Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap kegiatan proses dalam sebuah sistem di industri senantiasa
membutuhkan peralatanperalatan otomatis untuk mengendalikan parameter
parameter prosesnya. Otomatisasi tidak saja diperlukan demi kelancaran operasi,
keamanan, ekonomi, maupun mutu produk, tetapi lebih mengutamakan pada
kepentingan penggunaan manusia (user) sebagai kontrol manual, kecepatan,
kualitas, serta kuantitas yang dihasilkan dibandingkan dengan menggunakan
kontrol manual, dalam hal ini manusia sebagai pengendali dan pelaku keputusan.
Hampir semua proses industri dalam menjalankan proses produksinya
membutuhkan bantuan sistem pengendali.
Proses operasi dalam industri kimia bertujuan untuk mengoperasikan
rangkaian peralatan sehingga proses dapat berjalan sesuai dengan satuan operasi
yang berlaku. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengendalian. Ada
banyak pengendalian yang harus dikendalikan di dalam suatu proses. Diantaranya
yang paling umum, adalah tekanan (pressure) didalam sebuah vessel atau pipa,
aliran (flow) didalam pipa, suhu (temperature) di unit proses seperti heat
exchanger, atau permukaan zat cair (level) disebuah tangki. Ada beberapa
parameter lain diluar keempat elemen diatas yang cukup penting juga dan juga
perlu dikendalikan karena kebutuhan spesifik proses, diantaranya : pH, velocity,
berat, dan lain sebagainya.
Peranan pengendalian proses pada dasarnya adalah mencapai tujuan proses
agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.

1.2 Tujuan
a. Melakukan simulasi terhadap model proses tangki penampung air.
b. Mengetahui respon dari pengendali proporsional, PI (proportional
integral), dan PID (proportional integral derivative).

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tujuan Pengendalian
Tujuan umum yang harus

diwujudkan

olem

sistem

pengendalian

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :


a. Menekan pengaruh gangguan dari lingkungan
b. Menjamin kestabilan proses
c. Mengoptimalkan kinerja proses
2.1.1 Menekan Pengaruh Gangguan dari Lingkungan
Menekan pengaruh gangguan dari lingkungan terhadap proses merupakan
tujuan utama dari suatu pengendalian. Gangguan-gangguan terhadap peralatan
industi seperti reactor, alat pemisah, penukar kalor, kompresor, dan lain
sebagainya, umumnya diluar jangakuan kemampuan operator (manusia) untuk
mencegah atau menghilangkannya. Sistem pengendalian diperlukan untuk
melakukan perubahan yang tepat pada proses, agar efek yang merugikan yang
dapat timbul dari adanya gangguan dapat diminimumkan.
2.1.2 Menjamin Kestabilan Proses
Dengan adanya pengendalian pada suatu proses, kestabilan proses tersebut
dapat dijaga pada keadaan tertentu yang dikehendaki, misal pada temperatur
tertentu, ataupun pada volume tertentu. Dengan menggunakan sistem pengendali,
seorang operator (manusia) dapat menjaga keadaan suatu proses sehingga harga
yang dikehendaki tidak berubah tanpa harus terjun langsung pada proses tersebut.
2,1,3 Mengoptimalkan Kinerja Proses
Keamanan serta pemenuhan spesifikasi produksi adalah dua tujuan pokok
pengendalian sebuah pabrik kimia. Dengan optimalnya suatu kinerja proses, maka
dapat memungkinkan sistem produksi yang lebih menguntungkan.
2.2 Konfigurasi Pengendalian

Konfigurasi pengendalian adalah struktur informasi yang digunakan untuk


menghubungkan hasil pengukuran ke variable yang dimanipulasi. Berikut adalah
rumusan tiga jenis konfigurasi pengendalian :
2.2.1

Konfigurasi Pengendalian Umpan Balik (Feed Back)

Pada konfigurasi pengendalian umpan balik ini, proses diberi gangguan


terlebih dahulu sehingga variabel keluaran proses (output) menjadi berubah dan
terbaca oleh alat ukur/sensor, yang mana selanjutnya mentransmisikan informasi
tersebut (berubahnya nilai output) pada sistem pengendali. Sistem pengendali
membaca hal ini sebagai error yang harus diperbaiki alias dimanipulasi, kemudian
sistem pengendali memanipulasi elemen pengendali akhir (dalam hal ini berupa
kerangan) untuk mengatur kembali variabel masukan ke dalam proses (input)
sehingga nilai pada proses (dalam hal ini berupa volume cairan) dapat dijaga pada
volume tertentu.

