Anda di halaman 1dari 12

METODE PROBLEM POSING

METODE PROBLEM POSING


Disarikan oleh Saiful Amin

Sutiarso (1999:16), menyatakan bahwa Problem Posing merupakan istilah


dalam bahasa inggris, yaitu merumuskan masalah atau membuat masalah.
Sedangkan Asari (2000:5), mengartikan Problem Posing dengan pembentukan soal
atau merumuskan soal atau menyusun soal. Lebih lanjut Suryanto (1998:8),
menyatakan bahwa Problem Posing mempunyai beberapa arti, yaitu pertama
perumusan soal dengan bahasa yang baku/standar atau perumusan kembali soal
yang ada dengan beberapa perubahan agar sederhana dan dapat dikuasai, kedua,
perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang dipecahkan
dalam rangka mencari alternatif pemecahan atau alternatif soal yang masih
relevan, dan ketiga, perumusan soal dari suatu situasi yang tersedia baik yang
dilakukan sebelum, ketika, atau setelah mengerjakan soal.
Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan
pada kegiatan merumuskan masalah untuk membina siswa sehingga dapat
meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, sesuai pendapat
Cars dalam Sutiarso (1999:26), bahwa untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dapat dengan cara membiasakan siswa untuk merumuskan
masalah (Problem Posing). Kegiatan merumuskan masalah juga memberikan
kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran dalam rangka
memahami materi pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan pembelajaran
yang dilakukan siswa lebih bermakna.
Silver dalam Najoan (1999:16), memberikan istilah Problem Posing pada tiga
bentuk aktivitas kognitif yang berbeda seabagai berikut:

Pengajuan presolusi (presolution posing), yaitu siswa membuat soal dari situasi
yang diadakan.
Pengajuan di dalam solusi (within solution posing) yaitu siswa merumuskan ulang
soal seperti yang telah diselesaikan.
Pengajuan setelah solusi (post solution posing), yaitu siswa memodifikasi dengan
kondisi yang sudah diselesaikan untuk membuat soal baru.

Belajar dengan Problem Posing mengandung arti bahwa siswa diajar untuk
membuat masalah sendiri sesuai dengan situasi yang ada. Persoalan seperti ini
tidak mudah bagi siswa karena dalam membentuk masalah siswa harus
memikirkan, menceritakan ide-idenya dalam bentuk masalah sampai kepada taraf
pengungkapan melalui kegiatan diskusi secara klasikal. Pengungkapan atau
komentar siswa setiap proses pembelajaran terhadap masalah yang dirumuskan
sendiri dapat meningkatkan hasil belajar dan semakin terlatih keterampilan berpikir
untuk memahami konsep yang dipelajari.
Brown dan Walter (1990:9), menyatakan bahwa dalam pengajuan masalah
terdapat dua tahap kognitif , yaitu menerima dan menantang. Tahap menerima
adalah suatu kegiatan di mana siswa dapat menerima situasi yang sudah
ditentukan. Tahap menantang yaitu suatu kegiatan di mana siswa menantang
situasi yang diberikan guru dalam rangka pembentukan atau perumusan masalah.
Lebih lanjut Brown dan Walter (1993:15), menyatakan bahwa situasi dari Problem
Posing berupa: 1. gambar, 2. benda manipulatif, 3. permainan,
4. teorema atau konsep, 5. alat peraga, 6. soal, 7. penyelesaian suatu masalah
melalui kegiatan diskusi dalam proses pembelajaran akan membantu siswa untuk
mengembangkan daftar pengajuan soal dan mengembangkan kebiasaan mereka
untuk merumuskan masalah ( soal-soal baru).
Guru menyadari bahwa siswa dalam pengajuan masalah membutuhkan
lebih dari sekedar penarikan masalah/soal yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi
melalui pelatihan yang terstruktur, siswa akan mampu mengembangkan
kemampuan yang lebih tinggi untuk menilai sejauh mana ketertarikan dan produktif
masalah/soal yang mereka buat.
Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang diadaptasikan
dengan kemampuan siswa dan dalam proses pembelajarannya membangun
struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif
. Pada saat model pembelajaran Problem Posing siswa melakukan hal yang lebih
banyak, membentuk asosiasi untuk merumuskan soal dan mengajukan
masalah/soal lebih kreatif dan melakukan pemecahan masalah (problem solving)
yang lebih efektif. Merumuskan atau membentuk soal adalah suatu aktivitas dalam
pembelajaran yang dapat mengembangkan motivasi dan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan kreatif karena dalam model pembelajaran Problem Posing siswa
mendapat pengalaman langsung dalam merumuskan (membentuk soal sendiri).
Kegiatan merumuskan soal juga akan memberikan kesempatan seluasluasnya kepada siswa untuk merekonstruksikan pikiran-pikirannya, dan kegiatan ini
memungkinkan pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna sesuai dengan
skemata yang dimiliki siswa. Model pembelajaran Problem Posing berarti siswa
diberi kesempatan untuk beraktivitas untuk merumuskan soal-soal dan mendorong

siswa agar lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. Pembelajaran demikian


merupakan proses membangun pemahaman seseorang sesuai skemata yang
dimilikinya.
Mengajukan pertanyaan berarti menunjukan pola pikir yang dimiliki oleh
seseorang. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penanya, sebagai guru
akan dapat mengukur apakah pertanyaan siswa memilki sistematika atau tidak?,
apakah pertanyaannya terstruktur atau tidak?, apakah pertanyaannya memiliki
muatan atau tidak?, apakah pertanyaan rasional atau tidak ?, Guru memiliki
kesempatan yang banyak memperbaiki melatih cara bimbingan yang akan
diberikan itu akan berpengaruh positif bagi siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Menurut Yamin (2007: 90), ada beberapa kiat untuk merangsang
siswa mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran, kiat ini telah banyak
dicoba dan dianggap merupakan teknik yang berhasil, antara lain teknik Bola
Pertanyaan.
Teknik Bola Pertanyaan dilaksanakan dengan cara anak diminta menuliskan
pertanyaan atau permasalahan pada selembar kertas, kemudian kertas tersebut
diremas sehingga membentuk seperti bola. Guru mengumpulkan bola-bola tersebut
dan kemudian membagikannya lagi pada anak-anak (Yamin, M 2007: 92).
Jika kelas membutuhkan penyegaran fisik seorang guru dapat meminta pada
anak didik untuk untuk saling melempar bola pertanyaan, setelah aba-aba dari
guru, kemudian guru meminta setiap anak mengambil sebuah bola pertanyaan,
membukanya, dan kemudian menjawab pertanyaan yang ada dalam bola
pertanyaan itu. Setiap siswa membuka pertanyaanya dan kemudian menjawabnya
di depan kelas.

Model Pembelajaran Problem Posing

19 April 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.


Problem Posing

Problem Posing

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa


menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaanpertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati


posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal
secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah
pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri.
Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver
dan Cai menulis bahwa Problem posing is central important in the discipline of
mathematics and in the nature of mathematical thinking.

Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang
rumit. (Pujiastuti, 2001:3)

Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn
D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika.
Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.

Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model


pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui
belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai


berikut.

a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga
untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang
bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan
secara kelompok.

d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk


menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan
siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

(Suyitno, 2004:31-32).

Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam
3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

a. Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang
diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan
dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

b. Within solution posing

Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang
pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan
penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa
mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada
pada soal yang bersangkutan.

c. Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal
yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk
memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.

Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai


berikut.

a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsepkonsep dasar.

b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya


adalah pemecahan masalah.

(Suyitno, 2003:7-8).

Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa


menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa
memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan


memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam
menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat
menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.

Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem


posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran
matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.

1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas
siswa di dalam kelas.

2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa

3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks,
dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.

Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran


matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.

1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan


masalah yang diajukan.

2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.

3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah


pada situasi matematika.

4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.

5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.

6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang
sederhana.

7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah


matematika.

8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi


mengajukan masalah sebagai berikut.

a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?

b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?

c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?

Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap


menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh
English sebagai berikut.

1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?

2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?

3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk
memecahkan suatu masalah?

4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?

5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat
sebuah masalah yang berbeda?

6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?

Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?

Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak
berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya
tersebut.

Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur.
Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut
mengemukakan bagaimana melihat atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii
memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya.
Hashimoto bertanya bagaimana jika, dan bagaimana jika tidak Brown Walter.
Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain
dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara
informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti
hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis
dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini
berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan
pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu
dilakukan penanya adalah menemukannya.

Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah
yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam
menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua
strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada


dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses
penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa
dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah
baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian
masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai
macam permasalahan.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS
matematika.

b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak
diketahui.

c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan
lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu
pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan
pertanyaan baru.

2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove


menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang
diberikan dan menggunakan format berikut.

a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).

b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.

c. Masalah dengan solusi serupa.

d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.

e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan

f. Masalah kata-kata.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.

b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan


masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.

c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk


kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut

d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

(Abu-Elwan, 2007:2-5)

Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan
cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu
indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru,
melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil belajar
tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan
keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis
uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat
optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu
mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa
untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk
menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan
penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif,
disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agartujuan yang
diinginkan dapat dicapai secara efektif dan efisien, makapenguasaan materi saja
tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk strategiini adalah harus menguasai
berbagai teknik penyampaian materi dan jugadapat menggunakan metode yang
tepat dalam proses belajar mengajar sesuaimateri yang digunakan oleh guru adalah
untuk menyampaikan informasikepada siswa agar mereka dapat memiliki

pengetahuan, keterampilan dansikap. Seorang guru yang menggunakan satu


metode diharapkan dapatmemberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik
yang merupakan salahsatu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu
menggunakanpengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang
dihadapi.Kemudian untuk mengetahui pengertian metode problem posingadalah
sebagai berikut :Menurut Brown dan Walter (1993) istilah problem posing pertama
kalidilalui secara resmi oleh National Council of Teachers of Mathematics . Problem
posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pembentukansoal.Problem
posing salah satu pembelajaran yang berpedoman padapandangan konotruktivisme
prinsip penting dalam psikologi pendidikanmenurut teori ini adalah pengetahuan
tidak diperoleh secara pasif olehseseorang melainkan melalui tindakan. 2
Sedangkan menurut Nur dalampembelajaran konstruktivisme guru tidak hanya
memberi pengetahuan kepadasiswa, tetapi siswa harus membangun sendiri
pengetahuannya.3 Dari pendapatdi atas dapat dipelajari bahwa belajar adalah
suatu aktivitas yang berlangsungsecara interaktif antara faktor intern pada diri
siswa dengan faktor eksternsehingga menimbulkan perubahan tingkah laku.
Guru hanya membantu siswauntuk menerapkan ide- ide mereka dan menerapkan
strategi belajar yang telahmereka temukan untuk belajar mereka sendiri.Suryanto
mengartikan bahwa kata problem sebagai masalah soal,sehingga pengajuan
masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskanmasalah atau soal dari
situasi yang diberikan. 4Silver mencatat bahasa istilah menanyakan soal
biasanyadiaplikasikan pada 3 bentuk aktivitas kognitif yang berbeda : a.
Menanyakan pre-solusi, dimana seorang siswa membuat soal dari situasiyang
diadakan.b. Menanyakan di dalam solusi, dimana seseorang siswa merumuskan
ulangsoal seperti yang telah diselesaikan.c. Menanyakan setelah solusi, dimana
seorang siswa memodifikasi tujuandan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk
membuat soal-soal baru. 5Dan yang diterapkan oleh obyek penelitian ini adalah
pre-solusi, yaitusuatu bentuk menanyakan sebelum solusi.Dalam penelitian ini,
pengajuan soal diartikan sebagaiperumusan/pembentukan soal/pertanyaan dari
situasi (informasi) yangdisediakan. Gunanya sebagai penguatan terhadap konsep
yang diajarkan danmemperkaya konsep-konsep dasar

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190334-pengertianmetode-problem-posing/#ixzz28aOCeqkd

Anda mungkin juga menyukai