Anda di halaman 1dari 39

36

BAB III
PEMBAHASAN

Neuropati diabetik merupakan suatu gangguan yang mengenai saraf, yang


disebabkan oleh diabetes melitus. Bila menderita diabetes dalam waktu yang lama,
maka dapat terjadi kerusakan pada saraf di seluruh tubuh. Pada beberapa orang yang
mengalami kerusakan saraf ada yang tidak menunjukkan gejala tetapi ada juga yang
merasakan nyeri, kesemutan atau baal pada tangan dan kaki. Gangguan pada sistem
organ juga dapat terjadi, termasuk organ pencernaan, jantung, dan organ seks. Nyeri
neuropatik dapat terjadi karena disfungsi neuronal sistem somatosensorik dari saraf
perifer.5
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik terdapat pada
sel-sel Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap diabetes. Perubahan patologis dasar dalam
hubungannya dengan patofisiologi neuropati meliputi demielinisasi segmental,
degenerasi aksonal, dan degenerasi Wallerian.6
a) Demielinisasi segmental
Segmen-segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi,
sedangkan akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demieliniasi
telah terjadi secara luas, namun seringkali aksonnya tidak mengalami
perubahan degeneratif. Seringkali setelah mengalami demielinisasi,
serabut

saraf

menunjukkan

adanya

proses

regenerasi

berupa

37

remielinisasi, jumlah sel Schwann akan bertambah banyak. Jika proses


patologis

tersebut

berlangsung

secara

kronis

dengan

proses

demielinisasi dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi


proliferasi yang konsentrik dari sel Schwann, sehingga satu struktur
seperti lapisan bawang merah yang disebut onion bulb, yang dengan
palpasi akan teraba benjolan-benjolan pada saraf.6
b) Degenerasi aksonal
Penyebab degenerasi aksonal berupa gangguan nutrisi, metabolik atau
toksik sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme badan sel,
transpor aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung distal akson
yang pertama mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut
degenerasi akan berjalan ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan
suatu keadaan yang dikenal sebagai dying back neuropathy.6
c) Degenerasi wallerian
Suatu trauma mekanik, kimiawi, termis ataupun iskemik lokal yang
menyebabkan terputusnya satu serabut saraf secara mendadak, akan
diikuti oleh suatu proses degenerasi aksonal di sebelah distal tempat
terjadinya perlukaan, yang kemudian diikuti terputusnya mielin secara
sekunder. Proses tersebut dikenal sebagai degenerasi Wallerian.
Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah terjadi perlukaan saraf.
Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di dalam atau di
sekitar nodus Ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat
perlukaan. Perubahan yang sama juga terjadi pada akson di sekeliling

38

nodus Ranvier tepat di sebelah proksimal dari tempat perlukaan. Sel


Schwann pada bagian ini akan mengalami proliferasi hebat. Makrofag
endoneuron akan membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin
yang rusak.6
Ada beberapa faktor yang menyebabkan neuropati diabetik :
1) Faktor vaskuler
Pada pasien diabetes yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang
menjadi dasar komplikasi kronik diabetes berupa retinopati, nefropati dan
neuropati. Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai
hubungan

dengan

kerusakan

mikrovaskular.

Hiperglikemia

persisten

merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut Reactive Oxygen


Species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan
menetralisasi

nitric

oxide,

yang

berefek

menghalangi

vasodilatasi

mikrovaskular sehingga menurunkan penyediaan darah pada saraf yang


terkena. Mekanisme kelainan mikovaskular tersebut dapat melalui penebalan
membran basalis yang menyebabkan kerusakan blood nerve barrier;
thrombosis pada arteriol intraneural; peningkatan agregrasi trombosit dan
berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vascular; pembengkakan dan demielinisasi pada saraf
akibat iskemia akut. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya

39

transport aksonal, aktivitas Na-K-ATPase yang akhirnya menimbulkan


degenerasi akson.3,5,7

2) Faktor metabolik
Kondisi hiperglikemia menyebabkan glukosa dan metabolitnya dipakai oleh
beberapa jalur. Beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan dampak
negatif hiperglikemia adalah:
a) Penumpukan sorbitol (Polyol pathway)
Hiperglikemia menyebabkan kadar glukosa intraseluler yang meningkat,
sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang
biasanya digunakan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas
jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase,
yang

mengubah

glukosa

menjadi

sorbitol,

yang

kemudian

dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi


sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui
mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya adalah akibat
akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik
intraselular sehingga mengakibatkan edema saraf. Reaksi poliol ini juga
menyebabkan turunnya persediaan NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate) saraf yang merupakan kofaktor penting dalam
metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan kofaktor untuk
glutathion dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor

40

tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas


dan penurunan nitric oxide (NO). Penurunan NO mengakibatkan
vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.3,5,7

b) Penurunan kadar mioinositol


Mioinositol berperan dalam transmisi impuls, transport elektrolit, dan
sekresi peptida. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang
akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C
(PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga
kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan transduksi
sinyal pada saraf. Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam
patogenesis neuropati perifer diabetika. Hiperglikemia di dalam sel
meningkatkan sintesis atau pembentukan diacylglyserol (DAG) dan
selanjutnya peningkatan protein kinase C. Protein kinase juga diaktifkan
oleh stress oksidatif dan advanced glycosilation products (AGEs).
Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, gangguan sintesis nitric oxyde (NO), dan perubahan aliran
darah.3,5,7

41

c) Glikosilasi non enzimatik


Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
terjadinya proses glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya
advanced glycosilated end products (AGEs) dimana AGEs sangat toksik
dan merusak protein tubuh, termasuk sel saraf. Glikosilasi dari protein
saraf ini akan menyebabkan terbentuknya glycosilated myelin yang
mempunyai reseptor spesifik dan akan difagositosis oleh makrofag.
Serangan sel-sel makrofag tersebut akan menyebabkan hilangnya mielin
pada saraf tepi, dengan akibat terjadinya gangguan fungsi sel saraf
tersebut.

3) Faktor autoimun
Peran

antibodi

berperan

dalam mekanisme patogenesis

neuropati diabetik adalah adanya antineural antibodies pada


serum sebagian penyandang diabetes. Autoantibodi yang
beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf
motorik

dan

sensorik

yang

bisa

dideteksi

dengan

immunofloresens indirect. Neuropati autoimun bisa terjadi


karena perubahan imunogenik dari sel endotel kapiler.3

42

4) Peran Nerve Growth Factor (NGF)


NGF berupa protein yang memberi dukungan besar terhadap serabut saraf dan
neuron simpatis. Pada pasien dengan diabetes terjadi penurunan NGF
sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan
sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien diabetes berkorelasi
positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.3

Manifestasi klinis tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf
mana yang terkena. Gejala biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan
biasanya gejala karena kerusakan saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala
dapat meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan otonom. Pada beberapa orang
dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.5
Gejala neuropati perifer antara lain :5,8
-

Rasa kebas atau kurang merasakan nyeri atau suhu

Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari
tangan

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

Rasa kebas, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan
dan jari-jari

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

43

Masalah miksi (inkontinensia urin)

Disfungsi ereksi

Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)


Berdasarkan sifatnya, neuropati diabetik diklasifikasikan menjadi:
1) Simetris
a) Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang
sifatnya simetris dan berlangsung kronis. Pada permulaan
biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small fiber)
ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa kebas,
rasa nyeri, rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada
bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung
tangan atau kaos kaki (glove and stocking) dan kondisi seperti
ini memudahkan terjadinya trauma/ulkus pada kaki, keluhan ini
menjalar ke bagian tungkai dan jari kaki dan makin buruk saat
malam hari.9
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan
gangguan

proprioseptif

seperti

berkurangnya

rasa

vibrasi/gangguan rasa posisi dapat pula ditemukan, kadangkadang ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai
menghilang pada bagian distal dari ekstremitas.10

44

Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella


juga tidak terdapat refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat
menyebabkan perubahan cara berjalan dan dapat terjadi
deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat kelemahan
otot, tetapi pada beberapa pasien distal sensory neuropathy
dikombinasi dengan kelemahan pada bagian proximal. Selain
itu, juga ditemukan ataksia dan atoni dari kandung kemih.10

b) Neuropati otonom
Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil
dan lakrimal, refleks vaskular, diare nokturnal yang disebabkan
kerusakan pada esophagus dapat menyebabkan kesukaran
menelan

sedangkan

kerusakan

pada

usus

menyebabkan

konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tak


terkontrol terutama pada malam hari dan karena hal ini dapat
menyebabkan turunnya berat badan, atonik pada traktus
gastrointestinal (gastroparesis), dan dilatasi kandung kemih,
impotensi seksual, dan hipotensi postural.3 Hipotensi postural
disebabkan karena kerusakan saraf di sistem kardiovaskuler
sehingga menganggu kemampuan badan untuk mengatur
tekanan darah dan denyut jantung sehingga tekanan darah dapat

45

turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri dan dapat


menyebabkan penderita pingsan.5,9
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung,
mengurus tekanan darah dan mengatur gula darah. Juga
mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan pada
pencernaan, pernapasan, miksi, respons seksual dan penglihatan.
Manifestasi gangguan saraf otonom berupa hiperhidrosis, diare
noktural, atoni kandung kemih.5,9

c) Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)


Menurut Asbury, proximal neuropathy merupakan variasi
diabetik radikulopati, yakni kelemahan pada otot dari pelvic
girdle yang terjadi secara pelan-pelan dalam beberapa hari atau
minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri seakan-akan
ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara
simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral
sampai atrofi sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.9
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan
asimetrik / focal peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini
menyebabkan keadaan ini disebut pula sebagai diabetic
amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat pada

46

kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral


neuropathy atau sacral plexopathy.9
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes
yang berumur 50 tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat
badan yang mencolok dan gangguan metabolik yang hebat. Otot
yang sering diserang ialah kuadriceps femoris, ileopsoas dan
abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula
yang buruk. Prognosa baik bila gangguan metabolik dikoreksi
pada waktunya.9

2) Asimetris
a) Cranial Mononeuropathy
Kelainan pada cranial mononeuropathy ini disebabkan karena
pada awalnya terjadi iskemik yang didapatkan pada degenerasi
Wallerian dan pada degenerasi aksonal dimana terjadi dying
back type neuropati.9
Terjadinya diabetik oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi
kerusakan pada N.III, N.IV dan N.VI. Pada hasil autopsi yang
dikerjakan oleh Dreyfus dll ditemukan lesi infark ditengah pada
retro orbital pada N.III. Biasanya cranial mononeuropathy

47

terjadi karena adanya infark pada saraf yang terjadi pada


patologi neuropati diabetik.9

b) Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular


Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler
dan anestesia mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada
penderita diabetes yang berumur tua. Radiks anterior dan
posterior

bergabung

menjadi

satu

berkas

di

foramen

intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi


pada serabut-serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun
di bagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular. Nyeri
radikular yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat tulang
belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal
radiks posterior yang bersangkutan.8,9
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri
yang dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan
menjalar ke bagian tungkai bawah pada satu sisi tungkai.
Refleks patella akan hilang pada tungkai yang terkena neuropati.
Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.9

48

c) Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf
(entrapment syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal
(Carpal

Tunnel

Syndrome) yang

seringkali

terjadi

dan

menyebabkan rasa tebal dan kesemutan di tangan dan kadangkadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS termasuk ke dalam
polineuropati diabetik sensori. Ini disebabkan karena adanya
patofisologi dari neuropatik diabetik itu sendiri, seperti
glikolisis, jalur poliol dan lain-lain. CTS ini disebabkan karena
gula darah yang tinggi sehingga protein di tendon menjadi
glikosilasi, glukosa menempel pada protein tendo sehingga
menginflamasi tendo dan tendo jadi berkurang gerakannya.8,9
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan
kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada luka atau
tidak.5
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan
HbA1c pada diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum
diketahui.5

b. Pemeriksaan Imaging

49

CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk


menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di
kanalis spinalis pada radikulopleksopati lumbosakral dan

neuropati torakoabdominal.
MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial,

lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius.


c. Elektromiografi (EMG)
Kelainan hantar saraf motorik dimonitor dengan amplitudo dari
CMAP (Componed Muscle Action Potensials) atau diukur kecepatan
hantar saraf motoriknya.

Kelainan

hantar saraf menggambarkan

kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter besar dan


biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini
mencerminkan degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang
tergantung dari panjangnya saraf.5
Kelainan hantar saraf motorik tidak boleh menurun lebih dari 50%
dibandingkan dengan nilai rata-rata normal.
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan
pada pasien diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala
polineuropati distal simetris. Abnormalitas kecepatan hantar saraf
umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis, N.peroneus dan
N.medianus).5

