Bab I Ag Revisi 1,1
Bab I Ag Revisi 1,1
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Menentukan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi, baik pada masing-masing
packing maupun secara keseluruhan, pada berbagai komposisi gas CO2
dalam udara dan laju alir absorban (air).
2. Membandingkan hasil analisa gas CO2 dalam udara yang diukur
berdasarkan Hempl Analisis dengan yang berdasarkan pengukuran laju
alir.
3. Membandingkan jumlah CO2 yang terabsorbsi hasil percobaan dengan
yang diperoleh dari neraca massa.
1.2 Proses Transfer Massa
Transfer massa merupakan migrasi suatu komponen dari campuran yang
terjadi karena adanya perubahan dalam keseimbangan sistemnya yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi. Adanya perbedaan konsentrasi zat kimia
antara bahan dan lingkungan disebut sebagai driving force atau gaya penggerak
dari proses transfer massa. Perpindahan tersebut dapat terjadi dalam satu fase
maupun antara satu fase dengan fase lainnya (Singh and Heldman, 2001).
Proses transfer massa dipengaruhi oleh:
1
Konsentrasi
Waktu
Suhu
Semakin tinggi suhu maka pori-pori semakin besar karena protein pada
membran rusak (terdenaturasi) dan proses difusivitas semakin cepat.
Tekanan osmosis
Porositas
Semakin besar/semakin banyak pori pada bahan maka semakin cepat
transfer massa (Singh and Heldman, 2001).
Perpindahan massa berlangsung melalui proses difusi, maka proses-proses
pemisahan yang melibatkan proses difusi juga disebut sebagai operasi difusional.
Difusi terjadi apabila fasa-fasa yang ada tidak berada dalam kesetimbangan, dan
akan berakhir saat kesetimbangan sudah tercapai. Hampir semua proses
pemisahan dengan difusi terjadi melalui kesetimbangan antara dua fasa yang tidak
saling
melarutkan
yang
mempunyai
perbedaan
komposisi
pada
saat
Absorpsi Gas
Absorpsi gas adalah proses pemisahan gas yang tidak diinginkan dari
campurannya. Proses kontak antara campuran gas dan cairan bertujuan untuk
menghilangkan
salah
satu
komponen
gas
dengan
cara
melarutkannya
menggunakan cairan yang sesuai. Proses absorbsi ini melibatkan difusi partikelpartikel gas ke dalam cairan. Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi
absorbsi adalah kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam kesetimbangan,
tekanan operasi, serta temperatur. Pada umumnya, naiknya temperatur
menyebabkan kelarutan gas menurun (Kartohardjono, 2007).
Pada absorpsi gas, uap yang dapat larut diserap dari campuranya dengan
gas tak aktif atau gas lembam (inert gas) dengan bantuan zat cair dimana gas
terlarut (solute gas) dapat larut, banyak atau sedikit. Pada absorpsi gas CO 2
menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi dengan air melalui persamaan sebagai
berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana
konstanta kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H + dan HCO3juga sangat kecil. Karena itu, proses absorbsi CO2 dengan air lebih dinyatakan
sebagai absorbsi fisika, bukan absorbsi kimia (Kartohardjono, 2007).
Jenis-jenis bahan yang sering digunakan sebagai absorban adalah air
(untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan
cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan
asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa).
1.4 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorbsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh absorben adalah sebagai berikut:
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorbsi yang besar,
tujuannya agar gas yang berada dalam campurannya dapat diserap oleh
absorban dengan baik.
2. Memiliki tekanan uap yang rendah, hal ini diperlukan agar absorban yang
digunakan tidak mudah menguap. Jika absorban mudah menguap maka
absorban tersebut akan mudah teruapkan dan ikut bersama campuran gas
yang akan dipisahkan.
3. Tidak korosi, hal ini dimaksudkan agar kolom absorbsi dapat digunakan
dalam jangka panjang.
4. Mempunyai viskositas yang rendah, agar absorban dapat mengalir dan
dapat terkontakan dengancampuran yang akan dipisahkan.
