Chapter II MALARIA PDF
Chapter II MALARIA PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di
kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria bukan hanya
permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah sosial-ekonomi,
seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.13
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak
dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P.
malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini
jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka
penularannya.17
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya
gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P.
ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 810 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui
transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan
biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak
adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan
memanjangnya masa inkubasi.6
P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang
paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi
manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan
salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut karena
spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.
malaria dengan
komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang
paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.10
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada
berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis
plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting
adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat
mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan
diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk
daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence nya
rendah.18
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)
serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu: 17
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium
panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu:10
2.4.1. Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin.
Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam
pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya
pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada
anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam.
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita,
tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum.
Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon)
untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal
sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh
tersebut.
Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal.
Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya
mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah
munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi
merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntahmuntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya
dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan
infeksi yang cukup berat.8
Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P.
falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P.
malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik
parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap
populasi manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara
dengan jumlah penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal
dibandingkan dengan daerah-daerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax
dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati
untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi
darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan
ketahanannya terhadap obat antimalaria.4
ii.
iii.
iv.
Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An.
sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An.
balabacencis dan An. aconitus.10
Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan
angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang
dewasa.8
Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau tahun 2005-2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%)
laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan, kelompok umur 5-14 tahun 23 orang
(6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang (9,1%).20
Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di
Kabupaten Jepara Jawa Tengah, diperoleh
diteliti,
44%
petani
serta tidak
ditemukan
pada
PNS/TNI/POLRI.21
Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol,
kasus malaria di wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak
diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%), umur 36-40 tahun (14,7%). Namun
secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria
menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin lakilaki (58,8%), perempuan 41,2% (56 orang).22
b. Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS
(Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan
laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia).
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari
daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.6
Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang
disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun
berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase penduduk yang
limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada kelompok umur2-9
tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas : 17
i.
ii.
Mesoendemik SR 11-50%
iii.
iv.
i.
ii.
iii.
Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang
positif malaria terdapat 53 (98,1 %) responden yang mempunyai tempat tinggal
dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-semak/sawah dan 1 (1,9 %)
responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m.
Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum
nyamuk.23
c. Waktu
Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006),
di Propinsi Sumatera Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun
(selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria sampai saat ini menduduki rangking ke7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data laporan
bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan Annual
Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 tahun 2003
meningkat menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun 2005.21
2.6.2. Determinan Malaria
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya
manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).17
a. Faktor Host
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni
manusia sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan
nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit
berlangsung).
a.1. Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang
mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya
gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis
Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik, 25,0% gizi kurang dan
4,2% termasuk gizi buruk.27
a.2. Nyamuk (Host Definitive)
Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi
berperan dalam penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles
latifer (56,9 %) mulai menggigit manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus
(32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan Anopheles balabacensis
(10,3 %) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas
gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.28
a.2.1. Perilaku nyamuk4
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat
(di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang
digigit (manusia atau manusia). Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap
kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes yang bisa menggigit banyak
orang saat mengisap darah.
a.2.2. Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk
menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila
umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh
nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak
dapat menjadi vektor.
c. Faktor Environment
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung
dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar
lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis
diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita
malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan
dengan responden yang tidak menderita malaria.30
Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di
wilayah Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang
mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian malaria adalah keberadaan
genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600 6,671). Kuatnya
asosiasi ini didukung hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550
7,661). Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki
genangan air di sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria.22
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan
nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia,
lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.17
c.1. Lingkungan fisik meliputi :
c.1.1. Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau
masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik.
c.1.2. Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
c.1.3. Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiakan anopheles.
c.1.4. Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung
kepada arah angin.
c.1.5. Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda.
c.1.6. Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi
atau mengalir sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup
deras.
c.2. Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan.
c.3. Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena
dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lain.
c.4. Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut
malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat
di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan
memperbesar jumlah gigitan nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan
repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria dan pembukaan lahan
dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made
breeding places).
2.7.
Pencegahan Malaria
risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria
yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum
tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif
maksimal untk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah
100 gram basa.
Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum
obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan
setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan
selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.
Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu
dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan
terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap
pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek
samping sangat besar.
c. Tindakan terhadap vektor31
c.1. Pengendalian secara mekanis
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan,
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan
manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
Gejala Klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita
tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan
bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah
endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan
terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan fisik berupa :
b.1.1. Demam (pengukuran dengan thermometer 37.5 C)
b.1.2. Anemia
b.1.3. Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
b.2.
Pemeriksaan Laboratorium
b.3.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
dengan
penyakit-penyakit
yang
lain,
malaria
tidak
dapat
c.3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan
strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan
memberikan quinine.
c.4. Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea
atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.
c.5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung
malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine.
Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi
malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh
karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.4
2.7.3. Pencegahan Tertier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria10
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena
infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan
kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip
penanganan malaria berat:
a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi
ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.
a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk
mencegah memburuknya fungsi organ vital.