Kontribus PAD Terhadap Belanja Pemda Kota Surabaya
Kontribus PAD Terhadap Belanja Pemda Kota Surabaya
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber
daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber
daya alam tersebut , diperlukan suatu proses yang disebut pembangunan. Pembangunan
dapat diartikan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan, mengembangkan dan
manusia bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya. Agar proses
pembangunan berjalan lancar perlu adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang
antara anggaran pendapatan dan belanja negara secara dinamis dan proporsional.
Salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya adalah terbatasnya sumber
pembiayaan pembangunan yang berasal dari pendapatan asli daerah . Hampir semua
provinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal .
Ketimpangan fiskal dalam hal ini berarti daerah tidak mampu mencukupi belanja dan biaya
daerah melalui sumber pendapatan asli daerah secara murni sehingga tingkat
ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap pemerintah pusat. Besar dominasi
pemerintah pusat sering kali mematikan inisiatif dan prakarsa daerah yang lebih
mengetahui tentang kebutuhan dan potensi daerahnya sendiri, sehingga memunculkan
kebiasaan daerah untuk bergantung dan tidak ada kemandirian dalam pelaksanaan
pemerintahan daerahnya.sehingga potensi daerah kurang dimaksimalkan dengan baik yang
akan berujung pada kurangnya kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan
daerahnya sendiri.
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang
no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
memberikan implikasi sistem pemerintahan berupa pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi yang luas kepada pemerintah daerah. Diharapkan pelaksanaan otonomi
daerah yang merupakan kewajiban yang diamanahkan pemerintah pusat kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam
meningkatkan mutu dan kualitas yang berhubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat
serta pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat
berjalan dengan nyata dan efektif .
Pelaksanaan kebijakan pemerintahan Indonesia tentang otonomi daerah yang
dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001 merupakan kebijakan yang dipandang
sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Desentralisasi
sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan terhadap
masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pemerintah daerah dituntut
untuk lebih dewasa dan mandiri dalam pengelolaan keuangan dan mencari sumber-sumber
pembiayaan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan financial daerah sebagai wujud
suksesnya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat Sedangkan
pendapatan asli daerah merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam
mendukung kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu,
suatu daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatannya sendiri karena salah satu
indikator untuk melihat keadaan otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya
kontribusi daerah tersebut dalam PAD. Secara pokok sumber-sumber penerimaan PAD
dikota Surabaya terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah , bagian laba usaha daerah dan
lain-lain pendapatan. Penentuan target pemungutan masing-masing komponen pendapatan
asli daerah ditentukan oleh dinas-dinas atau unit pengelolanya berdasarkan potensi dan
pengalaman perkiraan penerimaan tahun sebelumnya.
Bagi kota yang terbilang sudah cukup makmur karena memiliki potensi yang sangat besar
tentu saja kota Surabaya sangat ingin melakukan kegiatan otonomi daerah agar lebih bisa
mengurus daerah otonom dengan bijak dan mandiri. Pelaksanaan otonomi daerah kota
Surabaya memerlukan anggaran biaya yang tidak sedikit dan harus sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Sumber pembiayaan tersebut tentunya harus berpengaruh besar terhadap
Pendapatan Asli Daerah. Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan
memformulasikan dan mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk peningkatan PAD
baik dalam bentuk kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan.
Intensifikasi adalah mengoptimalkan penerimaan dari obyek pendapatan asli daerah yang
telah ada sedangkan ekstensifikasi adalah dengan meluaskan jaringan obyek pendapatan
asli daerah. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan
adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah
yang sudah ada melalui perluasan basis penerimaan, memperkuat proses pemungutan,
meningkatkan pengawasan, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya
pemungutan, meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencenaan yang lebih baik dan
meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah. Dengan melakukan efektifitas
dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka akan meningkatkan
produktivitas PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan baru
yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang. Tetapi daerah juga dapat berusaha
melakukan ekstensifikasi dengan cara memperluas dan mengembangkan potensi daerahnya
sehingga dapat menambah pendapatan asli daerahnya. Tingkat kemampuan intern daerah
tersebut sangat berperan penting dalam pelaksanaan daerah otonom dan dalam pembiayaan
kegiatan dan belanja daerahnya. Besar kecilnya hasil PAD paling tidak dapat mengurangi
tingkat ketergatungan pada pemerintah pusat dan pada gilirannya akan membawa dampak
pada peningkatan kadar otonomi daerah tersebut.
