Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Disekitar kita sat ini banyak sekali zat-zat adiktif yang sangat berbahaya
bagi tubuh dan menjadi masalah bagi umat manusia dibagai belah bumi. Salah
satunya dikenal dengan Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
atau istilah yang popular dikenal dimasyarakat sebagai Narkoba. Seiring dengan
perkembangan zaman narkoba hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa
komunitas diberbagai Negara. Obat-obat ini digunakan untuk tujuan pengobatan,
diresepkan para dokter, meskipun sudah diketahui efek sampingnya.
Pada tahun 1990-an ectasy, shabu masuk dan heroin masuk pasaran
Indonesia. Penyebaran ini terus berkembang, masalah penyalahgunaan narkoba di
Indonesia telah meluas dan sangat mengkhawatirkan, tidak saja diperkotaan
melainkan juga menjangkau ke pedesaan. Masalah penyalahgunaan narkoba
merupakan

masalah

yang

sangat

kompleks

yang

memerlukan

upaya

penangangguanulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama


multidisipliner, multi sektor dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Peredaran Narkotika dan Psikotropika secara tidak bertanggung jawab
sudah semakin meluas di kalangan masyarakat. Hal ini tentunya akan semakin
mengkhawatirkan, apalagi kita mengetahui yang banyak menggunakan Narkotika
dan Psikotropika adalah kalangan generasi muda yang merupakan harapan dan
tumpuan bangsa di masa yang akan datang. Maraknya penyalahgunaan NAPZA
tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh
wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah
sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA
paling banyak berumur antara 1524 tahun. Tampaknya generasi muda adalah
sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA.

BAB II
PEMBAHASAN
A. ZAT PSIKOAKTIF
Penyalahgunaan

zat

adalah

suatu

perilaku

mengkonsumsi

atau

menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri sendiri
maupun orang lain. Menurut DSM penyalahgunaan zat melibatkan pola
penggunaan

berulang

yang

menghasilkan

konsekuensi

yang

merusak.

Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi


tangangguanung jawab utama seseorang, menempatkan diri dalam situasi dimana
penggunaan zat secara fisik berbahaya, berhadapan dengan masalah hukum
berulang kali yang meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah social
atau interpersonal yang kerap muncul karena penggunaan zat.
WHO (world Health organization) technical report series No. 561 sejak
tahun 1973 telah mengangguanolongkan zat-zat tersebut dengan istilah
dependence-producing drugs sebagai berikut
1. Alcohol barbiturate type-e.g, athanol, barbiturates and certain other drugs
with sedative effect, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide, diazepam,
meprobamate and mataqualone
2. Amphetamine type-e.g., amphetamine dexamphetamine, ethamphetamine,
methylphenidate and phenmetrazine
3. Cannabis type-eg. Preparation of
4.
5.
6.
7.

cannabis

sativa

L,.

such

marijuana(bhang, dagangguana, kif, moconha), ganja and hashish (charas)


Cocaine type-e.g. cocaine and coca leaves
Hallucinogen type-e.g. lysergide (LSD), mescaline and psilocybin
Khat type- e.g. preparation of Cathaedulis forssk
Opiate (morphine)type-e.g. opiates such as morphine, heroin, and codein,
and synthetics with morphine like effect, such as methadone and pethidine

and
8. Volatile solvents (inhalan) type-e.g. toluene, aceton, and charbone
tetracholorida
Zat psikoaktif kini sering disebut NAPZA yaitu singkatan dari narkotik,
psikotropik dan zat adiktif.

UU NO 35 TAHUN 2009 narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semisintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
a) Golongan Narkotika
1. Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh :
heroin/putauw, kokain, ganja).
2. Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir

dan

dapat

digunakan

dalam

terapi

atau

tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi


mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
3. Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh
: kodein).
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I, yaitu
Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis,
marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
Menurut UU NO 5 TAHUN 1997 psikotropika adalah zat atau obat baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada akivitas mental dan perilaku.
b) Golongan Psikotropika
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sidroma
ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Psikotropika Golongan I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
(Contoh : ekstasi, shabu, LSD).
2. Psikotropika Golongan II :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. ( Contoh
amfetamin, metilfenidat atau ritalin).
3. Psikotropika Golongan III :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai

potensi

sedang

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).


