Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1
Tinjauan Pustaka
1.1.1 Oleokimia
Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak,
yaitu yang diturunkan dari trigliserida menjadi bahan oleokimia. Pada dasarnya
oleokimia yang berasal dari bahan baku alami menunjukkan sebagai oleokimia
alami. Bahan baku oleokimia sebagian besar berasal dari lemak hewan dan
minyak nabati. Secara industri, sebagian asam lemak diperoleh secara langsung
dari hewani atau nabati menghasilkan rantai karbon panjang. Sangat
memungkinkan untuk menghasilkan berbagai macam produk dari asam lemak.
Diantara produk asam lemak seperti ester asam lemak memiliki aplikasi yang
penting sebagai pelarut, pembungkus, resin, plastik, pelapis, parfum, kosmetik,
flavor, sabun, obat-obatan, bioenergi, dan pelumas.
Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida
sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha
masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat
jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi
bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik,
banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati
tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah
kelapa sawit menjadi asam lemak.
1.1.2

Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl

ester dari rantai panjang asam lemak yang digunakan segabai bahan bakar
alternatif pengganti petrodiesel yang dibuat melalui reaksi transesterifikasi
minyak nabati seperti CPO dan minyak kelapa. Biodiesel bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur.
Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau dicampur
dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10%
biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10. Biodiesel
juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar seperti:
1

1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan


bakunya terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan tingkat opasiti asap
7. Menurunkan emisi gas buang
8. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME). Kandungan asam lemak
bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses
pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA
rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi.
1.1.3

Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasala dari lemak tumbuhan atau

hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam sushu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai
pengantar panas, penambaha rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan
(Ketaren, 1986).
1.1.4

Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,

adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH 3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau
yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).

Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan


bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara
alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap
metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air (Nurul et al, 2010).
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melalui proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
1.1.5 Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak
berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam.
Bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai
titik leleh 10,49 C dan titik didih pada 340 C tergantung kepekatan serta pada
temperatur 300 oC atau lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida (Nurul
et al, 2010).

1.1.6

Metode Transesterifikasi

Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk


memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak
biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan.

Gambar 1.1 Reaksi Transesterifikasi (Destianna, 2007)


Metode ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol
atau etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 1 % dan 10 20 %
metanol terhadap massa minyak.
2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 C
dengan kecepatan pengadukan konstan selama 30 45 menit.
3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan
antara metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan disebut crude
biodiesel, karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan
katalis alkalin, gliserol serta sabun.
4. Metil ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk
memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang
5. Terkandung dalam biodiesel.
Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan
bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen
pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak
rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya yaitu
alkane dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang
dinyatakan dengan (CnH2n+2), rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi alkene
4

(ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan (C nH2n), asam


yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi alkyne dengan hubungan
hidrokarbon (CnH2n-2).
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi
pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi
sedimentasi pada injektor. Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini
dinamakan tahap esterifikasi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung
dalam 3 tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 :

Gambar 1.2 Tahapan Reaksi Transesterifikasi (Destianna, 2007)


Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil
asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah
produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transesterifikasi
Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum.
Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel
melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):

a. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas


5

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam


yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu,
semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan
bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan
1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan
pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh Jenis Katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk
reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e. Methanolysis Crude dan Refined Minyak Nabati

Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65C (titik
didih metanol sekitar 65C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur
yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan
waktu reaksi yang lebih lama.
1.1.7 Metode Esterifikasi
Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi
asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada
minyak nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan
tak jenuh. Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang
berbeda-beda. Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh dalam jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat
42%, asam linoleat 9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat
2% (Puspita, 2008).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung
dengan katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk
mengarahkan reaksi ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya
alkohol diberikan dalam jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi.
Umumnya pengambilan air dilakukan secara kimia, fisika dan pervorasi.
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada
Gambar 1.3 berikut:

Gambar 1.3 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak (Puspita, 2008)

Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat


pada Gambar 1.4:

Gambar 1.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi (Puspita, 2008)


Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang berjalan lambat,
sehingga untuk waktu reaksi yang relatif pendek reaksi ke kiri (arah reaktan)
dapat diabaikan terhadap reaksi ke kanan (arah produk ).
1.2
a.
b.
c.

