PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi epidemiologi menunjukkan penyakit periodontal lebih banyak terjadi
pada kelompok usia lebih tua daripada kelompok muda. Hal ini merupakan akibat
dari kerusakan jaringan kumulatif seumur hidup yang mempengaruhi kerentanan
periodontal. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala Situmorang tentang profil
penyakit periodontal di Kota Medan pada kelompok umur 15- 65 tahun
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit periodontal pada seluruh kelompok
umur cukup tinggi yaitu 96,58%, bahkan pada kelompok umur 45-65 tahun
prevalensinya mencapai 100%. Menurut tingkatan kondisi jaringan periodontal
menunjukkan hanya 3,42% yang mempunyai jaringan periodontal sehat, 66,95%
responden mempunyai karang gigi, 18,23% mempunyai pocket sedalam 4 5
mm, dan 6,84% mempunyai pocket 6 mm.
Pada penelitian epidemiologi awal mengenai prevalensi penyakit periodontal
dan tanggalnya gigi pada populasi dewasa di Amerika menunjukkan bahwa
penyakit periodontal tidak umum terjadi sebelum usia 18 tahun, dan meningkat
sejalan dengan usia. Setelah usia 40 tahun, terjadi kenaikan keadaan tak bergigi
yang cepat dan pada usia 60 tahun, sekitar 60% gigi geligi sudah tanggal dan
hanya 20% subyek yang masih bergigi. Keadaan ini menunjukkan kerusakan
periodontal berhubungan dengan usia. Sedangkan di Finlandia, 40% lansia berusia
65 tahun keatas masih mempunyai beberapa gigi asli, tapi hanya 2% diantaranya
yang memiliki jaringan periodontal yang sehat. Pada sampel yang memiliki gigi,
43% pria dan 27% wanita mempunyai penyakit periodontal yang parah dengan
kedalaman probing lebih dari 6 mm. hanya 50% dari pria yang mempunyai gigi
dan 75% dari wanita menyikat giginya satu kali sehari.
Penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus dan hipertensi merupakan
penyakit sistemik yang sering ditemukan pada lansia. Penyakit sistemik ini
merupakan salah satu factor resiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit
periodontal pada lansia. Oleh karena itu, perlunya dilakukan perawatan dental
yang bersifat komprehensif
lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah kali ini akan membahas
mengenai
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana epidemiologi penyakit perio pada lansia?
2. Jelaskan epidemiologi kelainan rongga mulut pada lansia!
3. Jelaskan respon imun terhadap jaringan periodontal!
4. Apa penyebab gigi goyang pada lansia (derajat kegoyangan , cra
pemeriksaan, dan terapi)?
5. Apa penyakit sistemik yang dialami pasien dan bagaimana manifestasi
sistemik dan pemeriksaan serta control penyakit?
6. Jelaskan diagnosis pada kasus, meliputi:
a. Diagnosis gingiva merah menyala dan bengkak (abses)
b. Gigi goyang
c. Kelainan patologi lidah (terdapat ulkus lama, putih, kemerahan)
7. Jelaskan etiologi penyakit pada kasus!
8. Apa saja pertimbangan sebelum sebelum melakukan perawatan penyakit
periodontal pada lansia?
9. Perawatan yang tepat untuk kasus scenario?
10. Bagaimana prognosis dari perawatan yg diberikan pada pasien dan
tingkatan prognosis?
11. DHE apa yang diberikan setelah perawatan yang dilakukan pada scenario!
1.3. Learning Issues
Adapun learning issue yang dapat dicapai dari modul kali ini adalah:
1) Untuk mengetahui epidemiologi penyakit periodontal dan kelainan rongga
mulut pada lansia.
2) Untuk mengetahui berbagai jenis penyakit sistemik yang sering di derita
oleh lansia, dan hubungannya dengan rongga mulut.
3) Untuk mengetahui perawatan yang dapat diberikan kepada lansia yang
menderita penyakit sistemik.
4) Untuk mengetahui prognosis perawatan dental pada lansia penderita
penyakit sistemik.
1.1.
Manfaat pembelajaran
1) Dapat menambah pengetahuan mengenai epidemiologi, kelainan patologi
dan penyakit periodontal pada lansia.
2) Untuk mengetahui perawatan dental yang dapat diberikan kepada lansia
dengan penyakit sistemik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Epidemiologi Penyakit Periodontal pada Lansia
Lansia dengan kelompok umur 65 tahun ke atas mengalami kehilangan
seluruh gigi mencapai 17,6%, jauh diatas target WHO 2010 yaitu 5%. Usia
merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya penyakit periodontal.
Penelitian terhadap kelompok lansia berusia lebih dari 70 tahun di India, 86%
diantaranya mengalami moderate periodontitis dan 25% di antaranya mengalami
kehilangan gigi.1 Penelitian oleh Krustrup dan Petersen E di Denmark pada
kelompok usia 65-74 tahun menunjukkan 2,4% memiliki kondisi jaringan
system.
Pertahanan
local
meliputi
lapisan
jaringan
epitel,
pathogen dan parasite ke reseptor epithelial sel. Aktivitas ini penting dalam
mencegah kolonisasi bakteri dan infeksi. Serum antibody juga bisa
menetralisir virus (antiviral activity) dan toksin mikroba (antitoxic activity).
Antibody sendiri tidak bersifat protektif, melainkan berperan dalam merusak
complement system dan memfagositosis mikroorganisme pathogen. Antibody
dan complement bertindak melapisi mikroorganisme dan memfagositosis
dengan neutrophil atau macrophages.5
c) Cellular component
Jika mikroba menginvasi first-line defense, yang mana merupakan peran
faktor local dan humoral, sistem pertahanan yang berperan yaitu phagocytic
cells dan lymphocytes. Aktivasi phagocytes dan lymphocytes membutuhkan
ikatan sinyal ke reseptor cell. Pembentukna signal-receptor complx lalu diikuti
dengan reaksi kimia yang berujung pada translasi sinyal ke cell function.5
Sistem kekebalan tubuh sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan
periodontal dan merupakan pusat respon host terhadap patogen periodontal.
Namun, jika respon imun tidak teregulasi, gigih, dan / atau berlebihan, maka dapat
merusak secara kronis pada respon inflamasi, seperti yang diamati dalam penyakit
periodontal, dapat terjadi.6 Pasien yang menderita penyakit periodontal mengalami
peningkatan
kadar
sitokin
proinflamasi,
prostaglandin
dan
matriks
metalloproteinase (MMPs). sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan TNFa) yang
terlibat dalam inisiasi dan perkembangan penyakit periodontal.
Pada pasien
ditentukan oleh faktor warisan (dan karena itu "bawaan"), telah membatasi kota
tertentu, dan "xed," sebanyak mereka tidak mengubah atau memperbaiki selama
respon imun atau sebagai hasil dari paparan sebelumnya untuk patogen.
Pengakuan mikroorganisme patogen dan perekrutan sel e ektor (misalnya,
neutrofil) dan molekul (misalnya, sistem komplemen) adalah pusat untuk
kekebalan bawaan efektif. Jika respon imun bawaan gagal untuk menghilangkan
infeksi (misalnya, di host rentan), maka e sel ektor dari respon imun adaptif
(limfosit) diaktifkan.6
2.4. Gigi Goyang
Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal. Kegoyangan
pada gigi disebabkan oleh satu atau lebih dari berikut ini:8
1) Hilangnya dukungan gigi (resorpsi tulang)
Jumlah mobilitas tergantung pada tingkat keparahan dan distribusi kehilangan
tulang pada permukaan akar individu, panjang dan bentuk dari akar, dan
ukuran akar dibandingkan dengan yang dari mahkota.
2) Trauma dari oklusi
Merupakan cedera yang dihasilkan oleh berlebihan oklusal kekuatan atau
timbul karena oklusal normal kebiasaan seperti bruxism. Kegoyangan pada
gigi juga meningkat akubat hipofungsi. Kegoyangan yang dihasilkan oleh
trauma dari oklusi terjadi awalnya sebagai hasil dari resorpsi lapisan kortikal
tulang, terkemuka untuk mengurangi dukungan fier, dan kemudian sebagai
fenomena adaptasi mengakibatkan ruang periodontal melebar.
3) Proses inflamasi yang berlangsung lama
Proses inflamasi ini dapat berasal dari gingiva atau dari periapikal menuju
ligament periodontal. Penyebaran inflamasi dari abses periapikal akut dapat
meningkatkan mobilitas gigi oleh tidak adanya penyakit periodontal.
4) Bedah periodontal
Tindakan bedah periodontal dapat meningkatkan sementara kegoyangan gigi
segera setelah intervensi dan untuk jangka waktu yang pendek.
5) Kehamilan, siklus menstruasi dan penggunaan alat kontrasepsi
Kegoyangan pada gigi dapat meningkat pada masa kehamilan dan kadangkadang terkait dengan siklus menstruasi atau penggunaan alat kontrasepsi.
THS tidak terkait dengan penyakit periodontal dan terjadi mungkin karena
perubahan fisikokimia di jaringan periodontal.
bidang horizontal.
Derajat 1 gigi dapat digerakkan antara 0,2 dan 1 mm ke bidang horizontal
instrument, atau dapat menggunakan satu jari tangan dan satu ujung instrument.
Caranya, dengan menempatkan instrument atau salah satu jari tangan pada bagian
bukal dan lingual/palatal gigi, kemudian perhatikan kegoyangan yang terjadi.8
Gambar 2.1. Pemerikaan Kegoyangan Gigi dengan Instrument dan Jari Tangan
Perawatan yang dapat dilakukan pada gigi goyang diantaranya: 10
1)
Perawatan periodontal
3)
4)
terhadap akumulasi plak. Faktor genetic juga dapat berperan sebagai factor
predisposisi terjadinya periodontitis kronis. 6,17
C. Karsinoma sel skuamosa
Etiologinya dapat multifactorial. Beberapa factor predisposisi yang
penting adalah asap tembakau, alcohol, sinar matahari, oral hygiene yang
buruk, defisiensi nutrisi, defisiensi besi, cirrhosis hati, infeksi candida, virus
onkogenik, onkogen, dan gen tumor supresor.15
2.8. Pertimbangan Sebelum Melakukan Perawatan
Secara umum, sebelum melakukan perawatan dental terhadap pasien lansia
diperlukan adanya beberapa pertimbangan, seperti:18
terpisah karena berkaitan erat dengan gangguan fungsional yang lebih besar
buang air kecil menurun, dan penurunan berat badan yang tidak disengaja.
Medical status: karena usia berkaitan dengan perubahan, peningkatan penyakit
pada sistemik pada lansia dan penggunaan obat-obatan pada lansia juga ikut
meningkat. Maka dari itu, status kesehatan sangat penting untuk diperhatikan.
pasien,
perlu
Normal
Good diabetes control
7% - 8%
> 8%
plak,
produk
bakteri
dan
kalkulus
serta
bertujuan
untuk
tulang.
Dengan
demikian,
terapi
kombinasi
dapat
dan keberadaan factor resiko dalam penyakit. Hal ini ditegakkan setelah diagnosis
dibuat dan sebelum rencanan perawatan dilakukan. Prognosis ini didasari oleh
informasi spesifik mengenai penyakit dan cara perawatannya, namun juga dapat
meliputi pengalaman klinis sebelumnya dengan hasil perawatan (berhasil dan
gagal) yang dihubungkan dengan beberapa kasus yang ada.6
Berikut ini merupakan klasifikasi prognosis:6
dokter.
Prognosis sedang: sekitar 25% terjadi attachment loss dan/atau keterlibatan
furkasi kelas I (lokasi dan kedalaman memungkinkan dilakukan pemeliharaan
DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Untuk itu pasien harus di rujuk ke dokter umum
dulu dan DM nya agar terkontrol setelah itu dapt dilakukan perawatan yang lebih
baik lagi. Kebersihan mulut pasien juga mempengaruhi prognosis perawatan.
2.10. DHE Pasca Perawatan21
A.
kebutuhan khusus.
Menggunakan obat kumur fluorida (0,05% Na F) di samping menyikat
F).
Orang-orang yang berisiko tinggi karies gigi seperti mereka dengan karies
aktif di mahkota atau akar gigi harus menggunakan 2.800 atau 5.000 pap
B.
C.
untuk expectorating.
Mencegah Kanker Mulut
Risiko kanker mulut terkait dengan merokok dan penyalahgunaan alkohol.
Alkohol bertindak bersama-sama dengan merokok memperbanyak risiko
perkembangan penyakit. Ini juga telah dikaitkan dengan penggunaan produk
tembakau tanpa asap seperti tembakau atau paan yang dikunyah, sering
menggabungkan zat lain seperti daun sirih, pinang atau kapur. Mengunyah
tembakau digunakan lebih umum di masyarakat Asia, di mana praktik tersebut
dapat ditransfer melalui keluarga dan tradisi budaya. kanker mulut atau
kondisi mulut pra-kanker mungkin sulit bagi pasien untuk mendeteksi dan
sering menimbulkan rasa sakit pada tahap awal, sehingga profesional
kesehatan terlambat untuk mengobati. Orang Tuna wisma dan mereka yang
telah memakai gigi palsu penuh selama bertahun-tahun mungkin kehilangan
kontak dental services dan karena itu lebih kecil kemungkinannya untuk
datang memeriksa rongga mulut, mengurangi peluang untuk melakukan
deteksi dini kanker mulut.
Memiliki pemeriksaan oleh seorang profesional gigi yang terlatih penting,
baik untuk menerima saran yang akan membantu untuk mencegah penyakit,
dan untuk membantu mendeteksi tanda-tanda penyakit sedini mungkin.
profesional kesehatan atau perawat harus mengatur untuk rujukan awal untuk
dokter gigi untuk pemeriksaan mulut yang akan dilakukan untuk setiap pasien
dengan gejala yang mencurigakan atau yang tidak dapat dijelaskan.
profesional kesehatan juga memiliki kesempatan untuk memberikan saran
tentang penghentian merokok dan memiliki peran berharga dalam masukan
untuk klien untuk layanan berhenti merokok.
Jika banyak ulkus yang tidak sembuh setelah tiga minggu harus dirujuk
untuk penyelidikan lebih lanjut. Pesan utama meliputi:
Tidak melakukan penggunaan produk tembakau, merokok dan tembakau
D.
tanpa asap.
Menghindari konsumsi alkohol yang berlebihan.
Melakukan pemeriksaan gigi rutin oleh dental service professional
Pada pasien penderita penyakit sistemik diabetes mellitus, instruksikan pada
pasien untuk selalu mengontrol gula darah untuk mengurangi kemungkinan
untuk rekurensi penyakit dan senantiasa untuk selalu menjaga oral
hyginenya.22
BAB III
KESIMPULAN
Studi epidemiologi menunjukkan penyakit periodontal dan kelainan
rongga mulut lebih banyak terjadi pada kelompok usia lebih tua daripada
kelompok muda. Hal ini merupakan akibat dari kerusakan jaringan kumulatif
seumur hidup yang mempengaruhi kerentanan periodontal. Kerentanan terhadap
penyakit periodontal dipengaruhi oleh system imun yang berada pada tubuh
manusia. Penyakit periodontal yang sering terjadi pada lansia adalah periodontitis,
baik akut maupun kronis. Pada tampakan klinis karakteristik pada pasien dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari RP, Zein H, Rachmadi P, Putri DKT. Tingkat kebutuhan perawatan
periodontal pada lansia di panti sosia lntresna werdha budi sejahtera
banjarbaru. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. September 2014: II(2): 189-95.
2. Boehm TK, Scannapieco FA. The epidemiology, consequences and
management of periodontal disease in older adults. Journal of the American
dental association (JADA) 2007 Oct; 138: 26-33
3. Peterson PE, Ogawa A. Strengthening the prevention of periodontal disease:
the WHO approach. J periodontol. Desember 2015.
21. APS Group Scotland. preventing oral disease chapter 4. Scottish Goverment.
2012. hlm 28
22. Cornelia O, Liliana P, Irina U, Alexandra M, Silvia M. Impact of oral health
education and a non-surgical periodontal therapy on the quality of life of
patients with diabetes mellitus. Barkan Journal Of Dental Medicine. 2015; 19:
167-70.