Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi epidemiologi menunjukkan penyakit periodontal lebih banyak terjadi
pada kelompok usia lebih tua daripada kelompok muda. Hal ini merupakan akibat
dari kerusakan jaringan kumulatif seumur hidup yang mempengaruhi kerentanan
periodontal. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala Situmorang tentang profil
penyakit periodontal di Kota Medan pada kelompok umur 15- 65 tahun
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit periodontal pada seluruh kelompok
umur cukup tinggi yaitu 96,58%, bahkan pada kelompok umur 45-65 tahun
prevalensinya mencapai 100%. Menurut tingkatan kondisi jaringan periodontal
menunjukkan hanya 3,42% yang mempunyai jaringan periodontal sehat, 66,95%
responden mempunyai karang gigi, 18,23% mempunyai pocket sedalam 4 5
mm, dan 6,84% mempunyai pocket 6 mm.
Pada penelitian epidemiologi awal mengenai prevalensi penyakit periodontal
dan tanggalnya gigi pada populasi dewasa di Amerika menunjukkan bahwa
penyakit periodontal tidak umum terjadi sebelum usia 18 tahun, dan meningkat
sejalan dengan usia. Setelah usia 40 tahun, terjadi kenaikan keadaan tak bergigi
yang cepat dan pada usia 60 tahun, sekitar 60% gigi geligi sudah tanggal dan
hanya 20% subyek yang masih bergigi. Keadaan ini menunjukkan kerusakan
periodontal berhubungan dengan usia. Sedangkan di Finlandia, 40% lansia berusia
65 tahun keatas masih mempunyai beberapa gigi asli, tapi hanya 2% diantaranya
yang memiliki jaringan periodontal yang sehat. Pada sampel yang memiliki gigi,
43% pria dan 27% wanita mempunyai penyakit periodontal yang parah dengan
kedalaman probing lebih dari 6 mm. hanya 50% dari pria yang mempunyai gigi
dan 75% dari wanita menyikat giginya satu kali sehari.
Penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan hipertensi merupakan
penyakit sistemik yang sering ditemukan pada lansia. Penyakit sistemik ini
merupakan salah satu factor resiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit
periodontal pada lansia. Oleh karena itu, perlunya dilakukan perawatan dental
yang bersifat komprehensif

agar dapat meningkatkan derajat kesehatan pada

lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah kali ini akan membahas
mengenai
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana epidemiologi penyakit perio pada lansia?
2. Jelaskan epidemiologi kelainan rongga mulut pada lansia!
3. Jelaskan respon imun terhadap jaringan periodontal!
4. Apa penyebab gigi goyang pada lansia (derajat kegoyangan , cra
pemeriksaan, dan terapi)?
5. Apa penyakit sistemik yang dialami pasien dan bagaimana manifestasi
sistemik dan pemeriksaan serta control penyakit?
6. Jelaskan diagnosis pada kasus, meliputi:
a. Diagnosis gingiva merah menyala dan bengkak (abses)
b. Gigi goyang
c. Kelainan patologi lidah (terdapat ulkus lama, putih, kemerahan)
7. Jelaskan etiologi penyakit pada kasus!
8. Apa saja pertimbangan sebelum sebelum melakukan perawatan penyakit
periodontal pada lansia?
9. Perawatan yang tepat untuk kasus scenario?
10. Bagaimana prognosis dari perawatan yg diberikan pada pasien dan
tingkatan prognosis?
11. DHE apa yang diberikan setelah perawatan yang dilakukan pada scenario!
1.3. Learning Issues
Adapun learning issue yang dapat dicapai dari modul kali ini adalah:
1) Untuk mengetahui epidemiologi penyakit periodontal dan kelainan rongga
mulut pada lansia.
2) Untuk mengetahui berbagai jenis penyakit sistemik yang sering di derita
oleh lansia, dan hubungannya dengan rongga mulut.
3) Untuk mengetahui perawatan yang dapat diberikan kepada lansia yang
menderita penyakit sistemik.
4) Untuk mengetahui prognosis perawatan dental pada lansia penderita
penyakit sistemik.
1.1.

Manfaat pembelajaran
1) Dapat menambah pengetahuan mengenai epidemiologi, kelainan patologi
dan penyakit periodontal pada lansia.
2) Untuk mengetahui perawatan dental yang dapat diberikan kepada lansia
dengan penyakit sistemik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Epidemiologi Penyakit Periodontal pada Lansia
Lansia dengan kelompok umur 65 tahun ke atas mengalami kehilangan
seluruh gigi mencapai 17,6%, jauh diatas target WHO 2010 yaitu 5%. Usia
merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya penyakit periodontal.
Penelitian terhadap kelompok lansia berusia lebih dari 70 tahun di India, 86%
diantaranya mengalami moderate periodontitis dan 25% di antaranya mengalami
kehilangan gigi.1 Penelitian oleh Krustrup dan Petersen E di Denmark pada
kelompok usia 65-74 tahun menunjukkan 2,4% memiliki kondisi jaringan

periodontal yang sehat, 93,1% mengalami bleeding on probing, 62,1% memiliki


poket periodontal 4-5 mm, dan 20% memiliki poket periodontal > 5 mm. 2
Menurut Drury et al., 9 ada perbedaan 10% sampai 20% prevalensi penyakit
periodontal dan keparahan antara orang-orang yang lebih tinggi dan status sosial
ekonomi rendah di luar AS. Distribusi penyakit periodontal dalam negara-negara
juga berbeda menurut ras atau kelompok etnis mengenai prevalensi dan
keparahan. Beck et al. menunjukkan bahwa kelompok kulit hitam memiliki risiko
kerusakan periodontal tiga kali lebih tinggi dari kulit putih dari kelompok usia
yang sama, dan studi oleh Borrell et al.3
2.2. Epidemiologi Kelainan Rongga Mulut pada Lansia
Penelitian yang dilakukan di India dengan 5100 pasien lansia menunjukkan
prevalensi terjadinya lesi oral adalah sebagai berikut: terdapat 3.100 (60,8%) lakilaki dan 2.000 (39,2%) wanita dengan rentang usia 60-98 tahun. Usia rata-rata
dari populasi penelitian adalah 69 6,3 tahun. 5.100 pasien, 3.264 pasien (64%)
disajikan dengan berbagai lesi oral. Pria lebih terpengaruh (66%) dibandingkan
perempuan (34%), dan perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (p> 0,05).
Dalam sebagian besar kasus, hanya satu lesi ditemukan dalam rongga mulut
pasien (42%); Namun, beberapa pasien menunjukkan lebih dari satu lesi mulut
secara bersamaan.4
Sebagian besar lesi oral diamati pada pasien antara 65 sampai 70 tahun.
Langit-langit keras (palatum durum) paling sering terkena lesi (23,1%), diikuti
oleh lidah (16,4%) dan gingiva (14,7%), sedangkan langit-langit lunak (3,6%)
paling sedikit terkena lesi. Lesi diidentifikasi selama penelitian, diklasifikasikan
menurut diagnosis klinis, histopatologi, dan mikrobiologi dan didistribusikan di
27 entitas klinis yang berbeda. Stomatitis nikotinat (43%) karena penggunaan
tembakau dan denture stomatitis (34%) karena penggunaan panjang prosthesis
merupakan lesi yang paling sering didiagnosis. OSMF (30%) juga lesi
premalignant sering terlihat karena persentase yang tinggi dari orang-orang
dengan kebiasaan mengunyah sirih.4
2.3. Respon Imun tehadap Jaringan Periodontal

Dalam tubuh manusia, terdapat 3 komponen utama yang berperan sebagai


system pertahan tubuh, diantaranya:
a) Local defense (Pertahanan tubuh secara local)
Pertahanan tubuh secara local ini merupakan pertahanan tubuh yang paling
pertama bekerja saat ada invasi bakteri atau dikenal dengan istilah first-line
defense

system.

Pertahanan

local

meliputi

lapisan

jaringan

epitel,

antimicrobial peptides, mucosal immune system.5


Epitelial lining (lapisan jaringan epitel). Secara fisiologis dinding sel
jaringan epital akan menghalangi penetrasi bakteri sampai masuk ke jaringan
yang lebih dalam sebagai barrier epithelial. Fungsi mekanis dari barrier
epithelial bertambah seiring dengan proses keratinisasi mukosa dan sekresi sel
membrane mukosa. Sel epidermal (keratinocytes) mensekresi beragam protein
regulator seperti cytokines yang berperan sebagai faktor pertajanan local
dengan cara meningkatkan kemampuan fagositosis bakteri. Regulatory protein
tersebut termasuk Colony Stimulating Factors (CSF) dan interleukin (seperti
IL-3).5
Antimicrobial peptides. Epithelial cell juga memproduksi antimicrobial
peptides seperti IL-8, histatin, dll. Antimicrobial peptides ini bersifat kationik
dan hidrofobik, sifat inilah yang menyebabkan interaksi membrane dan
mikroba dan menyebabkan penghancuran dinding fosfolipid bilayer dan
membrane sel mengalami depolarisasi dan energy ke membrane sel kolaps.
Proses ini memicu menurunnya permeabilitas dinding sel, kebocoran substansi
intraselular dan mikroba mati.5
Mucosal immune system. Sejumlah mononuclear cell terdapat pada
membrane jaringan epitel seperti, B-lymphocytes, plasma cell, T-lymphocytes,
IgA, IgE, dan beberapa IgB serta IgM. Sekresi immunoglobulin ini berfungsi
menetralisir toksin bakteri dan virus serta mencegah perlekatan bakteri ke
mucosal epithelium.5
b) Humoral defense (pertahanan tubuh secara humoral)
Immunoglobulin. Host mensitesis molekul protein spesifik dengan
antibody yang merespon stimulus antigen. Protein ini, atau immunoglobulin,
memiliki beragam structural, biological, dan sifat antigenic. Immunoglobulin
adalah komponen host defense yang melawan langsung agen infeksius.
Sekresi antibody IgA, IgE secara langsung mencegah perlekatan bakteri

pathogen dan parasite ke reseptor epithelial sel. Aktivitas ini penting dalam
mencegah kolonisasi bakteri dan infeksi. Serum antibody juga bisa
menetralisir virus (antiviral activity) dan toksin mikroba (antitoxic activity).
Antibody sendiri tidak bersifat protektif, melainkan berperan dalam merusak
complement system dan memfagositosis mikroorganisme pathogen. Antibody
dan complement bertindak melapisi mikroorganisme dan memfagositosis
dengan neutrophil atau macrophages.5
c) Cellular component
Jika mikroba menginvasi first-line defense, yang mana merupakan peran
faktor local dan humoral, sistem pertahanan yang berperan yaitu phagocytic
cells dan lymphocytes. Aktivasi phagocytes dan lymphocytes membutuhkan
ikatan sinyal ke reseptor cell. Pembentukna signal-receptor complx lalu diikuti
dengan reaksi kimia yang berujung pada translasi sinyal ke cell function.5
Sistem kekebalan tubuh sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan
periodontal dan merupakan pusat respon host terhadap patogen periodontal.
Namun, jika respon imun tidak teregulasi, gigih, dan / atau berlebihan, maka dapat
merusak secara kronis pada respon inflamasi, seperti yang diamati dalam penyakit
periodontal, dapat terjadi.6 Pasien yang menderita penyakit periodontal mengalami
peningkatan

kadar

sitokin

proinflamasi,

prostaglandin

dan

matriks

metalloproteinase (MMPs). sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan TNFa) yang
terlibat dalam inisiasi dan perkembangan penyakit periodontal.

Pada pasien

dengan penyakit periodontal, TNFa terlibat dalam regulasi kekebalan.


Prostaglandin, seperti PGE, terlihat pada tingkat tinggi dalam penyakit
periodontal. Prostaglandin mempengaruhi aktivitas osteoklastik, mengakibatkan
kerusakan tulang alveolar. MMPs mempengaruhi kerusakan jaringan ikat pada
penyakit periodontal dan terlihat pada tingkat tinggi.7
Pertahanan terhadap infeksi terdiri berbagai mekanik, hambatan kimia, dan
mikrobiologi yang mencegah patogen menyerang sel-sel dan jaringan tubuh. Air
liur, GCF, dan keratinosit epitel mukosa mulut semua melindungi jaringan di
bawahnya dari rongga mulut dan khususnya periodonsium. Jika ini pertahanan
utama dilanggar, maka elemen seluler dan molekuler dari respon imun bawaan
diaktifkan. Imunitas bawaan mengacu pada unsur-unsur respon imun yang

ditentukan oleh faktor warisan (dan karena itu "bawaan"), telah membatasi kota
tertentu, dan "xed," sebanyak mereka tidak mengubah atau memperbaiki selama
respon imun atau sebagai hasil dari paparan sebelumnya untuk patogen.
Pengakuan mikroorganisme patogen dan perekrutan sel e ektor (misalnya,
neutrofil) dan molekul (misalnya, sistem komplemen) adalah pusat untuk
kekebalan bawaan efektif. Jika respon imun bawaan gagal untuk menghilangkan
infeksi (misalnya, di host rentan), maka e sel ektor dari respon imun adaptif
(limfosit) diaktifkan.6
2.4. Gigi Goyang
Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal. Kegoyangan
pada gigi disebabkan oleh satu atau lebih dari berikut ini:8
1) Hilangnya dukungan gigi (resorpsi tulang)
Jumlah mobilitas tergantung pada tingkat keparahan dan distribusi kehilangan
tulang pada permukaan akar individu, panjang dan bentuk dari akar, dan
ukuran akar dibandingkan dengan yang dari mahkota.
2) Trauma dari oklusi
Merupakan cedera yang dihasilkan oleh berlebihan oklusal kekuatan atau
timbul karena oklusal normal kebiasaan seperti bruxism. Kegoyangan pada
gigi juga meningkat akubat hipofungsi. Kegoyangan yang dihasilkan oleh
trauma dari oklusi terjadi awalnya sebagai hasil dari resorpsi lapisan kortikal
tulang, terkemuka untuk mengurangi dukungan fier, dan kemudian sebagai
fenomena adaptasi mengakibatkan ruang periodontal melebar.
3) Proses inflamasi yang berlangsung lama
Proses inflamasi ini dapat berasal dari gingiva atau dari periapikal menuju
ligament periodontal. Penyebaran inflamasi dari abses periapikal akut dapat
meningkatkan mobilitas gigi oleh tidak adanya penyakit periodontal.
4) Bedah periodontal
Tindakan bedah periodontal dapat meningkatkan sementara kegoyangan gigi
segera setelah intervensi dan untuk jangka waktu yang pendek.
5) Kehamilan, siklus menstruasi dan penggunaan alat kontrasepsi
Kegoyangan pada gigi dapat meningkat pada masa kehamilan dan kadangkadang terkait dengan siklus menstruasi atau penggunaan alat kontrasepsi.
THS tidak terkait dengan penyakit periodontal dan terjadi mungkin karena
perubahan fisikokimia di jaringan periodontal.

6) Proses patologis pada rahang


Proses patologis pada rahang yang merusak tulang alveolar dan / atau akar
gigi juga dapat menyebabkan kegoyangan pada gigi. Osteomielitis dan tumor
rahang termasuk dalam kategori ini.
Menurut Miller (1950), kegoyangan pada gigi dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat kegoyangannya yaitu:9
-

Derajat 0 kegoyangan fisiologis; gigi dapat digerakkan 0,10,2 mm ke

bidang horizontal.
Derajat 1 gigi dapat digerakkan antara 0,2 dan 1 mm ke bidang horizontal

(arah buko-lingual atau mesio-distal).


Derajat 2 gigi dapat digerakkan 1-2 mm ke bidang horizontal tetapi tidak

ada kegoyangan ke bidang vertikal (arah okluso-apikal)


Derajat 3 gigi dapat digerakkan lebih dari 2 mm ke bidang horizontal
dan/atau kegoyangan ke bidang vertikal.
Secara klinis kegoyangan gigi dapat dinilai dengan menggunakan kedua ujung

instrument, atau dapat menggunakan satu jari tangan dan satu ujung instrument.
Caranya, dengan menempatkan instrument atau salah satu jari tangan pada bagian
bukal dan lingual/palatal gigi, kemudian perhatikan kegoyangan yang terjadi.8

Gambar 2.1. Pemerikaan Kegoyangan Gigi dengan Instrument dan Jari Tangan
Perawatan yang dapat dilakukan pada gigi goyang diantaranya: 10
1)

Perawatan periodontal

Eliminasi poket periodontal (jika ada) dan mengoptimalkan prosedur control


plak oleh pasien jika peradangan pada jaringan peridontal disebabkan oleh
2)

induksi plak dan dihubungkan dengan alveolar bone loss.


Occlusal adjustment/ perawatan pada habit oklusi
Penggunaan alat pada permukaan oklusal untuk menstabilitasi mobilitas

3)

gigi dan mengeliminasi berbagai gangguan.


Memindahkan gigi (koreksi inklinasi aksial dan gigi ke gigi seperti relasi

rahang dan rahang).


Ekstraksi gigi.
Perawatan restorative
Berupa onlay atau crown jika mobilitas gigi disebabkan oleh premature
kontak. Selain itu, penggantian gigi yang hilang oleh gigi turuan, dapat

4)

mereduksi mobilitas gigi.


Splinting11
Temporary stabilization : untuk dikenakan selama kurang dari 6 bulan,

misalnya removable / tetap.


Provisional stabilization : dikenakan selama berbulan-bulan atau beberapa

tahun, misalnya splints akrilik, metal bands.


Permanent splints : digunakan tanpa batas waktu, misalnya pemindahan/
tetap, intracoronal / extracoronal.

2.5. Penyakit Sistemik pada Kasus


A. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat sekresi atau aktivitas insulin yang rusak. Diabetes
mengakibatkan pasien sering merasa haus dan lapar. Implikasi oral dari
diabetes melitus antara lain: 12
- Xerostomia
- Kerentanan lebih besar terhadap trauma jaringan rongga mulut
- Infeksi oportunistik lebih (Misalnya, kandidiasis)
- Akumulasi besar plak
- Risiko yang lebih besar terhadap karies
- Kerentanan lebih besar terhadap penyakit periodontal
- Risiko lebih besar terkena periodontal abses ketika terjadi periodontitis
- Penyembuhan tertunda
- Oral parestesia lisan, termasuk rasa terbakar mulut atau lidah
- Sensasi rasa berubah
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah


Sewaktu (GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil
pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat digunakan
untuk pedoman diagnosis DM. 13
Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl
pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200
mg/dl. Alur diagnosis DM: 12

Gambar 2.2. Keluhan Klinis Diabetes Melitus


a.
b.
c.
d.
e.

Terdapat beberapa cara untuk mengontrol diabetes mellitus, yakni:11


Glukosa darah puasa
Postprandial glukosa darah
Terglikasi hemoglobin
Tes toleransi glukosa (GTT)
glukosa urin.
Prosedur perawatan dental yang dapat diberikan kepada pasien penderita

diabetes mellitus adalah sebagai berikut:11


1) Konsultasikan dengan dokter pasien.

2) Menganalisis tes laboratorium, glukosa darah puasa, postprandial glukosa


darah, terglikasi hemoglobin, tes toleransi glukosa (GTT), glukosa urin.
3) Jika ada kondisi periodontal yang membutuhkan perawatan segera,
antibiotik profilaksis harus diberikan.
4) Jika pasien adalah 'rapuh' diabetes. Kadar glukosa harus terus dipantau dan
perawatan periodontal harus dilakukan ketika penyakit ini dalam dikontrol
dengan baik. Antibiotik profilaksis harus mulai 2 hari sebelum operasi,
penisilin adalah obat pilihan pertama.
B. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
di atas normal. Pengobatan hipertensi terbukti sangat efektif dan tersedia luas,
namun beberapa efek samping akibat penggunaan obat hipertensi antara lain
pada rongga mulut tidak dapat dihindari. Pada tahun 2000, kasus hipertensi di
negara berkembang berjumlah 639 juta kasus. Diperkirakan sekitar 80%
kenaikan kasus hipertensi di negara berkembang menjadi 1,15 milyar kasus di
tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini
dan pertambahan penduduk saat ini. Progresifitas tekanan darah meningkat
sesuai pertambahan usia. Hipertensi menurut usia lebih banyak terlihat pada
tekanan sistolik dibandingkan diastolik. Tekanan sistolik meningkat pada
dekade kedelapan atau kesembilan, sedangkan tekanan darah diastolik tetap
konstan atau meningkat sesudah usia 40 tahun. Prevalensi hipertensi
meningkat dengan pertambahan usia pada semua kelompok usia dan ras.
Prevalensi usia pada pria kulit putih usia 18-29 tahun sebesar 3,3%. Prevalensi
ini meningkat 13,2% pada kelompok usia 30-39 tahun; 22% pada usia 40-49
tahun; 37,5% pada kelompok usia 50-59 tahun; dan 51% pada kelompok usia
60-74 tahun.14
Obat antihipertensi ini bekerja pada saraf autonom, yaitu melalui saraf
parasimpatik yang kemudian mempunyai pola perpindahan neurohumoral
sama seperti saraf simpatik yang berakibat intervensi kerja dari kelenjar saliva
untuk mengalirkan saliva sehingga saliva menjadi berkurang. Efek sinergis
dari pemakaian kombinasi dua atau tiga macam obat antihipertensi dapat
meningkatkan kemung- kinan terjadinya xerostomia. Penelitian yang
dilakukan oleh Nonzee et al. menemukan bahwa 50% pasien yang

menggunakan obat antihipertensi mengalami xerostomia. Berat ringannya


pembengkakan gusi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kontrol plak,
jenis kelamin dan usia. Derajat dari kontrol plak dianggap paling penting
dibandingkan faktor-faktor lainnya. Manifestasi klinik biasanya terlihat antara
1-3 bulan dari awal terapi. Amlodipin dapat menyebabkan pertumbuhan
gingiva berlebihan pada 2 bulan sejak pemberian obat.14
2.6. Diagnosis pada Kasus
Pada scenario dijelaskan bahwa pada pemeriksaan intraoral gingiva merah
menyala dan bengkak serta gigi 11 goyang derajat 2. Diagnosis yang tepat adalah
abses periodontal.
Diagnosis untuk gigi goyang pada gigi 14 15 16 25 26 goyang derajat 1
dengan kalkulus regio bukal adalah periodontitis kronis. Pada temuan klinis
karakteristik pada pasien dengan periodontitis kronis yang tidak diobati dapat
mencakup akumulasi supragingiva dan subgingiva plak (sering dikaitkan dengan
pembentukan kalkulus), peradangan gingiva, pembentukan pocket, hilangnya
perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan terkadang adanya pus.
Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, gingiva biasanya bengkak dan
menunjukkan perubahan warna mulai dari merah pucat ke magenta. Kehilangan
stippling gingival dan perubahan topografi permukaan. Sedangkan untuk
diagnosis banding nya adalah abses periodontal.6
Untuk ulkus yg sudah lama, putih dan kemerahan, sering berdarah
diagnosisnya adalah Squamous Cell Carcinoma. Gambaran klinisnya dapat
berupa lesi putih, lesi merah, atau keduanya, bahkan tampak sebagai massa
eksofitik. Namun presentasi klinis yang umumnya ditemukan berupa erosi atau
ulkus. Lesi ini hampir selalu bersifat kronis dan disertai indurasi. Tepi lateral,
permukaan ventral lidah merupakan daerah yang biasanya terkena diikuti dasar
mulut, gingiva, mukosa alveolar, mukosa pipi, dan palatum. Diagnosis banding:
ulkus traumatic, tuberculosis, mikosis sistemik, ulkus cosinofilik, necrotizing
sialadenometaplasia, granuloma ganas.15
2.7. Etiologi pada Kasus
A. Abses periodontal

Abses periodontal merupakan periodontitis dan dihubungkan dengan poket


periodontal yang sedang-dalam. Abses periodontal sering muncul sebagai
eksaserbasi akut pada poket. Awalnya dihubungkan dengan pembersihan
kalkulus yang tidak tuntas dan tidak adekuat, abses periodontal juga
dihubungkan dengan beberapa situasi klinis, seperti: pasien yang telah
dilakukan bedah periodontal, telah dilakukan terapi sistemik dengan antibiotic,
dan sebagai hasil dari rekurensi penyakit. Adapun kondisi periodontal abses
yang tidak dihubungkan dengan inflamasi jaringan periodontal meliputi
perforasi pada gigi atau fraktur, dan impaksi benda asing. Diabetes mellitus
yang tidak terkontrol telah dihbungkan sebagai factor predisposisi
pembentukan abses periodontal.6
B. Periodontitis kronis
Perubahan-perubahan terkait proses penuaan seperti pemakaian obat,
penurunan fungsi imun, dan perubahan status nutrisi serta faktor-faktor resiko
lainnya juga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal.
Penyebab utama penyakit periodontal adalah iritasi bakteri yang terjadi karena
adanya akumulasi plak. Apabila plak dibiarkan lebih lama, plak akan
mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi kalkulus. Kalkulus terbentuk dari
plak bakteri yang mengalami mineralisasi. Walaupun akumulasi dan maturasi
plak bakteri gigi menyebabkan perkembangan inflamasi jaringan gingiva
terdekat, tetapi durasi, onset, dan intensitas proses inflamasi sangat bervariasi
antar individu.16
Factor local dapat dipengaruhi oleh akumulasi plak, kehilangan perlekatan
dan tulang yang berhubungan dengan peningkatan bakteri gram negative
dalam plak biofilm subgingiva. Porphyromonas gingivalis, Tannerella
forsythia, dan Treponema denticola sering dikaitkan dengan kehilangan
perlekatan dan tulang yang sedang berlangsung pada periodontitis kronis.6
Selain itu, faktor sistemik seperti diabetes mellitus dan infeksi HIV, yang
dapat mempengaruhi keefektivan respon host. Factor lingkungan seperti
merokok dan stress emosional, juga dapat memengaruhi respon dari host

terhadap akumulasi plak. Faktor genetic juga dapat berperan sebagai factor
predisposisi terjadinya periodontitis kronis. 6,17
C. Karsinoma sel skuamosa
Etiologinya dapat multifactorial. Beberapa factor predisposisi yang
penting adalah asap tembakau, alcohol, sinar matahari, oral hygiene yang
buruk, defisiensi nutrisi, defisiensi besi, cirrhosis hati, infeksi candida, virus
onkogenik, onkogen, dan gen tumor supresor.15
2.8. Pertimbangan Sebelum Melakukan Perawatan
Secara umum, sebelum melakukan perawatan dental terhadap pasien lansia
diperlukan adanya beberapa pertimbangan, seperti:18

Communication status: Komunikasi dinilai mulai pada saat pasien pertama


datang dan bertemu dengan staf dan strategi untuk membangun dan
memelihara komunikasi yang efektif sangat penting dalam mengembangkan
hubungan dokter dengan pasien secara produktif. Lingkungan memiliki
manfaat yang luar biasa dalam menjalin hubungan komunikasi antara dokter
dan pasien. Seperti pencerahan ruangan yang remang-remang, suara bising
yang minimal, dan meminimalisir gangguan selama percakapan. Teknik
membangun hubungan awal adalah intuitif dan mudah tapi tidak selalu
dipraktikkan. Perkenalkan diri kepada pasien adalah hal yang sangat penting,
berbicara dengan peralahan dan berhadapan pada pasien akan menumbuhkan
rasa percaya pasien kepada seorang dokter.

Physical status: evaluasi kemandirian di home care dievaluasi dengan


menganalisa kemampuan pasien untuk melakukan ADL dan IADLs. Ada enam
ADL dasar: berpakaian, makan, buang air, bergerak, dan kebersihan pasien.
Fungsi IADLs lebih tinggi terdiri dari interaksi pada masyarakat seperti
berbelanja, pembenahan rumah, mengelola uang, menyiapkan makanan,

penggunaan telepon, dan dosis obat-obatan yang dinkonsumsi.


Mobility statues: evaluasi mobilitas seseorang adalah bagian integral dari
penilaian geriatri dan dinilai dalam peninjauan ADL. Jatuh dan perubahan
gaya berjalan sangat umum terjadi pada pasien lansia, harus ditinjau secara

terpisah karena berkaitan erat dengan gangguan fungsional yang lebih besar

dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.


Mental status: mental status pada pasien lansia merupakan bagian integral dari
penilaian yang mendukung kesuksesan pada pemeriksaan dokter gigi.
Pemeriksaan mental menilai fungsi orientasi eksekutif, pencatatan, ingatan,

perhatian, perhitungan, bahasa, dan keterampilan visuospatial.


Nutrition status: screening untuk status gizi, kekurangan gizi, dan dehidrasi,
merupakan bagian yang sangat penting dan sering diabaikan dari penilaian
komprehensif geatri gigi. Informasi yang diterima harus mencakup mengenai
nafsu makan, ketidaknyamanan pada rongga mulut saat menelan, keterbatasan
diet dan konsistensi makanan, konsumsi cairan yang terbatas atau frekuensi

buang air kecil menurun, dan penurunan berat badan yang tidak disengaja.
Medical status: karena usia berkaitan dengan perubahan, peningkatan penyakit
pada sistemik pada lansia dan penggunaan obat-obatan pada lansia juga ikut
meningkat. Maka dari itu, status kesehatan sangat penting untuk diperhatikan.

2.9. Perawatan pada Kasus


Perawatan yang dapat diberikan pada kasus adalah sebagai berikut:
1) Mengobati penyakit sistemik yang diderita
Mengobati diabetes mellitus dan hipertensi yang dimiliki pasien dengan
merujuk ke dokter umum. Perawatan periodontal tidak dapat dilakukan pada
stage 2 hipertensi sehingga pada kondisi ini pasien diberi penjelasan mengenai
kondisi sistemiknya dan melakukan monitoring/konsultasi pada dokter umum.
Jika tekanan sistolik < 180 dan diastolic <110 dapat dilakukan spesifik
periodontal treatment misalnya prophylaxis, non-surgical treatment. Apabila
tekanan darah sistolik > 180 dan diastolic nya > 110 maka hanya tindakan
emergency yang dapat dilakukan dengan menghilangkan rasa nyeri dan
perdarahan yang dialami pasien dengan obat analgesic.6
Begitu pula dengan kondisi DM yang dialami

pasien,

perlu

dikonsultasikan ke dokter umumnya hingga kondisi DM nya terkontrol.


Analisis laboratorium untuk tes diabetes meliputi tes gula darah puasa dan
casual glucose. Interpretasi tes laboratorium (HbA1c):6
4% - 6%
< 7%

Normal
Good diabetes control

7% - 8%
> 8%

Moderate diabetes control


Action suggested to improve diabetes
control

2) Melakukan perawatan periodontal


Setelah kondisi sistemiknya terkontrol dapat kita lakukan perawatan
periodontal seperti scaling dan root planning. Scaling dan root planning
merupakan suatu terapi periodontal konvensional atau dikenal juga dengan
terapi non bedah, yang bertujuan untuk menghilangkan penyebab inflamasi
yaitu

plak,

produk

bakteri

dan

kalkulus

serta

bertujuan

untuk

menyeimbangkan kembali jaringan periodontal supaya terbebas dari penyakit.


Root planing bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa plak dan kalkulus agar
permukaan gigi menjadi licin, keras dan bersih. Pada pasien lanjut usia,
perawatan non bedah merupakan perawatan pertama yang dapat dipilih.Tujuan
utama perawatan periodontal pada lansia adalah untuk menurunkan jumlah
bakteri melalui oral hygiene dan mechanical debridement. 6
Scalling dan rootplanning yang akan dilakukan diikuti dengan terapi
antibiotik untuk membantu menghilangkan kalkulus dan plak. Antibiotik
sistemik juga dapat membantu menghilangkan bakteri sisa scalling dan root
planning, lebih lagi dapat mengurangi pertubuhan bakteri pada host.
Tetraksiklin dikenal sebagai antibiotik untuk menekan glikasi protein dan
menurunkan aktivitas enzim degradasi seperti matriks metalloproteinase
(MMPs). Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan kontrol metabolik
diabetes. Doxycycline dengan dosis rendah sebanyak 20 mg memiliki fungsi
khusus untuk mengurangi produksi dari kolagen degradasi MMPs. Dosis ini
tidak memiliki efek antibiotik dan tidak menyebabkan resistensi antimikroba
dengan penggunaan jangka panjang.6
Karena diabetes berkaitan dengan produksi dari kolagenase yang sangat
tinggi, doxycycline dengan dosis yang rendah telah banyak digunakan dalam
pengobatan periodontitis pada penderita diabetes. Pada akhirnya, inti dari
perawatan periodontal pada pasien dengan diabetes mellitus adalah pada
kontrol glikemik pasien karena, sangat memegang kunci pada kesuksesan
penyakit periodontal.6
3) Melakukan perawatan untuk gigi 11 yang didiagnosis abses periodontal:

Perawatan yang dapat dilakukan pada abses periodontal adalah drainage


dan debridement, antibiotic sistemik, dan prosedur bedah periodontal. Pada
localized acute periodontal abscess dapat dilakukan drainage dan debridement.
Antibiotic sistemik yang dapat diberikan adalah penicillin, metronidazole,
tetracycline dan clindamycin. Perawatan abses dibagi menjadi 2 tahap: 19
Initial therapy: 19
a. Irigasi pada poket dengan larutan saline atau antiseptic.
b. Hilangkan benda asing seperti fragmen tulang, jika ada.
c. Drainase melalui sulcus dengan probe atau light scaling pada permukaan
gigi.
d. Kompresi dan debridement pada dinding jaringan lunak.
e. Oral hygiene instruction
f. Review setelah 24-48 jam.
Definitive therapy: 19
Perawatan setelah initial therapy bertujuan untuk mengembalikan fungsi
dan estetik serta pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal.
4) Perawatan untuk ulkus pada lidah yang merupakan squamous cell carsinoma)
Perawatan untuk ulkus pada lidah (squamous cell carcinoma) kadapat
dilakukan dengan:
a. Pembedahan
Pembedahan diindikasikan (1) untuk tumor yang melibatkan tulang, (2)
ketika efek samping dari operasi diharapkan menjadi kurang signifikan
daripada yang terkait dengan radiasi, (3) untuk tumor yang kekurangan
sensitivitas terhadap radiasi, dan (4) untuk tumor berulang di daerahdaerah yang sebelumnya telah menerima radioterapi. Operasi juga dapat
digunakan dalam kasus-kasus paliatif untuk mengurangi sebagian besar
tumor dan untuk mempromosikan drainase dari rongga diblokir (misalnya,
antrum). Operasi mungkin gagal karena eksisi lengkap, pembibitan tumor
pada luka, limfatik yang belum diakui atau penyebaran hematogen, invasi
saraf, atau penyebaran perineural. margin bedah yang memadai diperlukan
tetapi mungkin tidak dapat dicapai karena ukuran dan lokasi tumor dan
informasi yang terbatas tentang status molekul margin. hasil operasi dalam
pengorbanan struktur, yang mungkin memiliki estetika yang penting dan
pertimbangan fungsional. 20
b. Terapi radiasi

Terapi radiasi dapat diberikan dengan maksud untuk menyembuhkan,


sebagai bagian dari gabungan radiasi-operasi dan atau manajemen
kemoterapi, atau untuk palliation. Radioterapi radikal dimaksudkan untuk
menyembuhkan, dosis total tinggi, kursus terapi berkepanjangan, dan efek
radiasi awal dan akhir yang umum. Dalam perawatan paliatif, radiasi dapat
memberikan bantuan gejala dari rasa sakit, perdarahan, ulserasi, dan
obstruksi orofaringeal. Hyperfractionation radiasi (dosis biasanya dua kali
sehari) sedang digunakan lebih luas sebagai komplikasi kronis tampaknya
berkurang meskipun komplikasi akut yang lebih parah. 20
c. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi induksi sebelum terapi lokal,
kemoradioterapi simultan (bersamaan CCRT), dan kemoterapi adjuvan
setelah pengobatan lokal. Tujuan dari kemoterapi induksi adalah untuk
mempromosikan pengurangan tumor awal dan untuk memberikan
pengobatan dini micrometastases karena pengakuan bahwa kontrol lokal
telah meningkat dengan terapi gabungan agresif, tetapi kegagalan jauh
karena penyakit metastasis telah meningkat. Efek racun potensial dari
kemoterapi termasuk mucositis, mual, muntah, dan penekanan sumsum
tulang. Para agen utama yang telah dipelajari sendiri atau secara gabungan
di kepala dan kanker leher methotrexate, bleomycin, Taxol dan
turunannya, turunan platinum (cisplatin dan carboplatin), dan 5fluorouracil.20
d. Kombinasi bedah dan radiasi
Keuntungan dari radioterapi termasuk potensi untuk membasmi sel
tumor well-oxygenated di pinggiran tumor dan untuk mengelola penyakit
daerah subklinis. Bedah lebih mudah mengelola massa tumor yang
mungkin memiliki sel hipoksia relatif tahan radiasi dan tumor yang
melibatkan

tulang.

Dengan

demikian,

terapi

kombinasi

dapat

menghasilkan peningkatan kelangsungan hidup dalam kasus tumor maju


dan tumor yang menunjukkan perilaku biologis agresif. 20
2.9. Prognosis pada Kasus
Prognosis merupakan prediksi terhadap kemungkinan, durasi dan dampak
dari penyakit berdasarkan pada pengetahuan umum dalam pathogenesis penyakit

dan keberadaan factor resiko dalam penyakit. Hal ini ditegakkan setelah diagnosis
dibuat dan sebelum rencanan perawatan dilakukan. Prognosis ini didasari oleh
informasi spesifik mengenai penyakit dan cara perawatannya, namun juga dapat
meliputi pengalaman klinis sebelumnya dengan hasil perawatan (berhasil dan
gagal) yang dihubungkan dengan beberapa kasus yang ada.6
Berikut ini merupakan klasifikasi prognosis:6

Prognosis baik: control terhadap factor etiologi dan dukungan jaringan


periodontal yang adekuat terhadap gigi akan mudah dipelihara oleh pasien dan

dokter.
Prognosis sedang: sekitar 25% terjadi attachment loss dan/atau keterlibatan
furkasi kelas I (lokasi dan kedalaman memungkinkan dilakukan pemeliharaan

dengan sikap pasien yang patuh terhadap instruksi dokter).


Prognosis buruk: 50% attachment loss, keterlibatan furkasi kelas II (lokasi dan

kedalaman memungkinkan untuk dilakukan namun sulit).


Prognosis dipertanyakan: >50% attachment loss, rasio mahkota-akar yang
kurang, bentuk akar yang tidak sesuai, fukasi eklas II (lokasi dan kedalaman
membuat akses sulit dijangkau) atau kurkasi kelas III, mobilitas melebihi

derajat 2, akar yang dekat jaraknya.


Prognosis hopeless: perlekatan yang tidak adekuat untuk pemeliharaan
kesehatan, kenyamanan dan fungsiPrognosis pada pasien dapat dikatakan
buruk karena pasien memiliki penyakit sisitemik yaitu DM yang tidak
terkontrol
Prognosis pada pasien buruk karena pada pasien terdapat penyakit sistemik

DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Untuk itu pasien harus di rujuk ke dokter umum
dulu dan DM nya agar terkontrol setelah itu dapt dilakukan perawatan yang lebih
baik lagi. Kebersihan mulut pasien juga mempengaruhi prognosis perawatan.
2.10. DHE Pasca Perawatan21
A.

Mencegah Decay Gigi


Pesan pencegahan inti, yang harus disesuaikan dengan memperhitungkan
spesifik kebutuhan pasien dan riwayat medis pasien, termasuk:
Menyikat dua kali sehari dengan pasta gigi fluoride yang mengandung
Setidaknya 1.350 ppm fluoride.

Mengurangi jumlah dan frekuensi konsumsi gula makanan dan minuman,

dan membatasi makanan manis untuk waktu makan.


Makan bijaksana, dan minum air yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
Dewasa berisiko sangat tinggi kerusakan gigi harus mengambil langkahlangkah tambahan untuk membantu mencegah kerusakan. Ini termasuk
orang dewasa dengan pembusukan aktif, mulut kering atau yang memiliki

kebutuhan khusus.
Menggunakan obat kumur fluorida (0,05% Na F) di samping menyikat

gigi jika sesuai.


Memiliki fluoride varnish profesional diterapkan dua kali setahun (2,2%

F).
Orang-orang yang berisiko tinggi karies gigi seperti mereka dengan karies
aktif di mahkota atau akar gigi harus menggunakan 2.800 atau 5.000 pap

B.

pasta gigi fluoride yang ditentukan secara profesional.


Mencegah Penyakit Periodontal
Semua orang dewasa harus memiliki dukungan yang mereka butuhkan
untuk mencegah penyakit peridontal. Langkah-langkah berikut ini berlaku
efektif:
Menyikat gigi dua kali sehari dengan sikat gigi manual atau sikat gigi

bertenaga (elektrik) dengan berosilasi / tindakan berputar.


Tidak merokok.
Membersihkan interdental menggunakan sikat interdental atau benang.
Untuk jangka pendek jika orang tidak dapat membersihkan biasanya
karena sakit atau cacat, mereka akan manfaat dari menggunakan
Chlorhexidine obat kumur (10 ml 0,2% atau 15 ml 0,12%) dengan
menyikat gigi. Gel mungkin lebih tepat untuk pasien dengan kesulitan

C.

untuk expectorating.
Mencegah Kanker Mulut
Risiko kanker mulut terkait dengan merokok dan penyalahgunaan alkohol.
Alkohol bertindak bersama-sama dengan merokok memperbanyak risiko
perkembangan penyakit. Ini juga telah dikaitkan dengan penggunaan produk
tembakau tanpa asap seperti tembakau atau paan yang dikunyah, sering
menggabungkan zat lain seperti daun sirih, pinang atau kapur. Mengunyah
tembakau digunakan lebih umum di masyarakat Asia, di mana praktik tersebut
dapat ditransfer melalui keluarga dan tradisi budaya. kanker mulut atau

kondisi mulut pra-kanker mungkin sulit bagi pasien untuk mendeteksi dan
sering menimbulkan rasa sakit pada tahap awal, sehingga profesional
kesehatan terlambat untuk mengobati. Orang Tuna wisma dan mereka yang
telah memakai gigi palsu penuh selama bertahun-tahun mungkin kehilangan
kontak dental services dan karena itu lebih kecil kemungkinannya untuk
datang memeriksa rongga mulut, mengurangi peluang untuk melakukan
deteksi dini kanker mulut.
Memiliki pemeriksaan oleh seorang profesional gigi yang terlatih penting,
baik untuk menerima saran yang akan membantu untuk mencegah penyakit,
dan untuk membantu mendeteksi tanda-tanda penyakit sedini mungkin.
profesional kesehatan atau perawat harus mengatur untuk rujukan awal untuk
dokter gigi untuk pemeriksaan mulut yang akan dilakukan untuk setiap pasien
dengan gejala yang mencurigakan atau yang tidak dapat dijelaskan.
profesional kesehatan juga memiliki kesempatan untuk memberikan saran
tentang penghentian merokok dan memiliki peran berharga dalam masukan
untuk klien untuk layanan berhenti merokok.
Jika banyak ulkus yang tidak sembuh setelah tiga minggu harus dirujuk
untuk penyelidikan lebih lanjut. Pesan utama meliputi:
Tidak melakukan penggunaan produk tembakau, merokok dan tembakau

D.

tanpa asap.
Menghindari konsumsi alkohol yang berlebihan.
Melakukan pemeriksaan gigi rutin oleh dental service professional
Pada pasien penderita penyakit sistemik diabetes mellitus, instruksikan pada
pasien untuk selalu mengontrol gula darah untuk mengurangi kemungkinan
untuk rekurensi penyakit dan senantiasa untuk selalu menjaga oral
hyginenya.22

BAB III
KESIMPULAN
Studi epidemiologi menunjukkan penyakit periodontal dan kelainan
rongga mulut lebih banyak terjadi pada kelompok usia lebih tua daripada
kelompok muda. Hal ini merupakan akibat dari kerusakan jaringan kumulatif
seumur hidup yang mempengaruhi kerentanan periodontal. Kerentanan terhadap
penyakit periodontal dipengaruhi oleh system imun yang berada pada tubuh
manusia. Penyakit periodontal yang sering terjadi pada lansia adalah periodontitis,
baik akut maupun kronis. Pada tampakan klinis karakteristik pada pasien dengan

periodontitis kronis yang tidak diobati dapat mencakup akumulasi supragingiva


dan subgingiva plak (sering dikaitkan dengan pembentukan kalkulus), peradangan
gingiva, pembentukan pocket, hilangnya perlekatan periodontal, kehilangan
tulang alveolar, dan terkadang adanya pus. Pada pasien dengan kebersihan mulut
yang buruk, gingiva biasanya bengkak dan menunjukkan perubahan warna mulai
dari merah pucat ke magenta. Kehilangan stippling gingival dan perubahan
topografi permukaan.
Penyebab utama penyakit periodontal adalah iritasi bakteri yang terjadi
karena adanya akumulasi plak. Apabila plak dibiarkan lebih lama, plak akan
mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi kalkulus. Kalkulus terbentuk dari plak
bakteri yang mengalami mineralisasi. Walaupun akumulasi dan maturasi plak
bakteri gigi menyebabkan perkembangan inflamasi jaringan gingiva terdekat,
tetapi durasi, onset, dan intensitas proses inflamasi sangat bervariasi antar
individu.
Factor local dapat dipengaruhi oleh akumulasi plak, kehilangan perlekatan
dan tulang yang berhubungan dengan peningkatan bakteri gram negative dalam
plak biofilm subgingiva. Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, dan
Treponema denticola sering dikaitkan dengan kehilangan perlekatan dan tulang
yang sedang berlangsung pada periodontitis kronis.Selain itu, faktor sistemik juga
berperan sebagai factor resiko terjadinya penyakit periodontal. Sebagai contoh
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang umum terjadi pada pasien lansia.
Sebelum melakukan perawatan dental pada lansia, terdapat beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan diantarnya communication status, physical status,
mobility status, mental status, nutritional status, dan medical status. Adapun
perawatan dental yang dapat dilakukan jika pasien menderita penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus dan hipertensi yang tidak terkontrol, adalah dengan
melakukan konsultasi kepada dokter umum mengenai penyakit sistemik yang
diderita pasien. Kemudian, pemberian DHE pasca dilakukannya perawatan dental
pada pasien juga dinilai penting, agar memberikan prognosis yang baik pasca
perawatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sari RP, Zein H, Rachmadi P, Putri DKT. Tingkat kebutuhan perawatan
periodontal pada lansia di panti sosia lntresna werdha budi sejahtera
banjarbaru. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. September 2014: II(2): 189-95.
2. Boehm TK, Scannapieco FA. The epidemiology, consequences and
management of periodontal disease in older adults. Journal of the American
dental association (JADA) 2007 Oct; 138: 26-33
3. Peterson PE, Ogawa A. Strengthening the prevention of periodontal disease:
the WHO approach. J periodontol. Desember 2015.

4. Patil Santosh, Doni Bharti, Maheshwari Sneha. Prevalence and Distribution of


Oral Mucosal Lesions in a Geriatric Indian Population. Canadian Geriatrics
Journal, Volume 18, Issue 1, March 2015
5. Topazian, Goldberg, Hupp. Oral and maxillofacial infection. 4th ed.
Philadelphia : WB Saunders; 2002. 1-10, 35-6, 159, 163, 165
6. Newman MG, Takkei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza clinical
periodontology 11th edition. Elsevier : 2012. 42-3, 163-4, 194, 327-9, 373-4,
396, 400-1, 443.
7. Graves DT, Al-Mashat H, Liu R. Evidence that diabetes mellitus aggravates
peridontal diseases and modifies the response to an oral pathogen in animal
models. Compendium. 2004: 25(7): 38.
8. Carranza FA, Bulkacz J. Daiam clinical periodontology. 8th ed. Philadelphia:
Lipplincott; 346.
9. Eaton K, Ower P. Practical periodontics. England: Elsevier; 2015. 205.
10. Mittal S, Kataria P, Arya V, Arya LT. Tooth mobility: a review. Majalah Heal
Talk. November-Desember 2012: 5(2): 40-2.
11. Reddy S. Essentials of clinical periodontology and periodontics. Ed 3 rd. New
delhi: Jaypee; 2011. 107, 395, 396.
12. Matthews DC. The two-way relationship between diabetes and periodontal
disease. Supplement to RCDSO DISPATCH Fall; 2005. 3,5
13. Ndraha S. Diabetes melitus tipe 2 dan tatalaksana terkini. Medicinus. 2014;
27(2): 9.
14. Tambuwun PG, Suling P, Mintjelungan CN. Gambaran keluhan di rongga
mulut pada pengguna obat antihipertensi di poliklinik penyakit dalam rumah
sakit tingkat iii robert wolter mongisidi manado. J e-Gigi. 2015; 3(2): 241-5.
15. Laskaris G. Atlas saku penyakit mulut. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2013. 172-3.
16. Zein RPSYH, Rachmadi P, Putri DKT. Tingkat kebutuhan perawatan
periodontal pada lansia di panti social tresna werdha budi sejahtera banjarbaru.
FKG ULM; 2014: 2(2): 189-92.
17. Michael GN, Henry HT, Fermin AC. Bone loss and patters of bone destruction
. Caranzas clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia. 2002.
18. Friedman Paula K. Geriatric dentistry : caring for our aging population; 2014.
138-43.
19. Bhusari BM, Sanadi RM, Ambulgekar JR, Doshi MM, Khambatta XD.
Abscesses of the periodontium: review with case series. Indian Journal of
Dental Sciences 2013 Dec; 5(5): 50-3.
20. Greenberg, Glick, Ship. Burkets oral medicine, 11th edition. Ontario: BC
Decker Inc; 2008. 153-5.

21. APS Group Scotland. preventing oral disease chapter 4. Scottish Goverment.
2012. hlm 28
22. Cornelia O, Liliana P, Irina U, Alexandra M, Silvia M. Impact of oral health
education and a non-surgical periodontal therapy on the quality of life of
patients with diabetes mellitus. Barkan Journal Of Dental Medicine. 2015; 19:
167-70.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sampul
    Sampul
    Dokumen13 halaman
    Sampul
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen8 halaman
    Abs Trak
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Donasi HUT RI
    Donasi HUT RI
    Dokumen7 halaman
    Donasi HUT RI
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Lisha Lisha
    Lisha Lisha
    Dokumen3 halaman
    Lisha Lisha
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Efefk
    Efefk
    Dokumen10 halaman
    Efefk
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Gerodontologi Lansia
    Gerodontologi Lansia
    Dokumen15 halaman
    Gerodontologi Lansia
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Syasya
    Jawaban Syasya
    Dokumen8 halaman
    Jawaban Syasya
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat
  • MakalahModul 1
    MakalahModul 1
    Dokumen20 halaman
    MakalahModul 1
    Izzah Syahidah Rasyid
    Belum ada peringkat