Bukan hanya itu, daerah selain harus memikirkan peningkatan PAD untuk
pembiayaan belanja daerahnya sendiri juga harus memikirkan bagaimana meningkatkan
investasi daerahnya. Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan
ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masamasa yang akan datang. Investasi dalam suatu perekonomian sangat diperlukan baik untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi atau
penanaman modal dapat dibagi menjadi dua yaitu: penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing. Investasi dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku
ekonomi merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi
merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakkan roda perekonomian.
Jalannya perilaku investasi yang ada di Indonesia tidak terjadi sesuai dengan apa
yang diharapkan. Penyebab dari semua ini diantaranya adalah masih tingginya resiko
investasi, seperti permasalahan mengenai ketidakpastian hukum dan keamanan sampai
kepada rumitnya birokrasi perijinan untuk melakukan investasi di daerah. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan investasi sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu negara pada umumnya dan daerah-daerah di dalamnya pada
khususnya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pendapatan asli
daerah kota Surabaya, untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian tingkat belanja daerah
terhadap anggaran belanja kota Surabaya dan untuk mengetahui bagaimana kontribusi
pendapatan asli daerah terhadap belanja dan investasi daerah pemerintah kota Surabaya
dalam periode tahun 2009-2012.
TINJAUAN TEORITIS
Otonomi Daerah
Salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya adalah terbatasnya sumber
pembiayaan pembangunan yang berasal dari pendapatan asli daerah . Hampir semua
provinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal .
Ketimpangan fiskal dalam hal ini berarti daerah tidak mampu mencukupi belanja dan biaya
daerah melalui sumber pendapatan asli daerah secara murni sehingga tingkat
ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap pemerintah pusat. Besar dominasi
pemerintah pusat sering kali mematikan inisiatif dan prakarsa daerah yang lebih
mengetahui tentang kebutuhan dan potensi daerahnya sendiri, sehingga memunculkan
kebiasaan daerah untuk bergantung dan tidak ada kemandirian dalam pelaksanaan
pemerintahan daerahnya.sehingga potensi daerah kurang dimaksimalkan dengan baik yang
akan berujung pada kurangnya kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan
daerahnya sendiri.
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang
no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
memberikan implikasi sistem pemerintahan berupa pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi yang luas kepada pemerintah daerah. Diharapkan pelaksanaan otonomi
daerah yang merupakan kewajiban yang diamanahkan kepada suatu daerahnya untuk
mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam meningkatkan
mutu dan kualitas yang berhubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat serta
pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat
berjalan dengan nyata dan efektif.
Pendapatan asli daerah sangat diperlukan untuk lebih memperlancar dan meningkatkan
pembiayaan penyelenggaraan pemerintah didaerah-daerah. Menurut undang-undang no 22
tahun 1999 pendapatan asli daerah terdiri dari :
1. Hasil pajak daerah
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapat
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Wewenang pungutan pajak daerah berada ditangan
pemerintah daerah. Menurut UU No. 28 tahun 2009, pajak daerah terdiri dari : (a)
pajak hotel; (b) pajak restoran; (c) pajak hiburan; (d) pajak reklame; (e) pajak
penerangan jalan; (f) pajak parkir; (g) pajak air tanah; (h) pajak bumi dan bangunan;
(i) bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
2. Hasil retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Objek retribusi daerah adalah :
(a) retribusi jasa umum; (b) retribusi jasa usaha; (c) retribusi perizinan tertentu.
3. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, yang terdiri dari : (a)Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahan
milik daerah / BUMD; (b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahan milik
pemerintah /BUMN; (c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: (a) Hasil
penjualan asset daerah yang dipisahkan; (b) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan
kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; (c) Jasa giro; (d) Bunga deposito;
(e)Penerimaan atas tuntutan ganti rugi; (f) Penerimaan komisi, potongan ataupun
bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa
oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing; (g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanan pekerjaan; (h)
Pendapatan denda pajak dan denda retribusi; (i) Pendapatan hasil eksekusi atas
jaminan; (j) Pendapatan dari pengembalian; (k) Fasilitas sosial dan faslitas umum;
(l) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; (m) Pendapatan dari
angsuran/cicilan penjualan
Belanja Daerah
Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun
bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran
daerah itu. Menurut UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah
adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam
rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsiatau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara
pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan
ketentuan perundang-undangan. Manajemen belanja daerah juga mengacu kepada prinsip
transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran serta efisiensi dan
efektivitas anggaran seperti dalam manajemen pendapatan daerah. Dari segi disiplin
anggaran, anggaran belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi. Penganggaran
belanja daerah secara keseluruhan harus juga didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan. Ini bermakna bahwa daerah sebaiknya menghindari anggaran
defisit yang melebihi cadangan yang tersedia sehingga terhindar dari penciptaan utang
daerah. Menurut peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun 2008 Belanja daerah
dikelompokan ke dalam :
1. Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja modal
2. Belanja Tidak Langsung
Belanja pegawai
Belanja bunga
Belanja subsidi
Belanja hibah
Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi.
Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana
pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan
Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula
semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula
bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. APBD
disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan
belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan
tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah
melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis
besar terdiri dari: (a)Penyusunan dan penetapan APBD; (b) Pelaksanaan dan penatausahaan
APBD; (c) Pelaporan dan pertanggung jawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam
rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap
tahun dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto
dalam APBD.
TUJUAN PENILITIAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan peneltian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi PAD kota Surabaya dalam empat
tahun terakhir (2009-2012)
2. Untuk mengetahui efektivitas belanja daerah kota Surabaya dalam empat tahun
terakhir (2009-2012).
3. Untuk mengetahui kontribusi PAD terhadap belanja daerah kota Surabaya dalam
empat tahun terakhir (2009-2012)
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini, antara lain:
1. Diduga bahwa pada periode periode tahun 2009-2012 PAD kota Surabaya
mengalami peningkatan pada tiap tahunnya, yang juga diikuti oleh peningkatan
belanja daerah yang juga meningkat pada tiap tahunnya.
2. Diduga bahwa kontribusi PAD terhadap belanja daerah mengalami naik turun
pada tahun 2011-2012.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran dari Obyek Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan menitik beratkan pada pemahaman
dan persepsi penelitian untuk menjelaskan secara rinci tentang obyek studi dan
mendapatkan hasil praktis berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian secara kualitatif
dilakukan dengan cara menguraikan, membahas, dan menganalisis setiap data yang
didapat, sehingga diperoleh pemaparan deskriptif atau gambaran yang jelas dan lengkap
mengenai permasalahan yang dibahas.
Dalam makalah ini, yang menjadi obyek penelitian dibatasi dalam sumber-sumber
pendapatan asli daerah pemerintah kota Surabaya yang akan dilihat kontribusinya terhadap
belanja daerah dan investasi (PMDN) pemerintah kota Surabaya dengan periode waktu
yang digunakan antara 2009 sampai dengan 2012.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (a) Observasi yaitu kegiatan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap
obyek penelitian baik secara formal atau tidak formal;(b)Wawancara yaitu kegiatan
pengumpulan data dengan melakukan wawancara kepada informan terkait dengan
mengajukan beberapa pertanyaan yang memfokuskan pada permasalahan yang akan
Berbagai data yang terkumpul pada saat penelitian diolah dan dianalisis dengan
landasan teori yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan. Selanjutnya dari hasil analisis
tersebut ditarik suatu kesimpulan dan sebagai langkah perbaikan diberi saran yang
sekiranya dapat dilakukan dan bermanfaat bagi instansi tersebut. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan bentuk studi kasus, dan yang akan
dilakukan yaitu :
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu
dengan mengumpulkan , mengolah dan menginterpretasikan data yang diperoleh sehingga
memberikan keterangan yang benar dan lengkap untuk pemecahan masalah yang
dihadapiyaitu dengan cara
1. Menghitung persentase (%) realisasi penerimaan PAD terhadap target penerimaan
PAD untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi PAD kota Surabaya
Realisasi PAD
100
Efektifitas dan Efisiensi PAD =
X
%
Target PAD
2. Mengevaluasi perbandingan realisasi belanja daerah kepada Anggaran belanja kota
Surabaya
Realisasi Belanja
100
Rasio Efektifitas Belanja =
X
%
Anggaran Belanja
3. Menganalisis kontribusi PAD terhadap belanja daerah pemerintah kota Surabaya
PAD
Kontribusi PAD terhadap Belanja Daerah =
X 100%
Belanja Daerah
4. Menganalisis kontribusi PAD terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
dan mengevaluasi tingkat pertumbuhan investasi PMDN yang telah dilakukan
pemerintah kota Surabaya
Pendapatan asli daerah merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam
mendukung kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu,
suatu daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatannya sendiri karena salah satu
indikator untuk melihat keadaan otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya
kontribusi daerah tersebut dalam PAD.PAD dapat dikatakan Efektivitas dan efisiensi
apabila realisasi PAD sesuai atau hampir mendekati dengan target PAD yang telah
ditentukan dalam APBD. Berikut ini adalah table target dan realisasi PAD periode tahun
2009-2012 :
Tabel 1
Pendapatan Asli Daerah Periode 2009 - 2012
PENDAPATAN ASLI DAERAH
2009
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan
daerah yang dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah
Jumlah PAD tahun 2009
2010
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan
daerah yang dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah
Jumlah PAD tahun 2010
2011
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan
daerah yang dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah
Jumlah PAD tahun 2011
2012
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan
daerah yang dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
TARGET
REALISASI
486.582.620.000
244.573.056.153
43.601.522.306
442.852.257.428
164.247.724.956
43.324.809.294
107.859.690.184
159.370.734.364
882.616.888.643
809.795.526.042
581.581.810.000
288.713.893.269
63.581.595.595
525.403.484.538
183.312.246.927
63.304.547.606
126.014.116.727
136.627.496.659
1.059.891.415.591
908.647.775.730
1.691.550.000.000
265.797.243.579
77.019.175.680
1.488.358.147.753
209.834.317.888
75.962.115.306
105.259.156.201
112.359.720.634
2.139.625.575.460
1.886.514.301.581
1.909.562.850.000
203.721.977.378
97.652.321.173
1.852.977.636.887
183.482.993.435
97.696.057.373
130.328.533.331
145.457.161.138
yang Sah
Jumlah PAD tahun 2012
2.341.265.681.882
Sumber : Laporan Realisasi APBD Kota Surabaya Tahun 2009-2012
2.279.613.848.833
Tabel 2
Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya
Tahun
2009
2010
2011
2012
Target PAD
(Rp)
882.616.888.643
1.059.891.415.591
2.139.625.575.460
2.341.265.681.882
Realisasi PAD
(Rp)
809.795.526.042
908.647.775.730
1.886.514.301.581
2.279.613.848.833
disimpulkan bahwa pada tahun 2009 PAD sudah cukup efektif dan pada tahun 2010-2011
terjadi penurunan PAD, realisasi PAD yang dicapai dinyatakan kurang efektif dan pada
tahun 2012 Surabaya kembali memperbaiki kinerjanya dengan menunjukan hasil yang
cukup memuaskan sebesar 97,37% yang dinyatakan cukup efektif.
Efektivitas Belanja Daerah
Untuk menilai rasio efektivitas belanja daerah, belanja daerah perlu dibandingkan
dengan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD. Apabila realisasi belanja sesuai atau
hampir mendekati anggaran belanja yang telah ditetapkan maka belanja daerah tersebut
dapat dikatakan efektif dan sebaliknya.
Tabel 3
Belanja Daerah Periode Tahun 2009 - 2012
BELANJA DAERAH
2009
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Belanja Tidak Terduga
Jumlah Belanja Tidak langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan jasa
Belanja Modal
Jumlah Belanja Langsung
Jumlah Belanja Daerah 2009
2010
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Belanja Tidak Terduga
Jumlah Belanja Tidak langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan jasa
Belanja Modal
Jumlah Belanja Langsung
ANGGARAN
REALISASI
916.064.161.146
9.102.500.000
277.420.507.818
5.000.000.000
1.800.000.000
20.000.000.000
1.229.387.168.964
293.691.284.537
863.711.129.387
1.810.855.708.366
2.968.258.122.289
4.197.645.291.253
802.603.360.590
6.286.817.309
240.862.132.933
1.664.375.000
1.051.416.685.832
245.758.087.158
687.149.816.161
1.143.038.576.007
2.075.946.479.326
3.127.363.165.158
1.311.845.764.037
7.102.500.000
366.366.541.487
4.600.000.000
1.900.000.000
10.000.000.000
1.701.814.805.524
325.848.845.913
1.011.359.060.669
1.323.689.138.539
1.164.775.473.851
3.620.536.118
314.281.597.886
701.000.000
1.044.213.000
502.550.000
1.484.925.370.855
268.247.257.429
848.903.215.232
1.034.993.417.353
2.660.897.045.121
2.152.143.890.013
4.362.711.850.645
3.637.069.260.868
1.557.468.205.305
7.102.500.000
437.308.349.354
4.600.000.000
3.190.280.754
1.900.000.000
10.000.000.000
2.021.569.335.413
408.034.753.444
1.485.269.598.540
1.280.228.524.330
1.377.173.082.114
2.903.307.374
325.744.017.586
1.046.730.000
644.213.000
156.768.500
1.707.668.118.574
337.939.443.824
1.164.991.205.504
543.111.645.989
2.046.042.295.317
3.753.710.413.891
1.601.256.346.557
2.223.619.192
258.999.514.331
867.500.000
1.200.000.000
644.208.000
3.054.510.589
1.868.245.698.669
307.548.751.752
1.210.639.630.540
912.716.142.120
2.430.904.524.411
4.299.150.223.081
Tabel 4
Rasio Efektivitas Belanja
Tahun
2009
2010
2011
2012
Anggaran Belanja
(Rp)
4.197.645.291.253
4.362.711.850.645
5.195.102.211.727
5.158.264.830.659
Realisasi Belanja
(Rp)
3.127.363.165.158
3.637.069.260.868
3.753.710.413.891
4.299.150.223.081
Rasio Efektivitas
(%)
74,50
83,37
72,25
83,34
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 dengan anggaran yang
mencapai Rp. 4.197.645.291.253, realisasi belanja yang dicapai yaitu sebesar Rp.
3.127.363.165.158 dengan demikian bisa dihitung rasio efektifitas belanja daerahnya
sebesar 74,50%
Pada tahun 2010 angka anggaran belanja sudah mencapai Rp. 4.362.711.850.645
dan realisasi belanjanya mencapai Rp. 3.637.069.260.868 , rasio efektifitasnya naik cukup
tinggi sebesar 8,87% dari tahun sebelumnya dengan nilai mencapai 83,37% dan pada tahun
2011 terjadi peningkatan anggaran belanja lagi menjadi Rp. 5.195.102.211.727, realisasi
belanjanya juga mengalami kenaikan tetapi tidak begitu banyak hanya sebesar Rp.
3.753.710.413.891, hanya berbeda sedikit dengan tahun sebelumnya. Dengan anggaran
belanja yang cukup besar sedangkan realisasi belanjanya yang hanya mengalami kenaikan
sedikit menyebabkan rasio efektivitas pada tahun 2011 ini mengalami penurunan kembali
menjadi 72,25%.
Pada tahun 2012 anggaran belanja mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
menjadi Rp. 5.158.264.830.659 sedangkan realisasi belanjanya mengalami kenaikan yang
cukup tinggi menjadi Rp. 4.299.150.223.081 hal ini menyebabkan rasio efektivitas belanja
menjadi naik kembali menjadi 83.34%.
Kontribusi Pendapatan asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kota Surabaya
Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun
bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran
daerah itu. Sedangkan pendapatan asli daerah merupakan sumber pembiayaan yang paling
penting dalam mendukung kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
Salah satu indikator untuk melihat keadaan otonomi suatu daerah terletak pada besar
kecilnya kontribusi daerah tersebut dalam PAD untuk membiayai belanja daerahnya
sendiri. Kotribusi PAD terhadap belanja daerah kota Surabaya dalam periode tahun 20092012 dapat dilihat pada tabeli berikut ini :
Tabel 5
Kontribusi PAD Terhadap Belanja Daerah Kota Surabaya
Tahun
2009
2010
2011
2012
PAD
(Rp)
809.795.526.042
908.647.775.730
1.886.514.301.581
2.279.613.848.833
Belanja Daerah
(Rp)
3.127.363.165.158
3.637.069.260.868
3.753.710.413.891
4.299.150.223.081
Pada tahun 2009 PAD yang telah dicapai sebesar Rp. 809.795.526.042 dan belanja daerah
sebesar Rp. 3.127.363.165.158 kontribusi PAD terhadap belanja daerah sebesar 25,89%
dan terjadi penurunan pada tahun 2010 dengan nilai PAD dan belanja daerah yang sedikit
naik tidak membuat presentase kontribusi PAD ikut naik. Kontribusi PAD pada tahun 2010
adalah yang paling kecil dari periode waktu 2009-2012 yaitu hanya sebesar 24,98%.
Hasil yang didapat pada periode 2009-2010 jelas tidak maksimal, keadaan ini menuntut
adanya perhatian yang sungguh- sungguh dari segenap aparat terkait untuk melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi PAD dan pada tahun 2011 kinerja pemerintah mulai terlihat
dengan meningkatnya kontribusi PAD yang dapat membiayai belanja daerahnya hampir
setengah dari total belanja daerah.
PAD pada tahun 2011 mencapai Rp. 1.886.514.301.581 dan total belanja daerahnya sebesar
Rp. 3.753.710.413.891 ini menunjukan kontribusi PAD nya sebesar 50,26%. Meskipun
belum bisa menutupi semua total belanja daerah tetapi kontribusi PAD sudah mulai
mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 dengan PAD yang didapat sebesar Rp.
