Anda di halaman 1dari 12

STROKE

A. Pendahuluan
Stroke sudah dikenal sejak dahulu kala, bahkan sebelum zaman Hipokrates,
Soranus dari dari Ephesus (98-138) di Eropa telah mengamati berbagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya Stroke. Sampai saat ini Stroke merupakan salah satu penyakit
saraf yang paling banyak menarik perhatian.
Definisi Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral (otak) baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukan kelainan
lain selain gangguan pembuluh darah.
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau Stroke biasanya mengenai kelompok usia
diatas 40 tahun yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah otak berupa
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tersebut. Kelainan ini bisa berupa
penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan
viskositas (kekentalan) maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluhdarah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital
maupun degeneratif atau sekunder akibat proses lain, seperti hipertensi dan diabetes
mellitus yang menyebabkan arteriosklerosis. Jadi proses terjadi Stroke tersebut
merupakan muara dari beberapa penyakit tersebut di atas. Karena itu penyebab Stroke
sangat kompleks.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF = cerebral blood flow) turun sampai
ketingkat melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi
otak (threshold of brain functional activity).
Keadaan ini menyebabkan gejala klinik yang disebut Stroke, di luar negeri sering
disebut dengan Brain attack. Gejala klinik tergantung lokalisasi daerah yang mengalami
iskemik, misalnya bila mengenai daerah pusat pengatur pergerakan maka penderita
akan mengalami kelumpuhan.
Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat
darah dari sepasang a.karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi
serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari
sepasang a. vertebralis (a. basilaris). Jumlah aliran darah otak (CBF) biasanya
dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi
otak (cerebral perfusion pressure = CPP) dan tahanan (resistensi) serebrovaskuler
(cerebrovascular resistance = CVR). Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah
sistemik. (MABP = mean arterial blood pressure) dikurangi dengan tekanan intrakranial
(ICP = intracranial pressure), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu :
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pernbuluh darah arteri
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.
Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak (hemispheric CBF)
adalah 50 cc/100 gram otak/menit.

B. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi Stroke. Semuanya berdasarkan atas
gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar
klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis Stroke mempunyai cara
pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.
Disini digunakan klasifikasi modifikasi Marshall, sebagai berikut:
I. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebab Stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Iskemik (sumbatan pembuluh darah)
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik (perdarahan)
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. TIA (Gangguan airan darah otak sepintas)
b. Stroke - in evolution (Stroke yang sedang berlangsung)
c. Completed Stroke (Stroke yang sudah komplit)
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistern vertebro-basilar
Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang mengalami
iskemik atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan memberikan kombinasi gejala
yang lebih banyak pula.
C. Patogenesis
1. Iskhemik otak
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi
regional di otak. Pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar foton (PET = Positron
Emission Tomography) diketahui pula bahwa aliran darah otak bersifat dinamis, artinya
dalam keadaan istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik
maupun psikis, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat
sesuai dengan aktivitasnya.
Dari percobaan pada hewan maupun manusia, temyata derajat ambang batas
aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak dapat dibagi
menjadi :
a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60 cc/100 gram/
menit) yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak (threshold of brain electrical activity) adalah batas
aliran darah otak (sekitar 15 cc/100 gram/menit) yang bila tak tercapai akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti berarti sebagian struktur intrasel telah
berada dalam proses desintegrasi.
c. Ambang kematian sel (threshold of neuronal death) yaitu batas aliran darah otak
yang bila tak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang
dari 15cc/100/menit/ gram).

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan
menyebabkan iskemik di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral (suplai darah dari
pembuluh darah lain yang berdekatan) di daerah sekitarnya disertai mekanisme

Aliran
darah
otak

50 cc/100
gram/mt

Normal

35-40 cc/100
gram/mt

Kehilangan fungsi

20 cc/100
gram/mt

Aktifitas listrik otak berhenti

Kematian sel saraf

Gambar 1. Aliran darah otak dan pengaruhnya terhadap fungsi sel saraf
kompensasi fokal berupa vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini :
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemik yang dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis
gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa
hemiparesis (kelemahan tubuh sesisi) sepintas atau amnesia sepintas (lupa sesaat)
selama 5-24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemik (bagian otak yang kurang mendapat
suplai darah) lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan
mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu
beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik bisa
dijumpai sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible
Ischemic Neurologic Dificit) yaitu kelainan saraf yang masih bisa kembali normal.
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemik yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini
timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemik otak yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemik yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda :
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena
CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah
tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan P02
yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis (kematian sel).
2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih
tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai
mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi kelumpuhan fungsi (functional paralysis).
Pada daerah ini P02 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja
terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Astrup
menyebutnya sebagai ischemic penumbra (daerah di sekitar sel yang mati).
Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang
tepat.

