Anda di halaman 1dari 4

JURNAL PERHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT NON SISTEMIK

PENGARUH PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR)


TERHADAP INFEKSI PEANUT STRIPE VIRUS (PStV), PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. )
VARIETAS GAJAH
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah salah satu komoditi pangan di Indonesia
yang bernilai ekonomi tinggi Salah satu penyakit penting pada tanaman kacang tanah adalah
Peanut Stripe Virus (PStV). Penyakit ini tersebar di seluruh areal pertanaman kacang tanah di
Indonesia. Teknologi pengendalian yang aman untuk mengendalikan virus adalah
pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Penelitian dilaksanakan di
screenhouse Desa Jatikerto Kec. Kromengan Kab. Malang dan Laboratorium Penyakit,
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan FP UB. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan.
Perlakuan penelitian yaitu (1) kacang tanah yang tidak diaplikasikan PGPR (kontrol),
pemberian PGPR isolat tunggal meliputi (2) B. subtilis, (3) P. fluorescens, dan (4)
Azotobacter sp., sedangkan PGPR kombinasi meliputi (5) B. subtilis dan P. fluorescens, (6)
B. subtilis dan Azotobacter sp.,(7) P. fluorescens dan Azotobacter sp., dan (8) B. subtilis, P.
fluorescens, dan Azotobacter sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi B. subtilis
dan P. fluorescens dapat memperpanjang masa inkubasi dan menurunkan intensitas PStV
tanaman kacang tanah. Azotobacter sp. dan semua kombinasi PGPR dapat meningkatkan
tinggi tanaman kacang tanah. PGPR isolat tunggal B. subtilis dan kombinasi P. fluorescens
dan Azotobacter sp., serta kombinasi B. subtilis, P. fluorescens, dan Azotobacter sp. dapat
meningkatkan jumlah polong dan bobot basah polong kacang tanah, tetapi hanya aplikasi B.
subtilis yang dapat meningkatkan bobot kering polong kacang tanah.
Variabel Pengamatan meliputi masa inkubasi, intensitas penyakit menggunakan metode
skoring,
(n x v) x 100
I=
NXZ
I : Intensitas serangan
N :jumlah daun dalam tiap
kategori serangan
V : nilai skala tiap kategori serangan
N : banyaknya daun yang diamati
Z : nilai skala dari kategori serangantertinggi
untuk Skor Kategori Serangan (0) Tanaman tidak menunjukkan gejala virus (sehat) (1)
Tanaman menunjukkan gejala mosaik sangat ringan, atau tidak ada penyebaran sistemik (2)
Tanaman menunjukkan gejala mosaik sedang (3) Tanaman menunjukkan gejala mosaik atau
belang berat tanpa penciutan atau kelainan bentuk daun (4) Gejala mosaik atau belang berat
dengan penciutan atau kelainan bentuk daun (5) Gejala mosaik atau belang sangat berat
dengan penciutan atau kelainan bentuk daun yang parah, kerdil, atau mati. Variabel
pengamatn selanjutnya yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, produksi tanaman.
Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap masa inkubasi serangan PStV pada tanaman
kacang tanah menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan pemberian PGPR.
Perlakuan kombinasi bakteri B. subtilis dan P. fluorescens yang berbeda nyata dengan
perlakuan kontrol tanpa PGPR. Pada perlakuan tanpa PGPR (kontrol) didapatkan hasil rerata
masa inkubasi adalah 21,67 hsi. Masa inkubasi PStV.Pada perlakuan kombinasi bakteri B.
subtilis dan P. fluorescens adalah 30,33 hsi, artinya pemberian kedua bakteri tersebut mampu

memperpanjang masa inkubasi PStV pada tanaman kacang tanah. Pengaruh PGPR terhadap
Intensitas Serangan PStV pada Tanaman Kacang Tanah Berdasarkan hasil analisis ragam
terhadap serangan PStV pada tanaman kacang tanah menunjukkan berbeda nyata. Perlakuan
kombinasi bakteri B.subtilis dan P.fluorescens dapat menurunkan intensitas serangan PStV
pada tanaman kacang tanah yaitu 3,24 %. pemberian PGPR mampu meningkatkan
pertumbuhan tanmana, sedangkan PGPR tidak mampu meningkatkan jumlah daun pada
tanaman kacang tanah. Dengan demikian maka perlakuan PGPR dan perlakuan kontrol tanpa
PGPR menghasilkan jumlah daun yang tidak berbedaIsolat tunggal bakteri B. subtilis,
kombinasi bakteri P. fluorescens dan Azotobacter sp. serta kombinasi B.subtilis, P.
fluorescens dan Azotobacter dapat meningkatkan jumlah polong dan bobot basah polong
kacang tanah. Isolat tunggal bakteri B. subtilis dapat meningkatkan bobot kering polong
kacang tanah..Dilihat dari jumlah biji pertanaman menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
juga antara perlakuan kontrol dengan perlakuan PGPR.

