Anda di halaman 1dari 11

Latar Belakang

Seorang dokter gigi yang sehat adalah salah satu komponen yang paling
penting dalam kesuksesan praktek dokter gigi. Meskipun kenyataannya 88% dari
dokter gigi melaporkan baik atau sangat baik kesehatan (Kupcinskas &
Petrauskas,2003), beberapa studi menunjukkan bahwa satu dari sepuluh dokter
gigi dilaporkan memiliki kesehatan umum yang buruk dan tiga dari sepuluh
dokter gigi melaporkan memiliki keadaan fisik yang buruk (Gorter et al,2000).
Menurut Occupational Health Clinics for Ontario Workers (dalam Journal
Ergonomic and Dental Works, 2010) para peneliti telah menemukan gejala
ketidaknyamanan bagi pekerja gigi terjadi pada pergelangan tangan / tangan
(69,5%), leher (68,5%), punggung atas (67,4%), pinggang (56,8%) dan bahu
(60,0%). Masalah kesehatan yang kerap terjadi pada dokter gigi adalah gangguan
muskuloskeletal. Hal ini terjadi akibat posisi tubuh sewaktu bekerja kurang
ergonomis dan terjadi dalam waktu yang lama serta berulang-ulang. Di antara
praktisi kesehatan yang rentan dalam menghadapi adanya ancaman gangguan
muskuloskeletal adalah dokter gigi. Secara umum jenis pekerjaan dokter gigi
ditandai dengan adanya posisi tubuh yang statis dan kaku dalam melakukan
perawatan terhadap pasien. Pasien yang dirawat di atas kursi gigi menyebabkan
seorang dokter gigi harus duduk atau berdiri membungkuk dalam waktu lama.
Posisi tubuh seperti ini menyebabkan dokter gigi yang berpraktik sering
mengalami rasa sakit atau rasa tidak nyaman di daerah leher, bahu dan tulang
punggung sehingga dapat mengakibatkan antara lain gangguan muskuloskeletal
yang berupa nyeri punggung bagian bawah (lower back pain)
(Rucker,2002;Hamann,2001).
Kebanyakan dokter gigi tidak menyadari pentingnya manfaat sistem
ergonomik dengan posisi yang baik saat merawat pasien (Ligh, 2002) . sehingga
dokter gigi saat melakukan aktifitasnya mereka sering merasakan nyeri
pada otot,
seperti nyeri punggung, leher, kaki, tangan dan
pergelangan tangan. Selama melakukan aktifitasnya, mereka tidak
melakukan istirahat untuk melakukan relaksasi mengendorkan otot
ototnya yang tegang. Hal tersebut, dapat menimbulkan rasa nyeri
pada ototnya.
Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan maka makalah ini
akan membahas tentang praktik dokter gigi dengan sistem ergonomik
untuk menencegah gangguan muskuloskeletal.

Definisi Musculoskeletal Disorders


Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah penyakit yang
menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Seseorang yang menderita gangguan
muskuloskeletal merasakan keluhan mulai dari yang ringan sampai berat jika otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam kurun waktu yang lama.
Timbulnya gangguan muskuloskeletal ini terkait dengan kondisi lingkungan kerja
dan cara kerja mendukung sehingga dengan kondisi seperti ini dapat

menyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian, kartilago, dan


diskus vertebralis (Bethany,2003;Lederas,2002)
Menurut Grandjen (dalam Tarwaka, 2010) Keluhan muskuloskeletal
adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang
mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit, apabila otot menerima
beban statis secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon.
Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah suatu
kumpulan gangguan atau cedera yang mengenai sistem muskuloskeletal.
Umumnya gejala timbulnya gangguan muskuloskeletal terlihat dalam berbagai
bentuk sehingga hal inilah yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi penyebab
awal. Rasa sakit atau gangguan muskuloskeletal ini biasanya dikaitkan dengan
pekerjaan seseorang yang disertai adanya rasa tidak nyaman pada tangan, lengan,
bahu, leher dan tulang punggung akibat posisi saat bekerja dengan postur tubuh
yang tetap selama bekerja. Gangguan muskuloskeletal dapat terjadi pada dokter
gigi dikarenakan saat melakukan perawatan pasien berada dalam posisi berdiri,
duduk atau membungkuk. Gangguan muskuloskeletal dapat disebabkan oleh
tekanan fisik maupun psikis. (Lederas,2002;Mito,2002)
Faktor risiko Musculoskeletal Disorders
Faktor penyebab gangguan muskuloskeletal sangat sulit untuk ditentukan,
namun perlu diketahui bahwa belum tentu suatu faktor risiko akan menjadi
penyebab. Banyak faktor yang menjadi penyebab dan lamanya waktu dari mulai
terjadinya faktor risiko sampai timbulnya gangguan muskuloskeletal
(Lederas,2002). Namun besar kecilnya derajat faktor risiko dapat menunjukkan
timbulnya gangguan muskuloskeletal. Faktor risiko tersebut meliputi
1. adanya pengulangan gerakan yang terus menerus;
2. kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan
menimbulkan rasa nyeri;
3. tekanan mekanis yang disebabkan oleh cedera akibat benda tajam,
peralatan atau instrumen;
4. sikap kerja selama melakukan pekerjaan;
5. getaran akibat penggunaan peralatan dengan frekuensi getar di atas
5.000 Hz;
6. suhu udara yang tidak nyaman;
7. tekanan yang disebabkan oleh keadaan luar.
(Arief, 2003;Rahmaniyah,2007;Pargali,2010)
Faktor risiko lainnya meliputi usia, penyakit tertentu, dan aktivitas lainnya di luar
pekerjaan. Selain itu dari beberapa penelitian, diketahui bahwa ada hubungan
faktor risiko penyebab gangguan muskuloskeletal dengan rancangan kursi dokter
gigi, kursi asisten, pasien, teknik kerja dan pencahayaan. (Lederas,2002; Ligh,
2002;Rucker,2002)
Tubuh manusia adalah dinamis dan dirancang untuk dapat melakukan
gerakan, hal ini tidak akan berfungsi secara optimal kecuali jika sendi dan otot
bergerak secara teratur. Bila seseorang duduk agak lama, maka posisi ini akan
menekan discus spinalis, mengurangi cairan di sendi dan menurunkan aliran darah

dan nutrisi ke discus spinalis. Perubahan ini menyebabkan kerusakan pada


jaringan lunak, dan bilamana berlangsung lama maka dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan muskuloskeletal. Hal inilah yang sering terjadi pada dokter
gigi selama melakukan perawatan pada pasien, dan kadang-kadang tidak disadari
dokter gigi tersebut.
(Lederas,2002; Hamann,2001;Dougherty,1999)
Untuk menghindari posisi duduk yang terlalu kaku, operator perlu
senantiasa secara teratur mengubah posisi kerja. Perubahan posisi ini akan
memindahkan beban kerja dari satu otot ke otot yang lain, serta memungkinkan
otot beristirahat dan mengisi kembali nutrisi ke otot yang digunakan tersebut.
Perubahan posisi berdiri, kemudian duduk atau sekali-kali meregangkan otot yang
tegang akan sangat bermanfaat dalam usaha pencegahan terjadinya gangguan
muskuloskeletal (Mito,2002) Posisi yang fleksibel merupakan bagian integral
dalam usaha pencegahan dan kontrol sakit bagi dokter gigi yang paling sering
mengalami peradangan dan kehilangan oksigen akibat kontraksi yang statis dan
menetap. Posisi dokter gigi saat melakukan perawatan pada pasien dapat
menyebabkan kontraksi otot secara terus menerus yang menghasilkan suatu pola
ketidakseimbangan otot yang merupakan ciri khas yang terjadi pada profesi dokter
gigi.(Dougherty,1999; Ligh, 2002)
Tanda-tanda adanya gangguan muskuloskeletal adalah rasa sakit pada
daerah leher, bahu dan punggung, kesemutan pada lengan dan jari-jari,
kekejangan otot, kaku otot, dan rasa pegal sekitar daerah punggung dan bahu.
(Harry,2005)

Gambar 4 dan 5 posisi saat bekerja yang tidak ergonomis


dapat menyebabkan MSDs.

Sumber: Ergonomics At Dentistry, Volume Iv, Number 1, 2014 Medicine


pendahuluan
Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah penyakit
yang menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Seseorang yang menderita
gangguan muskuloskeletal merasakan keluhan mulai dari yang ringan sampai
berat jika otot menerima beban statis secara berulang dan dalam kurun waktu
yang lama. Timbulnya gangguan muskuloskeletal ini terkait dengan kondisi
lingkungan kerja dan cara kerja mendukung sehingga dengan kondisi seperti ini
dapat menyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian, kartilago,
dan diskus vertebralis (Bethany,2003;Lederas,2002).
Salah satu penyebab sindroma muskuloskeletal pada dokter gigi
dikarenakan dokter gigi hanya memperhatikan kenyamanan bagi pasien yang
dirawat, tapi kurang memperhatikan kenyamanan bagi diri mereka sendiri saat
merawat pasiennya. Dokter gigi menganggap bahwa mereka yang harus bergerak
menghampiri pasien, dari pada mengatur posisi duduk pasien di atas kursi gigi
(Furlong,2000)
Kebanyakan gangguan muskuloskeletal terjadi karena dokter gigi secara tanpa
sadar berada pada posisi tubuh yang kurang mendukung saat merawat pasien. Saat
melakukan preparasi gigi atau mencabut gigi misalnya, kadang-kadang dokter gigi
membungkuk ke arah pasien, bergerak secara mendadak, memutar tubuh dari satu
sisi ke sisi yang lain. Seluruh gerakan tersebut dilakukan berkalikali dalam jangka
waktu yang panjang. Hal inilah yang dapat menyebabkan sindroma
muskuloskeletal. (Hamann,2001;Dougherty,1999)
Walaupun bekerja dengan postur netral dapat mencegah atau mengurangi
sindroma muskuloskeletal, kebanyakan dokter gigi tidak menyadari pentingnya
manfaat sistem ergonomik dengan posisi yang baik saat merawat pasien (Ligh,
2002) . Postur yang baik dan benar membutuhkan peralatan yang baik juga,
misalnya bentuk kursi operator yang ergonomik dapat mendukung tulang
punggung pada posisi yang baik. (Mito,2002;Dougherty,1999)
Ergonomis
Ergonomik berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon berarti kerja dan nomos berarti
hukum. Definisi ergonomik menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) adalah hubungan manusia dengan lingkungan kerja yang
tidak mengakibatkan suatu gangguan. Secara garis besarnya ergonomik berarti
terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi manusia. Pada
dasarnya kondisi ergonomik sangat menguntungkan karena dapat mencegah
terjadinya gangguan muskuloskeletal dan dapat mengurangi kesalahan yang dapat
mengakibatkan cedera pada para pekerja. Dalam kaitan tersebut di atas,

ergonomik bukan hanya tentang perasaan lebih baik secara fisik, namun juga
bagaimana menempatkan peralatan pada posisi yang mudah dijangkau sehingga
akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. (Harry,2005)
Tujuan dan manfaat
Ergonomi merupakan suatu ilmu dan banyak diaplikasikan dalam berbagai
proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-sehari, seperti aplikasi
ergonomi dalam proses perancangan peralatan kerja untuk penggunaan yang lebih
efektif. Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multi disipliner dengan
menggabungkan elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, enjinering, higine,
sosial dan ilmu lainnya, maka ergonomi akan berkaitan dengan aktivitas kerja.
Tujuan dan manfaat dari hal tersebut adalah sebagai berikut (Wibowo, 1998).
a. Meningkatkan kemampuan fisik dan mental, khususnya untuk keamanan
dan keselamatan, serta mengurangi atau menghilangkan beban fisik dan
mental yang berlebihan untuk kenyamanan atau keserasian operasional.
b. Pengintegrasian secara rasional aspek-aspek fungsional, teknis, ekonomi,
sosial budaya dan lingkungan pada suatu sistem untuk peningkatan
efisiensi hubungan timbal balik manusia dan mesin.
c. Mengorganisasikan suatu aktivitas kerja ke arah produktivitas untuk
peningkatan atau kepuasan kerja operator, konsumen pekerja dalam
memenuhi kesejahteraan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ilmu ergonomi dapat memberikan
kontribusi pada banyak hal dalam rangka mencapai tujuan yang positif dan
sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah-masalah yang praktis terdapat
dalam aspek kehidupan manusia.
Aplikasi ergonomi dalam kedokteran gigi
1. Aplikasi dalam desain ruangan praktik
Desain ruang praktik dokter gigi dianjurkan sesuai dengan
ergonomi, hal ini untuk mengurangi kemungkinan dokter gigi
mengalami musculoskeletal disorders. Desain yang dianjurkan
adalah desain yang dapat memberikan ruang gerak yang bebas
dan nyaman bagi operator dan asisten operator. Desain yang
dianjurka sesuai dengan Clock concepts pada konsep Four
Handed Dentistry , dimana tempat kerja disekitar pasien dibagi
menjadi 4 area berbeda dengan kepala pasien sebagai
pusatnya. jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien, maka
arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone, arah jam 2
sampai jam 4 disebut Assistens Zone, arah jam 4 sampai jam 8
disebut Transfer Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11
disebut Operators Zone sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi.

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi


Maupun Perawat Gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini
untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak (Mobile Cabinet)
yang berisi Instrumen Tangan serta peralatan yang dapat
membuat takut pasien. Assistants Zone adalah zona tempat
pergerakan Perawat Gigi, pada Dental Unit di sisi ini dilengkapi
dengan Semprotan Air/Angin dan Penghisap Ludah, serta Light
Cure Unit pada Dental Unit yang lengkap. Transfer Zone adalah
daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan
dokter gigi dan tangan Perawat Gigi. Sedangkan Operators Zone
sebagai tempat pergerakan Dokter Gigi.
Selain pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit,
pergerakan lain yang perlu diperhatikan ketika membuat desain
tata letak alat adalah pergerakan Dokter Gigi, Pasien, dan
Perawat Gigi di dalam ruangan maupun antar ruangan. Jarak
antar peralatan serta dengan dinding bangunan perlu
diperhitungkan untuk memberi ruang bagi pergerakan Dokter
Gigi, Perawat Gigi, dan Pasien ketika masuk atau keluar Ruang
Perawatan, mengambil sesuatu dari Dental Cabinet, serta
pergerakan untuk keperluan sterilisasi.
2. Aplikasi dalam penggunaan kekuatan dalam praktik
Hal dalam praktik dokter gigi yang sering memicu terjadiny
MSDs adalah penggunaan kekuatan yang berlebih, pengulangan
gerakan tertentu dan terlalu berlebihan dalam bekerja. Untuk
itu, dianjurkann untuk tidak terlalu memberikan kekuatan yang
berlebih dalam melakukan tindakan, misalnya pada saat scaling.
Mengurangi gerakan berulang dan beristirahat yang cukup
setelah mengerjakan beberapa tindakan untuk memberikan
tubuh waktu untuk istirahat.
3. Aplikasi dalam desain instrument
Instrument didesain senyaman mungkin bagi dokter gigi. Desain
yang tepat membantu mengurangi penggunaan kekuatan yang
berlebih saat tindakan dan membantu menjaga tangan tetap
pada posisi netralnya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam
desain ini adalah bentuk, berat instrument, kemudahan dalam

pemakaian dan perawatannya. Cara memegang instrumen


tangan atau instrumen rotatori adalah modified pen grasp.
4. Aplikasi dalam kursi operator (dental stool)
Kursi yang bersifat ergonomis yang mendukung penjagaan
postur tulang belakang terutama daerah lumbar dimana
lengkung di daerah ini dipertahankan dengan memberikan
desain yang nyaman. Dental stool yang dianjurkan adalah dental
stool dengan seating berbentuk saddle dan miring, karena akan
mencegah tekanan pada paha bagian belakang dan menjaga
kelengkungan bagian lumbar dari tulang belakang bagian bawah
dengan menjaga panggul tetap pada posisi netralnya.
5. Aplikasi dalam kursi pasien (dental chair)
Desain yang diinginkan adalah desain yang memberikan
kenyamanan bagi pasien. Kursi harus stabil dengan kemudahan
dalam penyesuaiannya, baik tinggi kursi terhadap lantai juga
posisi headrest dari kursi untuk menyamankan posisi kepala
pasien terhadap operator.
6. Aplikasi dalam posisi

Posisi ini baik berupa posisi dari pasien maupun posisi dari
dokter gigi. Posisi pasien yang ideal adalah posisi supine. Kursi
diatur sehingga pasien hampir sejajar dengan lantai dan
punggung kursi sedikit dinaikkan. Kepala pasien harus berada
dekat puncak sandaran kursi. Posisi pasien pada perawatan
kwandran kiri dan kanan rahang atas harus sehorizontal
mungkin. Manakala perawatan pada kwandran kiri rahang
bawah, pasien harus berbaring di krusi dengan posisi sandaran
krusi 30 dari bidang horizontal. Untuk kwandran rahang bawah,
pasien harus berbaring dengan sudut 40 dari bidang horizontal.
Posisi operator bervariasi tergantung pada sisi mana
instrumentasi dilakukan. Posisi operator dikaitakan dengan arah
jarum jam. Posisi pukul 8 12 adalah posisi bagi operator
normal, sedangkan posisi pukul 12 4 adalah posisi bagi
operator kidal. Untuk operator dengan tangan kanan (right
handed dentist), posisi sesuai dengan clock concept normal
yang diajarkan. Untuk operator dengan tangan kidal (left handed
dentist), posisi yang dianjurkan merupakan kebalikan dari posisi
normal.

7. Aplikasi dalam self protection dokter gigi


Proteksi sangat penting diperhatikan oleh seorang dokter gigi.
Pada umumnya pasien dating pada kondisi infeksi gigi (pulpa).
Proteksi oleh seorang dokter gigi membantu mencegah
terjadinya transfer infeksi baik infeksi penyakit rongga mulut
yang diderita atau mungkin penyakit lain yang diderita oleh
pasien yang memiliki kemampuan penyebaran melalui saliva
misalnya HIV dan Hepatitis. Contoh sel protection yang dapat
dilakukan adalah penggunaan masker dan sarung tangan yang
sesuai dengan aturan,
8. Aplikasi dalam penjadwalan kerja dokter gigi
Kerja yang berlebih dapat memberikan efek yang kurang baik
bagi dokter gigi. Selain kelelahan, dapat juga terjadi penekanan
terhadap kondisi psikis dokter gigi yang akan menyebabkan
terganggunya kesehatan dokter gigi tersebut. Untuk itu,
dianjurkan dokter gigi mengatur jadwal kerjanya sehingga dia
tetap mendapatkan istirahat yang cukup agar dapat tetap
bekerja dengan optimal.

Tempat pasien dalam praktek dokter gigi sudah didesain khusus sehingga bisa
diatur sedemikian rupa, sehingga bisa disesuaikan dengan sikap kerja seorang
dokter gigi. Kursi kerja dokter gigi pun demikian ada yang sudah didesain khusus
sehingga bisa diatur tinggi rendahnya ada juga yang hanya sekedar kursi sebagai
tempat duduk. Perlu diperhatikan sikap kerja yang ergonomis dalam melakukan
praktek penanganan pasien gigi ini. Secara prinsip, untuk mengatasi sikap tubuh
dalam bekerja secara ergonomis adalah sebagai berikut (Pheasant, 1991) :
a. Cegah inklinasi kedepan pada leher dan kepala
b. Cegah inklinasi kedepan pada tubuh
c. Cegah penggunaan anggota gerak bagian atas, dalam keadaan terangkat
d. Cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin/twisting)
e. Sendi hendaknya dalam range 1/3 dari gerakan maximum
f. Sediakan sandaran punggung & pinggang (waist) pada semua tempat duduk
g. Jika menggunakan otot hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan kekuatan
maximum
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam sikap kerja duduk dan berdiri secara
dinamis adalah sebagai berikut (Grandjean, 1988) :
a. Sikap kerja berdiri diupayakan posisi badan tegak, pusat beban tubuh
(central of gravity) dalam membawa beban/benda tidak membuat badan
bungkuk, posisi tangan membawa benda tidak lebih dari 90o pada beban
yang berat.
b. Sikap kerja duduk pada kursi, diupayakan posisi tulang belakang tegak,
kursi kerja sesuai dengan antropometri. Tinggi dan kedalaman kursi yang
dipergunakan adalah sesuai dengan antropometri pemakai. Tinggi kursi
seuai dengan tinggi poplitea pada persentil 50. Kedalaman kursi
disesuaikan dengan persentil 50 dari jarak pantat poplitea. Lebar kursi
disesuaikan dengan persentil 50 dari lebar pantat. Tinggi meja kerja sesuai
dengan tinggi siku posisi duduk. Posisi tangan tidak lebih dari 90o terhadap
lengan berada di atas objek kerja.
c. Kursi objek (pasien) bisa atur atau dinaik turunkan sesuai dengan
kebutuhan dokter gigi, sehingga dokter gigi melakukan kerja dengan posisi
yang nyaman sesuai dengan kaidah ergonomi.

1. Bethany Valachi and Keith Valachi. Mechanisms Leading to


Musculoskeletal Disorders in Dentistry. Jam Dent Assoc, Vol. 134 No. 10.
2003. p. 1344-1350.
2. Lederas S, Felsenfeld AL, Ergonomic and the Dental Office: an overview
and consideration of regulatory influence. J Calif Dent Assoc (online)

2002. Available from http://www.cda.org/member/pubs/journal/regu


latory.html
3. Rucker LM, Sunell S. Ergonomic Risk Factors Asscosiated with Clinical
Dentistry. J Calif Den Assoc 2002; 30:139-48.
4. Hamann C. Prevalence of Carpal Tunnel Syndrome and Median
Mononeuropathy Among Dentist. J Am Dent Assoc 2001; 132:163-70.
5. Furlong A. Ergonomic and Dentistry. ADA News 2000; 31(18):16-9.
6. Dougherty M. Feel-based Design: A Reason to Endorse Ergonomic
Standards. J Colo Dent Assoc 1999; 78(4):22-5.
7. Ligh RQ. Cummulative Trauma Injury Carpal Tunnel Syndrome. J Calif
Dent
Assoc
(online)
2002.
Available
from
http://www.cda.org/member/pubs/journal/carp al.html.
8. Mito RS, Fernandez K. Why is Ergonomic An Issue In Dentistry? J Calif
Dent
Assco
(online)
2002.
Available
from
http://www.cda.org/member/puns/journal/ introduction.html
9. Harry Isbagio. Pidato Pengukuhan Guru Besar Osteoartritis dan
Osteoporosis Sebagai Masalah Muskuloskeletal Utama Warga Usia Lanjut
Abad 21. 10 Desember 2005.
10. Arief Cahyanto. Makalah: Aspek Ergonomik di Bidang Kedokteran
Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran. Bandung. 2003.
11. Rahmaniyah Dwi Astuti. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan beban
Angkat Terhadap Kelelahan Muskuloskeletal. Gema Teknik, No. 2. Tahun
X, Juli 2007.
12. Pargali, N. Jowkar, N. Prevalence of Musculoskeletal Pain Among
Dentists
in
Shiraz,
Southern
Iran.
www.theijoem.com/ijoem/index.php/ijoem/artic
le/download/26/59.
International Journal of Occupational and Environmental Medicine. Vol. 1
No. 2. 2010. 13. A Study of Back Pain in Dentistry. Elective Report 2005.
https://dspace.gla.ac.uk/bitstream/1905/499/1/ church_cairns.pdf
13. Tarwaka. Ergonomi Industri : DasarDasar Pengetahuan ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Solo : Harapan. 2010.
14. Grandjean, E. 1988. Fitting The Task to The Man. A Textbook of
Occupational
15. Ergonomics, 4th edition, Taylor & Francis: London.
16. Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London : Macmillan
Academic Professional Ltd.
17. Wibowo, B. P. 1998. Desain Produk Industri. Yayasan DelapanSepuluh.Bandung.
18. Occupational Health Clinics for Ontario Workers. Journal
Ergonomic and Dental Works. 2010.

19. Kupcinskas L,Petrauskas D: Hepatitis-Mediku Profesine liga.


Journal of Stomatologija , 2003;Suppl1: 1:22.

20. Gorter RC, Eijkman MAJ, Hoogstraten J: Burnout and Health


among Deutch Dentist.
2000;108(4):261-267.

European

Journal

Oral

Sciences,

Anda mungkin juga menyukai