4. Psikotropika Golongan IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta

mempunyai

potensi

ringan

mengakibatkan

sindrom

ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital,


klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil
Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
-

Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu.


Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil

koplo dan lain-lain.


Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.

Pemakai psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan


pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk,
tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai

macam penyakit serta kelainan fisik kelainan fisik maupun psikis si pemakai,
tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
c) Zat Adiktif Lainnya
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia
sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh
obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol :
Golongan A : kadar etanol 1-5% (Bir)
Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman
angangguanur)
Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput.)
2. Inhalansia
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku,
Bensin.
3. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan
alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA
lain yang berbahaya.
Bahan/obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai
berikut :

Sama sekali dilarang : Narkotika golongan I dan Psikotropika


Golongan I.
Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
Ada batas umur dalam penanggulangannya : alkohol, rokok.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA


dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan
bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini
termasuk

Opioida

(morfin,

heroin/putauw,

kodein),

Sedatif

(penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan


lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan
daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
terganggunya. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis.
Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.
B. INTOKSIKASI AKUT ZAT PSIKOAKTIF
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran,
fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons
psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan berlalunya
waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat

lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali
jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi.
Pedoman Diagnostik Intoksikasi Akut Menurut PPDGJ-III :
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis zat yang
digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organik tertentu
yang mendasarinya (misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam
dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak
proporsional.
Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara
keagamaan)
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi :
gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. intensitas intoksikasi
berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian
orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada
jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
Tanda dan Gejala Klinis Penyalahgunaan NAPZA :
Karena

potensi

ketergantungan

yang

sangat

besar, opioid

selalu

diangangguanap sebagai tolok ukur dalam pembicaraan masalah NAPZA


menyangkut terapi, prevalensi dan lain-lainnya.2
1. Alkohol
Umumnya digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di
indonesia, terutama di daerah Indoneisa Timur dan beberapa tempat di
daerah Sumatera, terdapat antara 2-3 juta orang yang menggunakan
minuman alkohol dari ringan sampai berat. Di Amerika Serikat
terdapat 12-18 juta orang mengalami adiksi alkohol dan problem
drinkers. Penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja sukar dicegah

karena kurang sempurnanya pengawasan. Di banyak negara


berkembang, pemerintah umumnya dirasakan bersifat ambivalen,
sebab sebagian besar anggaran belanjanya diambil dari pajak industri
minuman beralkohol. Sebagian remaja sampai usia dewasa cukup
bebas dan berkesempatan menggunakan minuman beralkohol, lakilaki lebih banyak dari perempuan tetapi populasi peminum perempuan
meningkat dan menggunakan alkohol usia dewasa lebih stabil
menggunakannya secara berkelanjutan.
Jenis-jenis minuman beralkohol di Indonesia sangat bervariasi
(dari tradisional sampai fermentasi buatan, dari berkadar tinggi hingga
rendah). Minuman beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis,
antara lain:

Intoksikasi: euforia, cadel, nistagmus, bradikardia, hipotensi,


kejang, koma. Pada keadaan intoksikasi berat, reflek menjadi

negatif.
Keadaan Putus Alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang,
Delirium Tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka

merah, mata merah dan hipertensi.


Gangguan fisik: mulai dari radang hati sampai kanker hati,
gastritis, ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan

jantung, defeisiensi vitamin, fetal alcohol syndrom.


Gangguan mental: depresi hingga skizofrenia
Gangguan lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem
domestik dan tindak kekerasan.

2. Opioid
Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat
potensi ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan horror
drug. Termasuk golongan opioid adalah: morfin, petidin, heroin,
metadon, kodein. Golongan opioid yang paling sering disalahgunakan
adalah: heroin. Heroin di Indonesia disebut: putaw (atau pete, hero
atau petewe). Heroin merupakan opioid semisintetik yang yang
berasal dari morfin. Bentuk heroin: kristal putih yang larut dalam air.
Bila heroin berwarna berarti berasal dari kontaminannya.

Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 ribu orang dengan


adiksi heroin (di AS, sekurangnya 810.000 orang menjadi adiksi
heroin ). Studi menunjukkan bahwa jumlah pengguna lama agak
menurun selama setahun terakhir, tetapi pengguna pemula terutama
remaja terus bertambah meski tidak bermakna, purity makin rendah
(paket murah)dengan sasaran populasi sosial ekonomi rendah,
komplikasi makin marah (HIV/AIDS, hepatits, TB). Kenapa heroin
populer? Awitan cepat, euforia kuat, dengan penggunaan dragon
dapat terjadi rush (atau abadi) atau penggunaan secara intra-venous
merupakan pilihan utama adiksi.
Akibat penyalahgunaan opioid adalah:
1. Problem fisik
Abses pada kulit sampai septickemia
Infeksi karena emboli, dapat sampai stroke
Endokarditis
Hepatitis (B dan C)
HIV/AIDS
Injeksi menyebabkan trauma pada jaringan saraf lokal
Opiate neonatal abstinence syndrome
2. Problem psikiatri
Gejala withdrawal menyebabkan perilaku agresif
Suicide
Depresi berat sampai skozofrenia
3. Problem sosial
Gangguan interaksi di rumah tangga sampai lingkungan

masyarakat
Traffic accidents
Perilaku kriminal sampai tindak kekerasan
Gangguan perilaku sampai antisosial (mencuri, mengancam,
menodong, membohong, menipu sampai membunuh)

4. Sebab-sebab kematian:
Reaksi heroin akut menyebabkan kolaps-nya kardiovaskular dan

akhirnya meningangguanal
Overdose, karena heroin menekan susunan saraf pusat, sukar

bernafas dan menyebabkan kematian.


Tindak kekerasan

Bronkhopneumonia
Endokarditis.
3. Ganja
Daun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu
Cannabis sativa. Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang
bersifat adiktif, disebut delta tetra hidrokannabinol (THK) yang hanya
larut dalam lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THK tinggal
lama didalam lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga
menyebabkan brain damage). Gambaran klinis disebakan ganja
tergolongan kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan
halusinogenik. Di Indonesia, ganja disebut dengan cimek, gelek,
maribuana, hashish. Bentuk umumnya: serpihan daun atau kembang
ganja yang diperjual belikan-belikan bentuk lintingan, gram-graman,
kilo-kiloan hingga berton-ton. Dikenal juga bentuk lain yaitu : budha
stick dan minyak ganja.
4. Kokain
Kokain adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini
belum begitu populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara
ilegal dan meningkatnya kasus-kasus penggunaan kokain akhir-akhir
ini, bukan tidak mungkin epidemi akan merajai pasaran peredaran
NAPZA dalam masa-masa mendatang.
Kokain dihasilkan dari daun

tumbuhan

yang

disebut

Erythroxylon coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di sebelah timur


pegunungan Andes di Amerika Selatan.
Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk
bubuk putih. Harga 1 gram sekitar sejuta dua ratus ribu rupiah (lebih
mahal dari heroin).
Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara
snorting dan berakhir dengan menyuntik intravenous atau dengan cara
merokok.

Akibat penyalahgunaan kokain adalah:


1. Problem fisik:

10

Dengan penggunaan snorting dapat terjadi komplikasi: pilek


terus

menerus,

sinusitis,

epistaksis,

luka-luka

pada

rongangguana hidung, perforasi septum nasi.