2.279.613.848.833 dan belanja daerah sebesar Rp. 4.299.150.223.081 .Kontribusi PAD
pada tahun 2012 adalah yang terbesar bila dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya, pada
tahun ini kontribusinya mencapai 53,02%.
Dan untuk lebih jelasnya tentang kontribusi PAD terhadap belanja daerah kota Surabaya
periode tahun 2009-2012 berikut adalah gambar grafiknya :
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun PAD yang didapat tiap
tahunnya mengalami kenaikan tetapi itu tidak berarti kontribusi PAD nya juga akan selalu
mengalami kenaikan karena total belanja daerah yang harus dikeluarkan tiap tahunnya juga
selalu mengalami peningkatan. Kontribusi PAD rendah dan kurang maksimal terjadi pada
tahun 2009-2010 dan pada tahun 2011-2012 kontribusi PAD mengalami kenaikan menjadi
>50%. Tetapi dapat dilihat bahwa hasil PAD masih kurang untuk membiayai seluruh
belanja daerah, disini daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja daerahnya mendapatkan
bantuan dari pemerintah pusat yang bersumber dari dana perimbangan berupa bagi hasil
pajak/bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus juga bersumber
dari lain-lain pendapatan yang sah yang dapat berupa dana bagi hasil pajak dari provinsi
dan pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan
dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, pendapatan hibah dan bagi hasil lainnya.
SIMPULAN
Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukan sebagai berikut : (1) Efektifitas PAD
pada tahun 2009 menunjukan hasil yang cukup efektif yaitu berkisar antara 90%-99% . Hal
ini dikarenakan realisisasi PAD hampir mendekati target yang telah ditentukan. Pada tahun
2010-2011 PAD yang dihasilkan kota Surabaya mengalami penurunan karena hanya dapat
menghasilkan realisasi PAD berkisar antara 75%-89% , angka tersebut menunjukkan bahwa
PAD kurang efektif dalam kontribusinya terhadap pendapatan daerah tetapi pada tahun
2012 pemerintah kota Surabaya dapat meningkatkan kinerjanya dalam peningkatan PAD
sehingga pada tahun realisasi PAD dapat kembali cukup efektif dengan persentase
efektifitas sebesar 97,37% ; (2)Rasio efektifitas belanja dari periode tahun 2009-2012
secara global berkisar antara 72%-84%. Hampir setiap tahun anggaran belanja daerah lebih
besar dari pada realisasi belanja daerahnya; (3)Kontribusi PAD dalam kemampuannya
membiayai total belanja daerah kota Surabaya pada periode tahun 2009-2010 memang
kurang. PAD hanya mampu memberi kontribusi <50% dari total belanja daerah. Tetapi
pada tahun 2011-2012 Surabaya mulai dapat meningkatkan hasil PAD sehingga mampu
memberikan kontribusi sebesar >50% dari total belanja daerah.
SARAN
Dari uraian kesimpulan diatas, berikut ini beberapa saran yang dapat dijadikan
bahan masukan yaitu : (1) Lebih meningkatkan dan mengoptimalkan intensifikasi
pendapatan asli daerah; (2) Melakukan pengembangan ekstensifikasi pendapatan asli
daerah yang diharapkan mampu meningkatkan keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Argi, R. 2011. Analisis Belanja Daerah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di
Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009. Program Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.
BKPPM. (2011). Rekapitulasi Data Realisasi Investasi PMA/PMDN Kota Surabaya tahun
2009 s/d 2012. From http://bkppm.putravisual.com/data_investasi/pmapmdn/.
Diakses tanggal 19 Oktober 2013.
Christian, F. D. 2010. Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi dan Laba BUMD terhadap Total
Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Surabaya. Program Sarjana STIESIA.
Surabaya.
Ferdiyan, A. 2006. Analisis PengaruhOtonomi Daerah terhadap Pertumbuhan Investasi di
Provinsi Jawa Barat. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hadi, S. 1995. Metodologi Research. Andi Offset. Yogyakarta.
Halim, A. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.
Mankiw, N. G. 2000. Teori Makro Ekonomi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Novianto, T. F. 2013. Analisis Pengaruh PAD, Investasi dan Angkatan kerja terhadap
Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1992-2011. Program Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.
Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah RI No. 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar.
Erlangga. Jakarta.
Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Undang-Undang RI No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang RI No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah.