Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asidi-alkalimetri
Asidi dari kata acid (bahasa Inggris) yang berarti asam sedangkan metri dari
bahasa Yunani yang berarti ilmu, proses, atau seni mengukur. Asidimetri berarti
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam. Titrasi asidimetrialkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam-basa. Berdasarkan
reaksinya dengan pelarut, asam dan basa diklasifikasikan menjadi asam-basa
kuat dan lemah sehingga titrasi asam-basa meliputi titrasi asam kuat dengan basa
kuat, asam kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa kuat, asam kuat
dengan garam dari asam lemah, dan basa kuat dengan garam dari basa lemah
(Padmaningrum, 2006).
Asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai
titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa.
Sedangkan alkalimetri pada prinsipnya adalah analisa titrimetri yang
menggunakan basa kuat sebagai titrannya dan analitnya adalah asam atau
senyawa yang bersifat asam (Yurida, dkk., 2013).
2.2Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan cara reaksi netralisasi yang dipakai untuk menentukan
konsentrasi larutan asam atau basa dengan menambahkan setetes demi setetes
larutan basa kepada larutan asam.
Titik ketika melakukan titrasi dimana titrasi yang diteteskan cukup untuk
membuat reaksi yang sempurna yang disebut titik equivalen yang ditandai oleh
perubahan warna pada indikator. Titik akhir titrasi merupakan titk pada saat
indikator berubah warna (Yurida, dkk., 2013).
Pada reaksi asam basa proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain.
Didalam air proton tersolvasi sebagai H 3O+. Reaksi asam basa tersebut bersifat
reversibel. Ion H3O+ juga merupakan hasil reaksi autoprotolisis sebagai berikut:
H2O + H2O H3O+ + OH-

Reaksi ini merupakan reaksi transfer proton dari molekul air satu ke molekul
yang lain, dan mengalami kesetimbangan. Tetapan kesetimbangan air, Kw
dirumuskan sebagai:
Kw = aH+ x aOH-

(Widodo, dkk., 2009)

dengan a adalah aktivitas ion. Aktivitas air, aH2O, dalam larutan encer adalah satu.
Harga Kw merupakan fungsi temperatur, Kw= 1,008 x 10-14 pada 25oC.
Apabila suatu asam (misalnya asam asetat) dilarutkan didalam air, maka
reaksi peruraian asam HOAc adalah:
HOAc + H2O H3O+ + OAcAir dalam reaksi ini berperan sebagai basa dan OAc-merupakan basa konjugasi
asam asetat. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi transfer proton ini merupakan
tetapan disosiasi asam yang didefinisikan sebagai:
Ka =

a H x a OAc
a HOAc
+

(Widodo, dkk., 2009)

Reaksi antara ion asetat (basa konjugasi dari asam asetat) dengan air adalah:
OAc- + H2O HOAc + OHdan tetapan kesetimbangannya adalah:
Kb =

a HOAc x a OH
a OAc

(Widodo, dkk., 2009)

Hasil kali kedua tetapan kesetimbangan tersebut diatas sama dengan hasil
kali ion air.
Kw= Ka x Kb

(Widodo, dkk., 2009)

Sehingga untuk menggambarkan sifat asam-basa dari pasangan asam-basa


konjugasi hanya diperlukan salah satu dari kedua tetapan tersebut (Widodo,
dkk.,2009).
2.2.1

Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat


Reaksi suatu asam lemah dengan suatu basa kuat akan menghasilkan garam
dengan karakter basa yang lebih menonjol yang merupakan basa konjugasi dari
asam tersebut. Titrasi sistem tersebut akan menghasilkan karakter larutan
peyangga (buffer) sebelum titik ekivalen tercapai. Sesudah titik ekivalen,
kelebihanbasa penitrasi menentukan besarnya sistem.

pH larutan asam sebelum titrasi:


pH= - log Ka .[HA]

(Widodo, dkk., 2009)

dengan [HA] adalah konsentrasi asam lemah mula-mula.


pH larutan pada penambahan basa kuat sebelum mencapai titik ekivalen
dihitung dengan penggunaan konsep larutan penyangga (buffer). Laarutan ini
terdiri dari campuran asam lemah dan garam dari asam tersebut dengan basa
kuat penitrasinya.
pH = p K a + log

[garam]
[HA]sisa

(Widodo, dkk., 2009)

[garam] ditentukan oleh jumlah basa yang telah ditambahkan.


pH larutan pada saat titik ekivalen merupakan derajat keasaman dari garam
yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat. Garam ini terhidrolisis didalam
larutan berair. pH suatu garam terhidrolisis adalah:
pH =

1
1
1
pKw + pKa + log [garam]
2
2
2

pH larutan sesudah titik ekivalen:


pH = p K w + log[basa]sisa

(Widodo, dkk., 2009)

(Widodo, dkk., 2009)

(Widodo, dkk.,2009).
2.2.2 Titrasi Asam Lemah dengan Basa lemah
Untuk mempermudah pembahasan pada kasus ini diambil contoh titrasi
asam asetat CH3COOH dengan larutan ammonia. Apabila 100ml asam asetat
(Ka = 1,8 . 10-5) 0,1M dititrasi dengan 0,1M larutan ammonia (Kb= 1,8 . 10-5 )
maka pH pada titik ekivalen merupakan derajat keasaman suatu larutan garam
terhidrolisis:
pH =

1
1
1
p Kw + p Ka - p K b
2
2
2

pH = 7,0 + 2,37 2,37


pH = 7,0
Kurva yang diperoleh bahkan menampakkan karakter tidak adanya
kenaikan pH yang menyolok selama penambahan sejumlah penitrasi pada
daerah sekitar titik ekivalen. Penggunaan indicator biasa pada titrasi tidak akan
menghasilkan perubahan warna yang menyolok untuk diamati secara visual.
Untuk kondisi ini digunakan campuran indikator yang menampakkan
perubahan warna yang tajam pada rentang pH yang sempit, seperti indikator

neutral red-methylene blue. Akan tetapi seacar umum akan lebih baik bila
dihindari penggunaan indicator yang melibatkan asam lemah dan basa lemah
sekaligus (Widodo, dkk., 2009).
2.2.3

Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat


Didalam larutan suatu asam kuat yang lebih pekat dari 1x10 -6M,

diasumsikan bahwa konsentrasi kesetimbangan [H3O+] sama dengan


konsentrasi asam. Kurva titrasi asam kuat dengnan basa kuat diperoleh
dengan menghitung terlebih dahulu pH larutan awal, sebelum, saat dan
sesudah titik ekivalen. Sebelum titik ekivalen, konsentrasi analit dihitung dari
konsentrasi awal larutan asam dan data volumetrik. Pada titik ekivalen
konsentrasi ion-ion hidronium dan hidroksida adalah sama. Konsentrasi ion
hidronium diperoleh langsung dari konstanta hasil kali ion-ion air. Setelah
titik ekivalen, perhitungan ditujukan untuk mengetahui kelebihan basa.
Persamaan dibaawah ini akan memberikan formulasi hubungan pH dan
-

konsentrasi OH .
-

Kw= [H3O+] [OH ]


(Widodo, dkk., 2009)
Pada titik ekivalen, dengan konsentrasi ion hidronium dan hidroksida adalah
sama. Sehingga:
[H3O+] =

Kw

1,0 . 10-14

= 1,0 . 10-7

pH = log 1,0 . 10-7= 7,0


(Widodo, dkk., 2009).
2.3 Prinsip Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga
akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan
pH dapat diikuti dengan mengukur pH larutan yang dititrasi dengan
elektrodapada pH meter (Wiryawan, dkk.,2008).
Reaksi antara asam dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah
denganbasa kuat atau lemah, meliputi berikut ini:
Tabel 2.1 Harga pH Titik Ekivalen Titrasi Asam-Basa
Jenis Asam
Asam kuat

Jenis Basa
Basa kuat

Contoh: HCl

Contoh: NaOH

pH Titik Ekivalen (TE)


= 7 (netral)

Asam kuat

Basa lemah

< 7 (asam)

Contoh: HCl
Asam lemah

Contoh: NH4OH
Basa kuat

> 7 (basa)

Contoh: CH3COOH
Asam lemah

Contoh: NaOH
Basa lemah

Tergantung pada harga Ka asam

Contoh: CH3COOH

Contoh: NH4OH

lemah dan Kb basa lemahnya.


Bila Ka > Kb maka pH TE < 7,
Ka < Kb maka pH TE > 7, bila
Ka = Kb maka pH TE = 7.

(Wiryawan, dkk., 2008).


2.4 Indikator Titrasi
Indikator asam basa merupakan asam organik lemah dan basa organic
lemah yang mempunyai dua warna dalam pH larutan yang berbeda. Pada titrasi
asam dengan basa, maka indicator yang digunakan adalah asam kedua yang
merupakan adam yang lebih lemah dan konsentrasi indikator berada pada
tingkat kecil.

Gambar 2.1 Kurva titrasi asam dengan basa (a) dan Kurva titrasi basa
dengan asam (b)
(Wiryawan, dkk.,2008)
Pada titrasi asam dengan basa, indikator (asam lemah) akan bereaksi dengan
basa sebagai penitrasi setelah semua asam dititrasi (bereaksi) dengan basa
sebagai penitrasi (Wiryawan, dkk.,2008).

Berbagai macam indikator dapat digunakan sebagai penunjuk asam, basa,


atau garam. Berikut ini satu-persatu akan diuraikan macam-macam indikator
dengan berbagai kekhasannya.
a. Kertas lakmus
Ada 2 macam kertas lakmus, yaitu merah dan biru. Kertas lakmus
biru biasanya digunakan untuk menunjukkan asam, yaitu jika dicelupkan
dalam larutan dan ternyata berubah menjadi warna merah, berarti larutan
tersebut bersifat asam. Sebaliknya jika kertas lakmus merah dicelupkan
ke dalam suatu larutan dan warna kertas berubah menjadi biru, berarti
larutan tersebut bersifat basa. Jika kertas lakmus merah atau biru
dicelupkan ke dalam suatu larutan dan ternyata kedua kertas tidak
mengalami perubahan warna, berarti larutan tersebut bersifat netral.
b. Larutan indikator
Beberapa contoh larutan indikator antara lain adalah fenolptalin (pp)
yang memberikan warna pink dalam lingkungan basa dan tidak berwarna
dalam lingkungan asam, dan metil orange (mo) yang memberikan warna
merah dalam lingkungan asam dan kuning dalam lingkungan basa.
Perubahan warna indikator ini terjadi dalam rentangan pH tertentu yang
disebut trayek pH. Sebagai contoh, indikator pp memiliki trayek pH : 8,0
9,6, dan indikator mo memiliki trayek pH : 3,1 4,4.
c. Indikator universal
Indikator ini dapat berupa kertas, tetapi ada juga yang berupa larutan,
yang dapat menunjukkan harga jangkauan pH suatu larutan yang lebar.
Jika kertas indikator ini dicelupkan ke dalam larutan akan memberikan
warna tertentu yang kemudian dibandingkan dengan warna standar yang
tertera dalam wadahnya untuk mengetahui pH larutan yang sebenarnya.
d. Indikator alami
Indikator alami dapat dibuat dari bagian tanaman yang berwarna,
misalnya kelopak bunga sepatu, daun kubis ungu, daun bayam merah,
kayu secang, dan kunyit. Sebenarnya hampir semua tumbuhan berwarna
dapat dipakai sebagai indikator tetapi terkadang perubahan warnanya
tidak jelas. Oleh karena itu hanya beberapa saja yang sering dipakai,

misalnya daun kubis ungu yang memberikan warna merah dan hijau,
daun bayam merah yang memberikan warna merah dan kuning.
Beberapa indikator alami tersebut dapat dibuat secara cepat, mudah,
dan sederhana. Namun dalam bentuk larutan ia tidak tahan lama, mudah
rusak, dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Untuk mengatasi hal itu
kita dapat membuat-nya dalam bentuk indicator kertas, yaitu dengan
melarutkan bahan indikator alami dalam alkohol setelah sebelumnya
dikeringkan, kemudian kertas saring yang telah dibentuk seperti kertas
pH Universal (ukuran x 5 cm) kita celupkan satu-persatu dan dibiarkan
kering di udara. Kertas indikator alami ini akan bertahan lama bila
disimpan di plastikyang tertutup.
(Padmaningrum, 2006)
2.5 Aplikasi Proses Biosorpsi dan Desorpsi Ion Cr (VI) Pada Biosorben
Rumput Laut Eucheuma spinosum
Salah satu sumber daya hayati kelautan yang dimiliki Indonesia adalah
rumput laut. Rumput laut dibedakan menjadi yaitu Rhodophyceae (rumput laut
merah), Phaeophyceae (rumput laut coklat), Chlorophyceae (rumput laut hijau),
dan Chyanophyceae (rumput laut hijau-biru). Pemanfaatan rumput laut pada
awalnya hanya sebagai sayuran saja baik itu diolah terlebih dahulu atau
dimakan secara langsung. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, rumput
laut telah dimanfaatkan sebagai pupuk, komponen makanan ternak, dan
makanan ikan.
Sebanyak 1gram butiran rumputlaut dimasukkan ke erlenmeyer 25 mL
danditambahkan 25,0 mL larutan NaOH 1 M,erlenmeyer ditutup rapat dan
diaduk selama 24jam. Perlakuan yang sama dilakukan terhadaplarutan blanko
yang hanya mengandung 25,0 mLlarutan NaOH 1 M. Setelah 24 jam
campurandisaring dan residunya dibilas menggunakanaquadest. Filtrat dan
bilasan lalu dititrasi denganlarutan HCl 1 M yang telah dibakukan
terlebihdahulu.
Dari hasil penelitian diperoleh padawaktu kontak 12 jam rumput laut
Eucheumaspinosum

dapat

menyerap

ion

logam

Cr(VI)paling

besar

dibandingkan waktu kontak yanglainnya yaitu sebesar 5,0638 mg/g dengan pH

sebesar

adalah

pHoptimum

biosorpsi

rumput

laut

Eucheuma

spinosumterhadap ion logam Cr(VI). Oleh karenaitu, waktu kontak selama 12


jam digunakansebagai acuan dalam penentuan isothermbiosorpsi Cr(VI)
selanjutnya (Diantariani, dkk., 2008).

Mulai
Pengujian dilakukan berdasarkan penentuan keasaman biosorben

Flowchart Proses Biosorpsi dan Desorpsi Ion Cr (VI) Pada Biosorben


Rumput Laut Eucheuma spinosum
1 gram rumput laut dimasukkan ke dalamerlenmeyer

Lalu dititrasi dengan NaOH 1 Mselama 24 jam

NaOH berlebih (sisa) direaksikan dengan HCl 1 M

Penentuan asam pada biosorpen pun didapatkan

Selesai

Gambar 2.2 Flowchart Proses Biosorpsi dan Desorpsi Ion Cr (VI) Pada Biosorben
Rumput Laut Eucheuma spinosum
(Diantariani, dkk., 2008)

Anda mungkin juga menyukai