LP Sol
LP Sol
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
SOL (SPACE OCCUPYING LESION)
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intracranial. (Suzanne dan Brenda G Bare. 1997: 2167).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah
semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca B
Batticaca. 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesilesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
.
2. ETIOLOGI
Riwayat trauma kepala
Faktor genetik
Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
Virus tertentu
Defisiensi imunologi
Congenital
fungsi motorik.
Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
4. PATOFISIOLOGI
Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh
lingkungan seperti trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam sel
germinativum. Hipotesis genetik pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor
terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan
genetik (yaitu umor bersifat monoklonal).
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik
tersebut mengakibatkan peningkatan TIK. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku
yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400
gr), cairan serebrospinal (kira-kira 75 ml), dan darah (kira-kira 75 ml). Peningkatan
volume salah satu di antara ketiganya mengakibatkan desakan pada ruangan yang
ditempati oleh unsu lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial.
Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari tiga elemen intrakranial
membesar melampaui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan
tekanan intrakranial yang juga berarti mepertahankan intergritas otak. Perubahan
kompensatoris meliputi pengalihan cairan serebrospinal ke rongga spinal, peningkatan
aliran vena dari otak, dan sedikit tekanan pada jaringan otak
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
a. Bertambahnya massa dalam tengkorak
b. Terbentuknya edema sekitar tumor
c. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila menghadapi tekanan TIK yang
serius dan berlangsung lama. Edema otak barangkali merupakan sebab yang lazim dari
peningkatan TIK.
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah
cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai
maksimum. Peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH 2O) mengurangi aliran darah
ke otak secara bermakna. Iskemia yang timbul menimbulkan rangsangan pada pusat
vasomotor dan tekanan darah sistemik menjadi meningkat. Rangsangan pada pusat
inhibisi jantung meningkatkan bradikardia dan napas menjadi lambat. Mekanisme
kompensasi ini , dikenal sebagai Reflek Cushing, membantu mempertahankan aliran
darah otak. (Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekanan intrakranial).
Tekanan darah sistemik akan meningkat sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun
akhirnya dicapai suatu titik di mana tekanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan
sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. Pada umumnya kejadian ini
didahului oleh penurunan yang cepat dari tekanan darah arteria.
Idiopatik
Tumor otak
Aspirasi
sekresi
Penekanan jaringan otak
Bertambahnya massa
Obs.
Jalan
nafas
Mual, muntah,
Invasi jaringan otak
Nekrosis jar. otak
Penyerapan cairan otak
Dispnea
papileodema, pandangan
Gang.Perfusi
Henti nafasGang.Neurologis
Bradikardi progresif,
Gang.kesadaran
kabur,
penurunan fungsi
Perubahan
pola
Gang.
Rasa
jaringan
Peningkatan
TIK Hidrosefalus
Gang.Pertukaran
Kerusakan
jar. Neuron
Defisit
Ancaman
Gang.Suplai
Disorientasi
Gang.Fungsi
Perubahan
Hipoksia
Bicara
Gang.Komunikasi
terganggu,
Obstruksi
vena
Oedema
Menisefalon
Hernialis
di otak ulkus
sitemik,
pendengaran,
nyeri
(Kejang
Suddart, Brunner.
2001)hipertensi
fokal
nyaman
nafas (gas
verbal
Resti.Cidera
Nyerineurologis
)
kematia
darah
otak proses pikir
jaringan kepala
afasia
tekanan
gang.pernafasan
Cemas
5. KLASIFIKASI
Tumor-tumor otak dapat dikalsifikasikan ke dalam beberapa kelompok besar:
a. Tumor yang muncul dari pembungkus otak, seperti meningioma.
Meningioma merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesotel, serta sel-sel
jaringan peyambung arakhnoid dan duramater yang paling penting. Sebagian tumor
adalah jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan yang berdekatan namun
menekan struktur yang berada di bawahnya.
Lokasinya sering di sebelah kanan atau kiri sutura sagital, di krista sfenoidea, di
sekitar sela tursika dan di daerah nervus olfaktorius. Meningioma juga dijumpai dalam
kanal vertebra. Meningioma yang jinak menyebabkan takanan terhadap jaringan di
sekitarnya. Yang ganas menyabuk jaringan tulang maupun jaringan otak yang dinamakan
meningiosarkoma. Ada jenis lain meningioma yang ganas lokal dan hanya tumbuh
menyembuk ke dalam tulang, jenis ini dinamakan meningioma infiltrans. Tumor ini
dapat menembus tulang tengkorak dan terdapat di dalam otot-otot di bawah kulit kepala.
