Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria


Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan)
nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
endemisitas tinggi. 13
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada
selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani
pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk
kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit
dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun
1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih
mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh
Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick
Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. 14,15
Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua
peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada
manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897
seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab
malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson
Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.4

Universitas Sumatera Utara

Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di
kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya
permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi,
seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.13

2.2. Agent Penyakit Malaria


Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan
order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:
2.2.1. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas)
atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan
demam setiap hari.
2.2.2. P. vivax
Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna
(jinak).
2.2.3. P. malariae
Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.
2.2.4. P. ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat,
menyebabkan malaria ovale..15,16

Universitas Sumatera Utara

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak
dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P.
malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini
jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka
penularannya.17
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya
gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P.
ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 810 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui
transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan
biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak
adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan
memanjangnya masa inkubasi.6
P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang
paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi
manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan
salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena
spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Patogenesis Malaria


Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi
pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga
faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis
malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat ,yaitu

malaria dengan

komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang
paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.10
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada
berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis
plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting
adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat
mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan
diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk
daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence nya
rendah.18

2.4. Gejala Malaria


Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita
bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut.8
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.

Universitas Sumatera Utara

c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.


d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
plasmodium Falciparum.
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
g.

Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)
serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu: 17

a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium
panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu:10
2.4.1. Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin.
Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam
pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya
pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada
anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Stadium Demam


Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan.
Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan
muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus
dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung
antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah
matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah.
Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi
matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari
serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini.
Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P.
ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode
laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat
kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
2.4.3. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai
tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai
dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari
tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2
sampai 4 jam.

Universitas Sumatera Utara

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita,
tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum.
Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon)
untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal
sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh
tersebut.
Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal.
Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya
mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah
munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi
merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntahmuntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya
dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan
infeksi yang cukup berat.8
Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P.
falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P.
malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik
parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap
populasi manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara
dengan jumlah penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal
dibandingkan dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax

Universitas Sumatera Utara

dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati
untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi
darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan
ketahanannya terhadap obat antimalaria.4

2.5. Penularan Malaria


Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium
melalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari 15 spesies nyamuk Anopheles
yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan malaria dapat
juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi
darah, suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).6

Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:


2.5.1. Penularan secara alamiah (natural infection)10
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang
infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap
bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang
dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui
gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.

Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Penularan yang tidak alamiah17


a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang
infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan
melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan
jarum suntik yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)
burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia
lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi
simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum diketahui ada
hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang biasanya menyerang
manusia.
Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan
P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor
penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles
barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.19

Universitas Sumatera Utara

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah


sebagai berikut:
i.

Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di


wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An.
punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.

ii.

Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT


dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An.
barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus.
Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris,
An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga
An. balabacencis.

iii.

Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan


An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.

iv.

Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An.
sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An.
balabacencis dan An. aconitus.10

2.6. Epidemiologi Penyakit Malaria


2.6.1. Distribusi Frekuensi Malaria
a. Orang
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh
karena penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar

Universitas Sumatera Utara

Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan
angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang
dewasa.8
Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%)
laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang
(6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).20
Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di
Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh
diteliti,

44%

berasal dari pekerjaan

bahwa dari 145 kasus malaria yang

petani

serta tidak

ditemukan

pada

PNS/TNI/POLRI.21
Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol,
kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak
diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun
secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria
menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin lakilaki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).22
b. Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan
laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia).

Universitas Sumatera Utara

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari
daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.6
Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang
disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun
berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang
limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur2-9
tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas : 17
i.

Hipoendemik SR < 10%

ii.

Mesoendemik SR 11-50%

iii.

Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)

iv.

Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).


Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :10

i.

Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk

ii.

Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk

iii.

High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk


Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan

Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang
positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal
dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %)
responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m.
Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum
nyamuk.23

Universitas Sumatera Utara

c. Waktu
Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006),
di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun
(selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan
bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual
Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 tahun 2003
meningkat menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun 2005.21
2.6.2. Determinan Malaria
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya
manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).17
a. Faktor Host
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni
manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan
nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit
berlangsung).
a.1. Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang
mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya
gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis

Universitas Sumatera Utara

dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.Faktor-faktor yang


berpengaruh pada manusia ialah:
a.1.1. Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya
kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau
membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan
alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan
infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif
sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif
didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari
seseorang yang kebal penyakit.
Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di
daerah endemis memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada
yang tidak di daerah endemis (mean=0.12%).24
Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut
dibuktikan pada penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis
ditemukan parasitemia berat namun asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari
daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat. Hal ini mungkin
dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody
protektif yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.7

Universitas Sumatera Utara

a.1.2. Umur dan Jenis Kelamin


Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada
berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.
Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian
kasus kontrol menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7
dan 4,8 kali adalah pria dan anak-anak umur <1-6 tahun dibandingkan dengan
wisatawan yang tidak menderita malaria dengan nilai OR 1,7 (95% CI:1,32,3) dan
OR 4,8 (95% CI:1,514,8).25
a.1.3. Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho
dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak
malnutrisi.10
Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort,
diketahui bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anakanak yang menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51
0,99).26 Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin
mempunyai efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan
parasit.10
Penelitian dengan desain kasus kontrol oleh Siswanto dan Sidia di RSU
Sumbawa tahun 1997 tentang gambaran klinik penderita malaria yang dirawat di
bagian anak RSU Sumbawa, dari 106 penderita, 66% termasuk kategori gizi baik.

Universitas Sumatera Utara

Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan
4,2% termasuk gizi buruk.27
a.2. Nyamuk (Host Definitive)
Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi
berperan dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles
latifer (56,9 %) mulai menggigit manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus
(32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan Anopheles balabacensis
(10,3 %) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas
gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.28
a.2.1. Perilaku nyamuk4
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat
(di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang
digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap
kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak
orang saat mengisap darah.
a.2.2. Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk
menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila
umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh
nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak
dapat menjadi vektor.

Universitas Sumatera Utara

a.2.3. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit


Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi
kapasitas perut nyamuk itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
a.2.4. Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar
ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular
penyakit malaria.
a.2.5. Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk
mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).
b. Faktor Agent
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan
ordo coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
b.1. Plasmodium vivax
b.2. Plasmodium malariae
b.3. Plasmodium ovale
b.4. Plasmodium falciparum.6
Penelitian Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004-2006 di Barkhan dan
Kohlu Pakistan dari 3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif
parasit malaria pada sediaan darah. Dari kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi
sebagai infeksi P. falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax. Tidak ditemukan
kasus infeksi P. malariae dan P. ovale.29

Universitas Sumatera Utara

c. Faktor Environment
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung
dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar
lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis
diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita
malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan
dengan responden yang tidak menderita malaria.30
Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di
wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang
mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian malaria adalah keberadaan
genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600 6,671). Kuatnya
asosiasi ini didukung hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550
7,661). Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki
genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria.22
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan
nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.17
c.1. Lingkungan fisik meliputi :
c.1.1. Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau
masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik.
c.1.2. Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.

Universitas Sumatera Utara

c.1.3. Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiakan anopheles.
c.1.4. Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung
kepada arah angin.
c.1.5. Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda.
c.1.6. Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi
atau mengalir sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup
deras.
c.2. Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan.
c.3. Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena
dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lain.
c.4. Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut
malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat
di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan
repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan
dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made
breeding places).

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Pencegahan Malaria

2.7.1. Pencegahan Primer


a. Tindakan terhadap manusia14
a.1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan
kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko
terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda
malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
a.2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan
pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
a.3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat
penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan
malaria.
a.4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja
sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.
b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)6
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi
paparan dengan nyamuk, namun

tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko

terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi

Universitas Sumatera Utara

risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria
yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum
tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif
maksimal untk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah
100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum
obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan
setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan
selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu
dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan
terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek
samping sangat besar.
c. Tindakan terhadap vektor31
c.1. Pengendalian secara mekanis
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan
manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

Universitas Sumatera Utara

c.2. Pengendalian secara biologis


Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup
yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau
pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi
nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk
jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme
yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri
yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing
nematode yang mampu memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang
memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk
yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah,
untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari
serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah
(bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).
c.3. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan
insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai
pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian
serangga secara kimiawi berkembang pesat..

Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Pencegahan Sekunder


a. Pencarian penderita malaria10
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita
malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis
(mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara
malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
b.1.

Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita

tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah
endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan
terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa :
b.1.1. Demam (pengukuran dengan thermometer 37.5 C)
b.1.2. Anemia
b.1.3. Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
b.2.

Pemeriksaan Laboratorium

b.2.1. Pemeriksaan mikroskopis


b.2.2. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

Universitas Sumatera Utara

b.3.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,

meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan


trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks,
EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.
c. Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda

dengan

penyakit-penyakit

yang

lain,

malaria

tidak

dapat

disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit.


Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam
tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit
tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan
protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine,
Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan
kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.4
Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:
c.1. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan
chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang
masih sensitif terhadap obat tersebut.
c.2. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan
komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat
peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

Universitas Sumatera Utara

c.3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan
strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan
memberikan quinine.
c.4. Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea
atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.
c.5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung
malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine.
Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi
malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh
karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.4
2.7.3. Pencegahan Tertier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria10
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena
infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan
kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip
penanganan malaria berat:
a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi
ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.
a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.

Universitas Sumatera Utara

b. Rehabilitasi mental/ psikologis


Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada
penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan
rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai