Anda di halaman 1dari 9

NEFRITIS LUPUS

PENDAHULUAN
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit jaringan ikat,
etiologinya tidak jelas diketahui dan termasuk soluble immune complexes disease,
di mana gambaran klinisnya cukup luas dapat melibatkan banyak organ tubuh,
serta perjalanan penyakitnya ditandai dengan remisi dan eksaserbasi. Walaupun
etiologinya tidak diketahui dengan pasti,
Walaupun etiologinya tidak diketahui dengan pasti,tetapi diduga mempunyai
hubungan dengan beberapa faktor perdisposisi seperti kelainan genetika,
infeksi virus, maupun kelainan hormonal. LES merupakan soluble immune
complexes disease, ditandai lesi autoimun disertai pembentukan antibodi ganda
terhadap berbagai jaringan organ seperti sendi, paru, otot, dan ginjal.

ETIOLOGI
Etiologi LES seperti telah diutarakan di atas, beium diketahui dengari pasti.
Beberapa faktor infeksi seperti infeksi virus konkorna, genetik hormonal diduga
sebagai faktor predisposisi.

PATOGENESIS
Patogenesis timbulsnya LES diawali adanya interaksi antara faktor
predisposisi genetik dengan faktor lingkungan, faktor hormon seks, dan faktor
sistem
neuroendokrin. Interaksi
faktor-faktor
ini
akan
mempengaruhi
mengakibatkan terjadinya respons imun yang menimbulkan peningkatan aktivitas
sel-T dan
sel-B, sehingga terjadi peningkatan auto-antibodi (DNA-anti-DNA).
Sebagian dari auto-antibodi ini akan membentuk kompleks imun bersama
dengan nukleosom (DNA-histon), kromatin, Cq laminin, Ro(SSA), ubikuitin, dan
ribosom; yang kemudian akan membuat deposit (endapan) sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Pada sebagian kecil NL tidak ditemukan deposit k6mpiek
imun dengan sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron. Kelompok ini
disebut sebagai Pauciimmune necrotizing glomerulonephritis. .

GAMBARAN KLINIS NEFRITIS LUPUS


Glomerulopati/nefropati asimplomatik.
Kelainan urinalisis:
proteinuria
didapatkan
pada semua
pasien hematuri
mikroskopis pada 80% pasien, sedimen urin (silinder eritrosit, silinder lekosit).
Sindrom nefritik akut (SNA).
SNA pada lupus sulit dibedakan dengan
gangguan tubular pada 60-80% pasien.

GN

pasca

infeksi

streptokokus,

Sindrom RPGN (Rapidlyprogressiveglomerulonephritis)


Ini sulit dibedakan dengan sindrom nefritik akut, gejala gejala khusus RPGN:
1. Onsetnya cepat
2. Penurunan LFG progresif dalam beberapa minggu / bulan lalu mencapai gagal
ginjal terminal
3. Hipertensi sistemik yang cukup mencolok
4. Proteinuria 1-3 gram perhari disertai kelainan sedimen aktif.
Sindrom glomerulus progresif dan kronis, ditandai dengan kelainan berikut:
1. Proteinuria bervariasi antara 1-3 gramlhari disertai kelainan sedimen aktif
2. Penurunan faal ginjal LFG progresif lambat sehingga dalam beberapa bulan
sampai dengan beberapa tahun gagal ginjal.
Sindrom nefrotik.
Merupakan gambaran klinis paling sering dijumpai pada NL biasanya berkisar
antara 45-63%
pasien tetapi tidak disertai dengan hiperkolesterolemi.
Hipertensi pada 15-50% pasien.
Penurunan fungsi ginjal pada
mencolok mencapai 30% pasien.

40-80%

pasien,

dimana penurunan

yang

Perjalanan klinik nefiritis lupus sangat bervariasi dan hasil pengobatannya


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, kecepatan menegakkan diagnosis,
kelainan histopatologi yang didapat dari hasil biopsi ginjal saat mulai pengobatan
dan jenis regimen yang dipakai.
Diagnosis klinis nefritis lupus ditegakkan
bila
pasien LES
terdapat
proteinuria 21 gram124 jam dengan atau hematuri (>8 eritrositJLPB) denga dan
atau penurunan fungsi ginjal sampai 30%. Sedangkan diagnosis pasti nefritis
lupus ditegakkan dengan biopsi ginjal dan berdasarkan klasifikasi morfologi dari
WHO (1982) nefntis lupus dibagi dalam 6 kelas.

Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi bentuk yang berat
dalam perjalanan penyakitnya. Beberapa prediktor yang dihubungkan dengan
perburukan fungsi ginjal pada saat pasien diketahui menderita NL antara lain:
1. Ras kulit hitam
2. Hematokrit <26%
3. Kreatinin serum >2.4 mg/dL
4. Kadar C3 <76 mg/dL

PEMERIKSAAN PENINJANG
1. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Urinalisis rutin (urin yang diambil harus segar)


Faal ginjal LFG dengan cara mengukur klirens kreatinin tes 24 jam
Elektroporesis protein
Profil lipid
Darah rutin (Hb, lekosit, LED, trombosit)

2. Pemeriksaan serologis

ANA-fluorescent
Anti dsDNA
Antibodi SmNA (Nuclear Antigen)
Profil komplemen (C3, C4)
Circulating immune complexes (CICX)
Imunoglobulin serum

DIAGNOSIS NL
Kriteria diagnosis NL 4 dari 11 kriteria ARA ditambah dengan:
1. Proteinuriapersisten, hematuri disertai kelainan sedimen aktif
2. Kenaikan titer anti nukleus dan DNA-binding antibody atau keduanya.

PENGOBATAN
Sebaiknya pengobatan diberikan setelah didapatkan hasil histopatologi dan
biopsi ginjal. Pilihan rejimen pengobatan berdasarkan gambaran patologi anatomi.
Tetapi biasanya pasien datang sudah mendapat kortikosteroid dari tempat praktek
RS yang berbeda, karena tidak adanya fasilitas biopsi ginjal atau karena sudah
mendapat pengobatan untuk LESnya sendiri tanpa gejala NL.
Prinsip dasar pengobatan adalah untuk memperbaiki fungsi ginjal atau
setidaknya mempertahankan fungsi ginjalagar tidak bertambah buruk tetapi
perlu juga diperhatikan efek samping obat yang timbul, karena pengobatan NL
memerlukan waktu yang relatif lama, dimana efek samping obat tadi akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien.

NL kelas I tidak memerlukan pengobatan spesifik. Pengobatan lebih


ditujukan pada gejala-gejala ekstra renal
NL kelas IIa jika tidak disertai proteinuri yang bermakna (>1 gram/hari) dan
sedimen urin yang aktif tidak memerlukan pengobatan
NL kelas IIb yang disertai proteinuri > 1 gramhari, anti- ds DNA yang tinggi,
hematuri, dan C, rendah diberikan pengobatan; prednison 0.5- 1 mglhari

selama 6- 12 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (5- 10 mg) tiap


1-3 minggu, dan dilakukan penyesuaian dosis sesuai aktivitas klinik
Pada NL kelas III dan IV pengobatan lebih ditujukan untuk kelainan
ginjalnya. Rejimen yang paling banyak dipakai saat ini adalah kombinasi
steroid dosis rendah yaitu prednison 0.5 mg/kg/hari selama 4 minggu yang
kemudian diturunkan perlahan-lahan sampai dosis minimal
untuk
mengendalikan kelainan diluar ginjal, dan siklofosfamid 750 mg/m2 tiap
bulan selama 6 bulan, kemudian setiap 2 bulan dengan dosis yang sama
sampai 6 kali pemberian, dosis selanjutnya tiap bulan 3 juga 6 kali
pemberian (total pengobatan 3 tahun).

Dengan rejimen ini kira-kira 80% pasien akan mengalami remisi yang ditandai
dengan tidak terdapatnya sedimen urin yang aktif, proteinuri < 1 gramhari, dan
klirens kreatinin tetap stabil atau membaik sedikitnya 30%.

Beberapa obat lainnya yang dapat pula digunakan pada NL kelas III dan IV ialah:

Azatioprin dengan dosis 2 mg/kg, dikombinasikan dengan prednison.


Pemakaian Azatioprin bertujuan untuk menghindari efek samping pada
pemakaian siklofosfamid. Obat ini juga relatif aman pada perempuan
hamil.
Siklosporin dapat pula dipakai bersama dengan prednison. Dosis awal 5
mg/kglhari, yang kemudian diturunkan menjadi 2,5 mglkghari setelah 6
bulan.
Mycoplzenolate Mofetil (MMF) dengan dosis 0,5-2 gram/hari, khususnya bila
pengobatan dengan siklofosfamid tak berhasil. Diberikan bersama dengan
Prednison (dosis 0,5 mglkglhari) yang kemudian diturunkan perlahan.
Lama pengobatan bisa mencapai 24 bulan.
Beberapa obat lainnya yang dipakai dalam pengobatan NL dan masih dalam
taraf penelitian misalnya antibodi monoklonal (anti-c, anti CD 40 legand),
imunoglobulin IV, kladribin, dan LJP394.
NL kelas V: diberikan prednison dengan dosis 1 mg/kg/hari selama 6-12
minggu. Bila tak ada respon klinik, prednison dihentikan sedangkan bila
terdapat respons, prednison dipertahankan selama 1-2 tahun dengan
dosis 10 mghari. Juga dapat pula diberikan siklosporin
NL kelas VI: pengobatan lebih difokuskan pada manifestasi ekstra renal.
Untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dilakukan terapi suportif
seperti restriksi protein, pengobatan hipertensi, pengikat fosfor oral. dan
vitamin D.

Anda mungkin juga menyukai