Gambaran histologis meningioma ialah sel-sel yang intinya bundar-bundar kecil yang
tersusun dalam lingkaran-lingkaran. Bagian pusar lingkaran atau pusaran ini dapat
mengapus hingga membentuk psamona. Tumor ini dapat mengandung banyak pembuluh
darah.
Oleh karena pertumbuhan tumor yang lambat, gejala-gejala mungkin tidak
diperhatikan dan diagnosis sama sekali salah. Gejala-gejala antara lain epilepsi idiopatik,
hemiparesis, dan afasia. Akan tetapi meningioma yang tumbuh pada regio intrakranial
tertentu akan menunjukkan manifestasi yang lebih spesifik:
1) Lekuk olfaktorius: anosmia unilateral kemudian bilateral, edema papil, disfungsi
lobus frontalis.
2) Regio parasagital: paraparesis spastik yang menyerupai lesi medula spinalis.
3) Sinus kavernosus: oftalmoplegia unilateral (palsi nervus III, IV, dan VI) dan
gangguan sensorik trigeminus (regio oftalmika dan kadang maksilaris).
4) Nervus optikus: beberapa meningioma pada os sfenoid dapat menekan nervus
optikus dan menyebabkan gangguan penglihatan unilateral dan atrofi optik. Ekspansi
tumor lebih lanjut menyebabkan edema papil kontralateral (sindrom Foster-kennedy).
5) Kadang-kadang meningioma tidak membentuk massa tetapi dapat menyebar dalam
lapisan tipis di atas permukaan dura (meningioma en plague)
b. Tumor yang berkembang di dalam atau di atas saraf kranial, yaitu neuroma akustik.
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi saraf perifer. Di
dalam rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada nervus VIII dari sudut yang
dibentuk olah medula oblongata, pons, dan serebelum. Karena itu tumor ini memberikan
gejala yang disebut sindrom anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam kanal
vertebra. Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini berbentuk lonjonglonjong bila terpotong memanjang dan tersusun dalam aliran-aliran. Tidak jarang
nukleus sel-sel ini tersusun seperti pagar yang disebut formasi palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral akibat kompresi batang
otak, serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar). Akhirnya terjadi
gambaran peningkatan tekanan intrakranial, terutama jika terjadi hidrosefalus akibat
obstruksi pada tingkat ventrikel ke empat. Tumor lain yang dapat mengenai sudut
serebelopontin termassuk meningioma dan metastasis.
c. Tumor yang berasal dari dalam jaringan otak, seperti pada jenis glioma.
Glioma bertanggung jawab atas sekitar 40-50% tumor intrakranial. Glioma
diklasifikasikan atas dasar asal embriologis. Pada orang dewasa, sel neuroglia susunan
saraf pusat berfungsi untuk perbaikan, penyokong, dan pelindung sel-sel saraf yang
lunak. Glioma terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel penyokong yaitu neuroglia
yang mempunyai kemampuan untuk terus membelah selam hidup. Sel-sel glia
berkumpul membentuk parut sikatriks padat dibagian otak, tempat neuron menghilang
oleh karena cedera/penyakit. (price dan Wilson, 1995).
Terdapat 3 jenis sel glia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara
embriologis berasal dari lapisan mesodermal oleh karena itu pada umumnya tidak
diklasifikasikan sebagai sel glia sejati. Mikroglia masuk ke dalam susunan saraf melalui
sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit, membersihkan debris, serta
melawan infeksi. Oligodendroglia dan astrosit merupakan neuroglia sejati seperti neuron
dan berasal dari lapisan embrional ekstrodermal. Oligodendroglia berperan dalam
pembentuk
mielin.
Fungsi
astrosit
masih
dalam
penyelidikan.
Bukti-bukti
memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan dalam menghantarkan impuls dan
transmisi sinapsis dari neuron dan bertindak sebagai saluran penghubung antara
pembuluh darah dan neuron.
1) Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit. Neoplasma ini lebih
sering dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat tumbuh di semua bagian otak. Secara
anatomi patologis ada 4 derajat keganasan : astrositoma derajat 1 terdiri atas sel-sel yang
menyerupai astrosit normal. Astrositoma derajat 2 sel-sel lebih padat, besarnya tidak
sama, pembuluh-pembuluh darah mulai berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas yaitu pleiositosis,
mitosis yang sering kali tidak normal, terdapat sel-sel raksasa, proliferase pembuluh
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pembedahan
Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan eksisi komplit dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk tumor primer
maligna atau tumor sekunder, biasanya sulit ditemukan. Pembedahan tumor
primer seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis histologis dan jika
mungkin, untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa tumor.
Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi
merupakan suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau
bahkan kondisi nonneoplasia, misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat
derajat diferensiasi tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien
glioma derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi,
median angka harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk
(derajat 4) adalah 9 bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien
dengan kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan
juga tidak tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya
digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis
Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang
mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi
diharapkan.
Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena
Digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau
terapi radiasi, karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien
terhadap adanya keracunan pada sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi
atau radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada
kepala iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi
radiasi yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan
edema otak.
Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat
sitostatika (suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker) untuk
mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba
di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai pengobatan tunggal
untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan pembedahan.
8. KOMPLIKASI
Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia ( kehilangan keseimbangan )
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu,
9. PROGNOSIS
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara
maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan
dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival)
berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 3040%. Terapi tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk,
berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Data Umum
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan
b)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Sakit kepala hebat pada saat bangun pagi atau pada saat istirahat disertai mual
muntah, kesadaran menurun, otot terasa melemah atau kaku.
c)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
melitus.
2. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien dengan SOL harus bed rest 2-3 minggu
Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik
Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi: Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
9) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
10) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
11) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
b. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
3. Pola Eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter
5. Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
6. Pola Kognitif dan Persepsi
Pada pola sensori klien
mengalami
gangguan
penglihatan/kekaburan
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
c. Kekuatan Otot
(1) Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
(2) Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat
diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi.
(3) Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat
melawan pengaruh gravitasi.
(4) Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi
tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
(5) Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap
tahanan yang ringan
(6) Kekuatan otot normal
d. Rangsangan Meningeal
- Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau
-
berat.
Kernig sign
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap
paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135,
secara reflektorik.
Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
e. Pemeriksaan Refleks
2. Refleks Fisiologis
- Reflek Tendon Patella
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur, rilekskan pasien dan
alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada dan pukul tendon
-
patella.
Reflek bisep
Fleksikan lengan pasien pada bagian siku smpai 45 0 dengan posisi tangan pronasi,
letakkan ibu jari pemeriksa pada dasar tendon bisep dan jari-jari lain di atas tendon
bayi yang berusia di bawah satu tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.
Oppenheim Test
Tanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut tulang tibia
dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif
responnya sama babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.
Chaddock Test
Memberikan rangsangan dengan jalan menggores pada bagian lateral malleolus
lateralis.
Gordon Test
Cara : memencet atau mencubit otot betis.
Refleks Schaefer
Cara: memencet/mencubit tendon achilles.
Semua pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon yang sama dengan
Babynski ketika ada kelainan pada upper motor neuron.
C. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke jaringan
otak
2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat tekanan
pada serebelum (otak kecil)
5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.
No
1.
Diagnosa
Gangguan perfusi Setelah
jaringan
cerebral perawatan
NOC
dilakukan
selama
diharapkan
3x24
perfusi
NIC
a) Memantau status
neurologis
keadaan
normalnya
seperti GCS
sesuai
kebutuhan.
masukan
dan
seperti
steroid,
klorpomasin, asetaminofen
Gangguan rasa
Setelah
dilakukan
nyeri berhubungan
perawatan
dengan
peningkatan TIK
kriteria hasil :
selama
3x24
a) Memberikan
lingkungan
yang
tenang
b) Meningkatkan tirah baring, bantu
perawatan diri pasien
a) Nyeri hilang
c) Meletakkan
b) Pasien tenang
kantung
es
pada
mata
muntah
d) Mendukung
d) Pasien dapat
pasien
untuk
beristirahat dengan
e) Memrikan ROM aktif/pasif
tenang
pemberian
obat analgetik
asetaminofen,
seperti
kodein
sesuai
indikasi
Gangguan
Setelah
dilakukan
kebutuhan nutrisi
perawatan selama 3 x 24
berhubungan
dengan kurang
pasien
nutrisi
menjadi
adekuat
b) Napsu makan
meningkat
c) BB kembali seperti
sebelum sakit
4
Gangguan
imobilitas
Setelah
dilakukan
berhubungan
cara
tekanan
serebelum
(otak
kecil)
a) Klien
dapat
meningkatkan
derajat
dengan
imobilitas
menggunakan
skala ketergantungan (0 4)
c) Meletakkan pasien pada posisi
b) Mempertahankan
integritas kulit dan
kandung kemih dan
fungsi usus.
Gangguan persepsi
Setelah
dilakukan
sensori
perawatan selama 3
persepsi
pasien
berhubungan
umpan
balik,
dengan gangguan
diharapkan
penglihatan.
penglihatan pasien
kembali
normal
dengan
kriteria
24
jam
a) Memastikan
atau
validasi
dan
berikan
orientasikan
dengan
banyak
untuk
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenda G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
2. Batticaca, Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Brunner & Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol 3. EGC.
Jakarta
4. Doenges.EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
5. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6
Vol.2. Jakarta: EGC