Anda di halaman 1dari 19

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach.Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabangcabang dari pembuluh darah yang cukup besar, antara lain dari arteri spheenopalatina.1,2
Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anakanak maupun usia lanjut. Epistaksis sering kali merupakan gejala atau manifestasi penyakit
lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis,
tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat
berakibat fatal bila tidak segera ditangani.3
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% warga dunia selama hidupnya dan 6% dari
mereka mencari penanganan medis. Prevalensi epistaksis meningkat pada anak-anak usia
dibawah 10 tahun dan meningkat kembali diusia 35 tahun keatas. Epistaksis terjadi dalam
sekitar 15% anak, namun kurang dari 1% yang memerlukan terapi oleh spesialis.3,4,5
Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai
pada musim dingin dan kering. Di Amerika serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari
7 penduduk.Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan perempuan. Epistaksis
bagian anterior sangan umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis
posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau aterosklerosis.7
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu mengehentikan pendarahan,
mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.7

EPISTAKSIS

Page 1

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
2.1.1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu pangkal
bidung (bridge), batang hidung (dorsum), puncak hidung (tip), ala basi, kolumela dan lubang
hidung (nares anterior).2

Gambar 1. Anatomi Hidung Luar


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung.Kerangka tulang terdiri dari os.nasal, processus frontalis, os.maxilla,
pocessus nasalis, os.frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah tulang, yaitu kartilago nasalis lateralis
superior, kartilago nasalis inferior dan kartilagi septum.2
Ronga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (choana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring.2
Kedua kavum nasi merupakan bagian atas dari traktus respirasi dan mempunyai
reseptor olfaktorius dan tertahan terbuka karena struktur tulang dan tulang rawan. Bagian
dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior,
dusebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut panjang disebut vibrise.2

EPISTAKSIS

Page 2

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan

Gambar 2. Anatomi Tulang dan Tulang Rawan Hidung


Rongga hidung atau nasi terbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan
oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau
lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (choana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.2
Kedua kavum nasi merupakan bagian paling atas dari traktur respirasi dan
mempunyai reseptor olfaktorius dan tertahan terbuka karena struktur tulang dan tulang
rawan.Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang
nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang disebut vibrise.2

Gambar 3. Anatomi Hidung Dalam


Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os.ethoid, vomer, Krista nasalis
os.maxilla dan Krista nasalis os.palatina.Bagian tulang rawan adalah kartilago septum
(lamina kuadrangularis) dan kolumela.Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian
tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh
mukosa hidung, Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih
EPISTAKSIS

Page 3

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema yang
biasanya rudimenter.2
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pda os.maxilla dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus, yaitu inferior, medius dan
superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding
lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis . Pada
meatus medius terdapat muara sinus frontal , sinus maxilla dan sinuss ethmoid anterior.
Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid.2
2.1.2 Fisiologi Hidung
Fungsi Hidung Adalah :2,3,10
1. Fungsi Respirasi
Untuk jalur tempat lewatnya udara, mengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran dan mekanisme
imunologik local.
2. Fungsi Penghidu
Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum.
3. Fungsi Fonetik
Untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan pembentukan kata-kata.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi suara berkurang atau hilang,
sehingga terderngar suara sengau.
4. Refleks Nasal
Berupa reflex bersin, reflex yang merangsang sekresi kelenjar liur dan kelenjar
saluran pencernaan
2.1.3 Perdarahan Hidung
Perdarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama : a. Etmoidalis
anterior, a.Etmoidalis posterior cabang dari a.Oftalmika menyuplai sinus frontalis dan
etmoidalis serta atao hidung. A. Sfenopalatina cabang terminal a. Maksilaris interna, yang
berasal dari a. Karotis eksterna menuplai konka, meatus dan septum. Sedangkan sinus
maksilaris diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis
serta alveolaris dari arteri maksilaris interna dan cabang faringealis dari arteri maksilaris
interna disebarkan ke dalam sinus sfenoidalis.2,3
Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membrane
mukosa. Pleksus ini terlihat nyata diatas konka media dan inferior, serta bagian bawah
EPISTAKSIS
Page 4

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


septum dimana ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalu vena
oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina.2,3

Gambar 4. Perdarahan Hidung


2.1.4. Persarafan Hidung
Yang terlibat langsung adalah saraf cranial pertama untuk penghiduan, divisi
oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminus untuk impuls aferen sensorik lainnya, saraf
fasialis untuk gerakan otot-otot pernapasan pada hidung luar dan system saraf otonom. Yang
terakhir ini terutama melalui ganglion sfenopalatina, guna mengontrol diameter vena dan
arteri hidung, dan juga produksi mucus dengan demikian dapat mengubah pengaturan
hantaran, suhu dan kelembaban aliran udara.3

Gambar 5. Persarafan Hidung


2.2 Epistaksis
2.2.1 Definisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau
nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana
hamper 90% dapat berhenti sendiri.7
2.2.2 Etiologi
EPISTAKSIS

Page 5

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa
hidung.Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach
(area little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang
persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistkasis
dapat ditimbulkan oleh sebab sebab local dan umum atau kelainan sistemik.5,8,9,10
1. Lokal
a. Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, misalnya mengorek hidung,
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat
trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas.Trauma
karena sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan di
mukosa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis juga bias terjadi akibat adanya
benda asing tajam atau trauma pembedahan.5,7
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam.Perdarahan
dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila
konka itu sedang mengalami pembengkakan. Bagian anterior septum nasi, bila
mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang
cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha
melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital.Pengeluaran krusta berulang
menyebabkan erosi membrane mukosa septum dan kemudian perdarahan.5,7,8
Benda asing yang berada di hidung dapat menyebabkan trauma local, misalnya
pada pipa nasogastrik dan pipa nasotrakea yang menyebabkan trauma pada mukosa
hidung.Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan epistaksis.Jika perdarahan
disebabkan karena laserasi minimal dari mukosa, biasanya perdarahan yang terjadi
sedikit tetapi trauma wajah yang berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,
seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis. Infeksi akan
menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan di hidung.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang

ditandai

dengan

mucus

yang

bernoda

darah.Hemangioma,

angiofibrima dapat menyebabkan epistaksis berat.Karena pada tumor terjadi


pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan pembuluh darah yang baru
(neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.
EPISTAKSIS

Page 6

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan

Gambar 6. Epistaksis Pada Pasien Neoplasma


d. Kelainan Kongenital
Kelainan congenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis herediter (hereditary hemorrhagic telangiectasi/ Osleds disease).Juga
sering terjadi pada Von Willendbrand disease.Telangiectasis hemorrhagic hereditary
adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi pelebaran kapiler yang bersifat
rapuh sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.
Jika ada cedera jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan
menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah.
Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong.Atau dapat rusak di
bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam.

Gambar 7. Oslers Disease


e. Deviasi Septum
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum
nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.Selain itu dapat menyebabkan
EPISTAKSIS

Page 7

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


turbulensi udara yang dapat menyebabkan terbentuknya krusta. Pembuluh darah
mengalami rupture bahkan oleh trauma yang sangat ringan seperti menggosok-gosok
hidung.
f. Pengaruh Lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya

sangat kering.Kelembapan udara yang rendah dapat

menyebabkan iritasi mukosa.Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat
musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasi mukosa nasal, selain itu
disebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan
kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.
2. Sistemik
a. Kelainan Darah
Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan

epistaksis

adalah

trombositopenia, hemophilia dan leukemia.Trombosit adalah fragmen sitoplasma


mengakarosit yang tidak berinti dan dibentuk di sumsum tulang.Trombosit berfungsi
untuk pembekuan darah bila terjadi trauma. Trombosit pada pembuluh darah yang
rusak akan melepaskan serotonin dan tromboksan A (prostaglandin), hal ini
menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkonstriksi. Pada awalnya akan
mengurangi darah yang hilang, kemudian trombosit membengkak, menjadi lengket,
dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak dan
membentuk plug trombosit.
Trombosit juga akan melepas ADP untuk mengaktifasi trombosit lain, sehingga
mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuaat plug. Trombositopenia adalah
keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari 150.000/ul. Trombositopenia akan
memperlama waktu koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam
pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga dapat terjadi epistaksis pada keadaan
trompositopenia.
Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara
X-Linked resesif.Gangguan terjadi pada jalur intrinsic mekanisme hemostasis
herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari factor pembekuan VIII (hemophilia
A) atau IX (hemophilia B).Darah pada penderita hemophilia tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat klambat.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya epistkasis.
Leukimia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang
diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).Sumsum tulang dalam tubuh manusia
memproduksi tiga tipe sel darah, diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya
tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam
EPISTAKSIS

Page 8

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


tubuh) dan trombosit (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan
darah). Pada leukemia terjadi peningkatan pembentukan sel leukosit sehingga
menyebabkan penekanan atau gangguan pembentukan sel-sel darah yang lain di
sumsum tulang termasuk trombosit, sehingga terjadi keadaan trombositopenia yang
menyebabkan perdarahan mudah terjadi.
Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenibutazon dapat pula
mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu
dengan dengan menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan
mengikat molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding
pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan proses pembekuan darah
menjadi lebih lama sehingga dapat terjadi perdarahan. Oleh karena itu, aspirin dapat
menyebabkan epistasis.
b. Penyakit Kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, sirosis
hepatis, diabetes mellitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis akibat hipertensi
biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
o Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih daru 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG.Epistaksis sering terjadi pada
tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang disebabkan oleh
penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terusmenerus yang mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.
o Arteriosklerosis
Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan
tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bias mengompensasi dengan
vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah.
c. Sirosis Hepatis
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang barkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, factor V,VI,VII,IX,X
dan vitamin K. Pada sirosis hepatis, fungsi sistesis protein-protein dan vitamin yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadi perdarahan
yang dapat menyebabkan epistaksis pada penderita sirosis hepatis.
d. Diabetes Melitus
Terjadi peningkatan gula darah yang menyebabkan kerusakan mikroangiopati dan
makroangiopati.Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sek endothelial
pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah
lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan basal
EPISTAKSIS

Page 9

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


membrane semakin menebal dan lemah.Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal
tapi lemah sehingga mudah terjadi perdarahan.Sehingga epistaksis dapat terjadi pada
pasien diabetes mellitus.
e. Infeksi Akut (Demam Berdarah)
Sebagai tanggapab terahadap infeksi virus dengue, kompleks antige-antibodi
selain mengaktivasi system komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasu system koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.Kedua
factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine diphospat_, sehingga trombosit melekat
satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(reticuloendothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravascular deseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan factor
pembekuan. Oleh karena itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam berdarah.
f. Gangguan Hormonal
Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan prrogesteron yang tinggu di
pembuluh darah yang menuju ke semua membrane mukosa di tubuh termasuk di
hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadi
epistaksis.
2.2.3 Patofisiologi
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar
ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan
posterior.3,4,5,6,7,9
1. Epistaksis Anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kiesselbach (little area) di
septum bagian depan, sebagian besar arteri yang memperdaragu septum
beranastomosis di area ini dan merupakan sumber perdarahan yang paling sering
dijumpai pada anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri etmoid anterior, sebagian
besar epistaksis (95%) terjadi di little area, bagian septum nasi anterior inferior
merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan
mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah
tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal ndilakukan seperti menggosokgosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma
ringan pada pembuluh darah sehinggu terjadi rupture dan perdarahan. Hal ini
terutama terjadi pada membrane mukosa yang sudah telebih dahulu mengalami
EPISTAKSIS

Page 10

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


inflamasi akibat dari infeksi saluran pernapasan atas, alergi atau sinusitis.
Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan), dapat dicoba dihentikan dengan
menekan hidung dari luar selama 10 15 menit.3,4,5,6,7,9

