Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT

HENOCH SCHNLEIN PURPURA

Disusun Oleh:
Cindy Aulia Maessy
1102011066

Pembimbing:
dr. Nurvita Susanto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
OKTOBER-DESEMBER 2015
BAB I

PAPARAN KASUS
I.

II.

Identitas Pasien
Nama
: An. G
Umur
: 13 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SD
Suku Bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Alamat
: Sayati Hilir 2/15 Margahayu Kab. Bandung
No. RM
: 529907
Tanggal Pemeriksaan : 17 Oktober 2015
Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien serta dari Rekam Medis
Keluhan Utama : Bintik bintik kemerahan pada tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul bintik-bintik kemerahan pada tungkai sejak
seminggu yang lalu saat bangun tidur. Bintik bintik mulai muncul di kaki bagian
bawah hingga ke lutut di kedua tungkai. Pasien mengeluh tidak dapat berdiri karena
nyeri dibagian sendi lutut sejak 2 hari SMRS. Pada awalnya bintik tersebut terasa
gatal selama 2 hari, dilanjutkan rasa sakit 2 hari setelahnya. Awal muncul bintik bintik
berukuran seperti tusukan jarum, lama kelamaan membesar, hingga berbentuk seperti
bula berwarna merah keunguan ukuran 7 x 5 x 1,5 cm. Ruam tersebut muncul
bersamaan dengan demam. Demam bertahan selama 4 hari, demam dirasakan tidak
begitu tinggi, dan mulai turun hingga 4 hari setelah dirawat dirumah sakit.
Selain itu pasien juga merasakan nyeri perut di bagian ulu hati sejak 4 hari SMRS
terasa perih, mual (+), muntah (+) selama 2 hari sebanyak 6x/hari. Nyeri menelan (+)
nafsu makan menurun, batuk (+) sejak 2 hari, berdahak warna kuning disertai pilek.
Pasien juga mengeluh nyeri dibagian tulang belakang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Cacar Air (+)
Riwayat Campak (-)
Riwayat Sakit Maag (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit serupa
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi tidak lengkap menurut orang tua pasien
Riwayat Alergi
Alergi makanan (Udang dan makanan terlalu asin)
1

III.

Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Composmentis
b. Tanda vital :
i.
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
ii.
Nadi
: 96x/menit regular, equal, isi cukup
iii.
Respirasi
: 20x/menit
iv.
Suhu
: 37,3 0C
c. Berat Badan : 33 kg
d. Tinggi Badan : 143 cm
e. BMI : 16,13 (Gizi Cukup)
A. Status Generalis
Kulit
Petekie (+) Bula (+) a/r dorsum pedis sinistra ukuran 3x2x1 cm warna merah

kebiruan ikterik (-)


Kepala
Deformitas (-) rambut hitam tidak mudah dicabut,
Mata
Konjungtiva
: tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Pupil bulat isokor
Refleks Cahaya Langsung : +/+
Leher
Tekanan Vena Jugularis tidak meningkat, KGB tidak teraba membesar
Thorax
COR
: Bunyi Jantung Murni Regular, Murmur (-) Gallop (-)
Pulmonal : Vesicular Breath Sound kanan = kiri, Rhonki -/- Wheezing -/Abdomen
Inspeski : datar, tidak ada kelainan kulit
Palpasi
: Soepel, Nyeri tekan (+) a/r bagian atas abdomen, Hepar/Lien tidak
teraba membesar
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas: akral hangat +/+, CRT <3, turgor baik, edema (-)
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, CRT <3, turgor baik, edema ( +) terdapat
ruam

B. Status Lokalis
Inspeksi
Ruam berbentuk petekie dan purpura di kedua tungkai hingga ke bagian lutut
pasien. Ukuran terkecil seperti tusukan jarum dan terbesar ukuran 7x5x1,5 cm
berbentuk seperti bula berwarna merah keunguan
2

IV.

Resume
Pasien datang dengan keluhan timbul purpura a/r pedis, cruris hingga genu sinistra
dan dekstra sejak seminggu yang lalu saat bangun tidur. Ruam mulai muncul di kaki
bagian bawah hingga ke lutut di kedua tungkai. Pasien mengeluh tidak dapat berdiri
karena nyeri dibagian genu sejak 2 hari SMRS. Pada awalnya ruam tersebut terasa
gatal selama 2 hari, dilanjutkan rasa sakit 2 hari setelahnya. Awal muncul berbentuk
petekie, lama kelamaan membesar, seperti bula berwarna merah keunguan ukuran 7 x
5 x 1,5 cm. Ruam tersebut muncul bersamaan dengan febris. Febris bertahan selama 4
hari, demam dirasakan tidak begitu tinggi, dan mulai turun hingga 4 hari setelah
dirawat dirumah sakit.
Selain itu pasien juga merasakan nyeri epigastrium sejak 4 hari SMRS terasa perih,
nausea (+), vomitus (+) selama 2 hari sebanyak 6x/hari. Nyeri menelan (+) nafsu
makan menurun, batuk (+) sejak 2 hari, berdahak warna kuning disertai pilek. Pasien
juga mengeluh nyeri dibagian tulang belakang.

V.

Diagnosis Banding
a. Henoch Shonlein Purpura
b. Idiopatik Trombositopenia Purpura
c. Demam Berdarah Dengue

VI.

Usulan Pemeriksaan
1. Darah Rutin :
Hemoglobin : 15 g/dL
Hematokrit : 45%
Leukosit
: 16.100/mm3
Trombosit
: 383.000/mm3

VII.

(n)
()
()
(n)

Diagnosis Kerja
Henoch Schonlein Purpura

VIII. Penatalaksanaan
Farmakologi
IVFD RL 1760 ml/hari
Prednison 3 x 20mg (iv)
3

Paracetamol syr 3 x 1,5 cth


Antasida 3 x 1C
Edukasi
Latihan menggerakan tungkai
Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, kontrol sekitar 1 bulan setelah
ini
IX.

Prognosis
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam
Quo ad Sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Purpura Henoch Schonlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa
hipersensitivitas vasculitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom
klinis kelainan inflamasi vasculitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi,
saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura non
trombositopenia, artritis, arthralgia, nyeri abdomen, atau perdarahan saluran cerna, dan
kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.
2. Epidemiologi

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah, prevalensi tertinggi pada usia 2-11
tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih
banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (2:1). Umumnya merupakan benign
self-limited disorder, <5% kasus menjadi kronis, hanya <1% kasus berkembang menjadi
gagal ginjal (Yuly, 2012).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Belum diketahui pasti penyebabnya. Beberapa kondisi yang diduga berperan:
Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus Epstein Barr,

virus Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles, mumps.


Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B, tifoid, campak)
Faktor genetik, human leucocyte antigen (HLA) class II genes, HLA-B35 dan HLA-

DRB1*01, polimorfisme gen interleukin (IL)-1 , serta defisiensi komplemen C2


Lingkungan: allergen makanan, obat-obatan, peptisida, paparan terhadap dingin,
gigitan serangga.

4. Patofisiologi
Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak diketahui
dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding pembuluh darah kecil
dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan perdarahan dan iskemia.
Adanya keterlibatan kompleks imun IgA memungkinkan proses ini berkaitan dengan
proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini belum dapat dibuktikan. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan dengan infeksi kuman streptokokus grup
A. Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan.
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit ini. Bila
pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke jaringan
sekitar, yang terlihat sebagai purpura. Namun purpura pada HSP adalah khas, karena
batas purpura dapat teraba pada palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus
gastrointestinal, maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut.
Kadang, dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi,
maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Gejala gastrointestinal
5

umumnya banyak ditemui pada fase akut dan kemungkinan mendahului gejala lainnya
seperti bercak kemerahan pada kulit.
Etiologi dari HSP tidak diketahui tetapi melibatkan deposisi vaskular dari kompleks
immune IgA. Lebih spesifik lagi, kompleks imun terdiri dari IgA1 dan IgA2 dan
diproduksi lagi oleh limfosit peripheral B. Kompleks ini seringkali terbentuk sebagai
respon terhadap faktor penimbul. Kompleks sirkulasi menjadi tidak terlarut, disimpan
didalam dinding pembuluh darah kecil (arteri, kapiler, venula) dan komplement aktivasi,
lebih banyak sebagai jalur alternative (didasari akan kehadiran dari C3 dan properdin
serta ketiadaan komponen awal pada kebanyakan biopsi).
Terjadi deposisi kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil. Lebih spesifik,
yaitu kompleks IgA-1 kompleks imun (IgA1-C). Pada keadaan normal, IgA1-C
dibersihkan oleh hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein yang akan berikatan
dengan rantai oligosakarida dari fragmen IgA1-C. Pada pemeriksaan serum, kadar IgA1C lebih tinggi pada pasien HSP dengan gejala klinis keterlibatan ginjal daripada mereka
yang tanpa keterlibatan ginjal.
Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan sel
polimorfonuklear.

Pada

10%

pasien,

antibody

anti-neutrofilik

sitoplasmik

ditemukan.Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk TNFalfa


dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada pemeriksaan
kulit, ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal dengan IL-1 dan IL-6.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan limfosit
perivaskular dengan deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh darah kecil dan
jaringan mesangial ginjal.

Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan menyebabkan inflamasi


serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis yang menetap. Hal ini akan
mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit akan perdarahan dari organ yang dipengaruhi
dan bermanifestasi secara histologis sevagai vaskulitis leukocytoclastic.
Histologi melibatkan kulit memperlihatkan sel polimorfonuklear atau fragmen sel
disekitar pembuluh darah kecil kulit. Kompleks imun yang mengandung IgA dan C3 telah
diketemukan di kulit, ginjal, intestinal mukosa, dan pergelangan, dimana tempat organ
utama terlibat didalam HSP.
Manifestasi klinis dari HSP merefleksikan kerusakan pembuluh darah kecil. Nyeri
abdominal, hadir pada 65% pasien, sekunder terhadap vaskulitis submukosa dan
perdarahan subserosa serta edema dengan trombosis dari mikrovaskular usus. Hematuria
dan proteinuria timbul pada nefritis terkait dengan HSP. Manifestasi renal berkisar dari
perubahan minimal hingga ke glumerulonefritis crescentic berat.
Etiologi sekunder terhadap deposisi mesangial IgA lebih predominan, tetapi IgG, IgM, C3
dan deposisi properdin dapat juga timbul. Deposit ini juga dapat timbul dalam ruang
glumerular subepithelial. Banyak yang percaya bahwa kedua nephritis HSP dan nefropati
IgA (Berger disease), dimana merupakan penyebab tersering dari glumerulonephritis di
dunia, mempunyai penampilan klinis yang berbeda dari proses penyakit yang sama.
Manifestasi dermatologis timbul sekunder terhadap deposisi kompleks imun (IgA, C3)
didalam pembuluh kulit papiler, menghasilkan kerusakan pembuluh darah, ekstravasasi
sel darah merah, dan secara klinis dapat diobservasi dengan palpasi purpura. Hal ini dapat
timbul tergantung di wilayah tubuh, seperti kaki bawah, punggung dan abdomen.

Sama banyaknya dengan 50% kejadian yang timbul pada pasien pediatrik menampakkan
URI, dan studi terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40% pasien mempunyai
URI terdahulu. Beberapa agen berimplikasi, termasuk group A streptococci, varicella,
hepatitis B, Epstein-Barr virus, parvovirus B19, Mycoplasma, Campylobacter, dan
Yersinia. Lebih jarang, faktor lain telah dikaitkan dengan dengan agen penimbul dalam
perkembangan HSP. Hal tersebut meliputi obat, makanan, kehamilan, demam mediterania
familial, dan paparan di udara yang dingin. HSP juga telah dilaporkan pada kelanjutan
vaksinasi untuk typhoid, campak, demam kuning dan kolera.(2)
Patogenesis spesifik HSP tidaK diketahui, pasien dengan HSP mempunyai fruekuensi
signifikan yang lebih tinggi akan HLA-DRB1*07 daripada kontrol geografis. Peningkatan
konsentrasi serum dari sitokin tumor necrosis factor- (TNF) dan interleukin (IL)-6 telah
diidentifikasi dalam penyakit yang aktif.Teknik Immunofluorescence menunjukkan
deposisi dari IgA dan C3 dalam pembuluh darah kecil dikulit dan glomeruli renal, tetapi
peranan aktivasi komplemen tetap kontroversial.
5. Gejala Klinis
Kulit
Kelainan kulit ditemukan pada 95-100% kasus, 50% nya merupakan keluhan penderita
saat datang berobat, berupa macular rash simetris terutama di kulit yang sering terkena
tekanan yaitu bagian belakang kaki, bokong, dan lengan sisi ulna. Dalam 24 jam macula
berubah menjadi lesi purpura, mula-mula berwarna merah, lambat laun berubah menjadi
ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang, dapat timbul kembali
kelainan kulit baru.
Palpable purpura, predominan di ekstremitas bawah, bokong, dan daerah yang terkena
tekanan berat. Lesi dapat berupa petekia kecil, ekimosis, hingga bula hemoragis. Warna
lesi merah, keunguan (purple), hingga kecoklatan. Ulserasi dapat terjadi pada ekimosis
yang luas. Ruam didahului lesi maculopapular hingga urtikaria. Edema subkutan dapat

terjadi pada bagian dorsal tangan, kaki, mata, kening, kulit kepala, dan skrotum, serta
dapat terjadi torsio testis.

Gambar 1. Makular rash


(Sumber: Yuly, 2012)

Gastrointestinal
Keluhan perut ditemukan pada 35-85% kasus, biasanya timbul sesudah kelainan kulit (1-4
minggu sesudah onset). Nyeri abdomen biasanya bersifat intermiten, kolik di daerah
periumbilikus dengan onset akut. Vasculitis pada dinding usus menyebabkan edema serta
perdarahan submucosa dan intramural, dapat menyebabkan intususepsi (biasanya pada
usus kecil), gangren, dan perforasi.
Ginjal
Glomerulonephritis terjadi dengan berbagai derajat, dapat berupa hematuria mikroskopik,
proteinuria ringan, hingga sindrom nefrotik, sindrom nefritik akut, hipertensi hingga
gagal ginjal. Manifestasi klinis ginjal yang berat dapat terjadi 1 bulan sesudah terjadinya
ruam, dengan masa kritis 3 bulan pertama menentukan manifestasi klinis ginjal yang
berat.
Henoch-Schonlein purpura nephritis digolongkan berat apabila terdapat proteinuria
nefrotik (>40 mg/m2/hr), sindrom nefrotik, sindrom nefritik akut, dan apabila terdapat
HSPN tingkat IIIa (proliferasi fokal atau sclerosis dengan gambaran kresentik <50%)
sesuai dengan klasifikasi International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC).
Artritis
Dapat berupa arthralgia atau artritis, biasanya mengenai sendi besar seperti lutut dan
pergelangan kaki. Astralgia dan artritis ditemukan pada 68-75% kasus dan 25% nya
merupakan keluhan penderita saat datang berobat. Timbul mendahului kelainan kulit (1-2

hari) terutama mengenai lutut dan pergelangan kaki, dapat pula mengenai pergelangan
tangan, siku, dan persendian jari tangan. Sendi sendi bengkak dan nyeri, bersifat
sementara dan tidak menimbulkan deformitas yang menetap.
6. Diagnosis
A. Kriteria American College of Rheumatology 1990:
Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:
1. Palpable purpura non trombositopenia
2. Onset gejala pertama 20 tahun
3. Bowel angina
4. Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula
B. Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2008 dan Pediatric
Rheumatology Society (PreS) 2008:
1. Purpura atau petekia nontrombositopenia dengan lokasi predominan di ekstremitas
bawah ditambah sekurang-kurangnya satu dari empat kriteria dibawah ini, yaitu:
a. Nyeri Abdomen
b. Histopatologi
Gambaran vasculitis leukositoklastik pada kulit atau glomerulonephritis
proliferatif dengan dominasi deposit IgA
c. Artritis atau arthralgia
d. Keterlibatan ginjal
7. Diagnosis Banding
Vaskulitis pembuluh darah kecil lain yang diperantarai komleks imun, vaskulits

hipersensitif, mixed cyroglobulinemia, vasculitis urtikaria.


Pauci-immune vasculitides, granulomatosis Wegener, sindrom Churg-Strauss,

poliangitis mikroskopis
Miscellaneous small vessel vasculitides, penyakit Bechet, Inflammatory Bowel

Disease
Kelainan yang menyerupai vasculitis: perdarahan, thrombosis, emboli
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Purpura trombositopenik (ITP)

8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Purpura Henoch-Schonlein berdasarkan gejala klinis, tidak ada permeriksaan
laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat menunjukkan
leukositosis dengan eosinophilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri, jumlah trombosit

10

normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan ITP. Laju endap darah
dapat meningkat.
Darah lengkap: leukosistosis, trombositosis, anemia bila terdapat perdarahan saluran

cerna atau hematuria berat, laju endap darah (LED) dapat


Urin dipstick untuk mengetahui hematuria dan proteinuria
Fungsi ginjal : kadar ureum dan kreatinin dapat meningkat, menunjukkan kelainan
fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20% penderita ditemukan hematuria atau

proteinuria. Ditemukan darah pada feses


Albumin darah pada kasus sindrom nefrotik
Titer antistreptolisin (ASTO) untuk mengetahui infeksi Streptococcus sebelumnya
Darah samar feses
Radiologi pada HSP
Foto abdomen: perforasi saluran cerna (gambaran udara bebas)
USG abdomen: terlihat penebalan dinding usus dan peristaltik usus serta
berguna untuk mengetahui intususepsi (terbanyak ileoileal)
USG ginjal : hidronefrosis
Pada biopsi lesi kulit ditemukan vasculitis leukositoklastik. Imunofluoresensi
menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen di dinding pembuluh darah.

(sumber: Yuly, 2012)

9. Tatalaksana
a. Tatalaksana Kelainan Kulit

11

Prednison dosis 1 mg/kgBB/hr dalam 2 dosis selama 14 hari kemudian diturunkan


bertahap 0,5 mg/kgBB/hr selama 1 minggu, kemudian 0,5 mg/kgBB sekali sehari
secara alternat
Kelainan kulit yang berat: kortikosteroid sistemik atau obat imunosupresif yang lebih
poten (azatioprin, metotreksat atau siklofosfamid).
b. Tatalaksana Penyulit Gastrointestinal
Prednisone 2 mg/kgBB/hr selama 2 minggu termasuk tapering-off
Pada penyulit gastrointestinal yang berat dapat diberikan metilprednisolon dosis
tinggi (30 mg/kgBB/hr, maks 1 g) secara i.v. dalam 1 jam selama 3 hari berturut-turut,
diikuti dengan prednisolone 1 mg/kgBB/hr, dilakukan tapering-off bila perbaikan
klinis tercapai
Gejala gastrointestinal menetap dengan pemberian kortikosteroid dapat diberikan
mekofenolat mofetil (MMF) 30 mg/kgBB/hr
Immunoglobulin i.v. 2 g/kgBB dosis tunggal dalam 10-12 jam setiap bulang selama 3
bulang berturut-turut
c. Tatalaksana HSP Neferitis (HSPN)

12

(Sumber: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2014)


*Keterangan
Vitamin D 300 IU/hari dan kalsium untuk 6 bulan
Memantau parameter laboratorium setiap 3 bulan (protein urin, kreatinin, protein
total, albumin, SGOT, SGPT, dan GFR) selama terapi diberikan
Sesudah selesai terapi, penderita kontrol 3 bulan sekali dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium setiap 6 bulan
Efek samping siklofosfamid: dapat terjadi depresi sumsum tulang, infeksi, sistitis
hemoragik, toksisitas gonad, dan risiko keganasan .
Sebelum pemberian setiap protocol dilakukan pemeriksaan darah lengkap, urea,
kreatinin, elektrolit, dan fungsi hati
d. Tatalaksana Artritis / arthralgia
Asetaminofen 10-15 mg/kgBB/dosis setiap 6 jam, atau
Obat-obatan AINS, antara lain
Naprosken 10-20 mg/kgBB/hr (maks.1 g) dibagi 2 dosis, atau
Ibuprofen 30-40 mg/kgBB/hr (maks. 2 g) dibagi 3-4 dosis
Penggunaan aspirin tidak dianjurkan
10. Prognosis
Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89%
kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan). Rekurensi dapat terjadi
pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar dan dewasa, <5% penderita
berkembang menjadi HSP krosis. Keluhan nyeri perut pada sebagian besar penderita
biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.

DAFTAR PUSTAKA

13

Garna, H. & Nataprawira , H. M., 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. 5 ed. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
UNPAD RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Pudjaji, M. T. & Tambunan, T., 2009. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. Sari Pediatri,
Volume 11 No.2, pp. 102-105.
Setyobudi, B., 2004. Purpura Trombositopenik Idiopatika pada Anak (patofisiologi, tata
laksana serta kontroversinya). Sari Pediatri, Volume 6 No. 1, pp. 16-22.
Yuly, 2012. Purpura Henoch Schonlein. CDK-194, Volume 39 no. 6, pp. 413-415.

14

Anda mungkin juga menyukai