50

EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal


elektris yang ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan kelainan hantar saraf. Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal
pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya denervasi dalam bentuk
PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous discharges).
Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitudo
tinggi, durasi yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang
kronis. Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan
jarum menunjukkan spontaneous discharges, yang ditemukan secara
bilateral dan menunjukkan suatu poliradikulopati.5
Strategi pengelolaan pasien diabetes dengan keluhan neuropati diabetik dibagi
ke dalam tiga bagian. Strategi pertama adalah diagnosis neuropati sedini mungkin,
diikuti strategi kedua dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya,
dan strategi ketiga ditujukan pada pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati
diabetik setelah strategi kedua dikerjakan.
Mengingat neuropati merupakan komplikasi kronik dengan berbagai faktor
resiko yang terlibat, maka pada pengelolaan neuropati perlu melibatkan banyak
aspek, seperti perawatan kaki umum, pengendalian glukosa darah, dan parameter
metabolik lain sebagai komponen tak terpisahkan secara terus menerus.
a. Perawatan kaki

51

Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya


dengan seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang
tidak diketahui dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi.
Gangguan dalam sirkulasi darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya
ulkus pada kaki.5
Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan
hati-hati untuk mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :5
-

Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat.


Harus dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus
menggunakan handuk yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-

hati terutama diantara jari-jari kaki.


Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah

ada luka, kemerahan, pembengkakan.


Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki
jangan sampai luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi

iritasi.
Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya

agar tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
b. Diet agar mencapai berat badan ideal
c. Fisioterapi
- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi
listrik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan
frekuensi

rendah

menghilangkan

untuk

nyeri

menyembuhkan

neuropatik,

memperbaiki ulkus pada kaki.

kaku,

menurunkan

mobilisasi,

edemaa

dan

52

Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot


dan atrofi otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan
sepeda.

Pengobatan medika mentosa sebaiknya diberikan untuk memperbaiki


neuropati atau berlanjutnya komplikasi dari diabetes. Langkah pertama yang dapat
dilakukan adalah kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke
level yang normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut, diperlukan
monitoring gula darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat
bisa menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.3
Terapi kausatif :
a) Aldose reduktase inhibitor
Golongan

aldose

reductase

inhibitor,

yang

berfungsi

menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok


pemecahan glukosa yang spesifik melalui jalur poliol. Diberikan
tolrestat 200 mg/hari.8

b) Asam alfa lipoik (ALA)


Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan
fungsi endotel vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang
penting yaitu glutation yang berfungsi juga sebagai antihiperglikemik
sehingga dapat menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam

53

dosis 1200 mg IV per hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated


hemoglobin melalui penurunan gula darah.8
c) Imunoglobulin (IVIg)
Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor
yang

digunakan

untuk

penyakit

autoimun.

IVIg

merupakan

immunoglobulin yang berasal dari darah donor dengan titer antibodi


yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan toksin.
Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek netralisasi
terhadap sistem imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti
efektif untuk berbagai keadaan penyakit imun. Efek immunomoduler
IVIg adalah inhibisi complement deposition dan neutralisasi sitokin.
Tersedia dalam larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan 12 g
untuk injeksi. Efek samping yang dapat timbul adalah mialgia,
takikardi, sakit kepala, nausea dan hipotensi.11

54

Penelitian yang dilakukan oleh Azra et al menyimpulkan bahwa neuropati diabetik


lebih banyak ditemukan pada tahun 2004 dibanding tahun 1999 yang diteliti pada
kelompok pasien yang sama. Semakin lama pasien menderita diabetes, maka semakin
tinggi resiko berkembangnya neuropati diabetik. Lamanya menderita diabetes
menjadi faktor kunci perkembangan komplikasi mikrovaskular neuropati. Penelitian
dilakukan terhadap 300 pasien yang sebelumnya didiagnosis diabetes, kemudian
dilakukan serangkaian tes laboratorium dan kuisioner mulai tahun 1999 sampai yang
terakhir tahun 2004. 12
Penelitian ini melibatkan 300 pasien yang sebelumnya sudah didiagnosis
diabetes melitus melalui pemeriksaan klinis maupun laboratorium. Pemeriksaan awal,
kuisioner, dan pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua pasien di tahun 1999.
Hasilnya 62 pasien dengan DM tipe 1 dan 238 pasien DM tipe 2. Pemeriksaan final,
kuisioner, dan pemeriksaan laboratorium dilakukan pada 278 pasien di tahun 2004.
Dari pemeriksaan final didapatkan 58 (20,9%) pasien DM tipe 1 dan 220 (79,1%)
pasien DM tipe 2. Dari 300 pasien, 2 pasien akhirnya didiagnosis DM tipe lain, 20
pasien meninggal dunia, sehingga tersisa 278 pasien di tahun 2004.12

55

Pasien akan melaporkan gejala neuropati diabetik pada lokasi tertentu.


Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan neurologi sesuai dengan gejala yang
dikeluhkan untuk mengidentifikasi jenis neuropati dan lokasi nyeri. Penelitian ini
tidak menggunakan skala nyeri karena memang tidak digunakan di departemen
peneliti.12

Bagan 1. Prevalensi neuropati diabetik dalam kurun waktu 5 tahun (sumber: Azra et
al. Diabetic Neuropathy Assessed at Two Time Points Five Years Apart. 2008)
Pada tahun 1999 sebanyak 51,1 % pasien menderita neuropati diabetik,
dimana 15,5% pasien tidak menunjukkan gejala dan tanda neuropati diabetik. Selama
5 tahun penelitian terjadi peningkatan perkembangan neuropati diabetik yang
signifikan sebanyak 33,5%. Penelitian lain oleh Thomas (1999) menyatakan bahwa
pada populasi tertentu DM tipe 1 dan 2 di Eropa dan Amerika Utara, prevalensinya

56

neuropati diabetik mencapai 50% setelah 20 tahun menderita diabetes. Kedua


penelitian ini mendukung satu sama lain.12
Penelitian lain dilakukan oleh Gavin Taylor-Stokes et al tentang hubungan
keparahan pasien neuropati perifer dan akibatnya terutama terhadap kualitas
kehidupan

serta

produktivitas

pasien.

Penelitian

tersebut

bertujuan

untuk

mengevaluasi hubungan keparahan neuropati dengan akibatnya pada populasi


masyarakat Eropa.13
Metode penelitian menggunakan The Adelphi Disease Specific Progamme
(DSP), sebuah basis data dari studi cross sectional pasien yang berkonsultasi ke
dokter. Pasien mengisi kuisioner seputar keluhan yang dirasakan, ekspektasi pasien,
dan kualitas hidup pasien. Dokter yang terlibat adalah dokter spesialis saraf, anestesi,
bedah ortopedi, reumatologi, dan diabetologi. 13
Untuk menganalisis keparahan neuropati, pasien diberi 2 pertanyaan.
Pertanyaan pertama pasien diminta untuk mengidentifikasi dan menilai (ringan,
sedang, atau berat) sensasi nyeri neuropati yang paling sering dirasakan (rasa
terbakar, geli, gatal, seperti ditembak, ditusuk-tusuk benda tajam/ tumpul/ jarum
kecil, seperti terikat kencang, seperti ada aliran listrik, mati rasa, dst). Pertanyaan
kedua pasien diminta untuk mengidentifikasi lokasi nyeri neuropati dan menilai
tingkat nyeri (ringan, sedang, atau berat) pada lokasi yang paling sering terasa nyeri.
13

57

Kemudian untuk mengetahui hubungan keparahan nyeri neuropati dengan


fungsi sehari-hari, digunakan Brief Pain Inventory-Short Form (BPI-SF). Terdapat 4
pertanyaan yang fokus pada tingkat keparahan neuropati dan 7 pertanyaan mengukur
intervensi nyeri terhadap fungsi sehari-hari. Produktivitas pasien juga diukur
menggunakan skala Work Productivity and Activity Impairment (WPAI) yang berisi 6
pertanyaan. Satu pertanyaan tentang status pekerjaan, 5 pertanyaan lainnya
berhubungan dengan seberapa banyak waktu yang terbuang karena nyeri neuropati;
seberapa banyak waktu yang terbuang karena alasan lain; berapa lama waktu kerja
yang sebenarnya; nilai (0=tidak mengganggu, sampai 10= sepenuhnya tidak bisa
bekerja) seberapa besar nyeri neuropati mengganggu pekerjaan; nilai (0=tidak
mengganggu, sampai 10= sepenuhnya tidak bisa beraktifitas) seberapa besar nyeri
neuropati mengganggu aktifitas sehari-hari.13

Bagan 2. Skala Produktivitas Kerja dan Perburukannya (sumber: Gavin et al. Association of
Patient-Rated Severity with Other Outcomes in Patients with Painful Diabetic Peripheral
Neuropathy. 2011)

58

Bagan 3. Proporsi Tingkat Keparahan Neuropati Diabetik (sumber: Gavin et al.


