
R1
10k
R2
150k
5
MOD
TRWOUT
4
SQWOUT
VCC
TCAP
GND
Trafo
MF
C5
2,2uF
8
1
VCC
D1
iN914
R5
4k7
C6
0,1uF
630V
JALA-JALA LISTRIK
SUMBER AUDIO
LM7812
C4
82p
2. Penerima FM
Pada bagian penerima, Gambar III.4, sinyal termodulasi dipisahkan dari jalajala listrik dengan menggunakan trafo MF, dikuatkan, dibatasi, dan didemodulasi
agar kembali menjadi sinyal audio seperti yang diterima oleh bagian pemancar. Pada
Gambar III.5 terlihat sinyal termodulasi di-couple secara kapasitif dari jalur jala-jala
listrik kemudian masuk ke trafo MF yang sudah di-tune. Agar impedansi lilitan
43
sekunder trafo MF sesuai dengan impedansi basis transistor pada rangkaian penguat
diferensial maka trafo MF dapat diputar-putar agar tepat impedansnya.
Sinyal keluaran dari trafo MF ini masih terlalu lemah, sehingga perlu
rangkaian penguat untuk memperbesar sinyal. Pada rangkaian penerima FM ini
digunakan penguat diferensial dengan dua tingkat, rangkaian ini dibentuk dengan
menggunakan C 829, penggunaan penguat diferensial dua tingkat ini dimaksudkan
untuk lebih mengahasilkan penguatan yang lebih besar. Disamping memperkuat
sinyal masukan, penguat diferensial ini mempunyai sifat dapat meredam atau bahkan
menghilangkan sinyal-sinyal derau yang masuk bersama sinyal masukan. Dengan
sifat yang dimilki oleh penguat diferensial ini diharapkan keluaran terbebas dari
sinyal derau.
Setelah mengalami penguatan oleh rangkaian penguat diferensial, maka sinyal
termodulasi frekuensi ini masuk ke rangkaian demodulator. Rangkaian demodulator
ini berfungsi untuk mengubah sinyal masukan yang masih termodulasi frekuensi
menjadi sinyal audio seperti sumbernya. Rangakain demodulator ini dibentuk dengan
menggunakan IC LM565 yang prisip kejanya menggunakan sistem PLL. Sistem PLL
ini tersusun atas beberapa bagian diantaranya,
1)
detektor fase,
2)
3)
penguat, dan
4)
44
Pada sistem PLL antara satu bagian dengan bagian yang lainnya saling
terhubung membentuk lingkar, prinsip kerja sistem PLL ini dapat dijelaskan pada
sub bab berikutnya.
Keluaran demodulator berupa sinyal audio yang masih mengandung frekuensi
tinggi, maka untuk menghilangkan frekuensi tinggi ini perlu ditambahkan rangkaian
tapis lolos bawah. Tapis ini berupa tapis aktif yang menggunakan IC TL082, tujuan
penggunaan tapis aktif ini dimaksudkan agar tidak membebani rangkaian
sebelumnya. Untuk dapat mencakup semua frekuensi audio maka digunakan
frekuensi resonansi sekitar 15 kHz, perancangan tapis aktif ini berdasarkan aturan
Sallen-Key low-pass filter.
45
1uF
630V
Trafo
MF
1k2
R4
6k8
R1
R5
6k8
R7
1k
R8
R9
560
560
1uF
TR3
6k8
C1
TR1
R3
+Vcc
TR4
TR2
IN1
C2
C829
27k
C829
+VCC
IN2
R13
680
-VCC
10k
REF
VOUT
R1
R10
390
R6
-6V
VIN
R11
R1
820
R12
680
R1
4
TCAP
VCON
TRES
1k5
330p
C4
C3
-VCC
3,3n
+Vcc
C7
C5
+Vcc
LM380
7
C10
470u
0,1u
R15
16k
16k
TL082
3
0,1u
R17
1M
6
8
1,2n
R16
-Vcc
330p
C6
C9
5
R18
2R7
C8
47u
PENERIMA FM
Trafo
MF
0,1 uF
630 V
JALA-JALA LISTRIK
JALA-JALA LISTRIK
+Vcc
46
3.
Penguat Diferensial
47
48
satu dengan yang lainnya untuk membentuk penguat diferensial dua tingkat seperti
terlihat pada Gambar III.3.
Vcc
1k2
R4
6k8
R1
R5
6k8
R7
1k
R8
560
TR3
6k8
TR1
R3
TR2
R9
560
TR4
keluaran
C829
27k
C829
R11
820
R1
R10
390
R6
1k5
4. Demodulasi Frekuensi
49
Sinyal Vi
masukan fi
Detektor
fase
Vo
fo
Ve
fi+fo
Tapis
Lewat
VCO
Penguat
fi-fo
Sinyal
keluaran
Vd
Salah satu PLL yang populer adalah LM565, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar III.10a. LM565 terdiri atas detektor fase, penguat, dan voltage-controlled
oscillator (VCO), yang terhubung secara terpisa dalam satu IC. Hambatan dan
kapasitor luar, R1 dan C1, digunakan untuk mengeset frekuensi bebas atau tengah (fo)
dari VCO. Kapasitor luar yang lain, C2, digunakan untuk mengeset tapis lewat
bawah, dan keluaran VCO harus dihubung balik ke masukan detektor fase untuk
membentuk lingkar PLL tertutup. LM565 secara khusus menggunakan dua catu
daya,V+ dan V-.
Gambar III.10a memperlihatkan PLL yang digunakan sebagai demodulator
FM, hambatan 1 (R1) dan kapasitor 1 (C1) yang digunakan untuk mengeset frekuensi
tengah (fo).
50
0,3
R14 C 4
pada rangkaian penerima FM menggunakan kapasitor 4 (C4) sebesar 330 pF, dengan
frekuensi tengah sama dengan frekuensi pembawa FM (350 kHz) maka diperoleh
nilai tahanan sebesar,
R 14 =
0,3
f oC4
R 14 =
0,3
350.10 330.10 12
3
R14 = 2,597 k
pada rangakaian digunakan sebuah potensiometer 10k untuk mengantisipasi
pergeseran nilai yang biasa terjadi pada rangkaian.
Dengan membatasi nilai tahanan sekitar pada 2k R1 20k maka jarak
penguncian PLL dapat dihitung dengan rumusan,
fL =
8 fo
V
8.350.10 3
6
f L = 466,67 kHz
51
V+
10
2
Detektor
Fase
masukan
3
Amp
Keluaran
demodulasi
Keluaran
referensi
VCO
keluaran
8
1
C1
V-
R1
(a)
V7
fo
fL
2
fo
fo +
fL
2
fL
(b)
Gambar III.10. (a) Unit PLL 565, (b) grafik frekuensi penguncian
Sinyal keluaran pada pin-4 merupakan sinyal gelombang kotak dengan
frekuensi tengah (350 kHz), sinyal ini diumpankan ke pin-5 sebagai masukan
detektor fase. Sinyal masukan dalam jarak penguncian 466,67 kHz akan
menghasilkan sinyal keluaran pada pin-7 dengan variasi tegangan dc di sekitar
52
RC
ini
akan
menghilangkan
variasi
sinyal
ac
yang
53
14
-Vcc
input
input
keluaran
VCO
masukan
VCO
keluaran
referensi
Tegangan
kontrol
VCO
Detektor
fase
VCO
13
12
11
10
AMP
9
8
NC
NC
NC
NC
+Vcc
T-CAP
T-RES
54
Gambar III.12 di bawah menunjukkan rangkaian tapis lolos bawah aktif. Tapis ini
dirancang pada frekuensi resonansi 15 kHz, hal ini agar dapat mencakup semua
frekuensi audio dengan baik Perancangan tapis ini menggunakan aturan Sallen-Key
low-pass filter dengan rumusan sebagai berikut.
fo =
Qo =
1
2 mn RC
mn
m +1
TL 082
nC
_
R
+
mR
C
6. Penguat audio
Inti dari untai penguat audio ini adalah IC LM380. Rangkaian ini tersusun
atas LM380, beberapa kapasitor dan hambatan. Rangkaian penguat audio ini
mendapat masukan dari rangkaian demodulator, sinyal keluaran demodulator ini
masih lemah sehingga perlu penguatan sebelum dihubungkan ke spiker. Rangkaian
ini merupakan penguat audio dengan kekuatan 2,5 watt. Dimensi LM380 dapat
55
dilihat pada Gambar III.13. Pada prinsipnya penguat audio ini digunakan untuk
memperkuat sinyal audio yang masih lemah sehingga dapat menggerakkan spiker,
rangkaian ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar III.14.
NC
Non-inverting input
Vs
Inverting input
Vout
GND
GND
Bypass
56
BAB IV
PENGAMATAN DAN ANALISIS
1. Sumber Audio
Jala-jala listrik
Transmitter
Receiver
FM
FM
Speaker
Sumber
Audio
Gambar IV.1 Diagram blok kendali speaker
57
Akhir ini adalah modulasi frekuensi (FM) maka nilai tegangan sinyal audio akan
mengubah-ubah nilai frekuensi pembawa. Berikut adalah gambar sinyal audio.
2. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah transceiver
FM. Sistem ini merupakan salah satu alat komunikasi dengan sistem modulasi
frekuensi (FM). Pemodulasian frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan IC
58
LM566 yang berfungsi sebagai osilator terkendali tegangan (VCO), dengan keluaran
frekuensinya dapat berubah-ubah sesuai tegangan amplitudo sinyal audio yang masuk
pin masukan modulasi.
Pada bagian penerima, sinyal audio termodulasi frekuensi dikuatkan dan
didemodulasi dengan menggunakan IC LM565 yang berfungsi sebagai lingkar fase
terkunci (PLL). Keluaran PLL dikuatkan oleh audio power amplifier 2,5 watt yang
menggunakan IC LM380, jika suara yang dihasilkan masih kurang kuat maka dapat
dikuatkan lagi dengan menggunakan audio power amplifier dengan daya lebih besar.
3. Pemancar FM
Pada sistem ini frekuensi sinyal pembawa yang digunakan adalah 350 kHz
sehingga jika hanya menginginkan keluaran mono maka masukan sinyal bagian kiri
dan kanan dicampur dan hanya menggunakan sebuah frekuensi pembawa saja. Tetapi
jika diinginkan keluaran speakernya tetap stereo maka diperlukan dua set transmitterreceiver dengan frekuensi pembawa yang berbeda.
Frekuensi pembawa yang digunakan dapat lebih kecil atau besar dari 350 kHz
dengan kelipatan 100 kHz agar tidak terjadi interferensi antar sinyal pembawa yang
satu dengan yang lainnya. Berikut adalah gambar pemancar FM.
59
C2L
1uF
GND
C8
1000uF
R710k
12
VAC
IN
OUT
C7
1000uF
R810k
R3
22k
R4
50k
R6
1,2
C2R
1uF
C1
2,2uF
TRWOUT
4
6
TRES
C3
1uF
R1
10k
R2
150k
SQWOUT
MOD
VCC
TCAP
GND
C5
2,2uF
Trafo
MF
C6
0,1uF
630V
8
1
VCC
R5
4k7
D1
iN914
JALA-JALA LISTRIK
SUMBER AUDIO
LM7812
C4
82p
Level tegangan sinyal masukan diatur oleh (R1) agar tidak terjadi over
modulation yaitu ketika sinyal modulasinya menghasilkan frekuensi diluar jangka
yang
diinginkan.
Inilah
yang
biasanya
menyebabkan
interferensi.
Untuk
60
SUMBER AUDIO
C2L
1uF
R7
10k
R8
10k
C2R
1uF
R1
10k
Keluaran rangkaian ini masih berupa sinyal audio, akan tetapi nilai
tegangannya sudah berubah disesuaikan dengan lebar jangka frekuensi penguncian
yang digunakan. Agar tidak terjadi over modulation maka level sinyal masukan harus
diatur dengan memutar-mutar potensiometer (R1) yang berfungsi sebagai pembagi
tegangan. Agar level tegangan keluaran potensiometer (R1) tidak menyebabkan over
modulation dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan volume sumber audio dan
mengatur potensiometer (R1) pada posisi maksimal sedemikian tegangan keluaran R1
masih di dalam jangka frekuensi penguncian. Keluaran level tegangan R1 yang telah
diatur posisinya terlihat pada Gambar IV.5. Level tegangan R1 cenderung lebih kecil
61
daripada level tegangan sinyal sumber audio, hal ini tidak menjadi masalah asal
masih mampu memberi perubahan frekuensi pada keluaran modulator FM.
