TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Panggul
2.1.1. Tulang Panggul
Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigis, dan
dua tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis.
Tulang-tulang inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis
sakroiliaka dan bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis
pubis (Cunningham, et al, 2010).
Panggul dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik
dari promontorium sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
a. Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
b. Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yaitu: arpertura pelvis
superior (pintu atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah
panggul) (Baun, 2005).
Selama proses kelahiran pervaginam, bayi harus dapat melewati
kedua pembukaan panggul sejati ini (Amatsu Therapy Association and
Amatsu Association of Ireland, 2006).
vera
tidak
menggambarkan
jarak
terpendek
antara
ginekoid
dan
panggul
anteriornya
berbentuk
android.
lainnya.
c. Diameter bitemporalis (8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura
temporalis.
d. Diameter oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian yang paling
menonjol dari oksiput.
e. Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm), mengikuti garis yang ditarik
dari bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan bawah tulang
oksipitalis tepat di pertemuan tulang ini dengan leher.
tebesar
kepala,
berdasarkan
bidang
diameter
2.4. Distosia
2.4.1. Definisi
Secara harafiah, distosia berarti persalinan sulit yang ditandai oleh
terlalu lambatnya kemajuan persalinan (Cunningham, et al., 2010). Suatu
persalinan juga dianggap mengalami hambatan jika bagian presentasi janin
tidak mengalami kemajuan melewati jalan lahir, walaupun dengan kontraksi
uterus yang adekuat (Dolea & AbouZahr, 2003).
2.4.2. Etiologi
Menurut American College of Obstericians and Gynecologists
(ACOG) distosia dapat terjadi akibat abnormalitas dari 3 faktor:
a. Power (kekuatan) kontraktilitas uterus dan daya ekspulsif ibu.
b. Passanger melibatkan janin.
c. Passage (jalan lahir) melibatkan panggul.
(Cunningham, et al., 2010)
2.4.3. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko seorang wanita mengalami distosia:
a. Ukuran tubuh kecil
Multipara
Anjuran
Penanganan
> 20 jam
> 14 jam
Tirah baring
<1,2 cm/jam
< 1,4cm/jam
<1,0 cm/jam
<2,0 cm/jam
> 3 jam
> 1 jam
> 2 jam
> 2 jam
3. Kemacetan penurunan
> 1 jam
> 1jam
4. Kegagalan penurunan
(-) penurunan
(-) penurunan
Pola Persalinan
Prolongation Disorder
Penanganan
Khusus
Oksitosin/
seksio sesarea
Protraction Disorder
1. Perlambatan dilatasi
pada fase aktif
2. Perlambatan waktu
Menunggu
Seksio sesarea
dan suportif
untuk CPD
penurunan kepala
Arrest Disorder
1. Memanjangnya fase
deselerasi
2. Kemacetan pembukaan
sekunder
Evaluasi CPD:
- CPD: seksio
sesarea
- Non CPD:
Istirahat bila
kelelahan
Seksio sesarea
oksitosin
a. Kapasitas panggul
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul dapt menyebabkan distosia pada persalinan. Dapat
terjadi penyempitan pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu
bawah panggul, atau penyempitan panggul secara keseluruhan akibat
kombinasi hal-hal tersebut.
b. Dimensi janin terhadap panggul
Ukuran
janin
tunggal
jarang
dapat
menjelaskan
kegagalan
2.5.3. Klasifikasi
Klasifikasi klinis disproporsi fetopelvik dibagi menjadi disproporsi
absolut dan relatif.
a. Disproporsi fetopelfik absolut
Permanen (maternal)
- penyempitan panggul
- eksotosis panggul
- spondilolistesis
- tumor sakrokoksigeal anterior
Temporer (fetal)
- hidrosefalus
- makrosomia
b. Disproporsi fetopelvik relatif
presentasi bahu
presentasi wajah
posisi oksipitoposterior
defleksi kepala
2.5.4. Diagnosis
Pengukuran terhadap ibu dan janin telah diupayakan untuk
mendeteksi disproporsi fetopelvik sebelum onset persalinan. Penaksiran
ukuran panggul internal dapat dilakukan dengan menggunakan X-ray
pelvimetry, ultrasound, dan magnetic resonance imaging (MRI).
Stewart, Cowan, dan Philpott mencoba melakukan konfirmasi diagnosis
disproporsi fetopelvik mayor dengan mengadakan pemeriksaan X-ray
pelvimetry setelah persalinan. Dari pemeriksaan mereka, wanita-wanita
Zimbabwe dan Afrika Selatan dengan jenis panggul platipeloid cenderung
mengalami disproporsi fetopelvik. Namun, disimpulkan bahwa X-ray
pelvimetry tidak banyak bermanfaat dalam memprediksi dan mendiagnosis
terjadinya disproporsi fetopelvik.
Pada awal tahun 1990, X-ray pelvimetry digantikan oleh CT
pelvimetry.
CT
pelvimetry
dinilai
memberikan
keuntungan
dalam
akurasi
dibandingkan
metode-metode
sebelumnya
dalam
tapi kebanyakan
2.7.4. Teknik
Menurut Berghella (2005), ada beberapa teknik seksio sesarea yaitu:
a. Insisi abdomen
Biasanya dengan melakukan insisi vertikal pada bagian tengah atau
insisi transversal.
Insisi vertikal
Insisi vertikal garis tengah infraumbilikus merupakan insisi yang
paling cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat
lahir tanpa kesulitan. Oleh karena ini, panjang insisi harus sesuai
dengan taksiran ukuran janin. Pembebasan secara tajam dilakukan
sampai batas vagina m.rektus abdominis lamina anterior, yang
dibebaskan dari lemak subkutis untuk memperlihatkan sepotong fasia
di garis tengah dengan lebar sekitar 2 cm. otot rektus dan piramidalis
dipisahkan di garis tengah secara tajam dan tumpul untuk
memperlihatkan fasia transversalis dan peritoneum.
Insisi transversal
Melalui insisi Pfannenstiel, kulit dan jaringan subkutan disayat
dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung.
Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi
batas lateral otot rektus. Insisi jenis ini memiliki keunggulan
kosmetik. Namun, insisi jenis ini juga memiliki kekurangan. Pada
sebagian wanita, pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak
sebaik pada insisi vertikal. Apabila diperlukan ruang lebih banyak,
insisi vertikal dapat dengan cepat diperluas melingkari dan ke atas
pusar, sementara pada insisi Pfannenstiel hal ini tidak dapat dilakukan.
Apabila diinginkan insisi transversal, namun diperlukan ruang yang
lebih lega, insisi Maylard merupakan pilihan yang aman. Pada insisi
ini, otot rektus dipisahkan dengan menggunakan gunting dan skapel.
b. Insisi uterus
Sebagian besar insisi dibuat di segmen bawah uterus secara
transversal, atau yang lebih jarang, secara vertikal. Insisi transversal