Association of Patient-Rated Severity with Other Outcomes in Patients with Painful
Diabetic Peripheral Neuropathy. 2011)
Data diambil dari 634 pasien dengan diagnosis neuropati diabetik, 162
(25,6%) dari Perancis, 230 (36,3%) dari Jerman, 158 (24,9%) dari Italia, dan 84
(13,2%) dari Inggris. Koresponden didominasi oleh pria (56,2%) dengan usia ratarata 63 tahun. Sebagian besar dari populasi (50,4%) mengalami obesitas. Hanya
22,4% dari populasi yang memiliki pekerjaan, 58,3% pensiunan, 10,1%
pengangguran, dan 9,4% ibu rumah tangga.13
Nyeri neuropati di lebih dari satu lokasi dikeluhkan 38,5% pasien. Hampir
seluruh pasien mengeluhkan ekstremitas inferior (kaki) sebagai lokasi yang paling
sering terasa nyeri neuropati. Proporsi tingkat keparahan pada populasi penelitian
adalah 22,2% dengan tingkat nyeri ringan, 60,9% sedang, dan 16,8% berat.13

59

Dari data WPAI ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat


keparahan neuropati dengan produktivitas pasien dalam bekerja. Total kerugian
pasien karena tingkat keparahan neuropati mengganggu produktivitas kerja adalah
5,646 ($8,266) untuk tingkat neuropati ringan, 10,552 ($15,449) tingkat sedang,
dan 16,597 ($24,300) untuk tingkat berat.13

Bagan 4. Total kerugian (dalam ) pasien karena menurunnya produktivitas kerja


(sumber: Gavin et al. Association of Patient-Rated Severity with Other Outcomes in
Patients with Painful Diabetic Peripheral Neuropathy. 2011)
Tingkat keparahan neuropati diabetik secara signifikan berhubungan dengan
fungsi sehari-sehari dan produktivitas pasien. Kualitas tidur dan fungsi sehari-hari
yang rendah, serta menurunnya produktivitas terjadi pada neuropati dengan tingkat
berat. Menurunnya produktivitas pasien juga berdampak pada ekonomi pasien.13
Dr. Wang dari University of Central Arkansas, melakukan penelitian tentang
status dan pengetahuan mengenai neuropati diabetik pada masyarakat pedesaan di
wilayah Arkansas, Amerika. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi

60

prevalensi neuropati diabetik dan mengidentifikasi populasi dengan resiko di


masyarakat pedesaan yang mendapat pelayanan kesehatan.14
Arkansas adalah daerah pedesaan, dimana 73 dari 75 wilayahnya telah
didesain menjadi daerah medis terlayani atau disebut MUAs (Medically Underserved
Areas). Tetapi 50 dari 75 wilayah tersebut tidak memiliki program DSME (Diabetes
Self-Management Education) milik American Diabetes Association (ADA).
Akibatnya prevalensi diabetes (9,8% pada 2008) meningkat bahkan lebih tinggi
dibandingkan prevalensi rata-rata secara nasional (8,3%).14
Metode yang digunakan adalah studi cross-sectional. Penelitian dilakukan
pada pasien dengan diagnosis diabetes melitus tipe 2, di 5 wilayah medis terlayani.
Data didapatkan dari pasien yang mengikuti program resmi DSME milik ADA.
Terdapat 816 koresponden dengan kriteria mereka yang didiagnosis diabetes melitus
tipe 2 dan mengikuti program DSME dari November 2005 sampai September 2009.
Selama program berlangsung, pasien diminta untuk mengisi kuisioner program
DSME yang nantinya akan disimpan dalam data rekam medis pasien. Termasuk
dalam kuisioner: informasi umum pasien, riwayat diabetes, status medis, nutrisi serta
pola makan, dan riwayat pendidikan. Paling utama dalam kuisioner adalah untuk
mengetahui diagnosis neuropati diabetik, gejala neuropati, ulkus diabetikum, dan
tentang Lower Extremity Amputation (LEA).14
Rata-rata umur koresponden adalah 57 tahun. Sebanyak 55% pasien adalah
wanita. Sebagian besar, 677 dari 816 pasien (83%), sudah menderita diabetes selama
lebih dari 5 tahun. Ada sekitar 35,3% dari pasien yang sama sekali tidak mengobati,

61

64,7% meminum obat oral saja ataupun mengkombinasi dengan insulin. Lebih dari
90% pasien mengalami kelebihan berat badan (24,9%) maupun obesitas (67%).
Sekitar 43% dari pasien memiliki riwayat merokok dan 13% dari pasien masih tetap
merokok. Selain itu 69% dari pasien tidak rutin berolahraga.14
Dari 816 pasien yang diteliti, 78 pasien (9,6%) sudah didiagnosis neuropati
diabetik sebelumnya, 351 pasien (43%) baru saja didiagnosis neuropati diabetik, 8
pasien (1%) mempunyai riwayat ulkus kaki, dan 7 pasien (0,9%) sudah menjalani
amputasi.14
Setelah semua kuisioner dalam DSME terjawab, disimpulkan resiko tinggi terkena
neuropati diabetik adalah: wanita; kaukasian; pendidikan rendah; durasi menderita
diabetes; riwayat merokok. Selain itu penelitian menemukan bahwa prevalensi
neuropati diabetik cukup tinggi pada daerah pedesaan.14

Bagan 5. Prevalensi pasien neuropati diabetik di Arkansas (sumber: Wang et al.


Diabetic Neuropathy Status and the Concerns in Underserved Rural Communities.
2011)

62

LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 6 Januari 2015 di
bangsal VIP kamar I bed 1 .
A. Identitas Penderita
Nama

: Tn. S

Umur

: 67 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

Alamat

No. RM

: 41-14-06-00

Masuk RS

: 6 Januari 2015

Pemeriksaan

: 6 Januari 2015

B. Keluhan Utama
Kaki bengkak

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kaki bengkak kanan dan kiri.
Terdapat luka di kaki sebelah kanan, luka tersebut basah, nyeri
tekan (-). Satu bulan sebelumnya pasien pernah datang ke Poli

63

Penyakit Dalam RS UKI dengan keluhan lemas sudah 1 minggu.


Pasien dirujuk dari RS Haji dengan hipoglikemik dan intake yang
sulit selama 1 minggu, setiap makan ada rasa tidak enak di
tenggorokan, batuk (+), muntah (+). Pasien mengidap DM tipe 2
sejak tahun 2005.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat sakit serupa

: disangkal.

2. Riwayat sakit kuning

: disangkal.

3. Riwayat sakit darah tinggi

: disangkal.

4. Riwayat sakit gula

: sejak 2005.

5. Riwayat sakit jantung

: disangkal.

6. Riwayat sakit ginjal

: disangkal.

7. Riwayat transfusi

: disangkal.

E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok

2. Riwayat minum alkohol

3. Riwayat minum obat-obatan

4. Riwayat olahraga teratur

F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


1. Riwayat sakit dengan keluhan serupa

: disangkal.

64

2. Riwayat sakit kuning

: disangkal.

3. Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal.

4. Riwayat sakit gula

5. Riwayat sakit jantung

: disangkal.

G. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang suami dengan seorang istri dan dua
orang anak. Pasien berobat dengan biaya BPJS.
Anamnesis Sistem
1. Keluhan utama

: kaki bengkak.

2. Kulit

: kering (+), luka (+), selulitis (+), gatal (-),

3. Kepala

: pusing (-), kepala terasa berat (-), perasaan


berputarputar (-).

4. Mata

: mata berkunang kunang (-), pandangan kabur

(-), gatal (-).


5. Hidung
6. Telinga

: tersumbat (-), keluar darah (-),


: telinga berdenging (-), pendengaran berkurang

(-), keluar
cairan atau darah (-).
7. Mulut

: bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-)

8. Tenggorokan

: sakit tenggorokan (+), rasa kering dan gatal (-),


nyeri untuk

menelan (-), suara serak (-).

65

9. Sistem respirasi

: batuk (+), sesak nafas (-), dahak (-), darah

(-), nyeri dada (-),mengi (-).


10. Sistem kardiovaskuler

: nyeri dada (-), terasa ada yang

menekan (-), sering pingsan (-),


berdebar-debar (-), keringat dingin (-),ulu
hati

terasa

panas

(-),

denyut

jantung

meningkat (-), bangun malam karena sesak


nafas (-).
11. Sistem gastrointestinal : nafsu makan berkurang (+), mual
(+),
muntah (+), nyeri ulu hati (-), perut begah
(-), cepat kenyang (-), diare (-), sulit BAB (-),
perut nyeri setelah makan(-).
12. Sistem musculoskeletal : lemas (+), kaku sendi (-), nyeri
sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-),
kaku otot (-), kejang (-).
13. Sistem genitouterina

: nyeri saat BAK (-), panas saat

BAK (-), sering buang air kecil (+), BAK


darah (-), nanah (-), BAK berkali-kali karena
tidak lampias/ anyang-anyangan (-), sering
menahan

kencing

(-),

rasa

pegal

di

pinggang, rasa gatal pada saluran kencing


(-), rasa gatal pada alat kelamin (-).
14. Ekstremitas :