Dengan suntikan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulit
sampai sistemik (virus, bakteri, parasit atau jamur), abses daerah

kulit, endokarditis bakteri, hepatitis (B dan C), HIV/AIDS


Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang
tengangguanorokan, melanoptysis atau sputum bercak-bercak

darah, bronkhitis kronik sampai pneumonia


Cocain baby (retardasi pertumbuhan intra-uterine, bayi lahir
lebih kecil sampai prematur yang diikuti kelainan mental:
irritable, gangguan tidur, kesukaran makan).

2. Problem psikiatri
Toleransi dan ketergantungan: sifat toleransi tubuh terhadap
kokain sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis
yang digunakan kian meningkat. Akibatnya, ia tidak mampu
mengendalikan diri, dan untuk mencukupi kebutuhannya ia
mengonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat adiktif

lain (speedball) untuk mendapatkan efek yang diinginkan.


Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental
sangat merugikan, berupa: agitasi, depresi, fatigue, high
craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi
aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot
pegal hingga lethargy.

3. Problem sosial:
Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian,

pertengkaran dalam rumah tangga


Problem finansial: toleransi karena

penggunaan

kokain

menyebabkan besarnya biaya penyediaan kokain, terbatasnya

penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk.


Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena hilangnya
produktivitas diri, angka absen yang meningkat, kehilangan

proffesional licence atau certificate.


Problem legal: ditahan, dihukum hingga pidana.
11

4. Sebab-sebab kematian
Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram

bubuk kokain asli)


Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan, aritmia
kordis, kejang berulang kali, mati lemas karena merasa seperti
dicekik, reaksi alergi, stroke (karena naiknya tekanan darah

secara mendadak), kehamilan (pendarahan antepartum, aborsi)


Pada bayi dapat terjadi Sudden Infant Death Syndrome.

5. Amfetamin dan turunannya


Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia (lebih sering
dikena dengan Amphetamine Type Stimulants atau ATS). Dewasa ini
oleh sindikat psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di
Indonesia dalam bentuk: ecstasy dan shabu.
Akibat penyalahgunaan amfetamin (termasuk ecstasy dan
shabu) adalah:
1. Problem Fisik
Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan
Denyut jantung meninggi sehingga menbahayakan bagi mereka

yang pernah mempunyai riwayat penyakit jantung


Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke
Hepatitis
HIV/AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan amfetamin

2. Problem psikiatri
Perilaku agresif
Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia
Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exausted,
serangan panik, gangguan tidur.
Depresi berat sampai suicide
Halusinasi (terutama ecstacy dan shabu)
3. Problem sosial
Tindak kekerasan (berkelahi)
Kecelakaan lalu lintas
Aktivitas kriminal
4. Sebab kematian
Suicide
Serangan jantung
12

Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas


Dehidrasi, sindrom keracunan air

6. Benzodiazepin
Derivat benzodiazepin dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan.
Dalam bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam.
Sedang

dalam

bentuk

tablet

cukup

bervariasi:

nitrazepam,

flunitrazepam, flurazepam, bromazepam, dan diazepam.


Akibat penyalahgunaan benzodiazepin menimbulkan:
1. Problem fisik
Penggunaan suntikan dapat menyebabkan abses, infeksi sitemik
dan hepatitis, HIV/AIDS
Gangguan gastrointestinal
Gangguan neurologik
malnutrisi
2. Problem psikiatri
Perilaku agresif terutama dalam keadaan intoksikasi
Ansietas, panik, confusional state
Withdrawal state menimbulkan perilaku agresif dan violence.
3. Problem sosial
Mengganggu interaksi dalam rumah tangga dan lingkungan

masyarakat
Prombem marital
Tinggal kelas, dikeluarkan dari sekolah karena tingkah laku

mengganggu teman siswa sekelas


Berkelahi
Tindak pidana dan terlibat hukum
Penggunaan finansial terganggunya (boros dan tidak menentu).

