Anda di halaman 1dari 52

CASE SCIENCE SESSION (CSS)

Arti Anggraeni 1210011


M. Insan Kamil
12100114058
Preseptor :
M. Fitriandi, dr., Sp.Pd.

HIV (Human Immunodeficiency


Virus)
Merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh. Termasik Anggota lentivirus (subfamili
Retrovirus), merupakan virus RNA yang punya
envelope.
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
kemudian menimbulkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome).
HIV berikatan kuat terhadap CD4 pada sel T-helper dan
makrofag.

Morfologi
HIV

Siklus
hidup
HIV

Sumber : Harrison's Principles of Internal Medicine 19th Ed

Penularan dan faktor Resiko

Sumber : www.avert.org

Faktor -faktor risiko yang mempercepat


meningkatnya prevalensi infeksi HIV di Jawa
Barat
Tingginya pecandu narkotika suntik (IDU)
Industri seks
Kemiskinan
Migrasi penduduk
Kurangnya pengetahuan mengenai IMS / HIV/ AIDS
Rendahnya pemakaian kondom pada aktiftias seksual
berisiko
Tingginya hubungan seksual di luarnikah dan pra nikah

Sumber : www.avert.org

Epidemiologi

Sumber : Harrison's Principles of Internal Medicine 19th

15,8 juta orang mengakses terapi antiretroviral (Juni


2015)
36.900.000 orang di seluruh dunia hidup dengan HIV (end 2014)

2 juta orang menjadi baru terinfeksi HIV (end 2014)

1,2 juta orang meninggal karena penyakit terkait AIDS (end 2014)

Sumber : Infodatin AIDS Kemenkes RI

Sumber : Infodatin AIDS Kemenkes RI

Sumber : Infodatin AIDS Kemenkes RI

Sumber : Infodatin AIDS Kemenkes RI

Sumber : Infodatin AIDS Kemenkes RI

Patogenesis

Patofisiologi
Setelah pasien terinfeksi oleh virus HIV maka
selanjutnya pasien akan masuk ke fase
Immunodefficiency. Hal ini terjadi akibat defisiensi
kuantitatif dan kualitatif progresif CD4 (T-Helper),
Monosit dan Makrofag.
Autoimmunity dapat terjadi pada pasien karena adanya
antibodi terhadap limfosit, trombosit dan neutrofil. Pada
pasien HIV dapat juga terjadi Neurologic dysfunction,
hal ini akibat infeksi opportunistik dan neoplasma serta
efek langsung HIV maupun produknya.

Tahapan
HIV
Stage 1 (Infeksi HIV
akut)
Stage 2 (Clinical
Latency)
Stage 3 (AIDS)

Sumber : Harrison's Principles of Internal


Medicine 19th Edition

Diagnosis (Pendekatan untuk tes


HIV)
Konseling dan tes HIV
sukarela
(KTS-VCT = Voluntary
Counseling & Testing)

Tes HIV dan konseling


atas inisiatif petugas
kesehatan
(KTIP PITC =
Provider-Initiated
Testing and
Counseling)

KTIP merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di


layanan kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan
harus menganjurkan tes HIV setidaknya pada ibu hamil, pasien
TB, pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga
terinfeksi HIV (lihat Tabel), pasien dari kelompok berisiko
(penasun, PSK-pekerja seks komersial, LSL lelaki seks dengan
lelaki), pasien IMS dan seluruh pasangan seksualnya.

Gejala
dan Tanda
Klinis
yang
Patut
Diduga
Infeksi
HIV

Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana


Klinis Infeksi HIV dan Terapi ARV,
Kemenkes RI, Direktorat P2PL 2011

Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi ARV, Kemenkes RI,
Direktorat P2PL 2011

Alur tes
Laboratorium HIV
Strategi III

Sumber : Pedoman Nasional Tes


dan Konseling HIV dan AIDS

Keterangan bagan :
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang
pertama memberi hasil nonreaktif atau negatif,
maka tes antibodi akan dilaporkan negatif.
Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif,
maka perlu dilakukan tes HIV kedua pada sampel
yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau
dasar tes yang berbeda dari yang pertama.
Perangkat tes yang persis sama namun dijual
dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan
untuk kombinasi tersebut.

Hasil tes kedua yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di
kelompok populasi dengan prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap
sebagai hasil yang positif.
Di
daerah
atau
kelompok
prevalensi
rendah
yang
cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu dilanjutkan dengan
tes HIV ketiga.
WHO,
UNAIDS
dan
Pedoman
Nasional
menganjurkan
untuk
selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua
hanya diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.

Stadium WHO
Stadium 1

Asimtomatik

Limfadenopati generalisata

Stadium 2

Berat badan turun <10%

Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo,


infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis).

Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

Infeksi saluran napas atas rekuren

Stadium 3
Berat badan turun > 10%
Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan) >
1 bulan
Kandidiasis oral
Oral hairy leucoplakia
Tuberculosis paru
Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)

Stadium 4
HIV wasting syndrome

Mikosis endemic diseminata

Pneumonia pneumocytis carinii

Kandidiasis esofagus, trakea, dan


bronkus

Toksoplasma serebral
Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
Sitomegalovirus pada organ selain hati,
limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya retinitis CMV)

Mikobakteriosis atipik, diseminata


atau paru
Septikemia salmonela non-tifosa
Tuberkulosis ekstrapulmonar
Limfoma
Srkoma kaposi

Infeksi herpes simpleks, mukokutan ( > 1


Ensefalopati HIV
bulan ) atau viseral

Jika tersedia pemeriksaan CD4,


maka diperiksa lebih baik

ARV drugs
(Anti Retroviral drugs)

Kapan mulai terapi?

Sumber : Pedoman
Nasional Tatalaksana
Klinis Infeksi HIV dan
Terapi ARV, Kemenkes RI,
Direktorat P2PL 2011

Jenis Obat ARV Lini pertama


Terapi Lini Pertama harus berisi 2 NRTI + 1NNRTI ,
dengan
pilihan:
AZT + 3TC + NVP
AZT + 3TC + EFV
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
Pemerintah akan mengurangi penggunaan (phasing
out) Stavudin
(d4T) sebagai paduan lini pertama karena

Pemantauan Klinis
Pemantauan klinis perlu dilakukan pada minggu 2, 4, 8,
12 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV dan
kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai
keadaan stabil.
Pada setiap kunjungan perlu dilakukan penilaian klinis
termasuk tanda dan gejala efek samping obat atau gagal
terapi dan frekuensi infeksi (infeksi bakterial, kandidiasis
dan atau infeksi oportunirtik lainnya) ditambah konseling
untuk membantu pasien memahami terapi ARV dan
dukungan kepatuhan.

Pemantauan Laboratoris
ODHA perlu mempunyai akses pemeriksaan CD4 untuk
rawatan
pra-terapi ARV dan manajemen terapi ARV yang lebih
optimum.
Pemeriksaan HIV RNA (viral load) dianjurkan untuk
memastikan
kemungkinan gagal terapi.
Pemantauan toksisitas obat berdasarkan gejala dan
hasil
laboratorium

Kegagalan Terapi
ARV menurut
WHO
Klinis

Munculnya IO dari
kelompok stadium 4
setelah minimal 6 bulan
dalam terapi ARV.
Beberapa penyakit yang
termasuk dalam stadium
klinis 3 (TB paru, infeksi
bakteri berat) dapat
merupakan petunjuk
kegagalan terapi.

Imunologis
Definisi dari kegagalan imunologis adalah gagal
mencapai dan mempertahankan jumlah CD4 yang
adekuat, walaupun telah terjadi penurunan/ penekanan
jumlah virus.

Pola 1 : CD4 < 100 / mm

Pola 2 : Setelah satu tahun terapi


CD4 kembali atau lebih rendah
daripada awal terapi ARV
Pola 3 : CD4 sebesar 50% dari nilai
tertinggi yang pernah dicapai selama
terapi terapi ARV (bila diketahui)
Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV dan Terapi ARV, Kemenkes RI, Direktorat P2PL 2011

Jumlah CD4 juga dapat digunakan untuk menentukan


apakah perlu mengubah terapi atau tidak. Sebagai
contoh, munculnya penyakit baru yang termasuk dalam
stadium 3, dimana dipertimbangkan untuk mengubah
terapi, maka bila jumlah CD4 >200 /mm tidak
dianjurkan untuk mengubah terapi.

Virologis
viral load tetap >
5.000 copies/ml
(lihat gambar.4),
atau
viral load menjadi
terdeteksi lagi
setelah
sebelumnya tidak
terdeteksi.

Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV


dan Terapi ARV, Kemenkes RI, Direktorat P2PL 2011

Jenis Obat ARV Lini kedua


Terapi lini kedua harus memakai Protease Inhibitor (PI)
yang
diperkuat oleh Ritonavir (ritonavir-boosted) ditambah 2
NRTI,
dengan pemilihan Zidovudine (AZT) atau Tenofovir
(TDF)
tergantung dari apa yang digunakan pada lini pertama
dan 3TC.
PI yang ada di Indonesia dan dianjurkan digunakan
adalah
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)

TATALAKSANA INFEKSI OPORTUNISTIK DENGAN PENDEKATAN


SINDROM

Komplikasi
Infeksi oportunistik
Kanker terkait HIV

Prognosis
Tergantung stadium penyakit

Referensi
Harrison's Principles of Internal Medicine 19th Edition
Interim who clinical staging of hiv/aids and hiv/aids case definitions for surveillance
Permenkes No.21 Tahun 2014 Penanggulangan HIV/AIDS
Infodatin AIDS Kemenkes RI
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi ARV, Kemenkes RI, Direktorat P2PL
2011
Pedoman Nasional Tes dan Konseling HIV dan AIDS Kemenkes RI 2013
Situs : www.avert.org/
Situs : www.aids.gov/
Situs : www.cell.com/
Situs : www.cdc.gov/hiv
Situs : www.who.int/hiv/
Situs : www.searo.int/

Anda mungkin juga menyukai