Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Dewasa ini perkembangan di bidang kesehatan mengalami perkembangan
yang pesat. Salah satu jenis kebutuhan perbaikan bagi tubuh yang paling besar
adalah perbaikan tulang dan gigi. Sehingga berbagai upaya dikembangkan dalam
rangka mencari bahan alternatif yang baik, terjangkau masyarakat serta dapat
menggantikan struktur jaringan yang hilang tanpa menimbulkan efek negatif. Hal
ini menegaskan akan kebutuhan dalam material baru yang mirip dengan komposit
biogenik pada komposisi struktur tulang, yang dapat meningkatkan karakteristik
seperti adhesi, bioaktivitas dan biokompatibilitas (Lilley et al, 2005). Salah satu
kristal kimia dari komponen mineral jaringan tulang tersebut adalah hidroksiapatit
(Danilchenko, 2007)
Hidroksiapatit (HA) termasuk dalam mineral apatit dan merupakan
material keramik bioaktif dengan bioafinitas tinggi, bersifat biokompatibel dan
merupakan unsur utama dari tulang dan gigi. HA diaplikasikan pada implantasi
tulang yang keropos dan untuk melapisi logam yang akan diimplantasikan. Sifat
bioaktif hidroksiapatit berfungsi untuk pembentukan dan perkembangan sel-sel di
sekitar jaringan (Javidi, 2008).
Hidroksiapatit yang dibuat secara sintesa kimia disebut hidroksiapatit
sintetik. Hidroksiapatit sintetik dikenal sebagai salah satu bahan implan yang
penting karena mempunyai sifat bioaktif, biokompatibel, dan osteokonduktif yang
sama dengan mineral tulang alami, sehingga bisa digunakan sebagai pengganti
jaringan keras manusia (Kumar, 2008). Namun dari segi ekonomi, harga
hidroksiapatit sangat mahal dan masih impor. Menurut Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), harga hidroksiapatit impor mencapai Rp 1 juta per
gram nya. Sehingga bahan ini kurang terjangkau oleh masyarakat Indonesia.

Bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat hidroksiapatit banyak


ditemukan di alam, misalnya batu kapur, cangkang telur, batu karang, dan kulit
kerang. Produksi kerang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Data
produksi dari tahun 2002 hingga tahun 2006 berturut-turut adalah sebesar 7.00
ton, 12.86 ton, 12.99 ton, 16.35 ton, dan 18.87 ton. Namun komoditas hasil laut
ini, terutama bagian cangkang kerang belum dimanfaatkan secara optimum
[Prasustyane, 2009]. Keunggulan dari pemanfaatan cangkang kerang ini adalah
dapat menambah nilai jual kerang, mengurangi limbah padat pada lingkungan,
dan pemanfaatan bahan alami sebagai substitusi komponen tulang. Oleh karena
itu, gagasan ini merupakan solusi yang potensial untuk dapat dikembangkan.
Berbagai metode telah dikembangkan untuk mensistesis bubuk HA, seperti
mechanochemical (Nasiri et al, 2009), sol-gel (Sanosh et al, 2009) dan
hidrotermal (Wang, 2000). Di antara berbagai metode tersebut, metode
hidrotermal telah terbukti menjadi proses yang efektif dan mudah untuk
menyiapkan HA yang beragam dengan morfologi dan struktur yang terkontrol
(Zhang et al, 2009).
1.2

Permasalahan yang Akan Diteliti


Harga hidroksiapatit yang dijual

secara komersial di pasaran adalah

sangat mahal. Sebagai contoh harga hidroksiapatit powder dengan kemurnian


85% yang di produksi oleh Merck adalah 5 juta rupiah per 5 gram. Selain itu,
harga hidroksiapatit dengan kemurnian 90% yang di produksi Sigma Aldrich
adalah 6,6 juta rupiah per 5 gram.
Bahan baku untuk membuat hidroksiapatit banyak terdapat di Indonesia,
salah satunya kulit kerang. Di provinsi Riau kulit kerang merupakan hasil laut
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pada umumnya kulit kerang yang telah
diambil dagingnya, digunakan oleh penduduk di provinsi Riau sebagai kerajinan
tangan dan campuran makanan ternak. Kandungan terbesar kulit kerang berupa
kalsium karbonat, magnesium karbonat, kalsium fosfat, dan sebagian kecil materi
anorganik lain [Douglas, 1974].
Beberapa peneliti telah menggunakan metode hidrotermal untuk
mendapatkan hidroksiapatit untuk aplikasi biomedik. Alqap dan sopyan [2009]

melakukan sintesis hidroksiapatit dengan bahan baku CaO murni dan


diammonium dihidrogen phosphat dengan teknik hidrotermal suhu rendah 90C.
Dari penelitian itu dihasilkan serbuk hidroksiapatit dengan variasi Ca/P 1,67 dan
suhu kalsinasi 700, 900 dan 1000C. Sintesis hidroksiapatit dari kulit kerang
menggunakan metode hidrothermal dilakukan oleh Ikhbal Muhara dengan variasi
suhu kalsinasi dan waktu tinggal kalsinasi (2011). Dari penelitian itu
hidroksiapatit yang dihasilkan dengan suhu kalsinasi dan waktu tinggal yang lebih
tinggi maka kristal hidroksiapatit yang dihasilkan semakin baik dan ukuran
partikel yang seragam. Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini ingin
dilakukannya sintesis hidroksiapatit dengan variasi dari suhu sintetis dan waktu
sintetis.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.

Mengetahui pengaruh suhu dan waktu kalsinasi terhadap karakter


hidroksiapatit yang diperoleh dengan metode hidrothermal suhu rendah
dengan bahan baku kulit kerang.

2.

Karakterisasi

hidroksiapatit

yang

dihasilkan

dari

kulit

kerang

menggunakan analisa XRD, SEM dan FTIR.


1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan kulit kerang darah sebagai bahan baku untuk mengembangkan
metode sintesis hidroksiapatit yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
2. Data-data yang diperoleh menjadi sumber referensi bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang biomaterial.
3. Dapat mengurangi limbah kulit kerang darah yang hanya terbuang di
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai