Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN TB PARU DI DATARAN

RENDAH DAN DATARAN TINGGI KABUPATEN FLORES TIMUR


Margaretha Ika Yukari Ujan1, Ika Febianti Buntoro2, Magdarita Riwu3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
2
Departemen Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
3
Depertemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
ABSTRAK
Penyakit TB paru masih menjadi masalah kesehatan global dan merupakan
penyebab kematian kedua setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Indonesia menduduki urutan ketiga dunia setelah India dan Cina untuk jumlah
penderita TB paru di dunia. Jumlah kasus TB paru di Kabupaten Flores Timur
pada tahun 2013 sebanyak 236 kasus BTA (+). Puskesmas Oka terdapat di
Kecamatan Larantuka mewakili dataran rendah menempati urutan kedua sebanyak
26 kasus TB paru BTA (+) dan Puskesmas Boru terdapat di Kecamatan
Wulanggitang mewakili dataran tinggi menempati urutan ketujuh sebanyak 16
kasus TB paru BTA (+). Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor risiko
kejadian TB paru di dataran rendah wilayah kerja Puskesmas Oka dan dataran
tinggi wilayah kerja Puskesmas Boru, Kabupaten Flores Timur. Penelitian
dilakukan pada bulan AprilMei 2015 di Kabupaten Flores Timur. Jenis penelitian
ini adalah analitik observasional dengan desain studi kasus kontrol. Jumlah
sampel sebanyak 156 orang BTA (+) kategori 1 terdiri dari 41 orang kasus dan 41
orang kontrol di Puskesmas Oka, 37 orang kasus dan 37 orang kontrol di
Puskesmas Boru. Hasil analisis menunjukkan dari 14 variabel, terdapat 4 variabel
yang berhubungan dengan kejadian TB paru di dataran rendah wilayah kerja
Puskesmas Oka yaitu status gizi, kelembaban, intensitas cahaya, dan kebiasaan
merokok. Sedangkan terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan kejadian TB
paru di dataran tinggi wilayah kerja Puskesmas Boru, yaitu pendidikan, pekerjaan,
dan kebiasaan merokok. Hasil analisis multivariat didapatkan faktor risiko yang
paling berpengaruh yaitu variabel kelembaban (OR = 7,890) di dataran rendah dan
tingkat pendidikan (OR = 3,850) di dataran tinggi.
Kata kunci: Faktor risiko, kelembaban, TB paru, tingkat pendidikan.

RISK FACTORS ANALYSIS OF PULMONARY TB INCIDENCE IN


LOWLANDS AND HIGHLANDS IN EAST FLORES DISTRICT
Margaretha Ika Yukari Ujan1, Ika Febianti Buntoro2, Magdarita Riwu3
1
Faculty of Medicine, University of Nusa Cendana
2
Departement of Tropical Medicine, Faculty of Medicine,
University of Nusa Cendana
3
Depertement of Pharmacology, Faculty of Medicine,
University of Nusa Cendana
ABSTRAK
Pulmonary TB is a global health problem and is the second cause of death after
the Human Immunodeficiency Virus (HIV). Incidance of pulmonary TB in
Indonesia is the third after India and China in the world. The number of
pulmonary TB in East Flores district at 2013 as many as 236 cases of smear (+).
Oka health center which is located in Larantuka representing the lowland of East
Flores, ranks second highest cases as many as 26 cases of pulmonary TB BTA (+),
and Boru health center which is located in Wulanggitang representing the
highland of East Flores with 16 cases of pulmonary TB BTA (+). The purpose of
this study was to analyze the risk factors of pulmonary tuberculosis in the
lowlands at Oka's Public Health Centers working area and in the highlands at
Boru Public Health Centers working area, East Flores District. The study was
conducted in April-May 2015 in East Flores District. This study was an analytic
observational study with case control design. There were 156 samples with smear
(+) 1st category consisted of 41 cases and 41 controls in Oka Public Health Center,
37 cases and 37 controls in Boru Public Health Center. The risk factors are
identified using questionnaires and observation. The analysis showed that there
are 4 variables that have a correlation with the incidence of pulmonary TB in
lowlands at Oka public health center i.e. nutritional status, humidity, lighting
intensity, and smoking habits. While there are 3 variables that had correlation with
incidence of pulmonary TB in the highlands at Boru Public Health Center i.e. the
level of education, occupation, and smoking. The multivariate analysis found that
the most influential risk factor variable is humidity (OR = 7,890) in the lowlands
and educational level (OR = 3,850) in the highlands.
Keywords: Risk factors, humidity, Pulmonary tuberculosis, level of education.

PENDAHULUAN
Penyakit TB

artinya angka kesembuhan TB paru


paru

masih

menjadi masalah kesehatan global


dan merupakan penyebab kematian
kedua

setelah

Immunodeficiency

Virus

(HIV).

memperkirakan bahwa pada tahun


2011 ada 8,7 juta kasus baru TB paru
(13% merupakan koinfeksi dengan
HIV) dan 1,4 juta orang meninggal
Indonesia

urutan

untuk jumlah penderita TB paru di


dunia. Menurut WHO dalam laporan
Global Report 2011 bahwa prevalensi
TB paru diperkirakan sebesar 289
per

100.000

penduduk,

insidensi TB paru sebesar 189 kasus


per 100.000 penduduk, dan angka
kematian

sebesar

100.000 penduduk.