3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.


Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PC02 dan P02 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF (aliran darah otak) sangat meninggi
sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Faktor yang berpengaruh
Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada infark otak,
pengalaman klinis serta penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pada
infark otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu memberikan manfaat
yang diharapkan, berupa hilangnya gejala klinis secara total. Selain faktor lamanya
iskemik, ada hal-hal mendasar lain yang harus diperhitungkan dalam proses
pengobatan infark otak.
Dari percobaan pada hewan terbukti bahwa resusitasi atau reperfusi pada
penutupan/penghentian aliran darah ke otak mencetuskan beberapa reaksi kompleks di
tingkat mikrosirkulasi, iskemik berupa edema jaringan, vasospasme kapiler/arteriol,
penggumpalan sel-sel darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk kedalam sel
dan dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga disebut
sebagai reperfusion injury yang berakibat muncuInya gejala neurologik yang relatif
menetap.
Ternyata secara eksperimental kerusakan sel-sel saraf dan jaringan otak tidak
sesederhana yang dibayangkan karena terdapat beberapa rantai proses yang memang
hasil akhirnya adalah kematian sel.

Gambar 2. Stroke penyumbatan aliran darah otak (Infark)


Pada proses iskemi fokal terjadi juga perubahan penting didaerah penumbra pada selsel neuron (sel saraf) tergantung dari luas dan lama iskemi yaitu:
a.
Kerusakan membran sel
b.
Aliran masuk Ca2+ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca2+

c.

d.

e.

Meningkatnya asam arakidonat dalam jaringan, diikuti oleh naiknya kadar


prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatnya agregasi
trombosit.
Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tertentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemik, yaitu; daerah-daerah talamus,
hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinye di serebelum, serta lapisan 3,5,6
korteks piramidalis.
Lepasnya radikal bebas, yaitu unsur yang mempunyai elektron pada lingkar
paling luarnya tidak berpasangan, karena itu zat ini sangat labil dan sangat
reaktif. Dalam keadaan normal, proses kimia yang menghasilkan radikal bebas
terjadi di dalam mitokondria sehingga tak mengganggu struktur sel lainnya. Pada
kerusakan mitokondria, zat ini bebas dan merusak struktur protein dalam sel
serta menghasilkan zat-zat toksik. Besarnya peran radikal bebas dalam
kerusakan sel-sel saraf dan jaringan iskemik masih dalam penelitian.

Jadi, pada infark otak terjadi proses sekunder yang jauh lebih kompleks, bukan
hanya terhentinya aliran darah otak. Sebagai konsekuensinya pengetahuan mutakhir
mengenai perubahan patologik daerah iskemik mempunyai dampak pencegahan gejala
sisa dan lanjutan pengobatan.
2. Perdarahan otak
Perdarahan otak merupakan penyebab Stroke kedua terbanyak setelah infark
otak. Menurut anatomi pecahnya pembuluh darah di otak dapat dibedakan menjadi
perdarahan intraserebral (dalam jaringan otak) dan perdarahan subarakhnoid (ruang
pembungkus otak). Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di
dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid
pembuluh darah yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid disekitar sirkulus arteriosus
Willisi (pembuluh darah yang berhubungan membentuk seperti lingkaran).
Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dindingnya
(arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital misalnya malformasi (kelainan) arterivena, infeksi (sifilis) dan trauma.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal (lapisan dalam otak), serebelum (otak kecil) dan batang otak. Perdarahan di
daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain misaInya tumor otak yang
berdarah, malformasi (kelainan) pembuluh darah otak yang pecah atau penyakit pada
dinding pembuluh darah otak primer bisa disebabkan oleh hipertensi maligna (berat atau
ganas) dengan frekwensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah (keluar dari pembuluh darah)
masuk ke jaringan otak sehingga menyebabkan nekrosis (kematian sel saraf otak)
akibat penekanan dari bekuan darah atau hematoma. Akhir-akhir ini para ahli bedah
otak di Jepang berpendapat bahwa pada fase awal perdarahan otak ekstravasasi tidak
langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat-saat pertama, mungkin darah hanya akan
mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu penyerapan (difusi) darah ke
jaringan belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan
untuk mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi
(penyerapan kembali) darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Gejala klinik perdarahan di

korteks mirip dengan gejala infark otak tetapi mungkin lebih gawat apabila
perdarahannya sangat luas.