Gambar 8. Epistaksis Anterior


2. Epistaksis Posterior
Berasal dari arteri splenopalatina dan arteri ethmoid posterior.Perdarahan cenderung
lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia,
hipovolemia dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler.3,4

Gambar 9. Epistaksis Posterior


2.2.4

Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan.Penting mendapatkan riwayat trauma
terperinsi.Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alcohol terperinci harus
dicari.Adanya mengkonsumsi aspirin, aspirin merupakan penghambat fungsi
EPISTAKSIS
Page 11

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


trombosit dan dapat menytebabkan pemanjangan atau perdarahan. Alkohol
merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi
pembekuan secara bermakna.4,9,10
2. Pemeriksaan Fisik
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, speculum
hidung dan alat penghisap dan pinset bayonet, kapas dan kain kasa.
Dengan speculum hidung dibuka dan dengan alat penghisap dibersihkan
semua kotoran dalam hidung baik cairan, secret maupun darah yang sudah
membeku.Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk
mencari tempat dan factor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung
dibersihkan dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anastesi local yaitu
larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin
1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat
vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti. Sesudah 10
sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pemeriksaan yanag diperlukan berupa :
Rinoskopi anterior : pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur
dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi,
dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.

Gambar 10. Rinoskopi Anterior


Rinoskopi posterior : pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior
penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan secret hidung kronik

untuk menyingkirkan neoplasma.


Pengukuran tekanan darah : tekanan darah perlu diukur untuk
menyingkirkan

diagnosis

hipertensi,

karena

hipertensi

dapat

menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.


3. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau
infeksi.
EPISTAKSIS

Page 12

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan
penyakit lainnya.

Gambar 11. Tampilan endoskopi epistaksis posterior


Skrining terhadap koagulopati
Tes tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu
tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.3,4,5,7,9
2.2.5

Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama penanganan epistaksis :7
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencegah berulangnya epistaksis
Pada umumnya epistaksis dapat dihentikan dengan:
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali
bila penderita sangat lemah atau dalam keadaan syok.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakan kemudian cuping ditekan kearah
septum selama beberapa menit (metode trotter).

Gambar 12. Metode Trotter


3. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas
dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20-30% asam trikloroasetat 10%
atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topical terlebih
dahulu.
EPISTAKSIS

Page 13

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


4. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kassa yang diberi vaselin
yang dicampur betadin atau zalf antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kassa segitiga sehingga menyerupai pita dengan lebar ukuran lebih
cm diletakkan beerlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung.
Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat
dipertahankan selama 1 2 hari.

Gambar 13. Tampon Anterior


5. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon
bellocq. Tampon ini dibuat dari kassa dengan ukuran 3x2x2 cm dan mempunyai 3
buah benang, 2 buah pada sisi dan sebuah lagi pada sisi lainnya, tampon harus
tepat menutup koana (nares posterior).

Gambar 14. Tampon Posterior


6. Sebagai pengganti tampon bellocq dapat dipakai kateter foley dengan balon.
Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

EPISTAKSIS

Page 14

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan

Gambar 15. Tampon Bellocque

Gambar 16. Kateter Foley

7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi
dengan pemasangan tampon posterior.
Ligasi arteri karotis eksterna : bila perdarahan berasal dari suatu cabang
systemaarteri karotis eksterna seperti arteri sfenopalatina, terutama karena
ia merupakan daerah lateral yang sulit untuk ditekan secara efektif. Ligasi
dilakukan dengan suatu ikatan memakai benang sutera diatas percabangan

arteri lingualis.
Ligasi arteri maksilaris interna : umumnya dilakukan oleh mereka yang
ahli dalam teknik bedah dan anatomosis sehingga dapat mencapai fossa

pterigomaksilaris.
Ligasi arteri etmoidalis anterior : perdarahan dari cabang-cabang terminus
arteri oftalmika terkadang memerlukan ligasi arteri etmoidalis anterior.
3,4,7,8,9,10

2.2.6

Komplikasi
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis karena ostium sinus
tersumbat, air mata yang berdarah karena darah mengalir secara retrograde melalu duktus
nasolakrimalis. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, secara
laserasi palatum molle dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu
kencang ditarik.3,4,7,8
Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah
yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufusiensi koroner dan infark
miokard dan akhirnya kematian.3,4,7,8

2.2.7

Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara
lain : 7,8,10,11
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli,
pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes
EPISTAKSIS

Page 15

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


larutan ini dapat mencampir 1 sendok teh garam ke dalam secangkir gelas,
didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan
d.
e.
f.
g.

masukkan cotton bud melebihi 0,5 0,6 cm ke dalam hidung.


Hindari meniup melalu hidung terlalu keras.
Bersin melalu mulut.
Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
Batasi penggunaan obat obatan yang dpat meningkatkan perdarahan seperti

aspirin atau ibufrofen.


h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.
i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
2.2.8

menyebabkan iritasi.
Prognosis
90% kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan
atau tanpa arteriosklerosis biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya
buruk.3,7,11

EPISTAKSIS

Page 16

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


BAB III
KESIMPULAN
Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach.Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabangcabang dari pembuluh darah yang cukup besar, antara lain dari arteri spheenopalatina.
Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anakanak maupun usia lanjut. Epistaksis sering kali merupakan gejala atau manifestasi penyakit
lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis,
tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat
berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa
hidung.Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach
(area little).Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang
persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistkasis
dapat ditimbulkan oleh sebab sebab local dan umum atau kelainan sistemik
Tiga prinsip utama penanganan epistaksis :
Menghentikan perdarahan
Mencegah komplikasi
Mencegah berulangnya epistaksis

EPISTAKSIS

Page 17

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, dan Endang Mangunkusumo . Hidung dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Edisi Ketujuh, Efiaty A, Nurbaiti I (ed). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2012: 96-100
2. Hilger, Peter A, MD, George L Adams, Lawrence L Boeis, MD. Hidung :Anatomi dan
Fisiologi Terapan dalam Buku Ajar Penyakit THT BOEIS edisi 6, Harjanto effendi,
R.A Kuswidayati (ed). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994; 85-173
3. Soetjipto D, dan Retno S Wardani . Epistaksis dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Edisi Ketujuh. Efiaty A, Nurbaiti I (ed). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI,2012: 5-131
4. Hilger, Peter A, MD, George L Adams, Lawrence L Boeis, MD. EpistaksisBuku Ajar
Penyakit THT BOEIS edisi 6, Harjanto effendi, R.A Kuswidayati (ed). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994; 85-173
5. Schosser RJ, Epistaxis. New England Journal Of Meicine [serial online] 2009 feb 09
[cited

2015

juni

14]

Available

from

http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
6. Cody D.Thane, Kern E, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan. Jakart:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1990
7. Munir D, Haryono Y, Rambe YM.Epistaksis. September 2006. Available From :
http://respiratoryusu.co.id
8. Ballenger JJ. Penyakit THT dan kepala leher. Ed.13. jlid II. FKUI. Jakarta. 2002, H:
297-303
9. Mansjoer A, Triytanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2001.
10. Soejipto D, Rifki N. Epistaksis. In: Penatalaksanaan penyakit dan kelainan telinga
hidung-tenggorok. Soepardi EA, Hadjat F, Iskandar N. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003
11. Budiman BJ, AL.Hafiz. Epistaksis dan hipertensi. 4 agustus 2010. Available From :
http://www.fkandalas.ac.id
12. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose and Throat. 4th ed. India: Elsevier. 2007;131.
13. RS Dhillon, East CA. Ear Nose and Throat and Head and Neck Surgery. 2 nd ed.
London: Churchill Livingstone, 1999;32.
EPISTAKSIS

Page 18

Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan


14. Arifian Juari,S.ked. Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok/Dokter
Muda. Bangka Belitung. 2008
15.

Bansal, Mohan. Diseases Of Ear, Nose and Throat. Jaypee Brothers Medical

Publisher (P) Ltd. N ew Delhi.India. 2013

EPISTAKSIS

Page 19

Anda mungkin juga menyukai