Anda di halaman 1dari 8

Fragmentasi Hutan sebagai Penyebab Transmisi Bakteri Antara Primata, Manusia, dan

Peternakan Uganda

Penyakit infeksi menular antara primata, manusia, dan hewan domestic menimbulkn
ancama serius bagi konservatif satwa liar dan juga bagi kesehatan manusia, dan kesehatan
hewan. Contohnya adalah wabah demam hemoragik Ebola dan Anthrax menyebabkan kematian
epidemik pada kera dan manusia di wilayah Afrika Barat dan paramyxovirus menyebabkan
kematian berulang pada simpanse di Cote dIvoire. Kemunculan pathogen dianggap sebagai
pengemudi penting dalam menurunkan populasi primata.
Dinamika interaksi antara manusia, primata, dan hewan ternak telah berubah.
Kehancuran hutan lokal seluruh dunia mengancam primata. Saat ini primate hidup pada bagian
hutan yang terisolasi dalam habitat pertanian, padang rumput, dan pemukiman manusia.
Bagian dari hutan tropis mengurangi keanekaragaman hayati primate dan perubahan
perilaku dan demografi primata. Fragmentasi juga mengubah pola cacing gastrointestinal dan
infeksi protozoa dalam spesies tertentu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efek dari hutan fragmentasi pada tingkat
dan pola penularan bakteri antara primata liar, manusia dan ternak, dan meneliti bagaimana
faktor-faktor antropogenik dan perilaku mempengaruhi angka ini dan pola di seluruh lanskap
hutan terfragmentasi. Penelitian ini menargetkan Escherichia coli sebagai variabel yang
menularkan. Bentuk virulen E. coli menjadi perhatian yang cukup besar sebagai zoonosis yang
muncul dan bentuk jinak dari bakteri ini menyediakan sistem yang berguna untuk memahami
dinamika penularan dari berbagai mikroba dengan sejenis biologis dan epidemiologi
karakteristik.

MATERIAL DAN METODE


Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanaan didekat taman nasional Kibale Uganda. Kibale adalah transisi
antara hutan hujan dataran rendah dan pegunungan hutan dan diselingi dengan padang rumput,
hutan, lahan basah, dan kolonisasi hutan. Kibale adalah penting untuk keanekaragaman spesies
yang tinggi dan kepadatan primata yang dianggap sebagai primata utama yang tempat
penelitiannya berada di sub-Sahara Afrika. Di luar kawasan lindung dari Kibale ada serangkaian
fragmen hutan yang mempertahankan populasi kecil dari primata. Fragmentasi ini biasanya
menempati dataran rendah basah tandus. Jadi penelitian ini focus pada 3 tempat yaitu Bugembe,
Kiko 1, dan Rurama.

Spesies Penelitian
Penelitian menggunakan 3 spesies primata utama yaitu red colobus (Procolobus rufomitratus),
black-and-white colobus (Colobus guereza), and red-tailed guenons (Cercopithecus ascanius).
Guenons Red-tailed adalah primata omnivora yang makannya adalah buah dan serangga di
bagian yang tidah terganggu di Kibale tetapi dapat bertahan didekat fragmen dengan menyerang
tanaman di lahan pertanian. Permukiman pertanian ini mengelilingi fragmen. Orang
dipermukiman kontak dengan primate ketika pergi untuk ekstraksi di daerah hutan atau ketika
primate menyerang tanaman di pertanian tersebut. Primate juga kontak dengan peternakansapi
atau kambing dan juga kontak dengan tinja mereka ketika bergerak diantara habitat yang tidak
berhubungan. Manusia dan hewan ternak menggunakan sumber air minum terbuka dekan rumah
primate.

Pengumpulan Sampel dan Survey manusia


Kami mengumpulkan sampel kotoran dari primata (n = 93) selama pengamatan perilaku pada
bulan Juni dan Juli 2005 (musim kering). Kami mengambil semua kelompok primata dari 3
fragmen serta primata dari spesies yang sama yang hidup di daerah terdekat dari Kibale National
Park. Peneliti mengambil feses yang tidak berhubungan dengan tanah untuk menghindari
kontaminasi dengan lingkungan. Kontaminasi dengan lingkungan dari sumber lain akan menjadi
tidak mungkin karena secara konsisten kita tidak dapat memulihkan E. Coli walaupun telah
dicoba berulang kali. Sampel diletakkan dalam tabung dan ditransportasikan selama 6 jam ke
laboratorium.
Rumah manusia berjarak 0,5 km dari setiap fragmen. Semua anggota dalam rumah tersebut
diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian tahun 2004. Pada bulan Juni dan Juli 2005,
bersamaan dengan pengambilan sampel primate, semua partisipan (n = 99 orang) diberi sterile
bacterial transport system yang mengandung Cary-Blair agar (BD CultureSwab, Becton,
Dickinson dan Perusahaan, Franklin Lakes, NJ, USA) untuk digunakan metode rectal swab.
Inokulasi dari rectal swab dibawa ke laboratorium dalam waktu 24 jam dan saat yang sama
sampel kotoran hewan ternak dikumpulakn dalam tabung steril dan dibawa ke laboratorium
dalam waktu 6 jam.