4. Kematian disebabkan:
Kecelakaan lalu lintas
Infeksi sistemik membawa kematian
Depresi berat sampai suicide
Dehidrasi, malnutrisi
C. SINDROMA KETERGANTUNGAN
Kondisi fenomena psikologis dalam bentuk keinginan kuat untuk
mengkonsumsi

dan

kesulitan

mengendalikan

perilaku

(Sugesti).

Ketergantungan menjadi 2 jenis,meliputi :

13

Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang


ditandai dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong
konatif (perilaku). Stimulasi kognitif tampak pada individu yang
selalu membanyangkan, memikirkan dan merencanakan untuk
dapat menikmati zat tertentu. Stimulasi afektif adalah rangsangan
emosi yang mengarahkan individu untuk merasakan kepuasan
yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi konatif merupakan
hasil

kombinasi

dari

stimulasi

kognitif

dan

afektif.

Dengandemikian ketergantungan psikologis ditandai dengan

ketergantungan padaaspek-aspek kognitif dan afektif.


Katergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang
ditandaidengan kecenderungan putus zat. Kondisi ini seringkali
tidak mampu dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau
harus memenuhinya. Dengan demikian orang yang mengalami
ketergantungan secara fisiologisakan sulit dihentikan atau
dilarang untuk mengkonsumsinya.

Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan zat :


Suatu pola maladaptif penggunaan zat, yang menimbulkan hendaya atau
penderitaan yang secara klinis signifikan, yang dimanifestasikan oleh tiga (atau
lebih) hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan yang sama:
1. Toleransi, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:
a. Kebutuhan untuk terus meningkatkan jumlah zat untuk mencapai
intoksikasi atau efek yang diinginkan.
b. Penurunan efek yang sangat nyata

dengan

berlanjutnya

penggunaan zat dalam jumlah yang sama.


2. Putus zat, seperti didefenisikan salah satu di bawah ini:
a. Karakteristik sindrom putus zat untuk zat tersebut (mengacu
kriteria A dan B untuk keadaan purus zat dari suatu zat spesifik)
b. Zat yang sama (atau berkaitan erat) dikonsumsi untuk meredakan
atau menghindari gejala putus zat
3. Zat sering dikonsumsi dalam jumlah lebih besar atau dalam periode
yang lebih lama dari seharusnya.
14

4. Terdapat keinginan persisten atau ketidakberhasilan upaya untuk


mengurangi atau mengendalikan aktivitas penggunaan zat.
5. Menghabiskan banyak waktu melakukan aktivitas yang diperlukan
untuk memperoleh zat (cth., mengunjungi banyak dokter atau
berkendara jarak jauh), menggunakan zat (cth., merokok seperti
kereta api), atau untuk pulih dari efeknya.
6. Mengorbankan atau mengurangi aktivitas reaksional, pekerjaan, atau
sosial yang penting karena penggunaan zat.
7. Penggunaan zat berlanjut meski menyadari masalah fisik atau
psikologis

rekuren

yang

dialami

mungkin

disebabkan

atau

dieksaserbasi zat tersebut (cth., saat ini menggunakan kokain walau


menyadari

adanya

depresi

terinduksi

kokain

atau

minum

berkelanjutan meski mengetahui bahwa ulkus akan menjadi lebih


parah dengan mengonsumsi alkohol).
Kriteria PPDGJ-III untuk Sindrom ketegantungan
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan zat psikoaktif.
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang
menggunakan.
c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan
zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang
khas atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang
sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari
terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya
diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat
ditemukan pada individu yang ketergantungan alkohol dan opiad yang
dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya
atau mematikan bagi pengguna pemula).
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minta lain
disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu

15

yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk


pulih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol yang berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu
periode penggunaan zat yang berta, atau hendaya fungsi kognitif
berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk
memastikan bahwa pengguna zat sungangguanuh-sungangguanuh,
atau dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
Dalam konsep kedokteran, ketergantungan NAPZA merupakan gangguan
yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga
memberikan efek ketergantunagn (craving, withdrawal, tolerance). Sedang
penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah laku bereksperimentasi, mengalamsi
rasa kecewa, perilaku membangkang, masalah keuangan dan self medication.
Dalam masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalahtafsirkan. Pada umumnya
seseorang

mengalami

penyalahgunaan

NAPZA,

belum

tentu

menderita

ketergantungan.

D. DELIRIUM

YANG

DIINDUKSI

OLEH

ALKOHOL

ATAU ZAT

PSOKOAKTIF LAINNYA
Delirium adalah suatu sindroma yang terdiri dari gangguan kesadaran
dan kognitif dengan awitan akut dan fluktuatif (gejala membaik-memburuk
silih berganti). Dimana terdapat gangguan kemampuan memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan konsentrasi; serta perubahan kognisi
(gangguan daya ingat, disorientasi, gangguan berbahasa, judgment) dan
persepsi (halusinasi), yang terjadi dalam durasi singkat, beberapa jam - hari
- minggu. Kategori:
a. Delirium akibat kondisi medik umum (misalnya infeksi)
b. Delirium terinduksi zat (kokain, opioid, dll)
c. Delirium akibat etiologi ganda (trauma kapitis dan gangguann ginjal)
d. Delirium tak tergolongkan (deprivasi tidur)
e. Delirium tak terinci .

16

Delirium bukanlah suau penyakit melainkan suatu sindrom dengan


penyebab multipel yang terdiri dari berbagai macam pasangan gejala akibat
dari suatu penyakit dasar. Sedangkan delirium yang diinduksi oleh alkohol
atau zat aditif lainnya adalah delirium yang diakibatkan karena penggunaan
ataupun putus zat alkohol atau zat aditif lainnya
a. Penyebab-penyebab delirium yang umumnya reversibel :
Hipoksi.
Hipoglikemi.
Hipertermi.
Delirium antikolinergik .
Sindrom putus zat karena alkohol atau sedatif.
b. Penyebab lain :
Infeksi
Gangguan metabolik.
Lesi struktural otak.
Pascaoperasi.
Lain-lain : kurang tidur, retensi urin, fecal impaction, perubahan
lingkungan.
Intoksikasi:
Intoksikasi zat : alkohol, heroin, kanabis, PCP (Phenyciclidin),
dan LSD
Intoksikasi obat :
- Antikolinergik (antidepresan trisiklik).
- Narkotik (meperidin).
- Hipnotik sedatif (benzodiazepin).
- Histamin-2 (H-2) blocker (simetidin).
- Kortikosteroid.
- Antihipertensi sentral (metildopa dan reserpin).
- Antiparkinsonisme (levodopa).
Sindrom putus zat : alkohol, opiat, dan benzodiazepin.

c. Demensia merupakan salah satu faktor risiko yang paling besar. Faktor
risiko demensia pada pasien delirium sebesar 25-50%. Adanya demensia
meningkatkan risiko delirium sebanyak 2-3 kali
d. Delirium yang berhubungan dengan operasi:
Preoperatif (demensia, polifarmasi, putus obat, gangguan elektrolit,
dan cairan).
Intraoperatif (meperidin, benzodiazepine long-acting, dan
antikolinergik seperti atropin).
Pascaoperatif (hipoksia dan hipotensi).

17

Gejala Delirium
a)

Gangguan

kesadaran

(memusatkan,

mempertahankan,

mengalihkan

perhatian) disebut kesadaran berkabut, menurun. Fluktuasi kesadaran


b)

(siang tenang, malam gelisah)


Gangguan fungsi kognitif :
Disorientasi : waktu, tempat, terakhir terganggu terhadap orang
Gangguan daya ingat (terutama recent memories), gangguan

c)
d)
e)
f)
g)

memori/amnesia temporer
Gangguan berbahasa
gangguan persepsi (ilusi atau halusinasi tersering visual)
Gangguan konsentrasi : perhatian mudah teralih
Gangguan pola tidur bangun : siang tenang, malam gelisah
Gangguan psikomotor : gelisah/agitasi, atau sub/stupor
Gangguan perasaan: marah, cemas,atau eforia/gembira berlebihan
Bisa sembuh sempurna, coma atau meninggal
Kriteria diagnostik delirium (DSM-IV):
a) Gangguan kesadaran (berkurangnya
lingkungan),

berkurangnya

kemampuan

kewaspadaan
dalam

terhadap

memfokuskan,

mempertahankan, dan mengalihkan perhatian.