JURNAL PERHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT SISTEMIK

Kajian
Ketahanan
Terhadap
Penyakit
Busuk
(Phytophthora Infestans) pada Beberapa Galur Tomat

Daun

Buah tomat menjadi salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan
masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas
buahnya. Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah
pengendalian OPT, terutama penyakit busuk daun (Phytophthora infestans). Penyakit busuk
daun dapat menyebabkan penurunan produksi pada lahan hingga gagal panen apabila tidak
ditangani dengan tepat. Penyakit busuk daun dapat berkembang dengan cepat pada kondisi
yang ideal dan menyebabkan kematian tanaman tomat pada lahan dalam waktu dua minggu.
Bahan yang digunakan adalah bibit 16 Galur tomat, yaitu AVTO1002, AVTO 1005,
AVTO1009, AVTO 1010, AVTO 1077, AVTO 11473, AVTO 1122, AVTO 1130, AVTO 1133,
AVTO 1139, AVTO 1141, AVTO 1143, AVTO 0922, AVTO 0301, AVTO 9802, CLN 4046.
Sebagai pembanding adalah varietas RATNA, INTAN, NIKI, dan KARINA. Bibit galur
tomat yang digunakan merupakan kerjasama Universitas udayana dengan ASEAN Vegetable
Research Development Centre (AVRDC) dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)
Bandung. Bahan lain adalah pupuk kandang, pupuk NPK, dan pestisida. Penelitian dilakukan
dengan rancangan acak Kelompok (RAK). Masing-masing jenis tomat dibuat tiga ulangan
dengan pengacakan bebas dalam tiap ulangan. Jarak tanam 60cm x 40 cm dalam dua baris
tiap bedengan 1m x 4,8 m. jarak antar bedengan dalam ulangan 0,5 m dan jarak antar ulangan
adalah 1m. Pembibitan dilakukan dalam tray plastik. Setelah ditanam, bibit ditutup dengan
sungkup jaring halus untuk melindungi bibit gangguan hama, terutama seranggaserangga
yang menjadi vektor penyakit tanaman tomat. Bibit ditanam setelah berumur 4 minggu.
Penyulaman dan penjarangan bibit dilakukan satu minggu setelah penanaman. Pengamatan
dilakukan terhadap insiden dan keparahan penyakit busuk daun pada masing-masing galur
dan varietas. Insidensi penyakit atau kejadian penyakit merupakan persentase jumlah
tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N) tanpa melihat tingkat
keparahan penyakitnya (Rizkyarti, 2010).
Rumus :
insidensi penyakit =
I=

n
x 100
N

Keparahan penyakit merupakan proporsi luas permukaan inang yang terinfeksi terhadap
total luas permukaan inang yang diamati. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan insitu
secara visual. Rumus :
Keparahan penyakit =
(n x v) x 100
I=
NXV
Dari hasil penelitian ini didapatkan Insiden penyakit busuk daun pada perlakuan A
berbeda idak nyata. Insiden penyakit mencapai 100% pada semua galur dan varietas. Insiden
penyakit tertinggipada perlakuan B adalah 100% pada galur AVTO 0301, AVTO 1077, AVTO
9802 belum terdapat galur tomat yang tahan terhadap penyakit busuk daun. Dilihat sari
keparahan penyakit pada perlakuan A, galur CLN 4046 dan AVTO 1122 memiliki keparahan
penyakit yang lebih rendah daripada varietas-varietas tomat yang digunakan sebagai
pembanding. Semua varietas yang digunakan menunjukkan insiden dan keparahan penyakit

tinggi, sehingga beberapa galur tomat berpotensi memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap penyakit busuk daun. Hal ini disebabkan karena memang belum tersedia varietas
tahan penyakit busuk daun. Galur yang memiliki ketahanan paling buruk terhadap penyakit
busuk daun pada perlakuan dengan atau tanpa pestisida adalah galur AVTO 0301 dengan
insiden mencapai 100% dan keparahan penyakit tertinggi. Galur AVTO 9802 juga mengalami
insiden dan keparahan penyakit busuk daun yang lebih tinggi dari varietas dan galur lain.
Galur AVTO 1130, AVTO 1143, dan AVTO 0922 mengalami keparahan penyakit yang lebih
rendah dari empat varietas yang digunakan sebagai pembanding.

Anda mungkin juga menyukai