Karakteristik dan Isolasi Bakteri


Sampel swab dan feses digoreskan ke isolasi E. coli kemudian dimasukkan kedalam agar plate
MacConkey dan diinkubasi pada 37 C selama 24 jam di laboratorium. Sampai 6 koloni E.coli
dari tiap sampel dipindahkan kedalam tabung yang berisi 0,1 mL tryptic agar kedelai dan

disimpan pada suhu kamar hingga 4 minggu. Isolat kemudian dikirim ke University of Illinois di
Amerika Serikat, kembali terisolasi-, dikenakan tes biokimia standar untuk identifikasi positif,
dan disimpan dalam 20% gliserol pada -80 C untuk analisa lebih lanjut. Konfirmasi genotip E.
isolat coli dengan menggunakan Rep-PCR, yang menargetkan sekuens berulang tersebar seluruh
kromosom bakteri. Metode ini memiliki kekuatan tinggi untuk membedakan antara E. coli isolat,
dan dapat menghasilkan informasi filogenetik akurat.

Analisis

Rep-PCR genotip disimpan dalam komputer pro-BioNumerics gram, versi 4.0 (Applied
Matematika, Austin, TX, USA). Hubungan antara isolat disimpulkan dari genotipe Rep-PCR
dengan menggunakan metode yang memaksimalkan korespondensi seperti kesimpulan untuk
standar multilokus urutan magnetik. Analisis genetik populasi yang tersedia dalam program
komputer Arlequin versi 3.0 menggunakan pengukuran perbedaan genetic diantara subpopulasi
bakteri. Analisi varian molekul untuk membagi variasi genetic antara ekologi yang berbeda yang
didefinisikan sebgai subpopulasi bakteri. Pengukuran jarak genetic, F ST, untuk mengukur jarak
pendek genetic antara subpopulasi bakteri pada spesies dan lokasi yang berbeda.

Hasil
Sebanyak 791 E. coli isolat dari 252 individu per anak, ternak, dan primata dianalisis, mewakili
29 rumah tangga. Manusia berkisar di usia 2 bulan sampai 77 tahun dan terdiri dari 48% lakilaki dan 52% responden perempuan. Sampel manusia dan ternak mewakili 50% rumah tangga
yang mengelilingi setiap fragmen.

Analisis filogenetik dari genotipe bakteri diidentifikasi 23 lapis utama, masing-masing berisi
antara 2 dan 142 genotipe yang unik. Beberapa lapis terkandung genotype khusus untuk spesies
atau lokasi tertentu, yang lain terkandung genotipe dari beberapa spesies dan beberapa lokasi.
Dari tipe terakhir, yang mengandung isolat dari kedua manusia dan primata cenderung berbentuk
cluster filogenetis. Analisis filogenetik dari transmisi interspesifik directional menunjukkan tidak
ada bias dalam transmisi untuk kelas yang berbeda dari peristiwa transmisi directional (misalnya
manusia ke primata, primata ke manusia). Analisis molekuler varians menunjukkan bahwa
perbedaan di antara spesies dan lokasi hanya menyumbang sebagian kecil dari total keragaman
genetik bakteri (masing-masing 7,8% dan 6,8%) dan bahwa fragmen individu yang mengandung
keragaman genetic bakteri paling banyak (85,4%).
Jarak pasangan bakteri genetik antara metapopulasi primata, manusia, dan ternak akan
ditampilkan pada tabel 3. Baik manusia dan bakteri ternak secara signifikan lebih mirip secara
genetik dengan orang-orang dari primate dalam fragmen daripada orang-orang dari primata
dalam taman nasional. Manusia dan ternak mereka memiliki bakteri sangat mirip, seperti yang
ditunjukkan oleh FST hanya 0,03; jarak genetik ini lebih kecil bahkan dari itu menjadi bakteri
yang kembar dari primata pada fragmen di hutan yang tidak terganggu (F S = 0,046), meskipun
perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.
Gambar 3 menunjukkan hasil antarspesies bakteri genetic dilakukan secara terpisah untuk
masing-masing fragment. Di fragmen, bakteri dari manusia yang mirip secara genetik dengan
bakteri dari ternak mereka. Namun, kesamaan genetik antara bakteri manusia dan bakteri primate
bervariasi antara fragmen. Kesamaan genetic bakteri manusia-primata tertinggi di Kiko 1
fragmen, diikuti oleh Rurama, dan kemudian oleh Bugembe. Pola ini sejajar dengan derajat
relatif dari gangguan antropogenik dari fragmen itu sendiri (Kiko 1> Rurama> Bugembe; Tabel