Gambar 3.
Perdarahan
Intraserebral

Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma (dinding pembuluh
darah melemah) kongenital yang sering terjadi di a.komunikans anterior, a.serebri media
(dekat pangkalnya), a.serebri anterior, dan a.komunikans posterior. Gejala timbul sangat
mendadak berupa sakit kepala hebat dan muntah-muntah. Darah yang masuk ke ruang
subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus (bendungan cairan otak)
karena gangguan absorpsi cairan otak. Perdarahan subarakhnoid sering bersifat residif
(berulang) selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan vasospasme serebral
(penyempitan pembuluh darah otak) yang hebat disertai infark otak.

Gambar 4.
Perdarahan Subarahnoid

D. Gejala klinis
Manifestasi klinik Stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu
aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemik tersebut atau penyebab
stroke itu sendiri apakah penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Oleh
karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat penting
untuk mengenal gejala-gejala klinik pada Stroke.
Proses penyumbatan / pecah pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik
yang spesifik :
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh darah yang
tersumbat atau pecah. Umumnya mengenai pembuluh darah otak sistim karotis
tetapi juga bisa mengenai sistem vertebro-basilar sehingga menunjukkan
beberapa kelumpuhan saraf otak.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada Stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut
(minggu 1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema
serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis tegak berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan neurologik dan penunjang. Salah satu ciri Stroke adalah timbulnya gejala
sangat mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti
sakit kepala, mual, muntah dan sebagainya.
Gejala klinik stroke yang sering dijumpai antara lain adalah:
1. Kelumpuhan sebelah badan
Umumnya penderita stroke mengalami kelumpuhan sebelah badan
(hemiparesis). Bila terdapat perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan
tungkai biasanya disebabkan oleh kelainan aliran darah otak di daerah hemisferik
(kortikal, permukaan luar otak), sedangkan jika kelumpuhan saraf berat gangguan aliran
darah dapat terjadi di subkortial (dibawah lapisan kortikal), bila kelumpuhan anggota
gerak berbeda sisi dengan kelumpuhan wajah kemungkinan letak kelainannya di daerah
vertebro-basilar (batang otak dan otak kecil)

2. Mulut mencong / kelemahan otot wajah


Kelainan di atas timbul karena kelumpuhan n.fasialis (saraf wajah) sesisi.
Kelemahan n. fasialis kiri menyebabkan mulut terlihat mencong ke kiri dan sebaliknya.
Biasanya kedua kelopak mata masih bisa menutup rapat (lesi sentral).
3. Bicara pelo (rero)
Gejala ini timbul akibat kelumpuhan n. hipoglosus (saraf lidah) sehingga terjadi
bicara pelo disertai deviasi lidah bila dijulurkan keluar mulut. Kelumpuhan n. hipoglosus
kiri menyebabkan lidah akan mencong ke kiri bila dijulurkan dan sebaliknya.
4. Kehilangan rasa sebelah tubuh
Kadang-kadang pada penderita stroke bisa terjadi hemihipestesia (kehilangan rasa
sebelah tubuh). Karena struktur anatomi yang terpisah maka gangguan motorik berat
dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan
gangguan motorik ringan.
5. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran umumnya terjadi pada penderita stroke perdarahan. Hal ini
terjadi karena desakan darah yang keluar dari pembuluh darah otak yang menyebabkan
penekanan pusat-pusat kesadaran. Penurunan kesadaran juga bisa terjadi pada
penderita stroke sumbatan pembuluh darah yang luas misalnya pada penderita stroke
emboli, bisanya bersumber dari kelainan jantung (kardioemboli), tetapi disini penurunan
kesadaran tidak terjadi segera setelah terjadi stroke.
6. Gangguan lapangan pandang
Lapangan pandang akan terganggu apabila jaras perjalanan visual ikut mengalami
kelainan pada Stroke. Gejala ini tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan
visual, hemianopia kongruen atau tidak.
7. Gangguan pergerakan bola mata
Gangguan pergerakan bola mata yang bisa timbul antara lain deviatio konjugae
(mata melirik terpaku ke satu sisi), gaze paresis (kelemahan penglihatan) kekiri atau
kekanan dan hemianopia (kebutaan sebelah)
8. Gangguan fungsi luhur
Manifestasi gangguan fungsi luhur pada Stroke hemisferik berupa disfungsi
parietal baik sisi dominan (belahan otak kiri) maupun non-dominan (belahan otak
kanan). Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia (gangguan bicara)
campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu berbicara / mengeluarkan
kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya.
Selain itu dapat juga terjadi agnosia (tidak mengenal objek), apraxia (tidak bisa
mealkukan gerakan terampil) dan sebagainya.
Gejala stroke di atas timbul sangat mendadak, bisa terjadi sewaktu bangun tidur,
mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu istirahat. Pada kasus-kasus
berat bisa disertai penurunan kesadaran sampai koma dan atau dengan kejang-kejang.
Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan Stroke adalah serangan
iskemik sepintas (TIA) dan ini diketahui melalui anamnesis yang baik pada Stroke akut.
Gejala-gejala seperti pada stroke yang timbul mendadak dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai maksimal. Serangan

mendadak ini akan menghilang kembali dalam waktu 24 jam, biasanya hanya
berlangsung sesaat + 10 15 menit. Bila kelainannya menetap (> 24 jam) maka disebut
stroke.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, hematokrit, lekosit, trombosit)
b. Pemeriksaan kimia darah : gula darah sewaktu, kolesterol / profil lipid, ureum,
kreatinin, asam urat, fungsi hati.
2. Radiologi
a. CT Scan kepala / MRI
b. Foto thoraks

E. Faktor Resiko
a. Tidak dapat dimodiflikasi (diobati)
Usia
Jenis kelamin
Herediter
Ras/etnik
b. Dapat dimodifikasi
Riwayat Stroke
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Penyakit jantung
Diabetes melitus (kencing manis)
Penyakit karotis asimptomatis (kekakuan arteri karotis)
Transient ischemic attack (TIA), gannguan aliran darah otak sementara
Hiperkolesterol (kadar kolesterol tinggi)
Penggunaan kontrasepsi oral (pil KB)
Obesitas (kegemukan)
Merokok
Alkoholik (peminum alkohol)
Penggunaan narkotik
Hiperhomosisteinemia (peningkatan kadar zat homosistein dalam darah)
Antibodi anti fosfolipid
Hiperurisemia (kadar asam urat tinggi)
Peninggian hematokrit
Peninggian kadar fibrinogen (zat bekuan darah)

F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Orang-orang yang belum mempunyai faktor resiko stroke harus dicegah supaya
jangan sampai mereka mempunyai faktor resiko dengan cara:
a. Mengatur makanan yang sehat misalnya makanan rendah kolesterol dan tinggi serat
Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol seperti jeroan, daging,
lemak hewani dll beresiko meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Peningkatan
kolesterol akan meningkatkan resiko terjadi stroke karena berpotensi untuk
menyempitkan aliran darah otak akibat penempelannya pada dinding pembuluh darah.
b. Menghentikan merokok
Merokok menyebabkan peninggian koagubilitas (bekuan darah), viskositas
(kekentalan) darah, meninggikan kadar fibrinogen (zat pembekuan darah), mendorong
aggregasi platelet (perlekatan sel pembekuandarah), meninggikan tekanan darah,
menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL (kolesterol baik).
c. Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin, penilpropanolamin dan
mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (alcohol abuse)
akan memudahkan terjadinya Stroke.
d. Melakukan olah raga secara teratur
Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (alan cepat, bersepeda,
berenang dll), secara teratur (minimum 3 kali perminggu untuk dewasa, tiap kali 20 - 30
menit) akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol diabetes,
memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat baclan.
Efek biologis : penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan menaiknva
aktivitas tissue plasminogen activator (pengaktif zat pembekuan darah dari jaringan) dan
konsentrasi HDL.
e.Menghindari stres dan beristirahat yang cukup
Istirahat yang cukup dan tidur teratur antara 6 - 8 jam sehari. Mengendalikan
stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut WHO,
menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri pada
Tuhan YME.
2. Penatalaksanaan
Hampir semua pasien dengan stroke iskhemik atau perdarahan akut
mebutuhkan perawatan di rumah sakit. Sekitar 10-20% pasien akan mengalami
perburukan selama jam-jam pertama stroke dan outcome pada pasien seperti ini
umumnya lebih buruk dibanding kelompok pasien yang kondisinya lebih stabil. Secara
umum, pasien-pasien yang dengan perburukan neurologik yang berat mempunyai resiko
tinggi untuk terjadi perburukan umum atau neurologis. Perburukan ini bisa terjadi
karena; edema (bengkak) otak, hidrosefalus (penumpukan cairan di otak) akut,
bangkitan (kejang), trombosis (proses penyempitan aliaran darah) progresif, embolisasi

10

ulang, iskhemik otak sekunder atau vasospasme, perdarahan otak yang berlanjut,
perdarahan otak ulang dan komplikasi medis lain.
Oleh karena berpotensi timbul perburukan klinis pada pasien stroke maka
sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit selama dalam fase akut untuk mengurangi
resiko kematian atau kesakitan. Untuk pasien stroke iskhemik diberikan perawatan di
rumah sakit selama 5-7 hari dan untuk pasien stroke perdarahan 12-14 hari, sampai
fase akutnya terlewati. Disamping itu evaluasi terapi dapat dilakukan dengan baik bila
pasien berada dalam perawatan di rumah sakit. Pasien-pasien dengan kondisi klinis
umum atau neurologis yang buruk mungkin memerlukan perawatan khusus di Hight
Care Unit (HCU) atau mungkin di Intensive Care Unit (ICU). Selama dalam perawatan
disamping memberikan penatalaksanaan terapi juga dicari faktor resiko apa saja yang
ada pada pasien tersebut segera diterapi untuk mencegah atau mengurangi
kemungkinan timbul stroke ulang di kemudian hari. Secara umum pengobatan pasien
stroke dalam fase akut bervariasi sesuai dengan jenis stroke dan konsisi klinisnya.
Setelah fase akut terlewati pengobatan lebih bertujuan mencegah serangan Stroke
berikutnya (ulangan) melalui :
Pengobatan faktor resiko Stroke seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung dll)
Pemberian anti perlekatan sel bekuan darah seperti obat aspirin (2x80mg) dan
dipiridamol (2x75mg)
3. Rehabilitasi
Program rehabilitasi medis bertujuan mengembalikan fungsi yang terganggu
akibat gangguan suplai darah otak. Program ini dilakukan melalui prosedur pelatihan
tertentu dan disesuaikan dengan gangguan fungsi yang terjadi seperti memberikan
stimulasi agar anggota gerak tubuh pasien bisa berfungsi kembali, mobilisasi / latihan
aktif, pengaturan posisi anggota gerak / tubuh dll agar penderita dapat mengoptimalkan
fungsi tubuh yang ada.
Referensi

Caplan LR; Stroke, a clinical approach, 2nd Ed. Butterworth-Heinemann. Boston.


1993;23-94
Hacke W, Hennerici M, Gelmers HJ, Kramer G; Cerebral Ischemia, Springer-Verlag
1991:95-6
Marshall RS, Mohr JP; Ischaemic Stroke in Neurological Emergencies, BMJ Publishing
Group, London, 1994:49-69
Wolf PA, Cobb JL, DAgustino RB : Epidemiology of Stroke, in Stroke,Pathophy-siology,
Diagnosis and Management. 2nd ed. Churchill Livingstone. New York, 1992, 2-25
Adams R, Victor M, Ropper AH; Principles of Neurology. 6th Ed. Vol.2 McGraw-Hill. 1997;
777-866
Adams HP et al; Prevention of Ischemic Stroke or Recurrent Ischemic Stroke in
Management of Stroke: A Practical Guide for the Prevention, Evaluation and Treatment of
Acute Stroke, 1998
Barnett HJM; Antithrombotic Therapy in Cerebral Arterial Disease in in Epidemiology of
Stroke, in Stroke,Pathophysio-logy, Diagnosis and Management. 2 nd ed. Churchill
Livingstone. New York, 1992;929-39
Weksler BB : Platelet Function Antiplatelet Therapy in Ischemic Cerebrovasculer Disease
in Epidemiology of Stroke, in Stroke,Pathophysiology, Diagnosis and Management. 2 nd
ed. Churchill Livingstone. New York, 1992;913-24

11

Adams HP, del Zoppo GJ, von Kummer R : Management of stroke; a practical guide for
the prevention, evaluation, and treatment of acute stroke, 2 nd Ed. Professional
Communications, USA, 2002

12

Anda mungkin juga menyukai