5. Murah dalam pembeliannya agar menghemat biaya dalam operasi absorbsi
gas.
6. Tidak beracun, tidak mudah terbakar, stabil, dan memiliki titik beku yang
rendah (Treybal,1973).
1.5
absorben yang dikontakkan satu sama lain secara intensif, biasanya dalam arah
berlawanan. Untuk maksud tersebut absorben didistribusikan sebaik mungkin
(permukaan dibuat luas), dengan bantuan perlengkapan yangkhusus misalnya
(penyemprot, bahan pengisi, pelat, benda rotasi). Gas dialirkan melalui tirai cairan
yang terbentuk.
Agar terjadi perpindahan massa dan panas yang baik, umumnya lebih
menguntungkan jika operasi dilakukan dengan cara laju alir cairan dan gas yang
setinggi mungkin. Namun seperti pada kolom rektifikasi, operai harus tetap di
bawah batas peluapan.
Besarnya absorben (juga kuantitas absorben yang diperlukan) tidak
hanya ditentukan oleh jumlah gas yang akan diolah, melainkan juga oleh daya
melarutkan dari absorben dan kecepatan pelarutan.
Absorbsi kimia misalnya sering berlangsung begitu cepatnya sehingga
diperlukan jumlah tahap yang lebih sedikit daripada absorbsi fisik (alat menjadi
lebih kecil). Seperti telah disinggung sebelumnya, pada proses absorbsi sering
diperlukan perlengkapan pendingin. Alat ini dapat dijadikan satu dengan absorber
atau dipasang dalam sistem sirkulasi absorber. Pada operassi kontinyu harus
tersedia dua absorber secara bergantian, alat yang satu digunakan untuk absorbsi
dan alat yang lain untuk regenerasi absorben yang telah terbebani. Kadang-kadang
satu kali absorbsi tidak cukup untuk memisahkan campuran multi komponen.
Dalam hal ini, dua atau lebih absorben harus dipasang secara seri.
Dengan cara tersebut dimungkinkan misalnya untuk membersihkan gas
buang yang berasal dari berbagai reaktor, gas tersebut dapat berupa campuran
yang mengandung gas yang bersifat netral asam dan basa.
Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga absorber yang
dihubungkan secara seri (dengan air, natrium hidroksida dan asam sulfat). Selain
itu absorber seringkali digunakan untuk melakukan presipitasi bahn-bahan padat
(debu) dalam kuantitas kecil yang ikut terbawa dalam campuran gas.
Alat-alat absorbsi yang terpenting adalah alat pencuci seperti contoh
menara:
1)
Menara pencuci dan menara lintang
4
2)
3)
4)
5)
6)
1.6
Pencuci pusaran
Pencuci pancaran
Pencuci rotasi
Pencuci venture
Alat pemisah loncatan tekanan.
Peristiwa Absorbsi
Ada tiga teori dasar yang menjelaskan tentang peristiwa absorbsi, yaitu
antara lain :
1.6.1
lainnya, dan laju difusi di dalam kedua fase tersebut mempengaruhi laju
perpindahan massa keseluruhan. Dalam teori ini Whitman menyatakan bahwa
kesetimbangan diasumsikan terjadi pada permukaan batas (interface) antara fase
gas dan cairan sehingga tahanan perpindahan massa pada kedua fase ditambahkan
untuk memperoleh tahanan keseluruhan. Model ini menggambarkan tentang
adanya lapisan difusi. Perpindahan massa yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi
dan jarak perpindahan massa, yaitu ketebalan film tersebut.
Jika cairan mempunyai komposisi tetap, konsentrasi pada bagian film akan
menurun dari A*pada permukaan sampai Ao pada cairan bagian ruah. Di sini tidak
terjadi konveksi pada film dan gas terlarut melewati film tersebut hanya oleh
difusi molekuler.
Proses difusi berlangsung efektif bila lapisan film tipis. Lapisan film yang
tipis akan meniadakan terjadinya tahanan dari lapisan itu (tahanan makin kecil),
sehingga proses perpindahan massa tidak terganggu. Untuk mendapatkan lapisan
yang tipis, kondisi dari kedua aliran fase harus diatur yaitu diusahakan membuat
aliran yang turbulen, karena pada lapisan film yang tipis akan diperoleh gradien
konsentrasi yang kecil, sehingga proses absorpsi berjalan sangat cepat dengan
keadaan menjadi steady state.
Untuk sistem dimana konsentrasi solute dalam gas dan liquid adalah kecil,
maka laju transfer massa dapat dinyatakan oleh persamaan yang memperkirakan
laju
transfer
massa
yang
sebanding
dengan
perbedaan
diantara
CO2 melalui lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan
antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari
lapisan gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2 terlarut dengan
gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH (Perry, 1984)
Adapun prinsip dari peristiwa absorbsi mengikuti hukum Henry yaitu
konsentrasi gas terlarut dalam suatu larutan berbanding lurus dengan tekanan
parsial gas yang berada diatas larutan jadi semakin besar konsentrasi gas terlarut
maka semakin besar tekanan
Teori Penetrasi
Teori penetrasi ini dikemukakan oleh Higbie, teori ini menyatakan
mekanisme perpindahan massa melalui kontak antara dua fasa, yaitu fasa gas dan
fasa liquid. Dalam pernyataannya, Higbie menekankan agar waktu kontak lebih
lama, Higbie untuk pertama kalinya menerapkan teori ini untuk absorpsi gas
dalam liquida yang menunjukkan bahwa molekul-molekul yang berdifusi tidak
akan mecapai sisi lapisan tipis yang lain jika waktu kontaknya pendek.
sedemikian rupa, dimana cairan mengalir dari atas dan gas mengalir dari bawah
(counter current). Gas dan cairan yang masuk dan keluar dapat dianalisa untuk
mengetahui jumlah gas yang diserap.
Untuk lebih lanjutnya, kolom absorbsi terbagi dalam berbagai jenis, antara
lain:
1.7.1 Spray Tower
Cairan masuk
Gas keluar
gas masuk
Cairan keluar
Menara Gelembung
Cairan masuk
Gas keluar
Cairan keluar
gas masuk
tahanan pada fasa cairan yang mengontrol kecepatan perpindahan massa secara
keseluruhan. Kondisi ini terjadi untuk gas-gas yang tidak mudah larut.
1.7.3
Gas keluar
gas masuk
Cairan keluar
10
Gambar 1.6 Jenis-Jenis Isian (a) Raschig rings (b) Pall rings (c) Berl saddle
ceramic(d) Intalox saddle ceramic (e) Metal Hypac ( f ) Ceramic
(Geankoplis, 1993)
Dalam menara yang berisi isian tertentu dan dialiri dengan aliran fluida
tertentu, terdapat suatu limit atas bagi aliran gas. Kecepatan gas yang sehubungan
dengan limit ini disebut kecepatan pembanjir (flooding velocity). Besarnya dapat
ditentukan dengan memeriksa hubungan penurunan tekanan melalui hamparan
isian, dengan laju aliran gas, atau dengan mengamati holdup zat cair, dan dari
penampilan visual isian tersebut.
Karakteristik fisik berbagai isian itu didaftarkan pada Tabel 2.1 (Mc Cabe et
al, 1984).
Tabel 1.1 Sifat-sifat menara isian
Jenis
Bahan
Pelana
berl
Keramik
Pelana
intalok
Keramik
Cincin
raschin
g
keramik
Ukur
an
Kecil
, in.
1
1
1
1
2
3
1
1
2
Densita
s
Bulk,
*lb/ft3
54
45
40
46
42
39
38
36
55
42
43
41
Luas
Total,
lb/ft3
Rembesa
n
142
76
46
190
78
59
36
28
112
58
37
28
0,62
0,68
0,71
0,71
0,73
0,76
0,76
0,79
0,64
0,74
0,73
0,74
Faktor isian **
Fp
fp
240
110
65
200
92
52
40
22
580
155
95
65
1,58
1,36
1,07
2,27
1,54
1,18
1,0
0,64
1,52
1,36
1
0,92
11
Baja
1
30
63
0,94
48
1,54
1
24
39
0,95
28
1,36
Cincin
2
22
31
0,96
20
1,09
pall
Polipro1
5,5
63
0,90
52
1,36
1
4,8
39
0,91
40
1,18
pilen
* Densitas bulk dan luas total memberikan volume per satuan kolom.
** Faktor Fp adalan faktor penurunan tekanan dan fp adalah koefisien
perpindahan massa relatif
Berdasarkan data NH3-H2O; faktor lain berdasarkan data CO2-HaOH
Sumber: Mc Cabe, 1984.
1.7.4
Gas keluar
gas masuk
Cairan keluar
CO 2 2 NaOH Na 2 CO 3 H 2 O
12
13
X=
x
1 x
...
(1.4)
Y=
y
1 y
...
(1.5)
Dengan konsentrasi dasar bebas solute, maka kecepatan aliran yang
digunakan sekarang adalah kecepatan aliran dengan babas solute yaitu Ls dan Gs,
sehingga persamaan (2) menjadi :
Gs ( Y1-Y2 ) = Ls ( X1-X2 )(1.6)
Gambar 1.9 Transfer Massa Dalam Keadaan Tetap Arus Berlawanan (Mc Cabe,
1984)
BAB II
14
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1
1.
2.
3.
4.
2.2
larutan NaOH
Air
Gas CO2
Udara
1.
15
4. V1
= 20 ml
2.4
Prosedur Percobaan
2.4.1
Persiapan alat
Isi tabung bola dengan larutan
NaOH 1 M hingga skala 0
Persiapan alat
Isi tangki penyimpanan
cairan sampai bagian
dengan air bersih
Hubungkan
tabung
Buka
S1/S2/S3
untuk
penghisap
dengan
Tarik
piston hingga
terisi
pengambilan
sampel
tabung
bola
fluida 20 ml
16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
3.1
kemudian cairan penyerap (air) dialirkan melalui pompa ke bagian atas menara,
gas CO2 dialirkan setelah pembersihan dilakukan dan laju alir dari tiap fluida di
tentukan. Gas CO2 dan udara dialirkan melalui bagian bawah menara. Di dalam
menara terjadi transfer massa antar kedua fasa, yaitu fasa gas dan fasa cair.
Setelah terjadi transfer massa didalam menara, jumlah gas yang terabsorbsi
dihitung dengan menggunakan alat hempl analyzer.
Dalam menganalisa jumlah gas CO 2 dalam udara, pengambilan sampel
dilakukan pada bagian bawah (S3), tengah (S2) dan atas (S1) menara. Fraksi gas
CO2 di udara dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Fraksi CO2 pada Masing-masing Bagian Kolom
laju alir
air (F1)
laju alir
udara (F2)
Laju alir
CO2 (F3)
L/menit
L/menit
L/menit
20
Perhitungan Yi
V2/V1
0.05
0.07
0.075
0.085
0.05
0.065
0.1
0.12
0.04
0.08
0.1
0.12
S1
F3/(F2+F3)
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3
0.1304347
8
0.1666666
7
0.2
0.2307692
3
V2/V1
0.07
0.08
0.12
0.125
0.14
0.09
0.125
0.155
0.075
0.12
0.145
0.15
S2
F3/(F2+F3)
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692
0.1304348
0.1666667
0.2
0.2307692
V2/V1
0.09
0.12
0.155
0.165
0.165
0.115
0.19
0.205
0.165
0.19
0.2
0.225
S3
F3/(F2+F3)
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
18
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka didapat kurva perbandingan nilai
fraksi CO2 dari laju laju alir dan fraksi CO 2 dari analisa hempl pada valve S3, S2
dan S1
0.24
0.22
0.2
0.18
V2/V1
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
0.11
0.16
0.21
F3/(F2+F3)
Gambar 3.1 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S3
0.17
0.15
0.13
V2/V1 0.11
0.09
0.07
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
F3/(F2+F3)
Gambar 3.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S2
19
0.12
0.1
0.08
V2/V1 0.06
0.04
0.02
0
0.1
0.15
0.2
0.25
F3/(F2+F3)
Gambar 3.2 Kurva Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Laju alir dan Fraksi
CO2 dari Analisa Hempl pada Valve S1
Dari gambar 3.1, 3.2 dan 3.2 dapat dilihat fraksi gas CO2 pada masingmasing bagian kolom dengan berbagai variasi laju alir udara (F2) dan laju alir gas
CO2 (F3). Perhitungan fraksi gas CO2 diudara menggunakan hempl analyzer dan
metoda laju alir, dimana berdasarkan teori nilai keduanya haruslah sama.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, fraksi gas CO2 diudara yang didapat dari
hempl analyzer dan metoda laju alir menunjukkan angka perbedaan yang relatif
kecil. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaiaan diantara kedua metode yang
digunakan.
Secara keseluruhan terlihat bahwa fraksi gas CO2 pada bagian bawah kolom
(S3) adalah yang terbesar jika dibandingkan pada bagian tengah kolom (S 2)
ataupun pada bagian atas kolom (S1). Hal ini disebabkan bagian bawah kolom
adalah sumber masuknya gas CO2 dan udara, jadi dapat dikatakan belum
terjadinya proses perpindahan massa gas CO2 ke absorben (air). Dengan demikian
dapat dijelakan gas CO2 yang terabsorbsi tertinggi adalah pada kolom S1.
3.2 Perbandingan Hasil Analisa Gas CO2 dalam Udara yang Di Ukur
Berdasarkan Hempl Analyzer dan Pengukuran Laju Alir
Jumlah gas CO2 yang berada pada udara berdasarkan hasil pengukuran
analisis hempl dengan pengukuran laju alir memiliki perbedaan yang relatif kecil
20
(dapat dilihat pada Tabel 3.1). Tetap terdapat perbedaan nilai. Perbedaan nilai
tersebut terjadi karena tekanan yang diberikan pada saat mendorong dan menarik
piston tidaklah sama. Selain itu adanya gelembung udara pada pipa saluran NaOH
juga mengakibatkan sulitnya pembacaan skala V2 secara akurat sebagai volume
gas CO2 dalam udara.
3.3 Perbandingan Jumlah CO2 yang Terabsorbsi pada Percobaan dengan
Neraca Massa
Percobaan dilakukan dengan variasi laju alir air (F1) 3 L/menit, 4 L/menit
5 L/menit serta variasi laju alir CO2 (F3) 3 L/menit, 4 L/menit, 5 L/menit, 6
L/menit dengan laju alir udara (F2) tetap yatitu 20 L/menit. Sampel diambil pada
bagian bawah, tengah dan atas menara dengan menggunakan piston yang telah
dibersihkan.
Perhitungan gas CO2 yang terabsorbsi dengan neraca massa sebagai berikut:
(CO2)input (CO2)output
= (CO2)absorbed
= Fa2 3
= Fa2 3 (1 Y0 2)
Fa2 3
( F 2 + F3 ) Y 1 [ ( F 2 + F3 ) Y 02 ]
1Y 02
(Y 1Y 02)
Fa1 3 1Y 02 ( F 2+ F 3 )
Dimana : Fa2-3 = jumlah CO2 terabsorbsi pada bagian tengah kolom (S1)
Y0-2 = fraksi volume CO2 pada tengah kolom (S1)
Yi
21
YiY 0 2
1Y 02
laju
alir
udara
F2
laju alir
CO2 F3
l/meni
t
l/menit
l/menit
20
V1
(ml)
Perhitungan Yi
V2 (ml)
1.4
1.6
2.4
2.5
2.8
20
1.8
2.5
3.1
1.5
2.4
2.9
0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1
0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1
0.13043478
3
0.16666666
7
0.2
0.23076923
1
Fa2-3
0.07
0.08
0.12
0.125
0.14
0.09
0.125
0.155
0.075
0.12
0.145
0.15
23
0.09
0.4946237
24
25
0.12
0.155
1.0434783
0.9943182
26
0.165
1.1885714
23
0.165
0.6686047
24
25
0.115
0.19
0.6593407
1.8571429
26
0.205
1.5384615
23
0.165
2.2378378
24
25
0.19
0.2
1.9090909
1.6081871
26
0.225
2.2941176
Tabel 3.3 Hasil Percobaan pada Bagian Atas Menara (valve 1) atau
laju alir
air F1
l/menit
laju alir
udara
F2
l/menit
laju alir
CO2
F3
l/menit
Yi
Y0-2 =
(V2/V1)0-2
F3/(F2+F3)
F2+F
3
absorbsi
CO2
S1
Perhitungan Yi
V1
(ml)
V2
(ml)
F3/(F2+F3)
Y01=(V2/V1)01
F2+F3
Yi
Fa1-3
22
20
3
4
5
6
3
4
5
6
3
4
5
6
20
1
1.4
1.5
1.7
1
1.3
2
2.4
0.8
1.6
2
2.4
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.130434783
0.166666667
0.2
0.230769231
0.05
0.07
0.075
0.085
0.05
0.065
0.1
0.12
0.04
0.08
0.1
0.12
23
24
25
26
23
24
25
26
23
24
25
26
0.09
0.12
0.155
0.165
0.165
0.115
0.19
0.205
0.165
0.19
0.2
0.225
0.968421053
1.290322581
2.162162162
2.273224044
2.784210526
1.28342246
2.5
2.511363636
2.994791667
2.869565217
2.777777778
3.102272727
2.5
2
laju absorbsi
1.5
0.5
0
0
100
150
Gambar 3.4 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 3 L/menit
23
3
2.5
laju absorbsi
1.5
0.5
0
0
50
100
150
Gambar 3.5 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 4 L/menit
3.5
3
2.5
2
0.5
0
0
50
100
150
Gambar 3.5 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada Laju Alir Air 5 L/menit
Gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 diatas merupakan hubungan antara tinggi
kolom dengan jumlah CO2 yang terabsorbsi dengan menggunakan air sebagai
absorben dengan laju alir CO2 sebesar 3, 4 ,5 dan 6 L/menit, serta laju alir udara
20 L/menit.
24
Tabel 3.4 Hubungan antara Jumlah CO2 yang Terabsopsi dengan Ketinggian
Kolom pada laju alir air 3,4 dan 5 l/menit
Laju alir air 3
L/menit
S3
S2
S1
0 cm
70,25
cm
140,5
cm
70,25
cm
140,5
cm
70,25
cm
140,5
cm
3 L/menit
CO2
0
0,494623
656
0,968421
053
0
0,668604
651
2,784210
526
0
2,237837
838
2,994791
667
0
0,994318
18
2,162162
16
6 L/menit
CO2
0
1,188571
2,273224
0,659341
0
1,857142
86
1,538462
1,283422
2,5
2,511364
0
1,909091
2,869565
0
1,608187
13
2,777777
78
0
2,294118
3,102273
25
Kolom pada Laju Alir Air 5 L/menit, diperoleh jumlah gas CO 2 yang terabsopsi
tertinggi yaitu pada laju absorbsi gas CO2 6 l/menit sebesar 3,102273.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
4.1 Kesimpulan
Untuk kolom S1 dengan laju alir air 3 L/min, laju alir udara 20 L/min dan
laju alir CO2 3,4,5 dan 6 L/min, diperoleh CO2 yang terabsorbsi berturut-
2.
3.
L/min, laju alir udara 20 L/min dan laju alir CO2 3 L/min
Semakin besar laju alir air dan semakin rendah laju alir CO2 maka semakin
4.
26
4.1
Saran
1. Teliti dalam melihat kenaikan V2 pada NaOH sehingga mendapatkan data
yang akurat
2. Sebaiknya dalam setiap run di lakukan pergantian larutan NaOH untuk
mencegah terbentuknya garam Natrium Karbonat
27