Tujuan
Menjelaskan proses dan pengaruh variable proses pada pembuatan metil
ester asam lemak.
Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metil ester asam lemak.
Bekerja sama dalam tim.

BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1

Alat-alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

2.2

Ketel reaksi
Buret
Corong pisah
Erlenmeyer
Gelas kimia
Pipet tetes
Kondensor

8. Penangas air
9. Neraca analitik
10. Piknometer
11. Termometer
12. Cawan petri
13. Corong kaca

Bahan-bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Minyak Goreng
Metanol
H2SO4 pekat
NaOH
Etanol 96%
Indikator PP
Asam oksalat
Akuades

2.3

Prosedur Percobaan

2.3.1 Standarisasi NaOH


1. Merangkai alat titrasi
2. Memasukkan NaOH yang akan distandarisasi kedalam buret
3. Mengukur volume 10 ml asam oksalat dan dimasukkan kedalam
erlenmeyer
4. Menambahkan 2 tetes indikator PP kedalam asam oksalat
5. Mentitrasi asam oksalat dengan NaOH dan mencatat volume NaOH
yang terpakai
6. Menghitung konsentrasi NaOH dengan rumus :
Vas. Oksalat x Mas. Oksalat = VNaOH x MNaOH
2.3.2 Transesterifikasi Minyak Goreng
1. Ukur volume minyak goreng sebanyak 200 mL dan katalis asam sulfat
2 mL (1% volume minyak goreng)
2. Ukur volume metanol 164 mL (sesuai dengan nisbah molar minyakmetanol yakni 1:6)
3. Masukkan minyak dan metanol kedalam reaktor tangki berpengaduk
dan panaskan sampai temperatur 40oC.
4. Setelah mencampai suhu 40oC, tambahkan katalis H2SO4 dengan cara
meneteskan katalis pada dinding reactor.
5. Lakukan reaksi transesterifikasi selama waktu reaksi yang sudah
ditentukan yaitu 60 menit, pertahankan suhu rekasi agar tetap konstan
dengan variasi suhu reaksi 40oC 50oC, 60oC dan 70oC.
6. Setelah selesai, dinginkan sampel. Kemudian masukkan kedalam
corong pisah. Pisahkan lapisan atas dan lapisan bawahnya

2.3.3

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng (Reaktan dan


Produk) dan Menghitung Yield Produk
1. Sampel yang telah diperoleh ditimbang 3 g, kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml etanol 96% yang sudah
dipanaskan sebelumnya
2. Kemudian tambahkan 5 tetes indikator PP
3. Lakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,4 N sampai berwarna merah
muda
4. Hitung kadar ALB dalam sampel dengan rumus :

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Hasil dan Pembahasan


Praktikum oleokimia ini bertujuan untuk memproduksi metil ester asam

lemak dari reaksi transesterifikasi antara minyak kemasan dan metanol dengan
katalis H2SO4 . Perbandingan mol antara minyak dengan metanol adalah 1 : 6 dan
katalis yang digunakan 2% dari berat minyak.
Sebelum pembuatan metil ester asam lemak, terlebih dahulu dilakukan
pembuatan larutan standar NaOH. Standarisasi dilakukan untuk mengetahui
konstentrasi NaOH yang sebenarnya, NaOH merupakan larutan yang higroskopis,
hal ini menyebabkan konsentrasi NaOH berubah-ubah, untuk itu larutan NaOH
perlu di standarisasi. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan asam oksalat
C2H2O4. 2H2O 0,5 N sebagai larutan standar primer ditambah dengan 3 tetes
indikator phenolphtalein (pp), dititrasi dengan menggunakan NaOH. Dari hasil
titrasi didapatkan konsentrasi NaOH 0,4 N. NaOH yang telah distandarisasi akan
digunakan untuk menentukan kadar asam lemak bebas (ALB).
Percobaan dilakukan dengan memasukkan minyak sebanyak 200 ml ke
dalam reaktor, kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan stirrer. Setelah
proses berlangsung selama 3 menit, metanol sebanyak 164 ml ditambahkan
kedalam reaktor yang berisi minyak. Ketika suhu mencapai 40 oC, katalis H2SO4
dimasukkan kedalam campuran minyak dan metanol dengan suhu yang dijaga
konstan yaitu 40oC selama 1 jam.
Setelah itu, hasil transesterifikasi dimasukkan kedalam corong pisah. Pada
corong pisah akan terbentuk tiga lapisan. Lapisan bawah berupa gliserol, lapisan
kedua berupa impuritis yang terdiri dari katalis dan metanol sisa reaksi dan
lapisan atas adalah metil ester asam lemak. Metil ester tersebut dipisahkan dari
gliserol dan impuritis. Setelah dipisahkan, metil ester dicuci dengan aquades
hangat agar metil ester yang dihasilkam murni, pH aquades sebelum pencucian
dan setelah pencucian di hitung, jika pH aquades setelah pencucian mendekati pH
aquades sebelum pencucian maka metil ester telah murni.

Kemudian metil ester yang telah murni, diambil sebanyak 3 gram dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer. Didalam erlenmeyer ditambahkan etanol 96%
hangat serta 5 tetes indikator phenolphtalein (pp) dan dititrasi dengan NaOH yang
telah distandarisasi, tujuannya adalah untuk mengetahui kadar ALB yang ada
didalamnya. Titrasi dilakukan dua kali (duplo) dan diambil data volume NaOH
rata-rata yang terpakai. Percobaan dilakukan kembali dengan variasi suhu 50 oC,
60 oC dan 70 oC.
Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan
Sampel

Suhu Reaksi

1
2
3
4

40 oC
50 oC
60 oC
70 oC

Hasil Esterifikasi
(gr)
290,92
304,54
275.85
238,93

Produk (gr)
5,81
14,94
19,01
19,17

Dari Tabel 3.1 tersebut dapat dilihat adanya hubungan suhu reaksi dengan
produk (metil ester asam lemak). Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka
semakin banyak produk yang dihasilkan. Sehingga apabila suhu reaksi dinaikkan,
maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan/ke produk (Dogra, 1990).
Peningkatan laju reaksi ini disebabkan oleh meningkatnya konstanta laju reaksi
yang merupakan fungsi dari temperatur. Semakin tinggi temperaturnya, maka
semakin besar konstanta laju reaksinya. Hal ini sesuai dengan persamaan
Archenius :
k = A exp(-Ea/RT)............................................... (3-1)
k = konstanta laju reaksi
A = frekuensi tumbukan
R = konstanta gas
T = temperatur
Ea = energi aktivasi

Gambar 3.1 Hubungan Suhu Reaksi terhadap Produk


3.1.1 Pengaruh Suhu Reaksi Transesterifikasi terhadap Kadar ALB
Percobaan ini membuktikan pengaruh suhu reaksi terhadap kadar ALB pada
metil ester asam lemak yang terbentuk. Asam lemak bebas adalah asam lemak
yang tidak terikat pada molekul lain. Asam lemak bebas terbentuk akibat adanya
reaksi hidrolisis dan oksidasi selama proses pengolahan minyak goreng kemasan.
Dari gambar 3.2 dapat dilihat adanya hubungan suhu reaksi dengan kadar asam
lemak bebas. Semakin besar suhu reaksi antara minyak dan metanol maka kadar
asam lemak bebas akan ikut menurun. Hal ini terjadi karena asam lemak bebas
yang sudah terbentuk ikut bereaksi dengan metanol. Pada percobaan, minyak
goreng kemasan memiliki kadar ALB 0,129% dan mengalami penurunan kadar
ALB selama proses transesterifikasi.
Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan data sebagai berikut;

