Bab I, Ii, Iii Dafus
Bab I, Ii, Iii Dafus
PENDAHULUAN
1.1
Tinjauan Pustaka
1.1.1 Oleokimia
Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak,
yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Pada dasarnya
oleokimia yang berasal dari bahan baku alami menunjukkan sebagai oleokimia
alami. Bahan baku oleokimia sebagian besar berasal dari lemak hewan dan
minyak nabati. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung
dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat
memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak.
Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang
penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik,
flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, dan pelumas.
Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida
sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha
masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat
jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi
bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik,
banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati
tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah
kelapa sawit menjadi asam lemak.
1.1.2
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak yang digunakan segabai bahan bakar
alternatif pengganti petrodiesel yang dibuat melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati seperti CPO dan minyak kelapa. Biodiesel bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur.
Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau dicampur
dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10%
biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10. Biodiesel
juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar seperti:
1
Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasala dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam sushu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambaha rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan
(Ketaren, 1986).
1.1.4
Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH 3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau
yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
1.1.6
Metode Transesterifikasi
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65C (titik
didih metanol sekitar 65C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur
yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan
waktu reaksi yang lebih lama.
1.1.7 Metode Esterifikasi
Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi
asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada
minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
berbeda-beda. Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat
42%, asam linoleat 9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat
2% (Puspita, 2008).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung
dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada
Gambar 1.3 berikut:
Tujuan
Menjelaskan proses dan pengaruh variable proses pada pembuatan metil
ester asam lemak.
Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metil ester asam lemak.
Bekerja sama dalam tim.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1
Alat-alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.2
Ketel reaksi
Buret
Corong pisah
Erlenmeyer
Gelas kimia
Pipet tetes
Kondensor
8. Penangas air
9. Neraca analitik
10. Piknometer
11. Termometer
12. Cawan petri
13. Corong kaca
Bahan-bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Minyak Goreng
Metanol
H2SO4 pekat
NaOH
Etanol 96%
Indikator PP
Asam oksalat
Akuades
2.3
Prosedur Percobaan
2.3.3
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
lemak dari reaksi transesterifikasi antara minyak kemasan dan metanol dengan
katalis H2SO4 . Perbandingan mol antara minyak dengan metanol adalah 1 : 6 dan
katalis yang digunakan 2% dari berat minyak.
Sebelum pembuatan metil ester asam lemak, terlebih dahulu dilakukan
pembuatan larutan standar NaOH. Standarisasi dilakukan untuk mengetahui
konstentrasi NaOH yang sebenarnya, NaOH merupakan larutan yang higroskopis,
hal ini menyebabkan konsentrasi NaOH berubah-ubah, untuk itu larutan NaOH
perlu di standarisasi. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan asam oksalat
C2H2O4. 2H2O 0,5 N sebagai larutan standar primer ditambah dengan 3 tetes
indikator phenolphtalein (pp), dititrasi dengan menggunakan NaOH. Dari hasil
titrasi didapatkan konsentrasi NaOH 0,4 N. NaOH yang telah distandarisasi akan
digunakan untuk menentukan kadar asam lemak bebas (ALB).
Percobaan dilakukan dengan memasukkan minyak sebanyak 200 ml ke
dalam reaktor, kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan stirrer. Setelah
proses berlangsung selama 3 menit, metanol sebanyak 164 ml ditambahkan
kedalam reaktor yang berisi minyak. Ketika suhu mencapai 40 oC, katalis H2SO4
dimasukkan kedalam campuran minyak dan metanol dengan suhu yang dijaga
konstan yaitu 40oC selama 1 jam.
Setelah itu, hasil transesterifikasi dimasukkan kedalam corong pisah. Pada
corong pisah akan terbentuk tiga lapisan. Lapisan bawah berupa gliserol, lapisan
kedua berupa impuritis yang terdiri dari katalis dan metanol sisa reaksi dan
lapisan atas adalah metil ester asam lemak. Metil ester tersebut dipisahkan dari
gliserol dan impuritis. Setelah dipisahkan, metil ester dicuci dengan aquades
hangat agar metil ester yang dihasilkam murni, pH aquades sebelum pencucian
dan setelah pencucian di hitung, jika pH aquades setelah pencucian mendekati pH
aquades sebelum pencucian maka metil ester telah murni.
Kemudian metil ester yang telah murni, diambil sebanyak 3 gram dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer. Didalam erlenmeyer ditambahkan etanol 96%
hangat serta 5 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan dititrasi dengan NaOH yang
telah distandarisasi, tujuannya adalah untuk mengetahui kadar ALB yang ada
didalamnya. Titrasi dilakukan dua kali (duplo) dan diambil data volume NaOH
rata-rata yang terpakai. Percobaan dilakukan kembali dengan variasi suhu 50 oC,
60 oC dan 70 oC.
Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan
Sampel
Suhu Reaksi
1
2
3
4
40 oC
50 oC
60 oC
70 oC
Hasil Esterifikasi
(gr)
290,92
304,54
275.85
238,93
Produk (gr)
5,81
14,94
19,01
19,17
Dari Tabel 3.1 tersebut dapat dilihat adanya hubungan suhu reaksi dengan
produk (metil ester asam lemak). Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka
semakin banyak produk yang dihasilkan. Sehingga apabila suhu reaksi dinaikkan,
maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan/ke produk (Dogra, 1990).
Peningkatan laju reaksi ini disebabkan oleh meningkatnya konstanta laju reaksi
yang merupakan fungsi dari temperatur. Semakin tinggi temperaturnya, maka
semakin besar konstanta laju reaksinya. Hal ini sesuai dengan persamaan
Archenius :
k = A exp(-Ea/RT)............................................... (3-1)
k = konstanta laju reaksi
A = frekuensi tumbukan
R = konstanta gas
T = temperatur
Ea = energi aktivasi
No
1
2
3
4
Perbandingan
Mol
Suhu Reaksi
Minyak
1
1
1
1
Metanol
6
6
6
6
(OC)
40
50
60
70
Kadar
ALB
(%)
0,11
0,086
0,06
0,05
Yield
(%)
0,145
0,37
0,47
0,48
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Suhu reaksi berbanding terbalik terhadap kadar asam lemak bebas pada
produk. Semakin besar suhu reaksi semakin kecil kadar asam lemak
bebasnya dan suhu reaksi berbanding lurus terhadap yield. Semakin besar
suhu reaksi semakin besar yield yang dihasilkan.
3.
3.2 Saran
1. Suhu reaksi harus dijaga konstan dan teliti dalam melihat termometer.
2. Dalam pengambilan katalis (H2SO4) harus berhati-hati, karena H2SO4 yang
3.
DAFTAR PUSTAKA
Destianna, M. 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Jakarta.
Dogra, S.K. dan S. Dogra., 1990, Kimia Fisik dan Soal-soal, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Freedman, B., Prede E.H, Mounts, T.L., 1984. Variable Affecting The Yield of
Fatty Ester from Transesterified Vegetable Oils. JAOCS,61(10), 16401642.
Hikmah, MN. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan
Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Lee K.T, Foglia T.A. dan Chang K.S. 2002. Production of alkyl ester as biodiesel
from fractioned lard and restaurant grease. JAOCS 79, 191-195.
Nurul, M.H, Zuliyana, 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Perry, R.H., Green, D.W. 1984. Perrys Chemical Engineering Handbook, 6th ed,
McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.
Puspita, Anas. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuata Biodiesel dari
CPO dengan Proses Esterifikasi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Vieville, C., Moulooungui, Z., and Gaset, A., 1993, Etherification of Oleic Acid
by Methanol Catalyzed by p-Toluenesulfonic Acid and the Cationexchange Resin K2411 and K1481 I Supercritical Carbon
Dioxide,Industrial Engineering Chemical Research, 32, 2065-2068.