Seperti yang telah diterangkan pada sub bab sebelumnya bahwa proses
pemodulasian frekuensi pada Tugas Akhir ini menggunakan IC LM566 seperti
terlihat pada Gambar IV.6 yang berfungsi sebagai osilator terkendali tegangan
(VCO), karena keluaran frekuensinya dapat berubah-ubah sesuai dengan tegangan
62
amlpitude dari sinyal audio yang masuk pin masukan. Proses pemodulasian frekuensi
dilakukan di dalam IC LM566, sinyal keluaran IC LM566 dapat berupa sinyal
segitiga (pin 4) atau kotak (pin 3).
SCHMITT
TRIGGER
GND 1
8 Vcc
7 Tcap
Square wave
output
Square wave
output
CURRENT
SOURCE
6 Tres
63
12 V
R4
50k
R3
22k
C3
1uF
6
TRES
TRW OUT
MOD
SQW OUT
R2
150k
VCC
TCAP
GND
4
3
keluaran
sinyal kotak
VCC
12 V
C4
82p
2 V + Vc
R4 C 4 V +
R2
V+
R2 + R3
64
pada rangkaian pemancar digunakan nilai fc, R2, R3, dan C4 berturut-turut sebagai
berikut 350kHz, 150k, 22k, dan 82pF maka secara perhitungan diperoleh,
Vc =
150
12
22 + 150
Vc = 10,46 Volt
dengan rumusan diatas maka diperoleh nilai R4 sebesar,
R4 =
(12 10,46)
2
12
12
350.10 82.10
3
R4 = 8,943 k.
Sinyal keluaran potensiometer (R1) merupakan sinyal masukan bagi
rangkaian modulator FM, sebelum masuk pin 5 sinyal ini dilewatkan kapasitor (C1),
hal ini dimaksudkan agar sinyal dc terblokir sehingga hanya sinyal ac (sinyal audio)
saja yang masuk. Keluaran modulator FM diambil dari pin 3, yaitu pin square wave
modulated yang mempunyai level tegangan sekitar 6 Vpp. Sinyal ini berupa sinyal
kotak dengan frekuensi 350 kHz
pemodulasi) seperti terliahat pada Gambar IV.8. Akan tetapi ketika modulator FM
mendapat sinyal masukan maka frekuensi pembawa akan berubah-ubah sesuai
dengan nilai tegangan yang masuk. Gambar IV.9 menunjukkan bahwa sinyal
pembawa telah termodulasi oleh sinyal masukan.
65
66
Pada Gambar IV.9 terlihat bahwa sinyal keluaran modulator masih terlalu
kecil untuk dipancarkan oleh sebab itu sebelum di-couple-kan ke jala-jala listrik
dengan menggunakan trafo MF, sinyal termodulasi ini (berupa sinyal kotak)
dikuatkan dengan menggunakan sebuah transistor D1061. Sebelum dihubungkan ke
jala-jala listrik keluaran trafo MF perlu ditambahkan kapasitor C6 dengan nilai
tegangan lebih besar dari tegangan jala-jala listrik, kapasitor C6 ini dimaksudkan
untuk mengisolasi transformator MF dari sinyal sinus tegangan jala-jala listrik 60 Hz.
Selain itu untai tala LC dapat juga digunakan sebagai penyesuai impedans. Untuk
mendapatkan sinyal keluaran untai LC yang maksimal dapat dilakukan dengan
memutar-mutar trafo MF. Gambar IV.10 menunjukkan rangkaian transformator MF
dengan kapasitor sebagai isolator dari tegangan jala-jala listrik, sedangkan Gambar
Trafo
MF
0,1 uF
630 V
JALA-JALA LISTRIK
67
4. Penerima FM
68
JALA-JALA LISTRIK
0,1 uF
630 V
Trafo
MF
69
5. Penguat Diferensial
Setelah mendapat penalaan oleh untai LC, sinyal keluaran untai tala LC ini
masih terlalu lemah, sehingga perlu penguat untuk memperbesar sinyal. Pada
penerima FM ini digunakan penguat diferensial dengan dua tingkat, rangkaian ini
dibentuk dengan menggunakan 4 buah transistor C829, penggunaan penguat
diferensial ini dimaksudkan untuk lebih menghasilkan penguatan yang lebih besar,
disamping memperkuat sinyal masukan, penguat diferensial ini mempunyai sifat
70
dapat meredam atau bahkan menghilangkan sinyal-sinyal derau yang masuk bersama
sinyal masukan. Dengan sifat yang dimilki oleh penguat diferensial ini diharapkan
keluarannya terbebas dari sinyal derau. Gambar IV.14 memperlihatkan rangkaian
penguat diferensial dua tingkat.
Vcc
1uF
630V
Trafo
MF
1k2
R4
6k8
R1
R5
6k8
R7
1k
R8
560
TR3
6k8
C1
R3
TR1
TR2
TR4
keluaran
C829
27k
C829
R11
R1
820
R9
560
R1
R10
390
R6
1k5
71
diferensial tingkat 1 ini dapat dilihat pada titik kolektor transistor 2, sinyal ini berupa
sinyal sinus yang masih belum teratur bentuknya. Gambar IV.15 menunjukkan sinyal
keluaran penguat diferensial tingkat 1 (kolektor transistor 2).
Seperti yang terlihat pada Gambar IV.15, sinyal keluaran penguat diferensial
tingkat 1 masih mengandung derau, hal ini terlihat dari bentuk sinyal yang masih
bergelombang pada titik balik negatifnya. Oleh sebab itu digunakan penguat
diferensial tingkat 2, penguat ini mempunyai fungsi yang sama dengan penguat
diferensial tingkat 1 yaitu untuk memperkuat sinyal masukan dan berusah
menghilangkan sinyal derau yang masuk bersamanya.
72
Bentuk rangkain penguat diferensial tingkat 2 ini sama seperti tingkat 1, yaitu
tersusun atas 2 buah transistor C829 dengan beberapa resistor, lihat Gambar IV.14,
masukan penguat diferensial tingkat 2 ini berasal dari keluaran penguat diferensial
tingkat 1, sinyal masukan yang lemah dan masih mengandung derau ini akan
dikuatkan oleh penguat diferensial tingkat 2, disamping menguatkan sinyal, penguat
diferensial tingkat 2 ini berusah untuk memperbaiki bentuk sinyal dengan
mengurangi sinyal derau yang masuk. Keluaran penguat diferensial tingkat 2 ini
dapat diambil pada titik kolektor transistor 4, Gambar IV.16 memperlihatkan sinyal
keluaran penguat diferensial tingkat 2.
73
6. Demodulasi Frekuensi
Sinyal
Masuk
(Vs, fs, s)
Detektor
Fase
Ve,fs fo
filter lewat
bawah
F(s)
(Vo, fo, o)
fs-fo
Penguat
Osilatro terkendali
tegangan (VCO)
Vd
Sinyal Keluar
Seperti yang terlihat pada Gambar IV.17 di atas, keluaran osilator terkendali
tegangan (VCO) ini merupakan sinyal masukan bagi detektor fase. Keluaran osilator
ini berupa sinyal kotak dengan amplitude tetap, frekuensi osilator ini berubah-ubah
74
sesuai dengan tegangan dc yang masuk. Pada PLL terdapat 3 istilah yang sangat
penting dalam memahami prinsip kerjanya yaitu:
1) frekuensi tengah (center frequency)
2) jangka penguncian (lock range) dan
3) jangka penangkapan (capture range).
fo
frekuensi tengah
jangka penguncian
V7
fo
fL
Gambar IV.18 Letak frekuensi tengah
75
frekuensi tengah sesuai dengan frekuensi pembawa dapat dilakukan dengan cara
memutar-mutar potensiometer karena kapasitor bernilai tetap. Frekuensi ini harus
sama dengan free running frequency (frekuensi pembawa) pada penerima, untuk
mengecek apakah nilai frekuensi tengah sudah tepat sama dengan frekuensi pembawa
dapat dilakukan dengan mengecek sinyal keluaran VCO (pin 4 atau 5) pada saat PLL
tidak mendapat sinyal masukan. Gambar IV.19 memperlihatkan sinyal keluaran VCO
(pin 4).
76
0,3
R14 C 4
karena nilai kapasitor C4 sebesar 330 pF dan diinginkan nilai frekuensi tengah (fo)
350 kHz, maka didapatkan nilai R14
R 14 =
0,3
f oC4
R 14 =
0,3
350.10 330.10 12
3
R14 = 2,597 k
penggunaan potensiometer (R14=10k) pada pengatur frekuensi tengah dimaksudkan
untuk mempermudah mendapatkan nilai frekuensi yang sama dengan frekuensi
pembawa, dalam prakteknya nilai frekuensi pembawa pada penerima tidak selalu
tepat sama dengan nilai yang ada di pemancar, hal ini dipengaruhi oleh kualitas
komponen dan tata letak komponen dan penggunaan PCB lubang pada rangkaian
pemancar dan penerima.
77
1uF
IN
IN1
C2
R12
680
+VCC
+6V
IN2
R13
680
-VCC
-6V
VIN
10k
REF
VOUT
R14
TCAP
VCON
TRES
330p
OUT
C4
C3
-6V
3,3n
78
penguncian yang telah ditentukan maka sinyal keluaran VCO tidak akan bergetar
mengikuti sinyal masukan, pada kondisi seperti ini sinyal VCO kembali pada
frekuensi tengah dan tidak terjadi penguncian. Secara teori hubungan antara
frenkuensi tengah dengan jangka penguncian dapat dirumuskan sebagai berikut.
fL =
8 fo
V
karena pada rangkaian PLL ini digunakan tegangan catu daya 6V dan
menggunakan frekuensi tengah 350 kHz maka diperoleh jangka penguncian,
fL =
8.350.10 3
6
f L = 466,67 kHz
fo
(350 kHz)
fL
466,67 kHz
fo
fL
2
116,665 kHz
fo +
fL
2
583,335 kHz
79
Berdasarkan pengambilan data yang ada, nilai frekuensi tengah tidak sama
dengan nilai perhitungan secara teoritis, Gambar IV.19 menunjukkan bahwa nilai
frekuensi tengah berada pada frekuensi 352,7 kHz. Begitu juga dengan jangka
penguncian, berdasar data pengamatan jangka penguncian hanya bisa mengunci pada
frekuensi maksimum (fH) 543,2 kHz dan frekuensi minimum (fL) 115,8 kHz, padahal
80
secara teori jangka penguncian berada pada frekuensi maksimum (fH) 3883,335 kHz
dan frekuensi minimum (fL) 116,665 kHz, nilai ini dapat dihitung dengan rumusan,
f H = fo +
fL
2
fL = fo
fL
2
f H = 350 +
466,67
2
f L = 350
466,67
2
f H = 583,335kHz
f L = 116,665kHz
penyimpangan data ini disebabkan oleh nilai resistor yang digunakan mempunyai
nilai toleransi sebesar 5% dan komponen kapasitor yang kurang begitu baik.
Selain frekuensi tengah dan jangka penguncian, terdapat juga istilah capture
range (jangka penangkapan) pada PLL, istilah ini tidak kalah penting dalam
menentukan terjadinya proses penguncian. Jangka penangkapan adalah perbedaan
maksimum frekuensi awal antar sinyal input dengan sinyal keluaran VCO (frekuensi
tengah) dimana loop masih dapat mengunci. Jangka penangkapan ini merupakan awal
dari proses terjadinya penguncian. Penentuan nilai jangka penangkapan ini harus
berada dalam jangka penguncian, jangka penangkapan ini diharapkan tidak terlalu
besar atau kecil. Untuk jangka penangkapan yang terlalu besar akan mengakibatkan
langkah penangkapan yang besar, akibatnya proses penguncian tidak akan terjadi
karena langkah penangkapan lebih besar dari perubahan sinyal masukan.
Akan tetapi jangka penangkapan yang terkecil juga tidak baik, karena akan
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengikuti perubahan sinyal masukan.
Hal ini mengakibatkan sinyal masukan tidak akan tertangkap oleh jangka
81
1
2
2f L
RC 3
dari perhitungan sebelumnya diperoleh nilai fL = 466,67 kHz, C3 = 3,3 10-9 dan
R=3,6.103 (terdapat dalam IC PLL) maka
1
2(3,14)(466,67.10 3 )
fC =
2(3,14) (3,6.10 3 )(3,3.10 9 )
fC =
1
2930,6876.10 9
6,28
11,88
f C = 78,089kHz
Gambar IV.23 di bawah ini memperlihatkan letak jangka penangkapan terhadap
frekuensi tengah dan jangka penguncian.
82
fc=78,089 kHz
fo = 350 kHz
fL = 466,67 kHz
Gambar IV.23 Posisi jangka penangkapan terhadap frekuensi tengah dan jangka
penguncian
Pada pratek, untuk mengecek jangka penangkapan PLL dapat digunakan AFG
sebagai masukan, dengan mengubah-ubah frekuensi AFG disekitar frekuensi tengah
PLL maka akan didapat jangka penangkapan atau seberapa jauh simpangan frekuensi
yang masih dapat ditangkap oleh PLL.
Detektor fase merupakan salah satu bagian penyusun PLL, detektor ini
berfungsi mendeteksi perbedaan fase sinyal masukan dan sinyal keluaran VCO. Pada
saat frekuensi sinyal masukan sama dengan sinyal keluaran VCO, detektor fase akan
mengeluarkan tegangan, Ve, yang menyebabkan VCO terkunci dengan sinyal input.
Pada saat terkunci VCO mengeluarkan sinyal kotak bertegangan tetap dengan
frekuensi sama dengan sinyal masukan, akan tetapi pada saat loop sedang mencoba
mengunci, keluaran detektor fase berisi komponen frekuensi jumlah dan selisih dari
sinyal masukan dan keluaran VCO, ketika frekuensi masukan tidak sama dengan
83
frekuensi keluaran VCO, detektor fase akan menghasilkan tegangan kesalahan, Ve,
yang akan memicu VCO untuk mengeluarkan sinyal dengan freuensi sama dengan
masukan.
Tapis lolos bawah pada PLL ini berfungsi meloloskan sinyal keluaran
detektor fase yang berfrekuensi rendah, ketika loop mencoba untuk mengunci,
detektor fase mengeluarkan sinyal dengan komponen frekuensi jumlah dan selisih,
sinyal tersebut menjadi masukan tapis lolos bawah (LPF) dan keluarannya berupa
sinyal dengan frekuensi rendah (sinyal dc), Vd. Tegangan dc inilah yang menjadi
keluaran PLL (pin 7), tegangan ini juga digunakan untuk kendali VCO. Perubahan
tegangan dc, Vd, akan mengakibatkan perubahan frekuensi sinyal keluaran VCO,
semakin besar nilai tegangan dc akan mengakibatkan semakin kecil nilai frekuensi
sinyal keluaran VOC, begitu juga sebaliknya. Hubungan ini ditunjukkan oleh Gambar
IV.21.
Rangkaian penguat yang ada dalam PLL digunakan untuk menguatkan sinyal
keluaran tapis lolos bawah (LPF), rangkaian ini terintegrasi dalam IC PLL, lihat
diagram blok PLL pada Gambar IV.17. Sebelum mengontrol VCO sinyal keluaran
tapis lolos bawah masuk ke blok penguat untuk dikuatkan. Selain digunakan untuk
84
mengontrol VCO, sinyal keluaran penguat ini juga diambil sebagai keluaran PLL
(pin 7).
fo =
1
2 mn RC
85
mn
m +1
Qo =
Gambar IV. 24 menunjukkan rangkaian dasar perancangan tapis lolos bawah Sallen-
_
R
+
mR
C
Pada rangkaian tapis ini digunakan fo = 15 kHz, dengan tujuan agar dapat
mencakup semua sinyal audio (20 Hz-20 kHz), nilai Q = 1 dan nilai kapasitor (C)
dipilih 330 pF. Dimisalkan m = 1 maka berdasarkan rumusan di atas diperoleh niliai
hambatan,
Qo =
mn
m +1
1=
1n
1+1
1=
n
2
n=4
86
fo =
1
2 mn RC
15.10 3 =
R=
1
2(6,28) 1.4 .R.330.10 12
1
R = 16,08k
berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai nC =1,32 nF, karena dipasaran tidak
tedapat kapasitor dengan nilai 1,32 nF maka dipilih nilai yang mendekati, 1,2 nF.
Gambar IV.25 memperlihatkan rangkaian Sallen-Key Low-Pass Filter berdasar hasil
perhitungan di atas.
TL 082
1,2n
C5
R15
R16
16k
16k
+
C6
330p
Rangkaian tapis di atas dapat diuji dengan memberi sinyal input dari AFG.
Untuk mengujinya dapat digunakan sinyal kotak dengan tegangan puncak ke puncak
sebesar 2 volt, meskipun masukan tapis berupa sinyal kotak, keluarannya harus
berupa sinyal sinus karena rangkaian LPF hanya meloloskan sinyal frekuensi rendah,
87
dengan mengubah-ubah frekuensi AFG akan didapat sinyal keluaran LPF yang
menggambarkan watak kerja. Tabel IV.1 di bawah ini adalah hasil pengamatan LPF
dengan masukan sinyal kotak. Gambar IV.26 memperlihatkan watak kerja LPF.
Gain (dB)
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.42
0.30
-0.09
-0.50
-0.60
-2.61
-4.36
-6.11
-7.03
-8.87
-9.50
-10.90
-17.39
-27.95
Secara perancangan nilai frekuensi cutoff dipilih pada frekuensi 15 kHz, akan
tetapi berdasarkan data di atas frekuensi cutoff berubah menjadi 16 kHz. Sinyal kotak
di atas menggunakan tegangan puncak ke puncak 2 volt, sehingga secara perhitungan
88
frekuensi cutoff (-3dB) berada pada tegangan 1,414 volt, sesuai dengan perhitungan
berikut ini.
3dB = 20 log
vo
vi
vo
= 0,707
vi
karena tegangan puncak ke puncak sinyal masukan 2 volt maka diperoleh tegangan
keluaran sebesar,
vo = 0,707 x 2
vo = 1,414 volt
seperti terlihat pada tabel nilai ini terletak pada frekuensi 16 kHz, hal ini tidak sesuai
dengan perancangan. Pergeseran nilai frekuensi cutoff ini dimungkinkan karena nilai
kapasitor 1,32 nF (sesuai perhitungan) diganti dengan 1,2 nF (yang tersedia di
pasaran).
LOW-PASS FILTER (LPF)
5
Gain (dB)
-5
-10
-15
-20
-25
-30
f (kHz)
31
29
27
25
23
21
19
17
15
13
11
89
Pada penerima FM rangkaian tapis lolos bawah ini digunakan untuk menapis
sinyal keluaran PLL yang masih mengandung frekuensi tinggi. Sinyal keluaran tapis
ini berupa sinyal audio (sama dengan sinyal sumber audio). Gambar IV.27
memperlihat sinyal keluaran tapis ini.
8. Penguat Audio
90
dimaksudkan untuk memperkuat sinyal keluaran tapis yang masih rendah. Pada
prakteknya penguat ini belum cukup untuk menggerakkan speaker, sehingga
digunakan penguat tambahan yang berada di luar (spiker aktif). Gambar rangakaian
penguat audio LM 380 ditunjukkan pada gambar IV.28 di bawah.
C7
LM380
7
C10
470u
6
8
0,1u
+
4
C9
5
R18
2R7
C8
47u
0,1u
R17
1M
91
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
92
2. SARAN
93
DAFTAR PUSTAKA
Barmawi, M. Ph.D dan M.O. Tjia. Ph.D, 1993, Elektronika Terpadu Jilid I, Jakarta.
Beasley, Jeffrey S, Rico, Guillermo dan Bogart, Theodore F, 2001, Electronics
Devices And Circuits, Fifth Edition, Prentice Hall.
Coughlin, Robert F dan Driscoll, Frederick, 1994, Penguat Operasional dan
Rangkaian Terpadu Linear, Edisi II, Erlangga, Jakarta.
E Fitzgerald, A. SC.D, Higginbotham, David E, S.M dan Grabel, Arvin. SC.D, 1981,
Basic Electrical Engineering, 5th Edition, Mc Graw-Hill.
Floyd, Thomas L, Electronics Fundamentals: Circuit, Device and Applications,
Fifth Edition, Prentice Hall.
Honeycutt, Richard A, 1988, Op- Amp And Linear Integrated Circuits, Delmar
Publisher.
Krauss H, L, dan Bostian C, W, 1990, Teknik Radio Benda Padat, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Malvino A, P. Ph.D, 1984, Electronics Principles, 3rd Edition, Mc Graw-Hill.
Wasito, S, Vademekum Elektronika, PT Gramedia, Jakarta.
Wasito, S, 1985, Data Sheet Book 1, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.