27

kasus

per

Berdasarkan data yang masuk


dari Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) pada tahun
2012 jumlah kasus TB paru BTA (+)
sebanyak 3.961 kasus, yang diobati
selama tahun 2012 tercatat sebanyak
4.295 kasus

sebesar 86%.3
Berdasarkan

hasil

Laporan

program P2 TB paru Triwulan 14


2013 Jumlah kasus TB paru di
Kabupaten Flores Timur pada tahun
2013 sebanyak 236 kasus BTA (+)
dengan CDR

sebesar 48,4% dari

target 488 kasus. Kabupaten Flores


Timur termasuk daerah yang beriklim

menduduki

ketiga dunia setelah India dan Cina

kasus

ingin dicapai tahun 2012 yakni

Human

World Health Organization (WHO)

karena TB paru.

BTA (+) berada dibawah target yang

dengan kesembuhan

sebesar 2.806 atau 65,3% dan ini

tropis memiliki tiga pulau besar yakni


Pulau Flores bagian timur, Pulau
Adonara, dan Pulau Solor. Puskesmas
Oka merupakan salah satu Puskesmas
yang

terdapat

di

Kecamatan

Larantuka mewakili dataran rendah


menempati urutan kedua tercatat TB
paru BTA (+) sebanyak 26 kasus
dengan CDR sebesar 33,3% dan
kasus TB paru merupakan salah satu
penyakit dari enam penyakit menular
yang menjadi masalah kesehatan di
Kecamatan Larantuka.5 Puskesmas
Boru dengan kasus TB paru BTA (+)
sebanyak 16 kasus dengan CDR
sebesar 57,14% yang terletak di
Kecamatan Wulanggitang mewakili
dataran tinggi dimana kasus TB paru
menempati

urutan

ketujuh

yang

merupakan salah satu dari delapan


penyakit

tertinggi

di

Kecamatan

Wulanggitang.4

Penelitian lain yang dilakukan


oleh

Fatimah

Kabupaten

Beberapa

penelitian

telah

bahwa

tahun

Cilacap

2008

di

menunjukkan

pencahayaan,

kelembaban,

dilakukan untuk mengetahui faktor

ventilasi, dan status gizi berpengaruh

risiko kejadian TB paru antara lain

terhadap kejadian TB paru.2 Hal ini

dari hasil penelitian Rikha Nurul

didukung pula oleh hasil penelitian

Pertiwi, M.Arie Wuryanto, dan Dwi

Jelalu tahun 2008 di Kabupaten

Sutiningsih tahun 2011 di Semarang

Kupang tentang faktor-raktor risiko

Utara

kejadian TB paru pada orang dewasa

menyatakan

bahwa

ada

hubungan signifikan antara perilaku

ditemukan

yang

kontak

tingkat ekonomi, kebiasaan merokok,

penderita TB paru serumah, kebiasaan

kepadatan hunian, dan kelembaban

tidak menutup mulut saat batuk,

rumah terhadap kejadian TB paru

kebiasaan

dahak

pada orang dewasa.7 Namun berbeda

disembarang tempat, dan lingkungan

dengan penelitian yang dilakukan

pekerjaan responden dengan kejadian

oleh Imam Bachtiar dkk tahun 2012

TB paru.5 Hal berbeda dari hasil

di Kota Bima menyimpulkan bahwa

penelitian

tindakan memiliki hubungan dengan

meliputi

riwayat

membuang

Helper

Manulu

dan

bahwa

Bambang Sukana tahun 2011 di

kejadian

Tangerang

pengetahuan,

tentang

Pengetahuan

Sikap

Masyarakat

Aspek

dan

Perilaku

kaitannya

Penyakit

dengan

Tuberkulosis

menyimpulkan

sikap,
hunian,

Sedangkan
jenis

lantai,

kelembaban,

ventilasi, dan suhu tidak berhubungan


dengan kejadian TB Paru.8
Hasil pengamatan peneliti pada

perilaku masyarakat tidak membawa

bulan Februari tahun 2014 kondisi

dampak signifikan terhadap penyakit

desa/kelurahan pada dataran rendah di

TB

wilayah

dimana

sikap

kepadatan

Paru.

pengaruh

dan

paru

bahwa

TB

ada

sikap

yang

kerja

Puskesmas

dinyatakan oleh masyarakat tidak

semuanya

sesuai dengan perilaku mereka dalam

daerah pantai sehingga berdampak

pengobatan TB paru.6

pada

suhu

berada
udara

dekat

Oka

yang

dengan
tinggi.

Keberadaan ventilasi yang masih


tertutup serta jendelajendela yang
tidak dibuka saat pagi dan siang hari
yang berdampak cahaya yang masuk
ke

dalam

rumah

masih

kurang

sehingga menimbulkan keadaan yang


lembab dan pengap yang menjadi
tempat

perkembangan

Mycobacterium

bakteri

tuberculosis

penyebab TB paru. Pada dataran


tinggi

ada beberapa rumah

memiliki

lantai

yang

yang

sebagian

besarnya masih berupa tanah selain


itu

juga

adanya

riwayat

kontak

serumah terhadap penderita TB paru


dalam satu keluarga dikarenakan
banyaknya jumlah anggota keluarga
yang tinggal bersamasama serta

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
merupakan

terinfeksi TB paru. Selain kondisi


lingkungan rumah tersebut, perilaku
yang

buruk

seperti

kebiasaan

merokok menjadi salah satu penyebab


kejadian TB paru di masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian mengenai
Analisis Faktor Risiko Kejadian TB
Paru di Dataran Rendah dan Dataran
Tinggi Kabupaten Flores Timur.

analitik

observasional dengan desain kasus


kontrol

study).12

(casecontrol

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten


Flores Timur mulai bulan April
sampai Mei 2015. Sampel yang
dibutuhkan adalah 41 orang kasus dan
41 kontrol di dataran rendah dan 37
orang kasus dan 37 orang kontrol di
dataran tinggi. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode consecutive
sampling yaitu semua subjek yang
memenuhi

kriteria

pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai


jumlah

subjek

yang

diperlukan

terpenuhi.12
Kriteria Inklusi dalam penelitian

tempat tinggal yang sempit yang


menyebabkan lebih mudahnya untuk

penelitian

ini adalah untuk kelompok kasus : (a)

Penderita BTA (+) kategori 1 periode


Januari 2014 sampai April 2015. (b)
Bertempat

tinggal

di

Kabupaten

Flores Timur. (c) Berusia 1550


tahun. (d) Kondisi rumah

tidak

mengalami perubahan satu tahun


terakhir. (e) Bersedia menjadi subjek
penelitian dengan menandatangani
surat

persetujuan

yang

telah

disediakan (informed consent). Untuk


Kelompok

kontrol

(a)

Subjek

peneliti yang bertempat tinggal di

consent). Kriteria Eksklusi yaitu : (a)

Kabupaten Flores Timur. (b) Tidak

Dalam keadaan sakit selain TB paru

pernah menderita TB paru BTA (+).

atau tidak bisa ditemui. (b) Menderita

(c) Tidak tinggal serumah dengan

TB ekstra paru.
Pengumpulan

data

dilakukan

menggunakam

kelompok kasus. (d) Berusia setara


atau selisih usia maksimal lima tahun
dengan

kelompok

kasus.

(e)

Mempunyai kemungkinan terpajan


terhadap faktor risiko yang sama
dengan kelompok kasus. (f) Kondisi
rumah tidak mengalami perubahan
satu tahun terakhir. (g) Bersedia
menjadi subjek penelitian dengan
menandatangani
yang

telah

surat

persetujuan

disediakan

dengan

primer

kuesioner dengan metode wawancara


dan observasi langsung pada seperti
ada

tidaknya

kelembaban

ventilasi/jendela,

rumah

secara

fisik,

pencahayaan, dan kepadatan hunian.


Data sekunder yaitu data registrasi
pasien yang tercatat sebagai penderita
TB paru BTA (+) kategori 1.

(informed

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Responden
No
1.

2.

Dataran rendah
Kasus
Kontrol
N
%
N
%

Dataran tinggi
Kasus
Kontrol
N
%
N
%

Jenis Kelamin
Lakilaki

29

70,7

29

70,7

22

59,5

22

59,5

Perempuan

12

29,3

12

29,3

15

39,4

15

39,4

Kelompok Usia
1526
2738

9
14

22,0
34,1

10
13

24,4
31,7

0
8

0,0
21,6

0
12

0,0
32,4

18

43,9

18

43,9

29

78,4

25

67,6

15

36,6

19,5

31

83,8

23

62,2

26

63,4

33

80,5

16,2

14

37,8

Tidak Bekerja (Pelajar/Mahasiswa, IRT,


dan penganguran)

17,7

13

31,7

8,1

12

32,4

Bekerja (PNS/ABRI, petani, nelayan,


tukang bangunan, ojek, supir, dan montir)

34

82,9

28

68,3

34

91,9

25

67,6

Faktor risiko

3950
3.

Tingkat Pendididkan
Rendah (Tidak Sekolah, Tidak
Tamat SD, dan Tamat SD)

4.

Tinggi (Tamat SMP, Tamat SMA, dan


Akademi/PT)
Pekerjaan

Hasil Analisis Univariat Faktor Risiko kejadian TB Paru di Dataran Rendah


120
100
80
60
40
20
0
Dalam Persen (%)

Kasus Kontrol

Analisis Univariat

Hasil Analisis Univariat Faktor Risiko kejadian TB Paru di Dataran Tinggi


120
100
80
60
40
20
0
Dalam Persen (%)

Kasus Kontrol

Diagram 1. Hasil Analisis Univariat Faktor Risiko kejadian TB Paru Di Dataran


Rendah.
Hasil Analisis Bivariat
Diagram 2. Hasil Analisis Univariat Faktor Risiko kejadian TB Paru Di Dataran
Tinggi.

Dataran Rendah
Dataran Tinggi
OR
CI 95%
p
Keterangan
OR
CI 95%
p
Kebiasaan Merokok
3,485
1,380<OR<8,798
0,007
Bermakna
3,102
1,189<OR<8,095
0,019
Status
Gizi Bivariat dengan
3,041 Uji 1,230<OR<7,515
0,015
1,544
Tabel 2. Rangkuman Hasil
Analisis
Chi-Square Faktor Risiko
KejadianBermakna
TB Paru Di Dataran
Rendah0,617<OR<3,863
dan Dataran Tinggi0,352
Kelembaban
3,071
1,174<OR<8,028
0,020
Bermakna
1,841
0,692<OR<4,897
0,219
Pencahayaan
2,783
1,062<OR<7,289
0,034
Bermakna
0,646
0,257<OR<1,621
0,351
Tingkat Pendididkan 2,380
0,875<OR<6,470
0,085
Tidak bermakna 3,145
1,049<OR<9,429
0,036
Pekerjaan
0,443
0,156<OR<1,262
0,123
Tidak bermakna 0,184
0,047<OR<0,721
0,009
No

Faktor risiko

Jenis Kelamin
Kepadatan Penghuni
Rumah
Suhu Ruangan
Luas Ventilasi
Rumah
Jenis Lantai Rumah
Kontak Serumah
Kebiasaan Menutup
Mulut Saat Batuk
Kebiasaan
Membuang Dahak

10.
11.
12.
13.
14.

1,000

0,386<OR<2,589

1,000

0,647

0,258<OR<1,622

0,352

1,439

0,546<OR<3,796

1,243
1,285
2,608

1,000

0,395<OR<2,530

1,000

Tidak bermakna

1,124

0,436<OR<2,897

0,809

0,461

Tidak bermakna

1,493

0,427<OR<5,218

0,528

0,498<OR<3,101

0,641

Tidak bermakna

1,117

0,444<OR<2,815

0,814

0,319<OR<5,171
0,624<OR<10,891

1,000*
0,177

Tidak bermakna
Tidak bermakna

1,280
0,523

0,482<OR<3,398
0,168<OR<1,628

0,619
0,259

T
T

1,000

0,060<OR<16,548

1,000*

Tidak bermakna

0,471

0,368<OR<0,604

0,115*

constant*

Tidak bermakna

0,486

0,383<OR<0,616

0,493*

Tidak bermakna

Hasil Analisis Multivariat


Dataran Rendah
No.
Variabel

p value

OR

95% CI

1.

Status Gizi

1,084

0,045

2,956

1,0248.533

2.

Kelembaban

2,066

0,002

7,890

1,40815,476

3.

Pencahayaan

1,541

0,012

4,669

0,6515,855

4.

Kebiasaan merokok

1,916

0,001

6,796

2,08522,151

Constant

2,494

0,000

0,083

Dataran Tinggi
No.

Variabel

p value

OR

95% CI

1.

Tingkat pendidikan

1,348

0,024

3,850

1,19812,368

2.

Pekerjaan

1,551

0,046

0,212

0,0460,974

Kebiasaan merokok

0,669

0,233

1,952

0,6515,855

0,995

0,089

0,370

*nilai p Fisher Exact Test


3.

Constant

K
B
T
T
T
B
B

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik

Pembahasan
Hubungan jenis kelamin dengan
kejadian TB paru

Hasil

bivariat

pendidikan dengan kejadian TB paru

menunjukkan bahwa jenis kelamin

namun berbeda dengan Ruslantri dan

tidak berhubungan dengan kejadian

Faris menunjukkan ada hubungan

TB paru di dataran rendah dan di

tingkat pendidikan dengan kejadian

dataran tinggi. Hasil penelitian ini

TB paru.14
Tingkat

sesuai

analisis

dengan

temuan

yang

dilakukan oleh Erwin namun berbeda


Jenis kelamin responden yang
menderita TB paru dominan pada
lakilaki. Hasil yang diperoleh tidak
dengan

mengatakan

teori

bahwa

penderita

TB

perempuan.

yang

mayoritas

paru

adalah

Hal ini dikarenakan

lakilaki

memiliki

kebiasaan

merokok dan juga memiliki risiko


yang lebih untuk terpapar dengan
tingkat

pendidikan

analisis

menunjukkan
pendidikan

bivariat

bahwa
tidak

tingkat

berhubungan

dengan kejadian TB paru di dataran


rendah

dan

tingkat

pendidikan

berhubungan dengan kejadian TB


paru

di

dataran

tinggi.

Hasil

penelitian ini sesuai dengan temuan


yang dilakukan Eka menunjukkan
tidak

ada

hampir sebagian besar respondennya


memiliki pendidikan yang tinggi.
Pada

dataran

pendidikan

tinggi

tingkat

berpengaruh

terhadap

kejadian TB paru karena kebanyakan


yang menderita TB paru terjadi pada
responden dengan tingkat pendidikan
yang rendah (<SMP) dimana akan
berpengaruh terhadap pengetahuan
dan perilaku untuk hidup bersih dan

hubungan

akan

mempengaruhi

terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya

dengan kejadian TB paru


Hasil

berpengaruh terhadap kejadian TB

sehat. Tingkat pendidikan seseorang

penyakit TB paru.
Hubungan

tidak

paru pada dataran rendah karena

dengan Jendra. 13

sejalan

pendidikan

tingkat

mengenai rumah yang memenuhi


syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan
pengetahuan
seseorang

yang

akan

cukup

maka

mencoba

untuk

mempunyai perilaku hidup bersin


dan sehat.14
Hubungan

pekerjaan

dengan

kejadian TB paru
Hasil

analisis

bivariat

menunjukkan bahwa pekerjaan tidak

berhubungan

dengan kejadian TB

baik, sebaliknya seorang dengan

paru di dataran rendah dan pekerjaan

sosial ekonomi kebawah cenderung

berhubungan dengan kejadian TB

kesulitan

paru

pengobatan dan asupan gizi yang

di

dataran

tinggi.

Hasil

untuk

mendapatkan

penelitian ini sesuai dengan temuan

kurang.

Deni Sri dan Very menunjukkan

karena adanya faktor lain seperti

tidak

lingkungan

ada

hubungan

pekerjaan

Hubungan

disebabkan

tempat

kerja

pada

dengan kejadian TB paru.16,17 Namun

kelembaban, suhu, dan pencahayaan

berbeda dengan Faris menunjukkan

yang buruk serta adanya kontak

ada

dengan penderita TB paru di luar

hubungan

antara

pekerjaan

dengan kejadian TB paru.

rumah yang memudahkan untuk

Pekerjaan tidak berhubungan

terinfeksi TB paru.

dengan kejadian TB paru di dataran

Hubungan

rendah

kejadian TB paru
Hasil
analisis

karena

hampir

semua

respondennya

bekerja

sehingga

berpengaruh

juga

terhadap

pendapatannya

untuk

kebutuhan

memenuhi

seharihari

terutama

untuk memenuhi kebutuhan gizi


untuk

meningkatkan

daya

tahan

tubuh terhadap serangan penyakit


seperti TB paru. Pada dataran tinggi
pekerjaan

berpengaruh

terhadap

kejadian TB paru karena pekerjaan


berkaitan dengan sosial ekonomi
yang

berhubungan

dengan

penghasilan yang didapat, penderita


TB paru yang bekerja dan memiliki
sosial ekonomi yang baik akan
berupaya

untuk

segera

mencari

pengobatan dan asupan gizi yang

menunjukkan

status

gizi

bahwa

dengan
bivariat

status

gizi

berhubungan dengan kejadian TB


paru di dataran rendah dan status gizi
tidak berhubungan dengan kejadian
TB paru di dataran tinggi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan temuan
yang

dilakukan

Ruslantri

Bambang

menunjukkan

dan
ada

hubungan status gizi dengan kejadian


TB paru.15
Pada dataran rendah status gizi
berhubungan dengan kejadian TB
paru. Hal ini dikarenakan terdapat
faktor

lain

seperti

kebiasaan

merokok dan juga paparan asap


rokok untuk perokok pasif yang akan

melemahkan/menganggu

sistem

penghuni rumah tidak berhubungan

semakin

dengan kejadian TB paru di dataran

mempermudah terjadinya TB paru.

rendah dan di dataran tinggi. Hasil

Seseorang yang memiliki status gizi

penelitian ini sesuai dengan temuan

buruk (<18,5) memiliki risiko 3,041

yang dilakukan oleh Rikha dan

kali lebih besar untuk menderita TB

Ryana

paru dibandingkan dengan orang

hubungan kepadatan penghuni rumah

yang memiliki status

dengan kejadian TB paru.5,19

pernapasan

sehingga

gizi baik

menunjukkan

tidak

ada

(>18,5). Pada dataran tinggi status

Pada penelitian ini tidak ada

gizi tidak ada hubungan dengan

hubungan antara kepadatan penghuni

kejadian TB paru karena distribusi

rumah dengan kejadian TB paru,

untuk status gizi buruk (<18,5) lebih

karena kepadatan penghuni rumah

banyak dengan yang status gizi baik

baik untuk dataran rendah dan

(>18,5).

dataran tinggi sudah sesuai dengan

Penyebab

kekurangan

gizi

utama

dan

dari

malnutrisi

syarat

rumah

sehat

adalah karena asupan gizi yang tidak

Depertemen

seimbang baik dari kualitas dan

m2/orang. Kuman TB paru dapat

kuantitas, bisa juga karena penyakit

menular

infeksi. Gizi kurang atau buruk dapat

droplet sehingga jika ada rumah

menyebabkan

dengan kepadatan penghuni rumah

menurunnya

Kesehatan

menurut

melalui

udara

akan

ataupun

yang

mudah

infeksi

terjadinya penularan TB paru dari

seperti tuberkulosis. Demikian juga

satu anggota keluarga ke anggota

sebaliknya seseorang yang menderita

keluarga yang lain.

penyakit

maka

imunitas/kekebalan tubuh sehingga


terkena

tinggi

yaitu

cepat

penyakit kronis, seperti tuberkulosis


paru

umumnya

status

gizinya

mengalami penurunan.18

Hubungan suhu ruangan dengan

Hubungan kepadatan penghuni

kejadian TB paru
Hasil
analisis

rumah dengan kejadian TB paru


Hasil
analisis
bivariat
menunjukkan

bahwa

kepadatan

bivariat

menunjukkan bahwa suhu ruangan


tidak berhubungan dengan kejadian

TB paru di dataran rendah dan di

kejadian TB paru.19 Namun berbeda

dataran tinggi. Hasil penelitian ini

dengan Setiawan menunjukkan ada

sesuai

yang

hubungan antara kelembaban dengan

dilakukan oleh Ryana menunjukkan

kejadian TB paru.20
Kelembaban tidak mempunyai

dengan

temuan

tidak ada hubungan suhu ruangan


dengan kejadian TB paru.19
Pada penelitian ini tidak ada
hubungan

antara

suhu

ruangan

hubungan dengan kejadian TB paru


di dataran tinggi karena berdasarkan
data yang didapatkan kelembaban

dengan kejadian TB paru dimana

yang

dari hasil penelitian yang dilakukan

keseluruhan reponden berkisar antara

didapatkan suhu ruangan dari semua

49%67% dimana masuk kriteria

responden di dataran rendah dan

kelembaban

40%70%

yang

dataran tinggi berkisar antara 28C

merupakan

kelembaban

yang

36C. Kisaran suhu dari semua

memenuhi

syarat

responden merupakan rentang suhu

Kelembaban

di

yang disukai oleh Mycobacterium

memiliki hubungan dengan kejadian

tuberculosis yang tumbuh subur

TB paru karena pada responden baik

dalam rentang 2540C akan tetapi

kasus dan kontrol yang memiliki

akan tumbuh optimal pada suhu

kelembaban rumah <40% dan >70%

31oC37oC.
Hubungan kelembaban

yang
dengan

kejadian TB paru
Hasil
analisis

bivariat

menunjukkan

bahwa

kelembaban

berhubungan dengan kejadian TB


paru

di

kelembaban

dataran
tidak

rendah

dan

berhubungan

diperoleh

tidak

dari

pengukuran

kesehatan.

dataran

memenuhi

mengakibatkan

rendah

syarat

Mycobacterium

tuberculosis masih bisa bertahan


hidup sehingga menjadi pendukung
keberadaan kuman tersebut di dalam
udara ruangan.19
Hubungan luas ventilasi rumah

dengan kejadian TB paru di dataran

dengan kejadian TB paru


Hasil
analisis

tinggi. Hasil penelitian ini sesuai

menunjukkan bahwa luas ventilasi

dengan temuan yang dilakukan oleh

rumah tidak berhubungan dengan

Ryana

kejadian TB paru di dataran rendah

menunjukkan

hubungan

tidak

kelembaban

ada

dengan

dan

di

dataran

tinggi.

bivariat

Hasil

penelitian ini sesuai dengan temuan

dengan temuan yang dilakukan Siti

yang dilakukan Imam Bachtiar, dkk

menunjukkan tidak ada hubungan

menunjukkan tidak ada hubungan

pencahyaan dengan kejadian TB

luas ventilasi rumah dengan kejadian

paru, namun berbeda dengan Ryana

TB paru.8

menunjukkan

Berdasarkan hasil penelitian,


distribusi untuk responden yang
memiliki

luas

ventilasi

ada

hubungan

pencahyaan dengan kejadian TB


paru.19,21

yang

Tidak ada hubungan antara

memenuhi syarat (10% dari luas

pencahayaan rumah dengan kejadian

lantai) lebih banyak dibandingkan

TB paru di dataran tinggi karena

dengan yang tidak memenuhi syarat

ratarata

(<10% dari luas lantai) baik di

rumah responden hampir semuanya

dataran rendah maupun di dataran

sudah memenuhi syarat yaitu 60

tinggi. Tidak cukupnya ventilasi akan

lux.

menyebabkan

peningkatan

pencahayaan rumah dengan kejadian

kelembaban ruangan. Kelembaban

TB paru di dataran rendah karena

ruangan yang tinggi akan menjadi

terdapat

media yang baik untuk tumbuh dan

kelembaban yang tidak memenuhi

berkembang biaknya bakteribakteri

syarat

patogen

Mycobacterium tuberculosis masih

termasuk

kuman

tuberkulosis.19

intensitas

Adanya

cahaya

hubungan

faktor
yang

lain

pada

antara

seperti

mengakibatkan

dapat bertahan hidup karena air


membentuk lebih dari 80% volume

Hubungan pencahayaan dengan


kejadian TB paru
Hasil
analisis
menunjukkan

bahwa

sel bakteri.19
Hubungan

bivariat

jenis

lantai

rumah

dengan kejadian TB paru

pencahyaan

Hasil

analisis

bivariat

berhubungan dengan kejadian TB

menunjukkan bahwa jenis lantai

paru

dan

rumah tidak berhubungan dengan

berhubungan

kejadian TB paru di dataran rendah

di

pencahyaan

dataran
tidak

rendah

dengan kejadian TB paru di dataran

dan

di

dataran

tinggi.

Hasil

tinggi. Hasil penelitian ini sesuai

penelitian ini sesuai dengan temuan

yang dilakukan Imam Bachtiar, dkk

riwayat kontak serumah lebih sedikit

menunjukkan tidak ada hubungan

dibandingkan yang tidak ada kontak

jenis lantai dengan kejadian TB

serumahnya.

paru.8

penderita
Sesuai

hasil

Riwayat

dalam

kontak

satu

keluarga

penelitian

dengan anggota keluarga yang lain

didapatkan bahwa proporsi jenis

yang sedang menderita TB paru yaitu

lantai

penularan

rumah

responden

yang

tuberkulosis

dari

memenuhi syarat baik pada kasus

seseorang penderita ditentukan oleh

maupun pada kontrol di dataran

banyaknya kuman yang terdapat

rendah dan dataran tinggi lebih besar

dalam

daripada yang tidak memenuhi syarat

penyebaran kuman tersebut diudara

dimana hampir semua jenis lantai

melalui

rumah responden adalah yang kedap

Penderita

air

mengeluarkan

(dilapisi

semen

atau

tegel/ubin/keramik/teraso).
Hubungan

kontak

serumah

analisis

dahak

penderita
berupa

TB

Paru

dan

droplet.
BTA

(+)

kumankuman

ke

udara dalam bentuk droplet yang

dengan kejadian TB paru


Hasil

paruparu

sangat kecil pada waktu batuk atau


bersin. Droplet yang sangat kecil ini

bivariat

mengering dengan cepat dan menjadi

menunjukkan bahwa kontak serumah

droplet yang mengandung kuman

tidak berhubungan dengan kejadian

tuberkulosis

TB paru di dataran rendah dan di

diudara

dataran tinggi. Hasil penelitian ini

Droplet yang mengandung kuman ini

sesuai dengan penelitian Siti dan

dapat terhirup oleh orang lain. Jika

Ryana

ada

kuman

tersebut

hubungan kontak serumah dengan

dalam

paru

kejadian TB paru.2,19

menghirupnya, maka kuman mulai

menunjukkan

tidak

Berdasarkan hasil penelitan

dan

dapat

selama

berkembang

beberapa

sudah

dari
biak

bertahan

menetap

orang
dan

jam.

yang

terjadilah

tidak ada hubungan antara kontak

infeksi dari satu orang ke orang lain.

serumah dengan kejadian TB paru di

Adanya

dataran rendah dan di dataran tinggi

menderita TB paru aktif, maka

karena

seluruh anggota keluarga yang lain

proporsi

untuk

adanya

anggota

keluarga

yang

akan rentan dengan kejadian TB paru

udara dari luar rumah sehingga tidak

termasuk

memberi

juga

anggota

keluarga

dekat.9,22

kesempatan

kepada

Mycobacterium tuberculosis untuk

Hubungan

kebiasaan

tidak

dapat bertahan hidup di dalam ruang

menutup mulut saat batuk dengan

tersebut karena sifatnya yang mampu

kejadian TB paru
Hasil
analisis

bertahan hidup di dalam ruangan


bivariat

menunjukkan bahwa kebiasaan tidak


meuntup mulut saat batuk tidak

yang gelap dan lembab.


Hubungan kebiasaan membuang
dahak dengan kejadian TB paru

berhubungan dengan kejadian TB


paru di dataran rendah dan di dataran
tinggi. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Rikha dan Dawi
menunjukkan tidak ada hubungan
kebiasaan tidak menutup mulut saat
batuk dengan kejadian TB paru.
Kebiasaan

tidak

5,23

pada

dataran

menutup

tinggi

paru karena responden pada saat


dapat

Mycobacterium

mengeluarkan

tuberculosis

ke

udara dalam bentuk droplet nuclei


atau percikan dahak yang sangat
kecil namun dengan cepat mati pada
paparan sinar matahari langsung
karena

sesuai

hasil

observasi

kebanyakan rumah responden sudah


membuka

jendela

memudahkan

rumah

adanya

bivariat

bahwa

kebiasaan

menunjukkan

mmbuang dahak tidak berhubungan


dengan kejadian TB paru di dataran
rendah dan di dataran tinggi. Hasil
penelitian

ini

sesuai

dengan

antara kebiasaan membuang dahak


terhadap kejadian TB paru.22

tidak

berhubungan dengan kejadian TB


batuk/bersin

analisis

penelitian Dawi tidak ada hubungan

mulut saat batuk pada dataran rendah


dan

Hasil

yang

pertukaran

Kebiasaan membuang dahak


sembarangan pada dataran rendah
dan

pada

dataran

tinggi

tidak

berhubungan dengan kejadian TB


paru karena kebiasaan membuang
dahak yang dilakukan responden
sebelum mengetahui dirinya sakit
biasanya membuang dimana saja.
Proporsi

Kasus

ataupun

kontrol

hampir tidak memiliki perbedaan


kebiasaan

dalam

membuang

dahaknya, sedangkan pada kelompok


kasus setelah mengetahui kondisi

dirinya

sakit

kebiasaan

berubah

terjadinya

TB

dalam membuang dahak yaitu pada

kebiasaan

merokok

juga

akan

tempat yang telah disediakan.

merusak

pertahanan

paru

yang

Hubungan

disebut Muccocilliary Clearance

kebiasaan

merokok

dengan kejadian TB paru


Hasil

Paru

dikarenakan

dimana bulubulu getar dan bahan

analisis

bivariat

lain di paru tidak mudah membuang

bahwa

kebiasaan

infeksi yang sudah masuk dan akan

dengan

merusak makrofag yang merupakan

kejadian TB paru di dataran rendah

sel yang dapat memakan bakteri

dan

pengganggu.11

menunjukkan
merokok
di

berhubungan
dataran

penelitian

ini

penelitian

yang

tinggi.

Hasil

sesuai

dengan

dilakukan

oleh

Rusnoto dimana kebiasaan merokok


menunjukan hubungan bermakna.22
Berdasarkan hasil penelitian
kebiasaan

merokok

SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
1. Karakteristik

responden

di

dataran rendah di wilayah kerja


Puskesmas

Oka

yang

berhubungan

berhubungan terhadap kejadian

dengan kejadian TB paru baik di

TB paru adalah status gizi.

dataran rendah dan di dataran tinggi

Sedangkan pada dataran tinggi

karena proporsi dari responden laki

di wilayah kerja Puskesmas

laki lebih banyak dari reponden

Boru

perempuan selain itu juga dari hasil

terhadap

penelitian ratarata responden yang

adalah tingkat pendidikan dan

merokok termasuk ke dalam kriteria


perokok sedangberat dimana zat
kimia
didalam

berbahaya
rokok

yang

terdapat

memiliki

efek

proinflamasi dan imunosupresif pada


sistem imun saluran pernapasan,
sehingga dapat meningkatkan risiko
infeksi
tuberculosis.10

Mycobacterium
Tingginya

risiko

yang

berhubungan

kejadian

pekerjaan.
2. Ada
hubungan

TB

paru

kebiasaan

merokok terhadap kejadian TB


paru

di

dataran

rendah

di

wilayah kerja Puskesmas Oka


dan dataran tinggi di wilayah
kerja

Puskesmas

Boru,

Kabupaten Flores Timur.


3. Ada
hubungan
antara
kelembaban

rumah

dan

intensitas pencahayaan rumah

terhadap penderita, perilaku hidup

terhadap kejadian TB paru di

bersih serta pengaruh merokok

dataran rendah di wilayah kerja


Puskesmas Oka dan tidak ada
hubungan

antara

rumah

kelembaban

dan

pencahayaan

intensitas

rumah

terhadap

kejadian TB paru di dataran


tinggi

di

Puskesmas

wilayah
Boru,

kerja

Kabupaten

dan TB paru.
2. Meningkatkan

tentang penyakit TB paru dan cara


pencegahannya
memperhatikan

dan
aspek

sanitasi

rumah sehat pada segi kepadatan


penghuni

rumah,

kelembaban

rumah, luas ventilasi rumah, dan


intensitas

Flores Timur.
4. Tidak ada hubungan

pengetahuan

pencahayaan,

aspek

antara

perilaku higiene individu pada

kebiasaan tidak menutup mulut

segi kebiasaan menutup mulut

saat batuk, kebiasaan membuang

saat batuk/bersin dan kebiasaan

dahak, adanya kontak serumah,

membuang dahak dan mengurangi

kepadatan penghuni rumah, jenis

risiko penularan dengan hidup

lantai

bersih

rumah,

luas

ventilasi

dan

sehat,

membuka

rumah, dan suhu rumah terhadap

jendela supaya sirkulasi udara

kejadian TB paru di dataran

berjalan dengan baik dan sinar

rendah

kerja

matahari dapat masuk kedalam

Puskesmas Oka dan dataran

rumah, kebiasaan menutup mulut

tinggi

saat

di
di

Puskesmas

wilayah
wilayah
Boru,

kerja

Kabupaten

Flores Timur.

makanan

yang

bergizi.

1. Meningkatkan
konseling

membuang

dahak tidak sembarangan dan


mengkonsumsi

SARAN
penyuluhan

batuk/bersin,

program
kesehatan

untuk

dan

meningkatkan

pengetahuan penyakit TB paru


tentang tanda dan gejala, cara
penularan, dan cara pencegahan

Ucapan Terima Kasih


1. Pemerintah
Tenggara

Provinsi
Timur

yang

Nusa
telah

memberikan beasiswa.
2. Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Flores Timur serta Puskesmas
Oka dan Boru.

3. Seluruh

Dosen

Kedokteran

di

Fakultas

Universitas

Cendana.
4. Semua responden

dan

dari:
http://ejournals1.undip.ac.id/inde
x.php/jkm. Diakses: 13 Februari
2014

Nusa
semua

orang yang membantu dalam

6.

Sukana
HSPMB.
Aspek
Pengetahuan Sikap Dan Perilaku
Masyarakat Kaitannya Dengan
Penyakit TB Paru. 2011;21:39
46.

7.

Jelalu T. Faktor-Faktor Risiko


Kejadian Tubekulosis Paru Pada
Orang Dewasa di Kabupaten
Kupang. [Yogyakarta]: UGM;
2008.

8.

Bachtiar I, Ibrahim E. Hubungan


Perilaku
dan
Kondisi
Lingkungan
Fisik
Rumah
dengan Kejadian TB Paru di
Kota Bima Provinsi NTB. 2012;

9.

Departemen Kesehatan RI.


Pedoman
Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
2nd ed. 2008.

penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.

WHO. Global Tuberculosis


Report 2012. Tersedia dari:
www. who.int/- tuberkulosis.
Diakses: 19 November 2014

2.

Fatimah S. Faktor Kesehatan


Lingkungan
Rumah
Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
TB Paru Di Kabupaten Cilacap
(Kecamatan Sidareja, Cipari,
Kedungreja,
Patimuan,
Gandrungmangu,
Bantarsari)
Tahun
2008.
Universitas
Diponegoro Semarang. 2008.

3.

Departemen Kesehatan NTT.


Profil Kesehatan NTT. 2011.

4.

Dinas Kesehatan Kabupaten


Flores. Laporan program P2 TB
paru. Larantuka; 2013.

5.

Pertiwi Rikha Nurul, M.Arie


Wuryanto DS. Hubungan Antara
Karakteristik Individu, Praktik
Hygiene
Dan
Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian
Tuberculosis Di Kecamatan
Semarang Utara Tahun 2011.
2012;1(2):435 445. Tersedia

10. Sayuti J. Asap Sebagai Salah


Satu Faktor Risiko Kejadian TB
Paru
BTA Positif.
Nusa
Tenggara Barat; 2013 hal. 13
23.
11. Simbolon D. Faktor Risiko
Tuberculosis Paru di Kabupaten
Rejang
Lebong.
Jurnal
Keseshatan
Masyarakat
Nasional. 2007;2(3):1129.

12. Notoatmodjo S. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta; 2012.

Puskesmas Kecamatan Nguter


Kabupaten Sukoharjo. 2012;0
18.

13. Fahreza EU, Waluyo H,


Novitasari A. Hubungan antara
Kualitas Fisik Rumah dan
Kejadian Tuberkulosis Paru
dengan Basil Tahan Asam positif
di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Semarang. Jurnal
Kedokteran
Muhammadiyah.
2012;1(2):913.

18. Notoatmojo Soekidjo. Ilmu


Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan
Seni. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.

14. Fitriani E. Faktor Risiko Yang


Berhubungan Dengan Kejadian
Tuberkulosis
Paru.
Unnes
Journal of Public Health.
2013;1(2):25.
15. Sianturi R. Analisis Faktor Yang
Berhubungan
Dengan
Kekambuhan TB Paru (Studi
Kasus di BKPM Semarang
Tahun 2013). Unnes Journal of
Public Health. 2014;3(1):110.
16. Wahyuni DS. Hubungan Kondisi
Fisik Rumah dan Karakteristik
Individu
dengan
Kejadian
Tuberkulosis Paru BTA Positif
di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan. Berkala
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat
Indonesia.
2012;1(1):18.
17. Rikyandini V. Faktor-Faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kejadian Tuberkulosis pada Usia
Kerja
di
Wilayah
Kerja

19. Kusyogo C, Ayu R, Kurniasari


S, Cahyo K. Faktor Risiko
Kejadian Tuberkulosis Paru di
Kecamatan
Baturetno
Kabupaten Wonogiri. Media
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia. 2012;11(2):198204.
20. Antoro SD, Setiani O, D YH.
Hubungan Faktor Lingkungan
Fisik Rumah dan Respons
Terhadap Praktik Pengobatan
Strategi DOTS Dengan Penyakit
Tb Paru di Kecamatan Tirto
Kabupaten
Pekalongan.
2012;11(1):6875.
21. Fauziah
SR.
Hubungan
Lingkungan
Fisik
Dengan
Kejadian Tuberkulosis (TB)
Paru Di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas
Cigeureung
Kecamatan
Cipedes
Kota
Tasikmalaya. 2014;(11):1999
2013.
22. Rusnoto, Rahmatullah P, Ari
udiono. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadia
Tb Paru Pada Usia Dewasa.
2004;110.

23. Adawiyah
D.
Hubungan
Perilaku
Higiene
Individu
Terhadap Kejadian Tuberkulosis
Paru (Studi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cigeureung Kota


Tasikmalaya 2014). 2014;

Anda mungkin juga menyukai