b) Perubahan kognitif (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa,
dan gangguan persepsi) yang terjadi di luar adanya, awal terjadinya
atau berkembangnya demensia.
c) Gangguan terjadi pada jangka waktu singkat (biasanya antara
beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi dalam satu hari.
d) Penemuan yang spesifik dari riwayat, pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan laboratorium dapat mengindikasikan penyebab gangguan
apakah akibat fisiologik dari kondisi medis umum, intoksikasi zat,
penggunaan obat-obat tertentu atau dapat juga timbul oleh lebih dari
satu penyebab.
Penatalaksanaan Delirium
Intervensi Nonfarmakologis
Target utama adalah meminimalkan faktor lingkungan yang
menyebabkan delirium, kebingungan, dan kesalahan persepsi serta
mengoptimalkan stimulasi lingkungan.
Intervensi Farmakologis

18

o Antipsikotik Tipikal. Haloperidol masih merupakan pilihan utama.


Untuk lansia atau delirium hipoaktif dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/
12 jam, sementara untuk usia muda dan keadaan agitasi yang berat
serta delirium hiperaktif digunakan dosis 10 mg/2 jam IV. Jika dosis
awal tidak efektif, maka dapat digandakan 30 menit kemudian selama
tidak

ditemukan

efek

samping.

Pengaruh

terhadap

jantung

memberikan gambaran interval QT memanjang pada EKG, sehingga


pemberian haloperidol disertai dengan monitor EKG.
o Antipsikotik Atipikal. Dosis risperidon untuk orang tua 0,25- 0,5
mg/12 jam, olanzapin 2,5-5 mg malam hari, quetiapin 12,5 mg malam
hari (peningkatan dosis bertahap sesuai indikasi). Risperidon dan
ziprasidon mempunyai efek interval QT memanjang pada EKG.
Olanzapin dan quetiapin altematif pengganti haloperidol. Olanzapin
berisiko meningkatkan kadar glukosa serum, selain itu olanzapin
mempunyai

efek

antikolinergik

potensial

yang

merupakan

kontraindikasi pada delirium. Olanzapin dan risperidon tersedia dalam


sediaan oral.
o Benzodiazepin. Pada pasien yang mengalami agitasi dan tidak
responsif terhadap monoterapi antipsikotik, dapat digunakan diazepam
5-10 mg IV; dapat diulang sesuai kebutuhan. Benzodiazepin dapat
digunakan

sebagai

monoterapi

,pada

gejala

putus,

alkohol,

benzodiazepin, barbiturat, atau delirium pascakejang. Pasien delirium


dengqn gejala putus alkohol diberi tiamin 100 mg/hari dan asam folat
1 mg/hari. Pemberian tiamin mendahului pemberian glukosa IV.
Benzodiazepin memberikan efek sedasi berlebih, depresi pernapasan,
ataksia, dan amnesia.
o Preparat Anestetik. Propofol dapat digunakan pada pasien yang tidak
responsif terhadap psikotropik tipikal. Efek sampingnya berupa
depresi pernapasan. Propofol bekerja cepat dan waktu paruhnya
singkat. Dosis maksimum 75 g/kg/ menit. Efek samping lain berupa
hipertrigliseridemia, bradikardi peningkatan enzim pankreas, dan
asam laktat.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, 2012. Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd ed. Jakarta:
ECG.
2. Husain AB. 2010. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
3. George, dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Maslim R. 2001. ed. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Zat. in PPDGJ-III. Jakara : Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika
Atmajawa.

20

Anda mungkin juga menyukai