Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

1.1 Sejarah perpajakan


Pajak pada mulanya Pajak dikenal dengan nama lain yaitu upeti, tetapi sifatnya
merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat). Ketika itu rakyat memberikan upetinya kepada raja dalam bentuk natura yaitu
berupa padi, ternak, atau hasil tanam lainnya, seperti pisang, kelapa, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan dalam masyarakat, maka dibuatlah suatu aturan yang lebih
baik dan bersifat memaksa berkaitan dengan sifat upeti tersebut dengan memperhatikan unsur
keadilan. Untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam dalam
membuat aturan pemungutan pajak, karena nantinya hasilnya juga akan dikembalikan untuk
kepentingan rakyat itu sendiri. Berkembangnya masyarakat hingga pada tahap pembentukan
negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak melatarbelakangi
dibuatnya suatu ketentuan berupa Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang tata cara
pemungutan pajak, jenis-jenis pajak yang boleh dipungut, pihak yang harus membayar pajak,
serta besarnya pajak yang harus dibayar.
Seiring perkembangan ekonomi di Indonesia, Undang-Undang perpajakan di Indonesia
telah mengalami perubahan sebanyak lima kali. Perubahan terakhir yaitu pada tahun 2007
sampai 2009, pemerintah bersama DPR sepakat melakukan perubahan atas undang-undang
perpajakan. Perubahan UU KUP ditujukan untuk memberikan keadilan dan meningkatkan
pelayanan terhadap WP dan memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi
perkembangan teknologi IT. Sementara itu perubahan UU PPh dan UU PPN dan PPnBM
dilatarbelakangi demi mengamankan penerimaan negara, mewujudkan sistem perpajakan
yang yang netral, sederhana, stabil, serta menciptakan kepastian hukum dan transparansi.
Dengan dilakukannya perubahan berbagai perangkat perundang-undangan di bidang
perpajakan menunjukkan bahwa pemerintah selalu memperhatikan pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam melanjutkan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari pajak.

1.2 Pengertian pajak, retribusi dan sumbangan


1. Pengertian Pajak
1

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
(Prof. Dr. P.J.A. Adriani).
Dari banyaknya definisi para ahli, dapat diambil beberapa ciri-ciri atau karakteristik
dari pajak, yaitu sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasar undang-undang atau peraturan pelaksanaannya.
b. Terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontra prestasi langsung.
c. Pemungutannya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, oleh
karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah.
d. Hasil dari uang pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan
apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment.
e. Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari
rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi
yang lain, yaitu mengatur.
2. Pengertian Retribusi
Pada prinsipnya pungutan dengan nama retribusi sama dengan

pajak, namun yang

membedakan adalah imbalan (kontra-prestasi) dalam retribusi langsung dapat dirasakan oleh
pembayar retribusi. Umunya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa
atau pemberian izin tertentu yang disediakan oleh pemerintah kepada setiap orang atau
badan, misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat pencucian
mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abonemen air minum, retribusi tempat
penitipan anak, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi izin
mendirikan bangunan, dan retribusi izin gangguan.
3. Pengertian Sumbangan
Pungutan dengan nama sumbangan biasanya tidak diartikan untuk kepentingan
pengeluaran-pengeluaran yang dikelola oleh pemerintah, tetapi dilakukan oleh dan untuk
kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum menurut
undang-undang serta tidak mempunyai unsur paksaan, misalnya sumbangan pembangunan

tempat-tempat ibadah, sumbangan perbaikan jalan, dan lain-lain. Apabila pajak dan retribusi
punguntannya harus berlandaskan undang-undang, maka dalam sumbangan pungutannya
tidak berdasarkan undang-undang tetapi lebih bersifat pada gotong-royong masyarakat
setempat. Pada sumbangan, tidak ada sifat paksaan tetapi unsur sukarela.
1.3 Peranan dan fungsi pajak dalam Pembangunan
Sebagaimana diketahui bahwa dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah terdapat tiga
sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan :
a. Penerimaan dari sektor pajak;
b. Penerimaan dari sektor migas (minyak dan gas bumi); dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak
Dari ketiga sumber penerimaan diatas, penerimaan dari sektor pajak ternyata
merupakan sumber penerimaan terbesar Negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu
dikatakan merupakan primadona dalam membiayai pembangunan Nasional. Sedangkan
penerimaan dari migas yang dulu selalu jadi andalan penerimaan negara, sekarang ini sudah
tidak bisa diharapkan menjadi sumber penerimaan keuangan negara yang terus menerus
karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources).

Fungsi Pajak

Dalam literatur, sering disebutkan pajak mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgeter dan
fungsi

regulerend.

Namun

dalam

perkembangnnya,

fungsi

pajak

tersebut

dapat

dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi, yaitu fungsi demokrasi dan redistribusi.
1. Fungsi budgeter adalah fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk
mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang
berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila
ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi
pemerintah.
2. Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang
keuangan (fungsi ini umumnya dapat dilihat pada sektor swasta).
3. Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu
penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan

pembangunan. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak
seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah.
4. Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemeratan dan
keadilan dalam masyarakat.
Fungsi pajak ketiga dan keempat di atas sering kali disebut sebagai fungsi tambahan
karena fungsi ketiga dan keempat bukan merupakan tujuan utama dalam pemungutan. Akan
tetapi dengan perkembangan masyarakat modern, fungsi ketiga dan keempat menjadi fungsi
yang juga sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam rangka kemaslahatan manusia
serta keseimbangan dalam mewujudkan hak dan kewajiban masyarakat.

1.4 Kedudukan hukum pajak dalam tata hukum nasional


Sistematika dasar selalu digunakan dalam mempelajari ilmu hukum, tanpa terlepas
dari bagaimana tata hukum yang ada di dalam hukum itu sendiri.
Sistematika umum yang digunakan adalah sebagai berikut.

HUKUM
TANTRAV

HUKUM

HUKUM
PERDATA

HK.TATA
TANTRAV
HK.ADM.
TANTRAV
HUKUM PERDATA
MATERIAL
HUKUM PERDATA
FORMAL
HUKUM PIDANA

HUKUM PIDANA

HUKUM
PERDAT
A
HUKUM
PERDATA
(W.V.K.)

MATERIAL

Dalam literatur, ternyata hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Administrasi
Negara, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan
HUKUM PIDANA

pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam


FORMAL

melaksanakan tugas administrasi negara.


Dalam pengaturan materinya banyak memiliki kesamaan dengan hukum perdata dan
hukum pidana, istilah-istilah yang digunakan, penafsiran yang digunakan, dan sanksi-sanksi
yang digunakan banyak mengambil dari hukum perdata dan hukum pidana, sebagaimana
dijelaskan di bawah ini.

HUKUM
NEGARA
HUKUM

HUKUM
PERDATA

HK. TATA
NEGARA
HK. ADM.
NEGARA

HUKUM
PAJAK

HUKUM
PIDANA

Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata


Hukum Perdata merupakan hukum yang terjadi antara sesama anggota masyarakat,

sedangkan hukum pajak merupakan hukum publik (bagian dari hukum Administrasi Negara)
yang mengatur hubungan hukum (khususnya masalah pemungutan pajak) antara Pemerintah.

Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum pidana


Hukum pidana merupakan hubungan hukum yang terjadi antara masyarakat dengan

pemerintah yang berkaitan dengan masalah tindak pidana. Ketentuan-ketentuan pidana yang
diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) banyak digunakan dalam
peraturan undang-undang pajak.
1.5 Syarat-syarat undang-undang pajak bagi suatu negara
1. Syarat Keadilan
Syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu kepada orang-orang
pribadi sesuai ability to pay merekauntuk membayar pajak tersebut. Syarat keadilan dapat
dibagi menjadi :
a. Keadilan Horizontal, yaitu Wajib Pajak yang memiliki ability to pay yang sama harus
dikenakan pajak yang sama.
b. Keadilan Vertikal, yaitu Wajib Pajak yang memiliki ability to pay yang berbeda harus
dikenakan pajak yang berbeda pula.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang dan dapat bersifat memaksa,
serta hak dan kewajiban Wajib Pajak dan petugas pajak harus diatur di dalamnya. Dalam
praktiknya ke kehidupan sehari-hari, membayar pajak sesuai dengan kemampuan Wajib Pajak
memiliki kendala bagi mereka yang tidak berpenghasilan tetap, karena itu Wajib Pajak diberi

kesempatan sepenuhnya untuk secara jujur menghitung sendiri pajaknya dengan cara mengisi
Surat Pemberitahuan (SPT).
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak harus menjaga kehidupan ekonomis dan tidak boleh mengganggu
keseimbangan ekonomis Wajib Pajak, jangan sampai dengan adanya pemungutan pajak
perusahaan-perusahaan akan gulung tikar atau pailit.
4. Syarat Finansial
Biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan pajak hendaknya lebih kecil dari
penerimaan pajak supaya ada penerimaan yang masuk ke kas negara/daerah.
1.6 The Four Maxims Adam Smith
The Four Maxims adalah 4 asas pemungutan pajak yang dikemukakan Adam Smith
dalam bukunya yang berjudul An Inguiry into Nature and Causes of The Wealth of Nations,
dengan uraian sebagai berikut :

1. Equality
Pembebanan pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya. Dalam hal Equality,
pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi di antara sesama Wajib Pajak. Dalam
keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama, namun di keadaan yang berbeda
Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Certainty
Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi.
Kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak,
dan ketentuan mengenai pembayarannya.
3. Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu saat yang paling
dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang kena pajak.
6

4. Economic of Colections
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan biaya sehemat dan seefisien mungkin, karena
pemungutan pajak tidak akan ada artinya apabila biaya pemungutan lebih besar dari hasil
yang dipungut.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sia Sap 7
    Sia Sap 7
    Dokumen5 halaman
    Sia Sap 7
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Sia Sap 1
    Sia Sap 1
    Dokumen17 halaman
    Sia Sap 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Ak Bank LPD TB
    Ak Bank LPD TB
    Dokumen29 halaman
    Ak Bank LPD TB
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 5
    RMK Pajak 5
    Dokumen36 halaman
    RMK Pajak 5
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 1
    RMK Pajak 1
    Dokumen18 halaman
    RMK Pajak 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat