KEBERLANJUTAN EKOLOGI
(Kasus Pembangunan Disneyland di Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Oleh :
CHARITY NAYSA NASUTION
I34130007
Dosen Praktikum :
MAHMUDI SIWI S.P. MSi
LUKMAN HAKIM S.KPM. MSi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki penduduk yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian,
hal ini yang menyebabkan Indonesia dikatakan sebagai negara agraris. Bagi negara
agraris, sektor pertanian memiliki peranan penting dalam membangun perekonomian
nasional serta pemenuhan kebutuhan pokok bagi warga negaranya. Indonesia merupakan
negara agraris yang memiliki wilayah yang cukup luas. Namun kenyataannya kemiskinan
dan kelaparan menjadi masalah utama yang hingga kini tak kunjung usai di Indonesia.
Hal ini dikarenakan banyaknya petani Indonesia yang hanya menjadi buruh di lahan
sendiri ditambah lagi dengan wilayah yang cukup luas itu hanya dikuasai oleh segelintir
orang yang berkuasa atas modal.
Saat ini, Indonesia memiliki dua masalah utama pada sektor pertanian yaitu
kritisnya jumlah lahan pertanian dan maraknya konversi lahan pertanian. Konversi lahan
dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya
semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Misalnya, berubahnya peruntukan fungsi lahan
persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi lindung menjadi lahan
pemukiman (Soemarno 2013). Konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian tidak
hanya berdampak pada penurunan produksi pangan, tetapi juga terhadap keberlanjutan
ekologi. Salah satu dampak konversi lahan terhadap ekologi adalah penurunan
kemampuan air meresap ke dalam tanah yang menyebabkan timbulnya permasalahan
lingkungan seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Menurut Listianti (2010) masyarakat mengolah tanah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya disamping menggunakan tanah untuk tempat tinggal. Sementara itu, pihak
swasta sebagai pemodal tentu saja ingin mengembangkan usahanya, dan dalam
pengembangan usaha ini, tak jarang menggunakan sumberdaya yang ada dan
menggunakan tanah sebagai tempat mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, peran
pemerintah yang mengeluarkan kebijakan untuk memfasilitasi berbagai kepentingan
tersebut menjadi sangat penting. Pemerintah disamping harus dapat mempertahankan
tanah sebagai resapan air agar tidak terjadi banjir dan memastikan masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumberdaya alam, pembangunan juga harus tetap
dilakukan pemerintah. Kenyataannya kemiskinan dan hutang negara banyak
mempengaruhi kebijakan pemerintah yang kini cenderung liberal, sehingga untuk
pembangunan Indonesia diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta yang ada di
Indonesia melihat hal ini sebagai peluang untuk mengembangkan usahanya dengan
mudah. Maka, eksploitasi sumberdaya alam dan konversi lahanpun tak terhindarkan lagi,
dan kini telah banyak lahan yang berubah fungsinya.
Secara ekologis, perubahan telah terjadi sejak awal konversi dilakukan. Dampak
ekologis meliputi daya dukung lahan, terganggunya sistem resapan air, dan meningkatnya
peluang banjir. Perbandingan antara lahan dan sumber daya alam yang terbatas dengan
bertambahnya jumlah penduduk tidak seimbang. Hal ini semakin parah jika sikap
masyarakat juga kurang memperhatikan lingkungan.
Hasil penelitian Pakpahan (1994) menunjukkan bahwa luas lahan sawah yang
terkonversi di Pulau Jawa adalah sebagai berikut: di Jawa Barat pada periode 1987-1991
adalah 37.000 hektar, Jawa Tengah (1981-1986) adalah 40.300 hektar, DI. Yogyakarta
(1986-1990) adalah 2.9 ribu hektar, dan Jawa Timur (1987-1993) adalah 58.000 hektar.
Dapat dikatakan rata-rata luas lahan sawah di Pulau Jawa yang beralih fungsi sekitar
22.200 hektar per tahun.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi perihal konversi lahan sesungguhnya
telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Namun
kenyatannya peraturan ini belum diindahkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya,
masih banyak penyelewengan yang terjadi berlandaskan kepentingan pribadi dan
organisasi tanpa memperhatikan keberlanjutan ekologi.
Kecamatan Cigombong merupakan salah satu wilayah peralihan dari perdesaan
menuju perkotaan (urban) di Kabupaten Bogor yang tengah mengalami fenomena
konversi lahan pertanian. Sebanyak 56 persen dari luas wilayah Kecamatan Cigombong
secara keseluruhan menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2014 yakni
3.558 hektar, dikonversi untuk kepentingan pembangunan oleh pihak swasta yang
bekerjasama dengan asing. Akibatnya petani dan buruh tani kehilangan pekerjaan,
sementara mereka menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Tak hanya itu, hal ini
akan menimbulkan ketidakseimbangan ekologi di Kecamatan Cigombong. Oleh karena
itu, menjadi penting untuk mengetahui bagaimana dampak konversi lahan terhadap
keberlanjutan ekologi?
Rumusan Masalah
Konversi lahan akibat perubahan struktur agraria dari pertanian ke non- pertanian
banyak dialami oleh lahan di pedesaan yang berada di pinggiran kota (urban periphery).
Laju konversi lahan dari tahun ke tahun terus meningkat. Konversi lahan terjadi hampir di
seluruh bagian di Indonesia, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa, namun laju
konversi lahan yang tercepat adalah di Pulau Jawa. Kasus konversi lahan di Kecamatan
Cigombong terjadi sejak tahun 2014 yaitu semenjak masuknya pengembang (swasta) ke
daerah ini. PT. MNC Group adalah pengembang (swasta) yang masuk ke Kecamatan
Cigombong untuk mengembangkan bisnis dalam bentuk mega proyek. Pembebasan tanah
untuk kepentingan swasta dilakukan atas dasar kesepakatan yang dilakukan langsung
antara kedua belah pihak. Kesepakatan itu sebelumnya diproses melalui izin dari Pemkab
Bogor. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apa saja faktorfaktor yang mempengaruhi konversi lahan di Kecamatan Cigombong?
Menurut hasil penelitian Listianti (2010) konversi lahan berdampak terhadap
beberapa aspek, diantaranya aspek sosial, ekonomi, politik, dan ekologi. Kesenjangan
antar masyarakat di desa menjadi indikator dampak konversi lahan terhadap aspek sosial,
yaitu pihak yang mengkonversi lahan derajatnya menjadi turun dalam hal stuktur
kepemilikan dan penguasaan lahan dan sebaliknya. Kemudian aspek ekonomi dapat
diukur dengan keterkaitan antara luas lahan, produktivitas, dan pendapatan. Aspek politik
diukur dengan perizinan investasi yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat dengan
tujuan pembangunan yang diharapkan dapat selaras sesuai dengan Peraturan Daerah
Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun
2009-2029. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis sejauh mana
dampak konversi lahan terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik Kecamatan
Cigombong?
Dampak konversi lahan berkaitan dengan keseimbangan ekologi. Banyaknya
lahan yang dikonversi mengakibatkan penurunan carrying capacity dari suatu wilayah.
Apabila hal tersebut dibiarkan, akan berdampak pada masa yang akan datang.
Terancamnya ekologi mempunyai indikator, diantaranya daya dukung lingkungan
menurun, terganggunya sistem resapan air, dan peluang banjir meningkat. Beberapa
aspek tersebut tentu saja berkaitan satu sama lain. Kerugian yang ditimbulkan oleh
konversi lahan terhadap ekologi setempat menyebabkan sistem yang lain terganggu. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis sejauh mana konversi lahan
berdampak pada ekologi serta keterkaitan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik
terhadap keberlanjutan ekologi Kecamatan Cigombong?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Kecamatan
Cigombong.
2. Menganalisis dampak konversi lahan terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik di
Kecamatan Cigombong.
3. Menganalisis dampak konversi lahan terhadap ekologi serta keterkaitan aspek-aspek
sosial, ekonomi, dan politik terhadap keberlanjutan ekologi Kecamatan Cigombong.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi akademisi: penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya
menyangkut bidang agraria serta bermanfaat sebagai data penelitian dalam bidang
sejenis. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperbaiki kelemahankelemahan dari penelitian ini.