Tabel 3.2 Data Kadar ALB dan Yield

No
1
2
3
4

Perbandingan

Mol

Suhu Reaksi

Minyak
1
1
1
1

Metanol
6
6
6
6

(OC)
40
50
60
70

Kadar
ALB
(%)
0,11
0,086
0,06
0,05

Yield
(%)
0,145
0,37
0,47
0,48

Gambar 3.2 Hubungan Suhu Reaksi terhadap Kadar ALB


3.1.2 Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Yield
Dari Tabel 3.2 dapat digambarkan kurva yang menyatakan hubungan suhu
reaksi dengan yield (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Hubungan Suhu Reaksi terhadap Yield


Gambar 3.3 menggambarkan bahwa suhu reaksi yang semakin besar akan
menaikkan yield. Hal ini terjadi karena dengan naiknya suhu, maka tumbukan
antar partikel semakin besar, sehingga reaksi berjalan semakin cepat dan
konstanta reaksi semakin besar. Reaksi transesterifikasi minyak dengan metanol
menjadi metil ester asam lemak merupakan reaksi endotermis (Vieville et al,
1993), sehingga apabila suhu reaksi dinaikkan, maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan/ke produk (Dogra, 1990).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1

Kesimpulan

1. Suhu reaksi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi proses, semakin


besar suhu yang digunakan maka produk yang dihasilkan akan semakin
banyak, dikarenakan suhu reaksi dapat mempercepat pembentukan produk.
2.

Suhu reaksi berbanding terbalik terhadap kadar asam lemak bebas pada
produk. Semakin besar suhu reaksi semakin kecil kadar asam lemak
bebasnya dan suhu reaksi berbanding lurus terhadap yield. Semakin besar
suhu reaksi semakin besar yield yang dihasilkan.

3.

Reaksi esterifikasi berlangsung selama 1 jam dengan variasi suhu 40 oC;


50oC; 60oC dan 70oC dengan kadar ALB produk adalah 0,11; 0,086; 0,06
dan 0,05% dengan yield adalah 0,145; 0,37; 0,47 dan 0,48%.

3.2 Saran
1. Suhu reaksi harus dijaga konstan dan teliti dalam melihat termometer.
2. Dalam pengambilan katalis (H2SO4) harus berhati-hati, karena H2SO4 yang
3.

digunakan bersifat pekat.


Pada proses standarisasi dan titrasi harus teliti dalam melihat perubahan
warna pada larutan agar data yang dihasilkan tidak keliru.

DAFTAR PUSTAKA
Destianna, M. 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Jakarta.
Dogra, S.K. dan S. Dogra., 1990, Kimia Fisik dan Soal-soal, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Freedman, B., Prede E.H, Mounts, T.L., 1984. Variable Affecting The Yield of
Fatty Ester from Transesterified Vegetable Oils. JAOCS,61(10), 16401642.
Hikmah, MN. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan
Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Lee K.T, Foglia T.A. dan Chang K.S. 2002. Production of alkyl ester as biodiesel
from fractioned lard and restaurant grease. JAOCS 79, 191-195.
Nurul, M.H, Zuliyana, 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Perry, R.H., Green, D.W. 1984. Perrys Chemical Engineering Handbook, 6th ed,
McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.
Puspita, Anas. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuata Biodiesel dari
CPO dengan Proses Esterifikasi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Vieville, C., Moulooungui, Z., and Gaset, A., 1993, Etherification of Oleic Acid
by Methanol Catalyzed by p-Toluenesulfonic Acid and the Cationexchange Resin K2411 and K1481 I Supercritical Carbon
Dioxide,Industrial Engineering Chemical Research, 32, 2065-2068.

Anda mungkin juga menyukai