Kelompok :
Budi Susanto
20140210022
Muhammad Arifin
20140210120
Irham Luthfi
20140210046
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
PENDAHULUAN
Di Indonesia, program pengembangan biogas mulai digalakkan pada awal
tahun 1970. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan limbah dan
biomassa lainnya dalam rangka mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan
minyak tanah (Suriawiria, 2005). Program tersebut tidak berkembang meluas di
masyarakat, hal ini disebabkan karena masyarakat pada waktu itu masih mampu
membeli minyak tanah dan gas, adanya kebijakan subsidi dari pemerintah,
disamping itu sumber energi lain seperti kayu bakar masih banyak tersedia di
lapangan.
Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah
maupun masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam
mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM), dengan kenaikan harga BBM
sampai 100%, bahkan untuk minyak tanah sampai 125% per 1 Oktober 2005,
Pengembangan biogas semakin penting karena minyak tanah menjadi langka dan
mahal. Bahan bakar dapat memicu kerusakan lingkungan (kebun, hutan,
atmosfir), sedangkan kelangkaan pupuk dapat menyebabkan menurunnya
kesuburan lahan. Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu
alternatif pemecahan dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus
sebagai upaya konservasi.
Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik
baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian,
kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan
sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan yang dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik. Dengan mengembangkan biogas, akan
diperoleh manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat
langsung yang dapat diperoleh adalah mendapatkan sumber energi alternatif untuk
memasak, penerangan, bahan bakar generator dan pupuk organik siap pakai.
jenis
Desulfovibrio
Enterobactericeae,
dan
(3)
(2)
Kelompok
Kelompok
bakteri
metana:
bakteri
asetogenik:
Mathanobacterium,
kualitas
udara
karena
mengurangi
asap
dan
jumlah
POTENSI TEMPAT
Dusun Gesik terletak di Desa Tlogotunggal, Kecamatan Sumber,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Dusun tersebut mempunyai penduduk 90 KK.
Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani kecil yang mempunyai lahan
sawah rata-rata kurang dari 0,5 Hektar. Pada umumnya setiap petani mempunyai
hewan peliharaan sapi atau kambing 1-3 ekor. Biasanya petani menempatkan
ternak di kandang yang berdekatan dengan rumah tempat tinggal. Limbah
peternakan yang berupa kotoran maupun sisa makanan biasanya dikumpulkan
pada suatu tempat selama beberapa bulan sampai terdekomposisi dengan
sendirinya, baru kemudian digunakan sebagai pupuk. Pemeliharaan sapi masih
sendiri-sendiri atau belum terdapat kelompok-kelompok ternak. Jumlah total sapi
sekitar 150 ekor pada dusun tersebut.
Dari sedikit uraian tersebut, kotoran sapi mempunyai potensi yang besar
sebagai bahan biogas. Dan pada akhirnya pupuk kandang tetap didapatkan,
bahkan telah terdekomposisi secara sempurna dengan waktu yang relatif cepat.
Jika satu ekor sapi menghasilkan 28 kg kotoran/ hari, maka potensi bahan kering
untuk biogas yaitu 150 x 28 = 4200 kg/ hari atau 4,2 ton/ hari kotoran sapi.
PEMBUATAN BIODIGESTER
Dalam pembangunan biodigester, beberapa hal yang harus dipertimbangkan :
1. Lingkungan abiotis Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis
(tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2). Udara (O2) yang memasuki
biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri
berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
2. Temperatur - Untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated
digester (digester tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 30 C.
3. Derajat keasaman (pH) Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan
yang agak asam (pH antara 6,6 7,0) dan pH tidak boleh di bawah 6,2.
Karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional biodigester adalah
dengan menjaga agar temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.
4. Rasio C/N bahan isian Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25
30. Karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka
penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau N
(misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 25 30.
5. Kebutuhan Nutrisi - Bakteri fermentasi membutuhkan beberapa bahan gizi
tertentu dan sedikit logam. Nutrisi yang diperlukan antara lain ammonia
(NH3) sebagai sumber Nitrogen, nikel (Ni), tembaga (Cu), dan besi (Fe)
dalam jumlah yang sedikit. Selain itu, fosfor dalam bentuk fosfat (PO4),
magnesium (Mg) dan seng (Zn).
6. Kadar Bahan Kering Tiap jenis bakteri memiliki nilai kapasitas kebutuhan
air tersendiri. Bila kapasitasnya tepat, maka aktifitas bakteri juga akan
optimal. Proses pembentukan biogas mencapai titik optimum apabila
konsentrasi bahan kering terhadap air adalah 0,26 kg/L.
7. Pengadukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan
ukuran partikel yang kecil, mencegah terjadinya benda-benda mengapung
pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur methanogen dengan
substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam
dalam biodigester.
8. Pengaruh starter Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk
mempercepat proses fermentasi anaerob.
KOMPONEN BIODIGESTER
1. Saluran masuk Slurry (kotoran segar) - Saluran ini digunakan untuk
memasukkan slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor
utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas,
memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada
saluran masuk.
2. Saluran keluar residu Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran
yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip
kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali
merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang
keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
3. Katup pengaman tekanan (control valve) Katup pengaman ini digunakan
sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini
menggunakan prinsip pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi
dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam
biodigester akan turun.
4. Sistem pengaduk Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
pengadukan mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang
produksi biogas ke atas biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini
bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas
biodigester karena kondisi substrat yang seragam.
5. Saluran gas Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk
menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran
pipa bisa disambung dengan pipa baja anti karat.
6. Tangki penyimpan gas Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki
bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed
dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor
dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S
Removal untuk mencegah korosi.
PERANCANGAN BIODIGESTER
A. Perhitungan volume biodigester
Material
Tandon air 10000 Lt
Tandon air 250 Lt
Bis Beton
Pasir
Kerikil
Semen
Pipa PVC 1 inch
Pipa PVC 2 inch
Pipa PVC 4,4 inch
Ember
Kenur
Kran Gas
Pipa besi 0,5 inch
Selang Fiber Glass
Plastic Steel
Pipa T
Aqua Proof
Amplas
Meteran
Konsumsi
Tenaga ahli (10 hari
Jumlah
1 buah
1 buah
15 buah
5 rit
2 kol
5 sak
2 batang
2 batang
3 batang
2 buah
1 gulung
1 buah
1 batang
10 meter
20 buah
1 buah
1 kaleng
0,5 meter
1 buah
10 hari
3 orang
pembangunan)
Total Biaya
8.432.000
Analisis Energi
Volume digester yang akan dibangun adalah 10 m3, sehingga volume biogas yang
dihasilkan per harinya adalah 40 m3. Nilai ini untuk menghitung minyak tanah
yang tergantikan (dalam liter). Dari jumlah biogas yang dihasilkan dapat diketahui
jumlah minyak tanah yang dapat terganti oleh biogas setiap harinya berdasarkan
pada kesetaraan nilai kalori biogas dengan minyak tanah. Tabel diatas adalah tabel
Nilai Kalori Beberapa Bahan Bakar (Suyati, 2006).
Dari tabel tersebut maka jumlah minyak tanah yang terganti tiap hari adalah
sebagai berikut :
40 liter x 20 MJ / L
37 MJ / L
= 21,6 liter
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui break event point atau lama waktu
pengembalian biaya investasi awal yang telah dikeluarkan untuk membangun
instalasi biogas.
1. Pemasukan per tahun
Total produksi biogas per tahun = 365 hari x 21,6 liter x 70% = 5.518,8 liter
minyak tanah.
Diasumsikan harga biogas sama dengan harga minyak tanah per liternya yaitu Rp
2.500,-. Maka total pemasukan per tahun = 5.518,8 liter x Rp 2.500/liter = Rp
13.797.000,2. Pengeluaran per tahun
Jenis Pengeluaran
Gaji Pegawai
Pemeliharaan
Jumlah
1 orang
1x1 tahun
Total Biaya
PENUTUP
Ditengah semakin melangitnya harga minyak mentah serta bahan bakar
minyak, biogas dapat menjadi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk
keperluan sehari-hari. Biogas merupakan salah satu energi yang dapat
diperbaharui (renewable energy), dengan ketersediaan yang melimpah dan sangat
dekat dengan kegiatan pertanian dan peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Junus, M.. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Muryanto. 2006. Petunjuk Usaha Tani Terpadu. Prima Tani Kab. Magelang. BPTP
Jawa Tengah.
Muryanto, J. Pramono, Suprapto, Ekaningtyas dan Sudaiyono. 2006. Biogas
Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan. BPTP Jawa Tengah.
Noegroho Hadi, HS. 1980. Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan
Pengembangan Desa, LPL, No. IV tahun XIII. LEMIGAS. Jakarta.
Sahidu dan Sirajuddin. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi. PT
Dewaruci Press. Jakarta.
Suriawiria, UH. 2005. Menuai Biogas dari Limbah.
Suyati, F. 2006. Perancangan Awal Instalasi Biogas Pada Kandang Terpencar
Kelompok Ternak Tani Mukti Andhini Dukuh Butuh Prambanan Untuk
Skala Rumah Tangga. Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.