66

a. Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-lebam
kulit (-/-)
b. Bawah : luka (-/+), kesemutan (+/+), tremor (-/-),ujung jari
terasa dingin (-/-), bengkak (+/+), lemah (-/-), nyeri (-/-),
lebam-lebam kulit (-/-)
15. Sistem neuropsikiatri : kesemutan (-), kejang (-), gelisah (-),
mengigau (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Januari 2015
1. Keadaan Umum
Sakit sedang, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi

: 130/70 mmHg

Nadi

: 108 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan

cukup
Denyut jantung

: 108 x/menit, irama reguler

Frekuensi nafas

: 22 x/menit, pernafasan vesikuler

Suhu

: 36,7C per aksiler

3. Status Gizi

67

4. Kulit
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (+),
selulitis (+), luka (+), telengiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-), lebam kemerahan (-).
5. Kepala
Bentuk normocephali, rambut warna hitam, uban (+), mudah
rontok (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, eritema (-)

7. Mata
Mata

cekung

(-/-),

konjungtiva

pucat

(-/-),

perdarahan

subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm,


reflek cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
8. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).

9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)

68

10. Mulut
Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-),
stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-).

11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid
(-), pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi
vena leher (-).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider navy
(-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran
kelenjar

getah

bening

aksilla

(-),

rambut

ketiak

rontok

(-),

ginecomastia (-).

Jantung :
Inspeksi

: ictus cordis tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di garis mid clavicula

sinistra ICS5
kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea midclavicularis


sinistra
kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

69

konfigurasi jantung kesan tidak melebar


Auskultasi : HR 108x/menit, bunyi jantung I-II intensitas
normal, regular, murmur
(-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak
melebar, retraksi (-), sela iga tidak mendatar
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
sela iga tak melebar, retraksi (-)

Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-),
tidak ada yang tertinggal
Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor hingga SIC III, batas paru hepar redup
relatif di SIC VI LMCD, batas paru hepar redup absolut
di SIC VII LMCD
Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI
LMCS.
Auskultasi :

70

Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan


wheezing (-) ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-),
krepitasi (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-) ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-),
krepitasi (-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan
= kiri
Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th
X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
13. Punggung
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
14. Abdomen
Inspeksi

: distended (-)

Auskultasi :

peristaltik (+) normal, bruit hepar (-), bising

epigastrium (-)
Perkusi

: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

71

Palpasi

: shifting dullnes (-), nyeri tekan (-)

15. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Rectal Toucher
Pembesaran kelenjar Prostat (+)
17. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
18. Ekstremitas
Ulkus (-/+), nyeri (-/-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

72

Tanggal Pemeriksaan : 6 Januari 2015


Analisa Gas Darah
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Natrium

137 mmol/L

136 145

Kalium

4.8 mmol/L

3.5 5.1

Clorida

106 mmol/L

99 111

Hematologi (Darah Lengkap)


Laju Endap Darah

65 mm/ jam

< 10

9.1 g/dl

14 16

Leukosit

9.3 ribu/uL

5 10

Eritrosit

2.98 juta/ml

4.5 5.5

27.1%

40 48

190 ribu/uL

150 400

MCV

90.8 / fL

82 92

MCH/ HER

30.5 pg

27 31

MCHC

33.6 %

32 36

Basofil

0%

01

Eosinofil

7%

03

Batang

2%

25

Segmen

61 %

50 70

Limfosit

27 %

20 40

Hb

Ht
Trombosit

73

Monosit

3%

28

Protein total

6.0 g/dl

6.6 8.3

Albumin

3.2 g/dl

3.7 5.2

Globulin

2.8 g/dl

2.9 3.1

SGOT

20 U/L

10 34

SGPT

30 U/L

9 43

383 mg/dl

< 200

8.4 %

4.5 6.3

Ureum Darah

40 mg/dl

15 45

Creatinin Darah

1.47 mg/dl

0.70 1.10

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu


HbA1C

UK (Ureum, Kreatinin)

Diagnosa

: Sirosis hepatis dekompensata dengan ascites

DD

: Hepatitis kronik aktif

Penatalaksanaan
-

Pro rawat inap


Diet : lunak, rendah garam II (600-800 mg)
IVFD : Inject plug
MM : Furosemide 1 x 1
Ceftriaxone 1 x 2gr
Curcuma 3 x 1
Spironolaktone 2 x 50 mg
Propanolol 2 x 10 mg

74

Pada rawat jalan pasien diberikan :


MM

: Propanolol 2 x 10 mg
Lactulac syrup 1 x II Cth
Curcuma 3 x I
Spironolaktone 2 x 50 mg

Anda mungkin juga menyukai