1). Analisis spesies tertentu (Gambar 4) menunjukkan bahwa bakteri antara manusia dan ternak
lebih mirip dengan bakteri dari red-tailed guenons daripada bakteri dari red colobus dan blackand-white colobus.
Empat variabel yang disimpan dalam regresi akhir yang meneliti hubungan antara predictor
perilaku manusia dan kesamaan genetic bakteri manusia-primata (secara online Lampiran Tabel).
Tinggal dekat dengan fragmen yang lebih terganggu adalah variabel yang paling kuat terkait
dengan peningkatan kesamaan genetik antara manusia dan primata bakteri. Cenderung hewan
ternak, memiliki gejala gastrointestinal, dan mengambil air dari sumber air yang terbuka dalam
1 bulan sebelum pengambilan sampel juga dikaitkan dengan peningkatan kesamaan genetik
bakteri manusia-primata.

Diskusi
Studi ini memberikan bukti bahwa fragmentasi hutan meningkatkan transmisi bakteri antara
primate, manusia dan ternak mereka. Bakteri dari manusia dan ternak yang dekat 3 fragmen lebih
mirip secara genetic untuk bakteri dari primata dalam fragmen daripada bakteri primata dari
hutan terganggu. Analisis filogenetik dan analisis varians molekul lanjut indikasikan bahwa
aliran gen antara spesies bakteri tinggi dan bahwa tidak ada bias terarah dalam transmisi bakteri
yang jelas, temuan yang menunjukkan bahwa penularan E. coli dari primata ke manusia dan
ternak itu mungkin sebagai transmisi ke arah lain.
Chapman et al. (15) baru-baru ini menunjukkan bahwa colobus merah di fragmen hutan dekat
Kibale meningkat gastrointestinal parasitisme dengan cacing sebagai akibat dari stres gizi dan
bahwa efek ini telah menyebabkan penurunan populasi.

Hasil kami juga menunjukkan bahwa tingkat gangguan antropogenik dalam

fragmen

mempengaruhi tingkat di mana bakteri ditularkan antara spesies. Fragmentasi cenderung


meningkatakan transmisi antarspesies dengan peningkatan overlap ekologis di antara spesies.
Hubungan genetik sangat dekat antara bacteri dari manusia dan bakteri dari guenons ekor merah
mungkin mencerminkan kecenderungan dari guenons ekor merah memasuki habitat manusia
untuk menyerang tanaman.
Manusia dalam penelitian kami, yang sebagai omnivore memiliki perut tunggal, memendam
E.coli hampir tidak dapat dibedakan genetik dari E. coli ternak mereka dan kambing, yang
merupakan herbivora dengan perut bilik. Kesamaan dalam fisiologi pencernaan antara manusia
dan guenons ekor merah tidak akan cukup untuk memiliki hubungan genetik yang erat antara E.
coli dari spesies ini. Kami menyimpulkan bahwa spasial dan overlap ekologis adalah penentu
utama dari kesamaan bakteri genetik antara populasi host di sistem kami.
orang yang memiliki gejala gastrointestinal seperti diare dapat menjelaskan bakteri dengan rate
tingkat tinggi dapat meningkatkan resiko penularan bakteri ke primate atau orang yang menelan
mikroba dari primate juga cenderung memunculkan gejala gastrointestinal. Penelitian itu juga
mungkin berbeda hasilnya untuk bakteri yang lebih jahat dibanding E.coli.
pola semisintetik bakteri mencerminkan transmisi mikroba tidak langsung melaalui kontaminasi
dengan tanah dan air dibandingkan kontamiansi secara langsung.
Penyakit zoonotik yang berasal dari primate memiliki efek global terhadap kesehatan manusia. di
Uganda, prevalensi tinggi HIV menjadikan proporsi yang signifikan dari populasi
immunocompromised dan rentan terhadap infeksi oportunistik. Perubahan penggunaan tahan
meningkatakan transmisi antara primate dan peningkatan populasi manusia immunocompromise
mengenai potensi epidemic penyakit zoonotik yang berasal dari ekosisten yang terganggu.

Fragmentasi hutan memiliki efek negative bagi kesehatan manusia dengan meningkatakan resiko
transmisi penyakit zoonotik dari hewan pada hutan fragmentasi.

Anda mungkin juga menyukai