A. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare,
2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya
peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu
lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung selsel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan paruparu. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer
adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati
lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya
glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan
dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar
glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati
lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati
menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau laktat
yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan
asam-asam
amino
untuk
glukoneogenesis
akan
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan
benda keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang
dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi
otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi
bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk
metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes
yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme
umumnya
menghilangkan
aktivitas
obat
tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu
lintasan
penting
(pengikatan)
obat
untuk
metabolisme
tersebut
dengan
obat
meliputi
sejumlah
konjugasi
senyawa,
untuk
hati,
dikelilingi
dan
dipisahkan
oleh
jaringan
parut
dengan
kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal.
Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berkahir dengan
kematian dalam 1 sampai 5 tahun. Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah
bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya
neoplasma hati primer.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis). Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat
sirosis.
D. Klasifikasi
1. Secara Klinis
a. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala
klinis yang nyata.
b. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat
tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan
melalui biopsi hati.
2. Berdasarkan Etiologi
Misalnya viral hepatitis, alkohol, autoimun, dan malnutrisi.
3. Berdasarkan Makroskopik
a. Sirosis Mikronodular : memiliki septum yang tebal dan teratur.
Penyebabnya bisa berupa usia produktif dan peminum alkohol.
Besar nodulnya < 3 mm.
b. Sirosis Makronodular : mempunyai septum dengan ketebalan
bervariasi. Penyebab utama biasanya usia yang tua dan
sejarah hepatitis. Besar npdulnya > 3 mm.
c. Sirosis campuran mikronodular dan makronodular.
4. Berdasarkan Fungsi
a. Kompensata
Di sini liver masih berfungsi dan mampu mengkompensasi
kerusakan, sehingga manifestasi belum muncul.
b. Dekompensata
Liver sudah tidak mampu mengkompensasi kerusakan dan
manifestasi klinis sudah muncul.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara
lain:
1. Hepatomegali
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan selselnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler). bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara
klinis didapati adanya demam, ikterus, dan asites,dimana demam bukan
oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif.
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organorgan ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain,
kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian
tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat
badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus
mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan
mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi
masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis.
Konsentrasi
albumin
plasma
menurun
sehingga
menjadi
Darah
Dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer/hipokrom
makrositer,
anemia
dapat
dari
akibat
Albumin
Akan merendah karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
Kadar elektrolit
Penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam
diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan
kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal
Hiperglikemia
Pada pasien sirosis bisa terjadi hiperglikemia dan hipoglikemi
karena terganggunya fungsi hati sehingga metabolisme glukosa
terganggu.
Pada
pasien
dengan
sirosis
dapat
terjadi
Hipoglikemia
Pada pasien sirosis hati, terjadi gangguan merabolisme di hati
sehingga glukogenesis dan glukoneogenesis menurun dan
terjadi hipoglikemia
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi
protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh.
Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan
sekitar 70 90 gr sehari untuk menghambat perkembangan
kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan
Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc
selama setahun.
hari.
Parasentesis
dilakukan
bila
asites
sangat
besar.
cairan
lambung
bagi
pasien
yang
mengalami
antibiotik
pilihan
seperti
cefotaksim,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.
H. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
amoxicillin,
I.
Pengkajian
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai
berikut:
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f.
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik,
ekimosis, petekie.
i.
Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan
cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)
f.
Abdomen :
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital :
1) Atropi testis
2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h. Integumen :
Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i.
Ekstremitas :
Edema, penurunan kekuatan otot
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme
dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat
hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
Pemeriksaan diagnostik
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
a. Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
b. Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
c. USG
d. Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
e. Biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
f.
DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions
Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20012002, NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah
2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.