SINUSITIS
Disusun Oleh :
Astra Swastika Chandra
Indra Budi Perkasa
komariah
Mohammad Satrio Akbar
Pembimbing Klinik
dr. Fitriah, Sp. THT
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior
rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18
tahun. Sinus parasanal adalah rongga udara yang terdapat pada tulang tengkorak disekitar
daerah hidung. Empat tempat sinus paranasal :
1. Sinus frontal
2. Sinus maxillary
3. Sinus ethmoid
4. Sinus sphenoid
Sinus maksilaris
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapa ukuran
maksimal yaitu 15ml saat dewasa. Sinus maksilaris berbentuk segitiga dan juga dapat terbagibagi oleh adanya septum-septum. Dinding anterior sinus adalah permukaan facial os maksila
yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya ialah permukaan infra temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral hidung serta dinding inferiornya ialah prosessus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada di sebelah postero-superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah :
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar-akar gigi rahang atas ( premolar 1,
premolar 2, molar 1, molar 2, kadang-kadang juga caninus dan molar 3 ), bahkan akar
gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis.
2. Letak sinus maksila berdekatan dengan orbita sehingga dapat menimbulkan
komplikasi ke orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, karenanya drenase sangat
tergantung pada gerak silia, disamping itu harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan
selanjutnya menyebabkan sinusitis maksilaris.
Sinus frontalis
Sinus frontal yang terletak di os.frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkebang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8cm tingginya, lebarnya 2,4cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus
frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah
bagian dari sinus etmoidalis anterior.
Sinus Ethmoidalis
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoidalis seperti piramid dengan dasarnya dibagian
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5cm, tinggi 2,4cm dan lebarnya 0,5cm
dibagian anterior dan 1,5cm di bagian posterior. Berdasarkan letaknya sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bemuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior
yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etomiod anterior biasanya kecil-kecil dan
banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari
perlekatan konka media.
Bagian anterior ada bagian yang sempit yang disebut resesus frontal. Bagian ini
berhubungan dengan sinus frontal. Sinus ini paling bervariasi dibanding dengan sinus sinus
lainnya. Terletak di dalam massa bagian lateral os etmoid, sinus etmoid bentuknya berongga
rongga terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang tawon. Ukuran anterior-posterior
sekitar 4-5 cm, tinggi 2,4 cm lebar di bagian anterior 0,5 cm, di bagian posterior 1,5 cm. Atap
sinus etmoid disebut fovea etmoidalis yang berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding
5
lateral adalah lamina papirasea yang membatasi sinus etmoid dengan rongga orbita. Bagian
belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoid.
Sinus Sphenoidalis
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid di bagi menjadi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2
cm tingginya, dalamnya 2,3cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai
7,5ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan
menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding
sinus sfenoid.
Batas-batasnya adalah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a. Karotis interna dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior di daerah pons.
Frontal sinus
Eye
Ethmoid sinus
Maxillary sinus
Superior concha
Middle concha
Inferior concha
8. Nasal septum
Nose
Eye
Anterior ethmoid sinus
Middle ethmoid sinus
Posterior ethmoid sinus
Sphenoid sinus
Optic nerve
8. Frontal lobe
Fungsi Sinus Paranasal
Fungsi dari sinus paranasal sampai saat ini belum terdapat kesepakatan yang sama,
dan penelitian untuk mengungkapkan apa sesungguhnya fungsi dari sinus sinus ini masih
terus dilakukan.
Beberapa teori yang diungkapkan untuk fungsi dari sinus paranasal ini adalah :
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan suhu.
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
7. Mengurangi berat dari tengkorak.
frontal. Jenis pemeriksaan ini dilakukan jika sarana untuk pemeriksaan radiologik tidak
tersedia. Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap didaerah infraorbita,mungkin
berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau neoplasma di dalam antrum.
Pemeriksaan radiologik dilakukan jika dicurigai adanya kelainan sinus paranasal.
Posisi yang rutin digunakan adalah posisi Waters, P-A dan lateral. Posisi Waters terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior-anterior
untuk menilai sinus frontal, sedangkan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sfenoid dan
etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT scan.
Pemeriksaan sinoskopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan endoskop yang
dimasukkan ke dalam sinus maksila melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di
fosa kanina. Dalam pemeriksaan tersebut dilihat apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi,
massa tumor atau kista, keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
BAB III
SINUSITIS
8
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Penamaan dari sinusitis ini adalah
sesuai dengan nama anatominya. Jika yang terkena beberapa sinus disebut multisinusitis dan
jika yang terkena seluruhnya disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah
sinusitis maksila (antrum Highmore) . Hal ini dikarenakan : 1) Sinus maksilaris merupakan
sinus paranasal yang terbesar.2) sinus maksilaris mempunyai letak ostium yang lebih tinggi
dari dasar, sehingga aliran sekret dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.3)
Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan infeksi sinus maksilaris. Dan 4) Ostium sinus maksila terletak di meatus
medius disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Patofisiologi
Jika terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang yang letaknya berhadapan
akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus sehingga silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Dan jika proses ini terjadi terus menerus,
maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi
oleh bakteri anaerob, yang selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista.
Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut dari 4 minggu sampai 3
bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
SINUSITIS AKUT
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi,
obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebakan terjadinya sinusitis akut ialah :
1. Rinitis akut
2. Infeksi faring
3. Infeksi gigi rahang atas
4. Berenang dan menyelam
5. Trauma
6. Barotrauma
Gejala sinusitis akut
Gejala subjektif :
1. Gejala sistemik ( demam dan rasa lesu)
2. Gejala lokal (ingus kental yang berbau dan mengalir ke nasofaring)
a. Hidung tersumbat
b. Rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga
ditempat lain ( referred pain).
c. Sinusitis maksila ( nyeri di bawah kelopak mata, menyebar ke alveolus
nyeri gigi, nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga)
d. Sinusitis etmoid ( nyeri pada pangkal hidung dan kantus medius, kadang
dirasakan pada bola mata, nyeri alih pada pelipis).
e. Sinusitis frontal ( nyeri terlokalisasi di dahi atau diseluruh kepala)
f. Sinusitis sfenoid ( nyeri di verteks, oksipital di belakang bola mata dan di
daerah mastoid).
Gejala objektif :
10
11
sfenoid yang letak muaranya dibawah dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz
Displacement Therapy).
Pungsi dan Irigasi Sinus Maksila
Dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila.
Caranya dengan memakai trokar yang ditusukan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar
mata atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garan
fisiologis. Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina.
Pencucian Proetz (Proetz Displacement Therapy).
Prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk
dapat menghisap sekret keluar. Diteteskan vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5-1,5%) untuk
membuka ostium yang kemudian masuk kedalam sinus. Sementara pasien harus mengatakan
kak-kak-kak supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan orofairng
tertutup.
SINUSITIS KRONIK
POLUSI BAHAN KIMIA
SILIA RUSAK
OBSTRUKSI
MEKANIK
GANGGUAN
DRAINASE
PERUBAHAN
MUKOSA
ALERGI DAN
DEFISIENSI
IMUNOLOGIK
INFEKSI KRONIK
PENGOBATAN YANG
TIDAK SEMPURNA
Gejala subjektif :
1. Post nasal drips
2. Gatal dan rasa tidak nyaman di tenggorokan
3. Pendengaran terganggu tersumbatnya tuba auditiva
12
4. Nyeri kepala
5. Gejala matapenjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
6. Batuk dan kadang-kadang komplikasi paru berupa bronkitis atau bronkiektsis atau
asma bronkial
7. Gastroenteritis pada anak.
Gejala objektif :
1. Pada rinoskopi anterior sekret kental purulen
2. Rinoskopi anterior sekret purulen di nasofaring turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi bermacam-macam kuman seperti Streptococcus aureus ,
H. Influenza, dan S.viridans.
Diagnosis :
Dibuat berdasarkan :
1. Anamnesis yang cermat
2. Rinoskopi anterior
3. Rinoskopi posterior
4. Transiluminasi
5. Pemeriksaan radiologik
6. Naso endoskopi
7. CT scan.
Terapi
Terapinya diberikan antibiotik sekurang-kurangnya 2 minggu. Dapat dibantu dengan
diatermi gelombang pendek selama 10 hari pada daerah yang sakit. Pungsi dan irigasi sinus
untuk pembersihan sekret.
Untuk sinusitis kronis, jika terapi dan tindakan tindakan tersebut di atas sudah
dilakukan tetapi tidak ada perubahan, maka dipikirkan untuk tindakan yang radikal, seperti :
1. Operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.
2. Operasi etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk sinus etmoid.
3. Operasi Killian untuk sinus frontal.
13
Dewasa ini telah dikembangkan teknik operasi sinus yang tidak radikal, yang sifatnya
tidak radikal disebut bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Prinsipnya membersihkan
daerah osteomeatal.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi :
1. Manifestasi ke mata : nyeri/edem, selulitis atau abses orbita
2. Osteomielitis maksila atau frontal
3. Manifestasi ke intrakranial : meningitis, abses subdura, abses otak, trombosis sinus
kavernosus
4. Terbentuknya fistel, piokel atau mukokel
5. Kelainan paru : bronkitis, bronkiektasis, bisa sebagai pencetus asma bronkial.
14
KESIMPULAN
1. Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.
2. Sinusitis paling sering terjadi pada sinusitis maksilaris, dikarenakan 1) Sinus
maksilaris merupakan sinus paranasal yang terbesar.2) sinus maksilaris mempunyai
letak ostium yang lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret dari sinus maksila
hanya tergantung dari gerakan silia.3) Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan infeksi sinus
maksilaris. Dan 4) Ostium sinus maksila terletak di meatus medius disekitar hiatus
semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
3. Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut dari 4 minggu
sampai 3 bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
4. Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa sinusitis adalah Inspeksi,
Palpasi, Rinoskopi anterior, Rinoskopi posterior, Transiluminasi, Radiologik, dan
Sinoskopi.
5. Terapinya diberikan antibiotik spektrum luas atau yang sesuai dengan tes resistensi
kuman, selama 10-14 hari. Dekongestan, Obat tetes hidung hanya diberikan terbatas
5-10haririnitis medikamentosa. Diberikan analgetik, Antihistamin dan Mukolitik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anatomy.uams.edu/anatomyhtml, Medical Gross Anatomy, copyright 1997.
Piccirillo, Jay F. 2004. Acute Bacterial Sinusitis. www.nejm.org.
Soepardi, Efiaty Arsyad dan Nurbaiti Iskandar (ed.). 2003. Buku Ajar Telinga Tenggorok
Kepala Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soepardi, Efiaty Arsad, dkk (Ed.) 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga
Hidung Tenggorok Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
www.sinusinfocenter.com
www.dochazenfield.com
16
17