2.2.2

Konfigurasi Pengendalian Maju (Forward)

Pada konfigurasi pengendalian maju ini, variabel gangguan yang akan


masuk kedalam proses diukur langsung (dibaca oleh alat ukur/sensor), kemudian
pengendali memanipulasi pengendali akhir yang mengatur variabel masukan ke
dalam proses (input) sehingga nilai pada proses (dalam hal ini berupa volume)
dapat dijaga pada volume tertentu.
2.2.3

Konfigurasi pengendalian Inferensial

Pada konfigurasi pengendalian inferensial ini, dilakukan pengukuran


sekunder (dimana variabel yang dikendalikan tidak diukur) untuk mengatur harga
variabel yang dimanipulasi (yakni nilai pada proses). Konfigurasi pengendalian
inferensial ini bertujuan untuk mempertahankan variabel keluaran (output) yang
tidak terukur dengan menggunakan estimator. Harga yang ditunjukkan oleh
estimator akan digunakan oleh sistem pengendali untuk memanipulasi elemen

pengendali akhir yang mana akan mengatur kembali variabel masukan (input) ke
dalam proses, sehingga nilai pada proses (dalam hal ini berupa volume) dapat
dipertahankan pada volume tertentu.
2.3 Perilaki Dinamik Sistem Orde Satu
2.3.1
Sistem Orde Satu
Sistem orde satu adalah proses yang keluarannya mengikuti persamaan
differensial orde satu.
a

dy
+a y= b
dt

f(t)

...(10.1)
f(t) adalah masukan. Jika a 0, persamaan (10.1) dapat ditulis:
a dy
b
+ y=
a dt
a
a
=
a

f(t)

b
=K
a

Sehingga persamaan (10.1) menjadi:

dy
dt

+ y = Kp f(t)

...(10.2)

disebut konstanta waktu proses dan Kp disebut pembesaran keadaan tunak

(steady state gain atau static gain).


Kondisi awal proses jika persamaan dinyatakan dalam variabel penyimpangan
adalah:
y(0) = 0

f(0) = 0

Persamaan (10.2) diubah menjadi fungsi transfer proses orde satu:


G(s) =

y ( s)
f ( s)

Kp
p s+1 ...(10.3)

Contoh dalam matematis:

Laju akumulasi = Laju alir masuk Laju alir keluar


dM
=M
dt

-M

Massa merupakan hasil kali dari densitas dengan volume, sehingga:


d [ . V ]
= . Fi . F
dt

Tidak ada perubahan densitas per satuan waktu, sehingga:

dF
.
= Fi-F]
dt
d [ A . h]
=F
dt
A.

dh
dA
+h.
dt
dt

F0

F0

Tidak ada perubahan luas permukaan terhadap waktu, sehingga:

A.

dh
=F
dt

F =

F0

h
R

Ad h(t )
=
dt

F i-

Ad h( s)
=
dt

d h(t)
dt

A.

A.

d h (t)
dt
A.

is-

...(tidak tunak)

hs
R ...(tunak)

d h(s)
dt

d h (s)
=
dt

dh
=
A. dt
Fi(t) -

h
R

i -

is -

is

h
R +

hs
R

hh s

h(t)
R

=AR

dh
=
A* dt
Fi(t) -

h(t)
R

dh
=
A*R . dt
Fi(t) * R h(t)
Transformasi Laplace

s1 * h(s) = Fi (s) * R h (s)

Fungsi transfer orde pertama =

Kp
(s )+1

R
(s )+1

s * h(s) + h(s) = Fi (s) * R


( s + 1) * h(s) = Fi (s) * R
h(s) =

R
(s+ 1)

* Fi(s)

h(s) =

Kp
(s+ 1)

* Fi(s)

10.2 Proses-Proses yang Dimodelkan sebagai Sistem Orde Satu


Proses orde satu dicirikan oleh:
1. kemampuan menyimpan material, energi atau momentum,
2. memiliki tahanan terhadap aliran massa, energi, momentum.
Respons dinamik tangki yang memiliki kemampuan menyimpan cairan
atau gas mengikuti model orde satu. Tahanannya mewakili pompa, perpipaan,
kerangan, bendungan, baik dalam aliran masuk maupun keluar. Padatan, cairan
ataupun gas yang dapat menyimpan kalor (kapasitas kalor, cp), juga mengikuti
model orde satu. Tahanannya terkait dengan perpindahan kalor melalui dinding,
gas maupun cairan. Proses-proses yang memiliki kemampuan menyimpan massa
atau energi dan dapat bertindak sebagai penyangga (buffer) antara aliran masuk
dengan aliran keluar.
Proses dalam pabrik kimia umumnya adalah sistem orde satu dengan
keterlambatan, yang memiliki kemampuan terutama menyimpan massa maupun
energi.
10.3 Respons Dinamik Pure Capasitive Process
Fungsi transfer pure capasitive process diberikan pada persamaan:

Kp
s

...(10.4)

Bagaimana y(t) berubah terhadap waktu, jika f(t) mendapat gangguan unit step,
f(t) = 1, untuk t > 0
Untuk gangguan fungsi tangga satuan (unit step):
f(s) =

1
s

Dari persamaan (10.4):


y(s) =

Kp
s

Inversi persamaan terakhir:


y(t) = Kp t
Tampak bahwa keluaran membesar secara linier terhadap waktu, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10.3 dan:
t
y(t)
Respons pada Gambar 10.3, menunjukkan karakteristik pure capasitive process,
yang diberi nama pure integrator karena bertindak sebagai integrator antara
keluaran dengan masukan.
y(t)

K
p

Gambar 10.3 Respons pure capasitive process

Sebuah pure capasitive process akan menyebabkan persoalan pengendalian


yang rumit, karena tidak memiliki kemampuan mengatur sendiri. Setiap
perubahan pada aliran masuk akan mengakibatkan tangki banjir atau kosong. Sifat
ini dikenal sebagai non-self-regulation (tidak memiliki kemampuan mengatur
sendiri).
Proses yang bersifat sebagai pure integrator, yang paling umum dijumpai
di pabrik kimia adalah tangki berisi cairan, tangki gas, sistem penyimpanan bahan
baku atau produk dan sebagainya.

BAB III
METODOLOGI

3.1

Alat dan Bahan


Alat percobaan :
Serangkaian alat Pengendalian Proses meliputi :
10

a. Proses
b. Alat ukur
c. Pengubah sinyal
d. Jalur transmisi
e. Pengendali
f. Elemen pengendali akhir
Gelas ukur 1000 ml, 50 ml
Bahan percobaan :
Air
3.2

Cara Kerja
Operasi Steady State
Mengatur set point pada proses dalam harga tertentu dengan
menggunakan pengendali.
Membuka kerangan outlet proses pada bukaan tertentu.
Menyalakan pompa yang memompa air dari tangki penampung ke
tangki proses dengan menggunakan pengendali.
Mengukur ketinggian cairan di dalam tangki proses dengan
menggunakan alat ukur dalam selang waktu tertentu selama waktu
yang telah ditentukan.
Operasi dengan adanya Gangguan
Mengatur set point pada proses dalam harga tertentu dengan
menggunakan pengendali.
Membuka kerangan outlet proses pada bukaan tertentu yang sama
dengan pada saat operasi steady state.
Menyalakan pompa yang memompa air dari tangki penampung ke
tangki proses dengan menggunakan pengendali.
Mengukur ketinggian cairan di dalam tangki proses dengan
menggunakan alat ukur dalam selang waktu tertentu selama waktu
yang telah ditentukan.
Membuka kerangan outlet sebanyak variasi bukaan kerangan pada
saat ketinggian cairan pada tangki proses mencapai set point/tidak
berubah dalam kurun waktu tertentu.
Mengukur ketinggian cairan di dalam tangki proses dengan
menggunakan alat ukur dalam selang waktu tertentu selama waktu
yang telah ditentukan.

11

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Operasi variasi 1 dengan gangguan 4 7 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 4 - 7 (LPM)

h ( cm )

20

40

60

80 100 120 140

t ( menit )

Gambar 4.1 Kurva Operasi Variasi 1 dengan Gangguan 4 7 LPM

4.2

Operasi variasi 1 dengan gangguan 7 2 LPM

12

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 7 - 2 (LPM)

h ( cm )

20 40 60 80 100 120 140 160 180


t ( menit )

Gambar 4.2 Kurva Operasi Variasi 1 dengan Gangguan 7 -2 LPM


4.3 Operasi variasi 2 dengan Gangguan 4 7 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 4 - 7 (LPM)


8
h ( cm ) 7.5
7
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
t ( menit )

Gambar 4.3 Kurva operasi varias 2 dengan gangguan 4 7 LPM


4.4 Operasi variasi 2 dengan gangguan 7 2 LPM

13

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 7 - 2 (LPM)


10
h ( cm ) 5
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180


t ( menit )

Gambar 4.4 Kurva operasi variasi 2 dengan gangguan 7 2 LPM

14

4.5 Operasi variasi 3 dengan gangguan 4 7 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 4 - 7 (LPM)


8.5
8
h ( cm )

7.5
7
0

20

40

60

80

100

120

140

t ( menit )

Gambar 4.5 Kurva operasi variasi 3 dengan gangguan 4 7 LPM


4.6 Operasi variasi 3 dengan gangguan 7 2 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 7 - 2 (LPM)


8
6
h ( cm ) 4
2
0
0

20

40

60

80 100 120 140 160 180


t ( menit )

Gambar 4.6 Kurva operasi variasi 3 dengan gangguan 7 2 LPM

15

4.7 Operasi variasi 4 dengan gangguan 4 7 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 4 - 7 (LPM)


10
8
6
h ( cm ) 4
2
0
0

50

100

150

200

250

t ( menit )

Gambar 4.7 Kurva operasi variasi 4 dengan gangguan 4 7 LPM


4.8 Operasi variasi 4 dengan gangguan 7 2 LPM

Perubahan Ketinggian pada Laju Alir 7 - 2 (LPM)


10
8
6
h ( cm ) 4
2
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200


t ( menit )

Gambar 4.8 Kurva operasi dengan gangguan 7 2 LPM

16

4. 9 Pembahasan

Pada percobaan Pengendalian Proses kali ini, dilakukan percobaan operasi


steady state dan operasi dengan adanya gangguan. Perbedaan keduanya adalah
dimana percobaan operasi steady state hanya dilakukan dengan bukaan kerangan
tertentu tanpa adanya perubahan, yang mana perubahan bukaan kerangan ini
merupakan gangguan dalam percobaan Pengendalian Proses ini. Sensor pembaca
ketinggian cairan di dalam tangki proses mentransmisikan informasi pada
pengendali untuk memanipulasi proses apabila ketinggian cairan di dalam tangki
proses telah jauh dari set point yang telah ditetapkan.
Dilihat dari hasil percobaan, operasi dengan adanya gangguan yang paling
besar (bukaan kerangan paling besar) memiliki kurva yang terlihat sulit mencapai
set point yang telah ditentukan, apabila dibandingkan dengan bukaan kerangan
lainnya yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena dengan adanya bukaan
kerangan outlet proses yang lebih besar yang tidak bisa di capai sesuai laju alir
masuknya, maka perubahan ketinggian cairan di dalam tangki proses pun akan
semakin berubah, dan dapat dikatakan bahwa sensor pembaca ketinggian beserta
pengendali bekerja lebih keras pada saat operasi dengan gangguan paling besar,
sehingga laju alir volumetrik yang terukur tidak konstan terhadap waktu. Dan
apabila dibandingkan dengan operasi steady state, operasi steady state lebih stabil
pada harga yang dekat dengan set point yang telah ditentukan, karena memang
bukaan kerangan outlet proses yang disesaikan oleh sensor, sehingga laju alir
volumetrik inlet, yang masuk ke dalam proses menjadi konstan terhadap waktu.
Kendala yang terjadi selama percobaan Pengendalian Proses berlangsung
adalah apabila serangkaian alat Pengendalian Proses meliputi pengendali dan
sensor pembaca ketinggian cairan di dalam tangki proses, dijalankan dalam waktu
yang terlalu lama sehingga dapat menyebabkan error dalam bentuk pompa yang
tidak memompa kembali cairan di tangki penampung ke tangki proses, atau error
dalam bentuk sensor pembaca ketinggian cairan yang tidak membaca ketinggian
cairan sehingga cairan di dalam tangki proses melewati set point yang telah
ditentukan.

BAB V
17

KESIMPULAN
Dalam percobaan kali ini, dapat disimpulkan bahwa :
Set point yang ditetapkan menentukan besarnya waktu yang diperlukan
untuk mencapai keadaan steady state.
Besarnya gangguan (dalam hal ini dalam bentuk bukaan kerangan outlet
proses) mempengaruhi besarnya laju alir volumetrik yang masuk ke dalam
proses.

DAFTAR PUSTAKA

18

Coughanowr, R Donald. Process Systems Analysis and Control 2th edition.


New York : Mc Graw-Hill International Edition 2008.
Petunjuk Praktikum Laboratorium Teknik Kimia. Bandung : ITB
Thomas E, Marlin. Process Contro. New York: McGraw-Hill Intenational
edition.
Stephanopoulos, George. Chemical Process Control. 1984. London:
Prentice-Hall International Edition.

19

LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN

A.1 Data Ketinggian terhadap Waktu


A.1.1 Data Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 1
Table A.1 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 1 ( dengan gangguan 47
LPM P=30 I=30 D=0 Set Point=800 T = 2:10 H = 8 cm)

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
6,5
8
13
8,3
19,5
8,3
26
8,2
32,5
8
39
8
45,5
8
52
8
58,5
7,9
65
7,9
71,5
7,9
78
7,7
84,5
7,8
91
7,9
97,5
7,9
104
7,9
110,5
7,8
117
7,8
123,5
7,9
130
7,8

20

Table A.2 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 1 ( dengan gangguan 72


LPM P=30 I=30 D=0 Set Point=800 T = 2:57 H = 7,2 cm)

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
7,7
7
15,4
6
23,1
5,5
30,8
5
38,5
5,2
46,2
5,5
53,9
6,5
61,6
7,1
69,3
7,3
77
7,6
84,7
7,8
92,4
8,1
100,1
8
107,8
8
115,5
7,8
123,2
7,3
130,9
7
138,6
7,3
146,3
7,2
154
7,8

21

A.1.2 Data Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 2


Table A.3 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 2 (dengan gangguan 47
LPM P=30 I=30 D=30 Set Point=800 T = 2:45 H = 7,6 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
8,25
7,8
16,5
7,8
25
7,7
33,5
7,9
42
7,8
50,5
7,6
59
7,5
67,5
7,5
76
7,6
84,5
7,5
93
7,5
101,5
7,5
110
7,5
118,5
7,5
127
7,3
135,5
7,5
144
7,5
152,5
7,5
161
7,5
169,5
7,5

22

Table A.4 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 2 (dengan gangguan 7-2
LPM P=30 I=30 D=30 Set Point=800 T = 2:33 H = 7,2 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
7,65
7
15,3
5,9
22,95
5,3
30,6
4,9
38,25
5,1
45,9
5,6
53,55
6
51,2
6,2
68,85
6,6
76,5
7
84,15
7,2
91,8
7,6
99,45
7,8
107,1
7,6
114,75
7,2
122,4
7
130,05
6,9
137,7
6,9
145,35
7
153
7

23

A.1.3 Data Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 3


Table A.5 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 3 (dengan gangguan 47
LPM P=30 I=20 D=30 Set Point=800 T = 2:07 H = 7,8 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
(menit)
6,35
12,7
19,05
25,4
31,75
38,1
44,45
50,8
57,15
63,5
69,85
76,2
82,55
88,9
92,25
101,6
114,2
5
120,6
126,9
5
133,3

h
(cm)
8
8
8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8
7,8

24

Table A.6 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 3 (dengan gangguan 7-2
LPM P=30 I=20 D=30 Set Point=800 T = 2:43 H = 7,6 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
8,19
7,3
16,2
7,3
24,45
4,8
32,6
4,5
40,75
4,8
48,9
5
57,05
5,5
65,2
5,4
73,35
6,3
81,5
6,8
89,65
7
97,8
7,2
105,95
7,5
114,1
7,6
122,5
7,4
130,4
7
138,55
6,8
146,7
6,5
154,85
6,7
163
6,9

25

A.1.4 Data Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 4


Table A.7 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 4 (dengan gangguan 4-7
LPM P=20 I=20 D=30 Set Point=800 T = 3:14 H = 7,8 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
9,7
7,2
19,4
7,5
29,1
7,6
38,8
7,8
48,5
7,9
58,2
7,9
67,9
7,9
77,6
7,8
87,3
7,6
97
7,5
106,7
6,5
116,4
6
126,1
6,2
136,5
7
146,2
7,8
155,9
7,8
165,6
7,8
175,3
7
185
6,8
194
6,7

26

Table A.8 Ketinggian terhadap Waktu pada Variasi 4 (dengan gangguan 7-2
LPM P=20 I=20 D=30 Set Point=800 T = 3:4 H = 7,8 cm)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

t
h
(menit) (cm)
9,2
6,5
18,4
5,5
27,6
4,8
36,8
5
46
5,4
55,2
5,6
64,4
5,8
73,6
6,2
82,8
6,8
92
7
101,2
7,4
110,4
7,8
119,6
7,9
128,8
7,8
138
7,2
147,2
7
156,4
6,8
165,6
6,9
174,8
7,1
184
7,3

27

Anda mungkin juga menyukai