BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach.Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabangcabang dari pembuluh darah yang cukup besar, antara lain dari arteri spheenopalatina.1,2
Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anakanak maupun usia lanjut. Epistaksis sering kali merupakan gejala atau manifestasi penyakit
lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis,
tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat
berakibat fatal bila tidak segera ditangani.3
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% warga dunia selama hidupnya dan 6% dari
mereka mencari penanganan medis. Prevalensi epistaksis meningkat pada anak-anak usia
dibawah 10 tahun dan meningkat kembali diusia 35 tahun keatas. Epistaksis terjadi dalam
sekitar 15% anak, namun kurang dari 1% yang memerlukan terapi oleh spesialis.3,4,5
Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai
pada musim dingin dan kering. Di Amerika serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari
7 penduduk.Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan. Epistaksis
bagian anterior sangan umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis
posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau aterosklerosis.7
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu mengehentikan pendarahan,
mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.7
EPISTAKSIS
Page 1
EPISTAKSIS
Page 2
Page 3
Page 5
ditandai
dengan
mucus
yang
bernoda
darah.Hemangioma,
Page 6
Page 7
menyebabkan iritasi mukosa.Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat
musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasi mukosa nasal, selain itu
disebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan
kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.
2. Sistemik
a. Kelainan Darah
Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan
epistaksis
adalah
Page 8
Page 9
Page 10
Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan.Penting mendapatkan riwayat trauma
terperinsi.Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alcohol terperinci harus
dicari.Adanya mengkonsumsi aspirin, aspirin merupakan penghambat fungsi
EPISTAKSIS
Page 11
diagnosis
hipertensi,
karena
hipertensi
dapat
Page 12
Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama penanganan epistaksis :7
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencegah berulangnya epistaksis
Pada umumnya epistaksis dapat dihentikan dengan:
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali
bila penderita sangat lemah atau dalam keadaan syok.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakan kemudian cuping ditekan kearah
septum selama beberapa menit (metode trotter).
Page 13
EPISTAKSIS
Page 14
7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi
dengan pemasangan tampon posterior.
Ligasi arteri karotis eksterna : bila perdarahan berasal dari suatu cabang
systemaarteri karotis eksterna seperti arteri sfenopalatina, terutama karena
ia merupakan daerah lateral yang sulit untuk ditekan secara efektif. Ligasi
dilakukan dengan suatu ikatan memakai benang sutera diatas percabangan
arteri lingualis.
Ligasi arteri maksilaris interna : umumnya dilakukan oleh mereka yang
ahli dalam teknik bedah dan anatomosis sehingga dapat mencapai fossa
pterigomaksilaris.
Ligasi arteri etmoidalis anterior : perdarahan dari cabang-cabang terminus
arteri oftalmika terkadang memerlukan ligasi arteri etmoidalis anterior.
3,4,7,8,9,10
2.2.6
Komplikasi
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis karena ostium sinus
tersumbat, air mata yang berdarah karena darah mengalir secara retrograde melalu duktus
nasolakrimalis. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, secara
laserasi palatum molle dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu
kencang ditarik.3,4,7,8
Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah
yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufusiensi koroner dan infark
miokard dan akhirnya kematian.3,4,7,8
2.2.7
Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara
lain : 7,8,10,11
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli,
pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes
EPISTAKSIS
Page 15
menyebabkan iritasi.
Prognosis
90% kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan
atau tanpa arteriosklerosis biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya
buruk.3,7,11
EPISTAKSIS
Page 16
EPISTAKSIS
Page 17
2015
juni
14]
Available
from
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
6. Cody D.Thane, Kern E, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan. Jakart:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1990
7. Munir D, Haryono Y, Rambe YM.Epistaksis. September 2006. Available From :
http://respiratoryusu.co.id
8. Ballenger JJ. Penyakit THT dan kepala leher. Ed.13. jlid II. FKUI. Jakarta. 2002, H:
297-303
9. Mansjoer A, Triytanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2001.
10. Soejipto D, Rifki N. Epistaksis. In: Penatalaksanaan penyakit dan kelainan telinga
hidung-tenggorok. Soepardi EA, Hadjat F, Iskandar N. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003
11. Budiman BJ, AL.Hafiz. Epistaksis dan hipertensi. 4 agustus 2010. Available From :
http://www.fkandalas.ac.id
12. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose and Throat. 4th ed. India: Elsevier. 2007;131.
13. RS Dhillon, East CA. Ear Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 2 nd ed.
London: Churchill Livingstone, 1999;32.
EPISTAKSIS
Page 18
Bansal, Mohan. Diseases Of Ear, Nose and Throat. Jaypee Brothers Medical
EPISTAKSIS
Page 19