2. Bagi masyarakat: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi
masyarakat untuk mempertahankan dan menjaga lahan pertanian mereka yang
merupakan sumber penghidupan utama.
3. Bagi pemerintah dan instansi terkait: hasil penelitian ini diharapkan menjadi sarana
evaluasi, informasi, dan data yang relevan bagi pemerintah untuk melakukan
perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan dalam upaya pengendalian konversi lahan.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Definisi Lahan dan Konversi Lahan
Menurut Listianti (2010) tanah merupakan sumber hidup bagi manusia yang
berkembang dan melakukan segala aktivitas di atasnya. Sumberdaya alam seperti air,
tumbuhan, dan lainnya yang diperlukan untuk menghidupi manusia di bumi juga semua
berada di atas tanah. Dari hal tersebut, kita dapat melihat bahwa tanah mempunyai fungsi
yang sangat penting untuk manusia. Manusia diberi hak untuk mengolah dan memelihara.
Namun, dalam pengelolaan tanah ini, terdapat tumpang tindih kepentingan.
Menurut Hidayat (2008) tanah merupakan salah satu faktor produksi penting
dalam kegiatan pertanian. Permasalahan kebutuhan lahan pertanian cenderung menjadi
sangat kompleks karena: (1) pola pemilikannya yang relatif sempit; (2) terdapatnya
fenomena dengan semakin terdesaknya kegiatan pertanian oleh kegiatan non pertanian
dengan munculnya fenomena konversi lahan yang semakin gencar; (3) terjadinya
perpecahan dan perpencaran (fragmentasi) lahan baik pada lahan sawah maupun lahan
kering; (4) terjadinya akumulasi lahan oleh sebagian kecil rumah tangga di pedesaan; dan
(5) seringkali terjadinya konflik pertanahan yang diakibatkan oleh konflik penguasaan
dan pemanfaatan lahan.
Salah satu fenomena yang marak terjadi dalam pemanfaatan lahan adalah
konversi lahan. Konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan (Handari
2012). Konversi lahan pertanian pada intinya terjadi akibat adanya persaingan dalam
pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Persaingan dalam
pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial
yaitu keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi
(Irawan 2008). Konversi lahan akibat perubahan struktur agraria dari pertanian ke non
pertanian banyak dialami oleh lahan di pedesaan yang berada di pinggiran kota (urban
periphery). Konversi sawah di daerah urban adalah akibat perluasan pemukiman dan
pembangunan pemukiman tersebut akan diikuti pembangunan prasarana ekonomi.
Kawasan pinggiran kota ini adalah daerah Kabupaten/Kota yang belum terencana dan
dihuni oleh penduduk asli dengan kegiatan pedesaan. Hal ini mendorong munculnya
permasalahan baru seperti kesenjangan sosial dan kekumuhan (slum area) di kawasan
pinggiran (Budiyono et. al. 2006).
Selama periode 1979-1999, konversi lahan sawah di Indonesia mencapai
1.627.514 ha atau 81.376 ha/tahun. Dari jumlah lahan sawah selama kurun waktu
tersebut, sekitar 1.002.005 ha (61,57%) atau 50.100 ha/tahun terjadi di Jawa, sedangkan
di luar Jawa mencapai sekitar 625.459 ha (38,43%) atau 31.273 ha/tahun. Ini berarti
bahwa harus segera diadakan upaya pengendalian konversi lahan sawah di Pulau Jawa
(Isa 2006).
pertanian pada dasarnya dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu tarikan permintaan
lahan untuk kegiatan nonpertanian dan dorongan penawaran lahan pertanian oleh
petani pemilik lahan. Dorongan penawaran lahan oleh petani dapat dirangsang oleh
beberapa faktor yaitu luas pemilikan lahan petani yang relatif sempit akibat kepadatan
penduduk yang tinggi, sistem pewarisan lahan pecah-bagi yang mengarah pada
pemilikan lahan yang semakin sempit (Simatupang dan Irawan 2003). Sedangkan
tarikan permintaan lahan untuk kegiatan nonpertanian menurut Irawan (2008) dapat
dirangsang oleh tiga kondisi yaitu: pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada
meningkatnya kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian, pertumbuhan jumlah
penduduk yang berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk perumahan, dan
transformasi struktur ekonomi yang mengarah pada sektor ekonomi yang memiliki
produktivitas lebih tinggi dibanding sektor pertanian.
2. Faktor Sosial
Menurut Munir (2008) faktor internal yang menyebabkan konversi lahan salah
satunya adalah faktor pendidikan. Konversi lahan dilakukan oleh petani yang belum
pernah mengenyam pendidikan. Petani yang berpendidikan akan lebih bijak dalam
mengambil keputusan untuk mengkonversi lahan atau tidak. Dengan analisis kualitatif,
pendidikan tidak menentukan konversi lahan, namun berhubungan dengan latar
belakang ekonomi keluarga. Petani berpendidikan rendah berasal dari keluarga kurang
mampu. Mereka berpikir dengan mengkonversi lahan bisa mencukupi kebutuhan
mereka.
Faktor lain yang menyebabkan cepatnya konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian sebagaimana menurut Suriyanto (2013) yaitu faktor sosial budaya, dimana
keberadaan hukum waris yang dapat menyebabkan terfragmentasinya lahan pertanian
sehingga tidak memenuhi skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
3. Kebijakan
Menurut Sihaloho (2004) dalam faktor-faktor pendorong terjadinya konversi
lahan pertanian, terdapat faktor makro yang meliputi kebijakan pemerintah yang
memberikan iklim kondusif bagi transformasi peruntukan suatu kawasan. Hal ini
diikuti dengan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha swasta dan pemerintah
itu sendiri. Kebijakan pemerintah tidak jarang juga dibuat dan dilanggar oleh
pemerintah khususnya dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang juga
tidak sesuai dengan implementasi di lapangan.
Menurut Munir (2008) dukungan pemerintah daerah bagi pertanian
mempengaruhi petani untuk memutuskan mengkonversi lahannya atau tidak. Ketika
petani tidak mendapat dukungan dari pemerintah, seolah-olah pertanian yang mereka
usahakan tidak berarti.
Berdasarkan kewenangan pemerintah dalam mengatur dan menentukan
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan sumberdaya maka konversi
lahan yang terjadi sebenarnya akan sangat ditentukan oleh efektivitas kebijakan
pengendalian konversi lahan yang dilakukan pemerintah. Secara substantif terdapat
tiga instrumen utama yang digunakan dalam menerapkan kebijakan konversi lahan
menurut Irawan (2008) yaitu: Pertama, penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW). Kedua, pemberian ijin lokasi. Ijin lokasi merupakan instrumen untuk
Kerangka Pemikiran
Konversi lahan pertanian yang dimaksud adalah definisi yang disampaikan oleh
Irawan (2008) yang pada intinya adalah konversi lahan terjadi akibat adanya persaingan
dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Konversi lahan
akibat perubahan struktur agraria dari pertanian ke non pertanian banyak dialami oleh
lahan di pedesaan yang berada di pinggiran kota (urban periphery). Meningkatnya
kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya
permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan nonpertanian (akibat pertumbuhan
ekonomi) pada akhirnya menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian. Perubahan
desa menjadi kota juga diikuti dengan perubahan perilaku masyarakatnya dan perubahan
kepemilikan lahan. Faktor kebijakan yang mempengaruhi konversi lahan yang dimaksud
adalah definisi yang disampaikan oleh Munir (2008) yaitu dukungan pemerintah daerah
bagi pertanian juga mempunyai peran penting dalam mempengaruhi petani untuk
Laju Konversi
Lahan dari
Pertanian ke NonPertanian
Dampak Ekologi
1. Kondisi Udara
2. Sistem Resapan Air
3. Kondisi Sungai
4. Peluang Banjir
Kebijakan
- Dukungan Pemerintah
Daerah
Keterangan :
Hubungan
Gambar 1 Dampak Konversi Lahan Terhadap Keberlanjutan Ekologi
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang membantu peneliti dalam mengarahkan dan memudahkan
pencarian data dan proses pengujian hipotesis, antara lain:
1. Diduga faktor ekonomi, faktor sosial dan kebijakan berhubungan dengan konversi
lahan pertanian.
2. Diduga, konversi lahan pertanian berhubungan dengan dampak ekologi.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Beberapa alasan pemilihan lokasi,
antara lain: (1) Kajian di lokasi penelitian ini dapat menjawab permasalahan pokok studi
ini secara mendalam dan spesifik; (2) Lokasi merupakan salah satu daerah pinggiran kota
metropolitan dengan dinamika masalah pembangunan, seperti alih fungsi lahan yang
banyak terjadi untuk berbagai kepentingan; (3) Lokasi ini merupakan wilayah alih fungsi
lahan, dimana sebagian dan hampir keseluruhan dari total wilayah di Kecamatan
Cigombong telah beralih fungsi menjadi bagian dari kawasan wisata Disneyland yang
pada awalnya adalah lahan pertanian produktif. Penelitian ini dilakukan pada bulan
September-Oktober 2016. Kurun waktu penelitian yang dimaksud mencakup waktu
semenjak peneliti intensif berada di lokasi penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk menganalisis dampak konversi lahan terhadap
keberlanjutan ekologi ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data
kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode penelitian
survei. Metode penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Effendi 2012). Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan. Sedangkan data kualitatif dilakukan dengan metode
wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi terkait untuk memperoleh
gambaran deskriptif tentang lingkungan dan data hubungan-hubungan sosial.
Teknik Sampling
Subjek yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga di Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang sebagian besar lahannya telah
di konversi untuk pembangunan di sektor nonpertanian. Unit analisis yang diambil adalah
petani yang memiliki lahan tetapi telah mengkonversikan lahannya yaitu dengan
menjualnya kepada pihak perusahaan. Petani sample adalah petani yang dipilih secara
stratified random sampling dengan jumlah responden sebanyak 45 orang. Angka 45
diambil dari standar minimal penelitian survei yaitu berdasarkan asumsi bahwa populasi
yang diambil memiliki sebaran normal.
17.0. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat
data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi
Microsoft Excell 2007. Kemudian SPSS. for windows 17.0 digunakan untuk membantu
dalam uji statitistik yang akan menggunakan uji korelasi. Uji korelasi dalam penelitian ini
digunakan untuk melihat hubungan adanya konversi lahan terhadap keberlanjutan
ekologi.
Definisi Operasional
X1 = Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan: Faktor ekonomi, yakni
dapat diukur dari tingkat pendapatan, tingkat produktivitas pertanian, dan luas lahan yang
dimiliki. Faktor sosial, yakni dapat diukur dari tingkat pendidikan. Kebijakan, yakni dapat
diukur dari ada atau tidaknya dukungan pemerintah daerah bagi pertanian.
X1.1
Tingkat
Pendapatan:
Banyaknya 1. Rendah
pendapatan responden yang diperoleh
< 1.000.000
selama satu bulan dengan satuan rupiah.
2. Sedang 1.000.000
< x < 2.000.000
Ordinal
3. Tinggi
> 2.000.000
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Nominal
2. Ada
Jika jawaban 2, maka
jenis bantuan dalam
bentuk:
1. Saprotan
2. Bibit
3. Pupuk
4. Lainnya
1. Rendah (skor 3-5)
X1.6 Skor Faktor Ekonomi (Tingkat
Ordinal
Pendapatan, Tingkat Produktivitas, dan 2. Sedang (skor 6-7)
3. Tinggi (skor 8-9)
Luas Lahan)
Y1 = Dampak Ekologi: Dampak pada lingkungan sekitar yang dapat dilihat melalui
kondisi udara, sistem resapan air, kondisi sungai, serta peluang terjadinya banjir.
Y1.1 Kondisi Udara: Suhu udara yang dirasakan Kondisi udara terbaik
oleh responden.
diberi skor 1 dan
Ordinal
yang terburuk skor 10
Y1.2 Sistem Resapan Air: Kemampuan utama Kondisi
sistem
dari lahan sebagai daerah resapan air untuk resapan air yang tidak
mencegah banjir.
terganggu diberi skor
Ordinal
1 dan yang sangat
terganggu skor 10
Y1.3 Kondisi Sungai: Debit air sungai yang Kondisi debit air
digunakan untuk irigasi lahan pertanian sungai yang sangat
dan kebutuhan harian responden.
cukup diberi skor 1
dan yang sangat
kurang skor 10
Y1.4 Peluang Banjir: Frekuensi terjadinya Frekuensi banjir yang
banjir dalam kurun waktu satu tahun.
jarang diberi skor 1
dan yang sangat
sering skor 10
Y1.5 Skor Dampak Ekologi
Ordinal
Ordinal
Ordinal
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2014. Kecamatan Cigombong Dalam Angka 2014. [Internet]. [diunduh 2015
September 15]. Tersedia pada:
http://bogorkab.bps.go.id/publikasi_bps/2014/kcda2014/081cigombong/index.ht
ml
Budiyono et. al. 2006. Pengembangan Lahan Perumahan dan Pemukiman di
Kawasan Pinggiran Kota (Urban Periphery) Melalui Pendekatan Partisipatif
Guided Land Development (GLD) (Studi Kasus di Jabodetabek). Bogor (ID):
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Effendi S dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES
Handari MFAW. 2012. Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. [tesis]. [Internet]. [diunduh 2015
Oktober 14]. Tersedia pada: http://core.ac.uk/download/pdf/11736142.pdf
Hidayat SI. 2008. Analisis Konversi Lahan Sawah di Propinsi Jawa Timur. J-SEP
Vol. 2 No. 3. [diunduh 2015 Oktober 1]. Tersedia pada:
jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP/article/download/431/288
Irawan B. 2008. Meningkatkan Efektifitas Kebijakan Konversi Lahan. Forum
Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No. 2. [diunduh 2015 Oktober 14]. Tersedia
pada: http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE26-2e.pdf
Isa I. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. [prosiding].
[Internet]. [diunduh 2015 Oktober 14]. Tersedia pada:
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding/mflp2006/iwa
n.pdf
Listianti WLD. 2010. Dampak Konversi Lahan Terhadap Keberlanjutan Ekologi
(Studi Kasus: Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Munir M. 2008. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Kasus: Desa Candimulyo,
Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah). [skripsi].
[Internet]. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2366/A08mmu2.pdf;jsessi
onid=18A571061FEE39BE9967B2B923628F61?sequence=5
Pakpahan A, Sumaryanto, N Syafaat, S Friyatno, Saktyanu KD, dan RP Somaji.
1993. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Kuesioner
Petunjuk:
berilah tanda ( X ) pada setiap pilihan nomor yang sesuai di bawah ini.
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1.
Nama
2.
No. Telepon
............................................................................
..
3.
Umur
..................... tahun
4.
Alamat
..................................................................................
RT:
RW:
No:
Desa:
Kecamatan:
Kabupaten:
Propinsi:
5.
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
6.
Pendidikan Terakhir
7.
2. Perempuan
1. Tidak Sekolah
2. Tidak Tamat Sekolah Dasar
3. Tamat SD
4. Tamat SMP / Sederajat
5. Tamat SMA / Sederajat
6. Lainnya
.................... tahun
B. KEPEMILIKAN LAHAN
8. Berapa luas lahan yang Anda miliki?
.... ha
.... ha
C. PENDAPATAN
10. Berapa produktivitas hasil pertanian dari lahan sebelum dijual?
.. kg/ha
.. kg/ha
12. Berapa pendapatan Anda dari hasil pertanian sebelum lahan dijual?
Rp..
13. Berapa pendapatan Anda setelah lahan dijual?
Rp
14. Apakah Anda hanya bergantung pada lahan pertanian sebagai sumber penghasilan?
1. Tidak
2. Ya (lanjut ke nomor 17)
15. Jika tidak, apakah sumber penghasilan lain yang Anda miliki?
..............................................................................
Sebelum
pembangunan
Setelah
pembangunan
a. Kondisi Udara
b. Sistem Resapan Air
c. Kondisi Sungai
d. Frekuensi Banjir
Total
23. Berikut adalah sebuah gambar tangga dengan 10 anak tangga. Di tangga paling bawah
adalah kondisi paling baik dan di tangga yang paling tinggi (anak tangga ke 10) adalah
kondisi paling buruk. Menurut Anda, di anak tangga nomor berapakah kondisi
lingkungan Kecamatan Cigombong saat ini?
Nama (Inisial)
A
B
C
D
E
FG
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
Alamat
Jalan X No.2 RT.01 RW 01
Jalan X No.10 RT.02 RW 01
Jalan X No.15 RT.03 RW 01
Jalan X No.20 RT.04 RW 01
Jalan X No.25RT.05 RW 01
Jalan X No.3 RT.01 RW 02
Jalan X No.11 RT.02 RW 02
Jalan X No.17 RT.03 RW 02
Jalan X No.24 RT.04 RW 02
Jalan X No.30 RT.05 RW 02
Jalan X No.7 RT.01 RW 03
Jalan X No.13 RT.02 RW 03
Jalan X No.21 RT.03 RW 03
Jalan X No.28 RT.04 RW 03
Jalan X No.34 RT.05 RW 03
Jalan X No.6 RT.01 RW 04
Jalan X No.16 RT.02 RW 04
Jalan X No.22 RT.03 RW 04
Jalan X No.29 RT.04 RW 04
Jalan X No.37 RT.05 RW 04
Jalan X No.7 RT.01 RW 05
Jalan X No.11 RT.02 RW 05
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
V
W
X
Y
Z
AB
CD
EF
GH
IJ
KL
MN
OP
XE
RS
TU
VW
XY
ZA
CA
BA
RI
KY
Informan/Partisipan
Hari & Tanggal
Waktu & Durasi
Tempat
Kondisi & Situasi
:
:
:
:
:
:
:
Pengamatan/FGD/Wawancara Kelompok/Wawancara
Mendalam
Deskripsi
Interpretasi
S
T
U
V
W
X
Y
Z
AB
CD
EF
GH
IJ
KL
MN
OP
XE
RS
TU
VW
XY
ZA
CA
BA
RI
KY
4
5
5
2
2
3
3
3
5
5
5
5
4
4
4
3
3
1
1
6
6
6
6
6
3
4
E22
.b.1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
E22
.b.2
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
3
3
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
E22
.b.3
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
1
2
2
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
3
3
2
2
E22
.c.1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
3
2
2
2
2
4
5
5
4
3
2
1
2
3
4
4
3
2
1
2
3
3
2
3
2
4
2
2
1
5
1
E22
.c.2
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
9
9
10
E22
.c.3
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7
7
8
E22
.d.1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
10
6
8
7
7
8
8
9
9
6
8
7
9
10
8
7
8
7
8
7
7
8
9
8
9
E22
.d.2
7
5
6
5
5
5
5
5
5
5
6
4
4
4
5
5
1
4
4
5
7
6
6
5
2
5
5
8
8
5
4
6
4
6
3
5
6
8
3
8
E22
.d.3
6
4
5
4
4
4
4
4
4
4
5
3
3
3
1
5
4
2
10
8
1
6
5
1
5
4
2
10
8
1
7
6
1
5
4
2
9
7
1
7
6
1
5
4
2
9
7
1
7
6
1
5
4
5
9
4
1
7
6
1
6
5
5
9
4
1
6
5
1
6
5
5
9
4
1
6
5
1
6
5
5
9
4
1
6
5
1
6
5
5
8
3
1
5
4
1
6
5
5
8
3
1
5
4
1
7
6
4
8
4
1
5
4
1
7
6
4
8
4
1
4
3
1
8
7
4
8
4
1
4
3
1
8
7
4
8
4
1
4
3
1
8
7
4
8
4
1
7
6
1
9
8
3
9
6
1
7
6
1
9
8
4
9
5
1
7
6
1
9
8
4
9
5
1
6
5
1
10
9
4
9
5
1
6
5
1
8
7
4
8
4
1
6
5
1
9
8
4
7
3
1
5
4
1
10
9
2
7
5
1
5
4
1
7
6
2
8
6
1
5
4
1
6
5
2
9
7
1
7
6
1
7
6
2
8
6
1
7
6
1
8
7
1
7
6
1
7
6
1
9
8
1
8
7
1
4
3
1
8
7
1
7
6
1
4
3
1
8
7
1
7
6
1
9
8
1
6
5
2
8
6
1
3
2
1
8
7
2
8
6
1
9
8
Keterangan:
E22.a.1 = pertanyaan nomor 22 poin a pada kondisi sebelum pembangunan
(berlaku untuk semua poin)
E22.a.2 = pertanyaan nomor 22 poin b pada kondisi setelah pembangunan
(berlaku untuk semua poin)
E22.a.3 = selisih antara kondisi setelah dan sebelum pembangunan
Data hasil skoring (di SPSS)
Nama
A6
Faktor Ekonomi
A
2
1
B
2
1
C
2
1
D17
2
2
2
E22
2
2
2
D
E
FG
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
AB
CD
EF
GH
IJ
KL
MN
OP
XE
RS
TU
VW
XY
ZA
CA
BA
RI
KY
2
2
1
2
2
2
3
3
3
3
3
1
1
2
1
2
2
3
3
1
1
2
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
1
1
3
3
3
3
3
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
2
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
1
3
Persen (%)
Rendah
17.8
Sedang
Tingkat
pendidikan Tinggi
21
46.7
16
35.6
45
100.0
Total
Faktor
Ekonomi
Jumlah
Persen (%)
Rendah
41
91.1
Sedang
6.7
Tinggi
2.2
Total
45
100.0
Jumlah
Persen (%)
22
48.9
23
51.1
45
100.0
Dampak
Lingkungan
Rendah
Sedang
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Persen (%)
25.0%
4.8%
6.3%
8.9%
Jumlah
19
14
39
Persen (%)
75.0%
90.5%
87.5%
86.7%
Tinggi
Total
Jumlah
Persen (%)
0.0%
4.8%
6.3%
4.4%
Jumlah
21
16
45
Persen (%)
100.0%
Berdasarkan hasil tabulasi silang, dapat diketahui bahwa sebagian besar petani
yang menjual lahannya kepada pihak perusahaan dikarenakan tingkat pendidikan mereka
yang masih tergolong sedang (90,5%). Faktor pendidikan ini terbukti berpengaruh
terhadap tingkat konversi lahan yang akhirnya berdampak pula pada terganggunya
kondisi lingkungan di Kecamatan Cigombong hingga tahap sedang.
Jumlah dan Persentase Hubungan Antara Faktor Ekonomi Terhadap
Dampak Lingkungan di Kecamatan Cigombong
Faktor Ekonomi
Rendah Sedang Tinggi
Rendah
Dampak
Lingkungan
Sedang
Tinggi
Total
Total
Jumlah
Persen (%)
9.8%
0.0%
0.0%
8.9%
Jumlah
36
39
Persen (%)
87.8%
Jumlah
Persen (%)
2.4%
33.3%
0.0%
4.4%
Jumlah
41
45
Persen (%)
Berdasarkan hasil tabulasi silang, dapat diketahui bahwa petani dengan ekonomi
rendah (87,8%) cenderung menjual lahannya kepada pihak perusahaan yang
mengakibatkan tingginya tingkat konversi lahan dan terbukti berpengaruh pula pada
terganggunya kondisi lingkungan di Kecamatan Cigombong hingga tahap sedang.
Jumlah dan Persentase Hubungan Antara Dukungan Pemerintah Daerah Terhadap
Dampak Lingkungan di Kecamatan Cigombong
Dukungan Pemerintah
Daerah
Rendah
Dampak
Lingkungan
Sedang
Tinggi
Total
Tidak
Ada
Ada
Jumlah
Persen (%)
9.1%
8.7%
8.9%
Jumlah
20
19
39
Persen (%)
90.9%
82.6%
86.7%
Jumlah
Persen (%)
0.0%
8.7%
4.4%
Total
Jumlah
22
23
45
Persen (%)
100.0%
100.0%
100.0%
Berdasarkan hasil tabulasi silang, dapat diketahui bahwa tidak adanya dukungan
pemerintah daerah (90,9%) dalam bidang pertanian, seperti subsidi pupuk, bibit, dan
saprotan mempengaruhi keputusan petani untuk menjual lahannya kepada perusahaan
untuk dijadikan lahan non-pertanian. Semakin meningkatnya konversi lahan pertanian
menjadi non-pertanian mengakibatkan terganggunya kondisi lingkungan di Kecamatan
Cigombong hingga tahap sedang.