Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding perut sebelah dalam (Fauci et al, 2008).
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2012, peritonitis didefenisikan suatu
proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang
terdapat didalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun
kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan kimia
iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis merupakan salah satu
penyebab kematian tersering pada penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%.
Peritonitis difus sekunder yang merupakan 90% penderita peritonitis dalam praktek bedah
dan biasanya disebabkan oleh suatu perforasi gastrointestinal ataupun kebocoran. (Tarigan,
M.H, 2012).
Peradangan peritoenum yang meluas atau peritonitis generalisata merupakan satusatunya penyebab kematian yang paling sering. Pada kebanyakan kasus, kecuali kalau
penderitanya benar-benar sudah berada dalam keadaan akan meninggal, tindakan membuka
abdomen segera atau kemudian harus dilakukan demi tujuan drainase.
Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian peritonitis di sebagian besar wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yangmenderita
penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk diIndonesia atau sekitar
179.000 orang (Depkes, RI 2008).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan jika kasus peritonitis merupakan komplikasi
gawat yang membutuhkan penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat
memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan


keperawatan sistem integumen pada klien dengan Peritonitis.
1.2.2

Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami:
a Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
b Definisi Peritonitis
c Etiologi Peritonitis
d Klasifikasi Peritonitis
e Patogenesis Peritonitis
f Manifestasi Klinis Peritonitis
g Pencegahan Peritonitis
h WOC Peritonitis
i Pemeriksaan Penunjang Peritonitis
j Penatalaksanaan Peritonitis
k Komplikasi Peritonitis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Peritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu lapis sel mesothel yang dipisah
dari jaringan ikat vaskuler dibawahnya oleh membrane basalis. Ia membentuk kantong
tertutup dimana visera dapat bergerak bebas didalamnya. Peritoneum meliputi rongga
abdomen sebagai peritoneum parietalis dan melekuk ke organ sebagai peritoneum viseralis
(Marshall, 2003). Peritonium terdiri atas peritoneum parietal dan peritoneum visceral.
Peritoneum parietal melapisi dinding kapitas abdomen dan kapitas pelvis, sedangkan
peritoneum visceral meliputi organ-organ. Rongga potensial di antara peritoneum parietal
dan visceral yang berfungsi sebagai bagian dalam dari balon dinamakan kavitas
peritonealis. Pada laki-laki kavitas peritonealis merupakan ruang tertutup, tetapi pada
perempuan terdapat hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterine, uterus, dan vagina
(Snell, 2006) .
Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat 100cc cairan peritoneal yang
mengandung protein 3 g/dl. Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel normal adalah
33/mm3 yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8% sisanya terdiri dari NK, sel B,
eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin dan PGE 2. Bila terjadi
peradangan jumlah PMN dapat meningkat sampai > 3000/mm3 (Marshall, 2003).
Dalam keadaan normal, 1/3 cairan dalam peritoneum di drainase melalui limfe
diafragma

sedang

sisanya

melalui

peritoneum

parietalis

(Evans,

2001).

Relaksasi diafragma menimbulkan tekanan negatif sehingga cairan dan partikel termasuk
bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel difragma yang berhubungan
dengan lacuna limfe untuk bergerak le limfe substernal. Kontraksi diafragma menutup
stomata dan mendorong limfe ke mediastinum (Hau, 2003). Oleh karena itu, sangat penting
menjamin

berlangsungnya

pernapasan

spontan

yang

baik

agar clearance bakteri

peritoneum dapat berlangsung (Evans, 2001).


2.2 Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya
akibat penybaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dan lainlain) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen.(Padila, 2012).

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum dan mungkin disebabkan oleh bakteri ( misalnya
dari perforasi usus ) atau akibat pelepasan iritan kimiawi,misalnya empedu, asam lambung,
atau enzim pancreas (Brooker, 2009).
Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan
kondisi bakteremia dan sindroma sepsis. (Dahlan.M, 2004)
2.3 Etiologi Peritonitis
Penyebab peritonitis menurut Hughes, 2012 adalah :
a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
2) Appendisitis yang meradang dan perforasi .
3) Tukak peptik (lambung/dudenum).
4) Tukak thypoid.
5) Tukan disentri amuba/ colitis
6) Tukak pada tumor
7) Salpingitis
8) Divertikulitis (radang usus)
Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus U dan B hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostrdiumwechii.
b. Secara langsung dari luar
1

Operasi yang tidak steril

1) Tercontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi Peritonitis


yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai responterhadap
benda asing, disebut juga Peritonitis granulomatosa serta merupakan Peritonitis
local.
2) Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati
3) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.Terbentuk pula
peritonitis granulomatos.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagi atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.Penyebab
utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
2.4 Klasifikasi Peritonitis

a.

Peritonitis Primer
Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi
umumnya ekstraperitonial yang menyebar secara hematogen. Ditemukan pada
penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom nefrotik, metastasis
keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis.
b.

Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder sering disebabkan oleh proses patologis yang berkaitan dengan
organ dalam (visceral). Contoh peritonitis sekunder adalah peritonitis yang
disebabkan oleh perforasi organ dalam dan trauma. Peritonitis sekunder adalah
jenis peritonitis yang paling banyak ditemui.
c. Peritonitis Tersier
Peritonitis tersier adalah peritonitis yang tidak secara langsung berkaitan dengan
proses patologis organ dalam. Contoh peritonitis tersier adalah pasienperitonitis
primer atau sekunder post-operative yang sudah dirawat beberapa hari dan tidak
menunjukkan tanda-tanda resolusi klinis (proses pengurangan gejala dan
penyembuhan). Biasanya pada peritonitis tersier, terapi antibiotik dan operasi sudah

tidak memberikan respon.


2.5 Patogenesis Peritonitis
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.akibatnya timbul edema jaringan dan
pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya
sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.Respon yang segera dari
saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan
udara dan cairan didalam usus besar.
Timbulnya peritonitis Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal

begitu terjadi hipovolemia.


Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar,
dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus. Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi.Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
(Padila, 2012).
2.6 Manifestasi Klinis Peritonitis
a. Nyeri abdomen
Peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen dengan nyeri
tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya. Nyeri biasanya datang dengan onset yang
tiba-tiba dan seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus menerus,
tidak ada hentinya, seperti terbakar
b. Anoreksia, Mual, Muntah
Pada penderita juga didapatkan anoreksia, mual, dan dapat diikuti dengan muntah.
Peristaltik usus dapat menurun sampai hilang akibat kelumpuhan usus sementara.
c. Hipertermi, Takikardi, Letargik
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardi, dan penderita tampak letargik.
(Mansjoer, 2001)

2.7 Pencegahan Peritonitis


Cara pencegahan peritonitis utamanya adalah menghindari semua penyebabnya, baik
penyebab utama maupun penyebab sekundernya.
1. Menghindari konsumsi alkohol
Alkoholisme: konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapat
menyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ
liver dan dapat merusak sel-sel pada liver.
2. Menghindari appendicitis dan diverticulitis (memakan makanan banyak serat dan
makan-makanan yang bersih).
3. Menghindari salpingitis dengan cara berhubungan badan yang sehat.
4. Menghindari peritonitis dan abses yang disebabkan pascaoperasi dengan memakai
alat-alat operasi yang bersih dan septis, tidak meninggalkan sisa pada operasi, dll

2.8 Pemeriksan Penunjang Peritonitis


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan
dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Gambaran radiologis pada
peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma
atau intra peritoneal.

c.

2.9

Penatalaksanaan Peritonitis
d. Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi
eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
4.
1.
2.
3.

1.
2.
3.
4.
5.
1.

cerna yang tidak teratasi.


Pemeriksaan laboratorium.
e. Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
Mengeliminasi sumber infeksi.
Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
f. Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah :
Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
Pemberian terapi cairan melalui I.V.
Pemberian antibiotic.
g. Terapi bedah pada peritonitis :
Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas

dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
3.
4.
1.
2.
3.

pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.


Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
Irigasi kontinyu pasca operasi.
h. Terapi post operasi :
Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
Pemberian antibiotic
Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

2.10 Komplikasi Peritonitis

i.

Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah: gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru,
pembentukan luka dan pembentukan abses. (Haryono, 2012)
j.
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparatomi eksplorasi memang
tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritonium, fistula enterokutan, dan
peritonitis yang berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat. Namun secara medis,
penderita yang mengalami pembedahan laparatomi eksplorasi membutuhkan perawatan
intensif . Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator hingga sepsis.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.

w.
x. BAB 3
y. ASUHAN KEPERAWATAN
z.
A. Pengkajian Fokus
1. Identitas
aa. Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah
Sakit.
2. Keluhan Utama
ab. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien
berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali masuk
rumah sakit. Pada pasien peritonitis biasanya mengeluh adanya nyeri
abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering kali
membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
ac. Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat kesehatan
saat ini. Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di

bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.demam, mual, muntah,


bising usus menurun bahkan hilang, takikardi, takipnea.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
ad. Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan
predisposisi terjadinya penyakit saat ini.Pada klien dengan peritonitis
mempunayai riwayat ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi
yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti
ruptur limpa dan ruptur hati.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
ae. Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit yang lainnya.
af.
ag.
ah.
ai.
aj. Pemeriksaan Fisik

ak.

B1 (Breathing)

Pola napas iregular (RR >20x/menit), dispnea, terdapat retraksi otot

bantu pernapasan
al.

B2 (Blood) :
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi. Didapatkan

irama jantung iregular akibat pasien shock (neurogenik, hipovolemik, atau


septik). Akral dingin, basah, pucat.
B3 (Brain)
am.
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak
namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
B4 (Bladder)
an.
Ter j a d i p e n u r u n a n p r o d u k s i u r i n e .

B5 (Bowel)
ao.
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul

ap.

B6 (Bone)

Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut

dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot


mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume
cairan.
aq.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri

berhubungan dengan proses inflamasi, cedera biologis ditandai

dengan klien mengatakan nyeri sambil memegang area abdomen,


menyebutkan skala nyeri, grimace positif.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia


dan muntah ditandai dengan pasien mengalami penurunan nafsu makan,
BB 20% atau lebih dibawah ideal, pasien tampak kurus.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan


aktif ditandai dengan intake cairan tidak adekuat, urine pekat, kulit kering,
turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis.

4. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder


distensi abdomen ditandai dengan pasien mengeluh sesak, ada retraksi
tulang pernapasan, napas cuping hidung.
C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri

berhubungan dengan proses inflamasi, cedera biologis ditandai

dengan klien mengatakan nyeri sambil memegang area abdomen,


menyebutkan skala nyeri, grimace positif
ar. NOC:
Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik

psikologis
Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri
Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan

as. NIC : Pain Management

Lakukan

pengkajian

nyeri

secara

komprehensif

meliputi

lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau

keparahan nyeri dan factor presipitasinya


Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan

nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan


Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

at.

berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur


Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia


dan muntah ditandai dengan pasien mengalami penurunan nafsu makan,
BB 20% atau lebih dibawah ideal, pasien tampak kurus.

au.

NOC

Pembentukan pola menyusu: bayi; bayi melekat ked an menghisap dari

payudara ibu untuk memperoleh nutrisi selama tiga minggu pertama

menyusui
Status gizi; tingkat ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kegiatan metabolic
Status gizi: pengukuran biokimia; komponen dan kimia cairan yang

mengindikasikan status nutrisi


Status gizi: asupan makanan dan cairan; jumlah makanan dan cairan yang

dikonsumsi tubuh dalam waktu 24 jam


Status gizi: asupan gizi; keadekuatan pola asupan zat gizi yang biasanya
av. NIC

Monitor berat badan dan tingkat kesesuaian berat badan


Manajemen nutrisi; tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
jika diperlukan jumlah kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi.


Buat perencanaan makan sesuai dengan selera pasien
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
Suapi pasien jika perlu
Manajemen nutrisi: berikan pasien minuman dan kudapan bergizi tinggi
protein, tinggi kaori yang siap dikonsumsi dan ajarkan pasien tentang cara

membuat jadwal makan jika perlu


Berikan obat antiemetic sesuai indikasi
Jagalah hygiene mulut pasien
aw.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan


aktif ditandai dengan intake cairan tidak adekuat, urine pekat, kulit kering,
turgor kulit tidak elastis, konjungtiva anemis
ax. NOC

Keseimbangan elektrolit dan asam basa; keseimbangan elektrolit dan non

elektrolit dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel tubuh


Keseimbangan cairan; keseimbangan cairan dalam kompartemen intrasel

dan ekstrasel tubuh


Hidrasi; keadekuatan cairan yang adekuat dalam kompartemen intrasel dan

ekstrasel tubuh
Status nutrisi: asupan makanan dan cairan; jumlah makanan dan cairan yang
masuk kedalam tubuh selama periode 24 jam

ay.

NIC

Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan


Pantau status hidrasi
Pertaruhkan keakuratan catatan asupan dan haluaran
Berikan terapi IV, sesuai program
Berikan cairan sesuai kebutuhan
Pasang kateter urin, jika perlu
az.
4. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen ditandai dengan pasien mengeluh sesak, ada retraksi
tulang pernapasan, napas cuping hidung.
ba.
NOC

Respon alergik: sistemik; tingkat keparahan respon imun hipersensitif

sistemik terhadap antigen tertentu dari lingkungan


Respon ventilasi mekanis: orang dewasa; pertukaran alveolar dan perfusi

jaringan yang dibantu oleh ventilasi mekanis


Respon penyapihan ventilasi mekanis: orang dewasa; penyesuaian system
pernapasan dan fisiologi terhadap proses pelepasan dari ventilasi mekanis

secara bertahap
Status pernapasan: kepatenan jalan napas; jalur napas trakeobronkial bersih

dan terbuka untuk pertukaran gas


Status respirasi: ventilasi; pergerakan udara kedalam dan keluar paru
Status tanda vital; TTV dalam rentang normal
bb. NIC

Pantau adanya pucat dan sianosis


Pantau efek obat pada status pernapasan

Pantau pola pernapasan

Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA,

sputum, dan sebagainya, jika perlu dan sesuai protkol


Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang

dilembabkan sesuai program


Tenangkan pasien selama periode gawat napas
Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode gawat napas
Pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanul nasal, masker atau
sungkup,

bc.
bd.
be.

bf.
bg.

bh.

bj.

STUDI KASUS
bi. PERITONITIS
Klien kiriman UGD bernama An. D masuk ke ruang rawat inap anak pada

hari sabtu 11 April 2016 jam 08.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri pada
daerah perut yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu dan diiringi pembengkakan pada
daerah perut serta mual dan muntah setiap harinya, makan tidak pernah dihabiskan. Nyeri
dirasakan skala 4 dari 1-10, nyeri terasa di kuadran kanan atas dan menyebar ke kuadran
kiri atas dan bawah. Keluarga mengatakan pada hari selasa tersebut telah berobat ke
puskesmas tetapi nyeri tidak terobati kemudian pada hari kamis klien berobat ke poly
anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA dan beliau menganjurkan agar
klien di bawa ke UGD saja. Setelah dilakukan pemeriksaan darah dan pemeriksaan XRay, ternyata pasien didiagnosa positif menderita Peritonitis, selama dirawat anak terlihat
gelisah dan sering menangis sehingga keluarganya cemas dan menginginkan anak agar
segera pulang.
a. Pengkajian
- Anamnesa
a) Identitas Klien:
bk. Nama : An. D
bl. Usia : 7 tahun 5 Bulan
bm.
Tempat tgl lahir : Surabaya, 21 Januari 2009
bn. BB : 16,5 kg
b) Keluhan Utama :
bo.Sejak 4 hari yang lalu pasien mengeluh perut sakit, merasa mual dan
muntah, keluarga mengatakan pada hari selasa tersebut telah berobat ke
puskesmas tetapi nyeri tidak terobati kemudian pada hari kamis klien berobat
ke poli anak RSI Ibnu Sina dengan Dr.Hj. Rahmi Yetti K, SpA dan beliau
menganjurkan agar klien di bawa ke UGD. Setelah dilakukan pemeriksaan
darah dan pemeriksaan X-Ray, ternyata pasien didiagnosa positif menderita
Peritonitis
c) Riwayat Kesehatan Lalu
bp. Keluarga pasien mengatakan anaknya belum pernah mengalami penyakit
seperti ini sebelumnya, dan belum pernah diopname sebelumnya.
bq.
br.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
bs. Keluarga pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit seperti ini.
bt.
bv.

bu. Pemeriksaan Fisik Per-Sistem


B1 (Breath) :

bw. Pola napas reguler, tidak ada retraksi pernapasan dan napas cuping hidung RR
16x/menit
bx. B2 (Blood) :
by. T=110/80 N=72x/menit Akral hangat
bz. B3 (Brain):
ca. Anak tampak menangis, rewel
cb. B4 (Bladder):
cc. Tidak ada masalah
cd. B5 (Bowel):
ce. Makan habis porsi, mual, muntah, mata cowong, pasien lemas
cf. B6 (Bone):
cg. Pasien letargi
ch.
ci.
cj.

ANALISA DATA :
ck. Data-Data

cm.cn. DS :
co. Keluarga mengatakan anaknya merasakan
nyeri dengan skala 4 di kuadran kanan perut dan
menyebar hingga kuadran kiri
cp. DO :
cq. Klien tampak gelisah dan sering menangis,
grimace +
cr. T = 110/80
cs. N = 72x/menit
ct. RR = 16x/menit
cu. S = 36,7
cv. P: Peritonitis
cw. Q: Nyeri seperti rasanya terbakar
cx. R: perut (abdomen)
cy. S: nyeri 4 (1-10)
cz. T: Hilang timmbul, semakin sakit
saat dibuat
da.
bergerak
db.
dd.de. DS :
df. Keluarga mengatakan klien tidak mau
makan dan muntah sudah 2x, klien mengatakan
perutnya mual
dg. DO :
dh. Makan hanya habis porsi, mata cowong,
konjugtiva anemis
di. A= BB 16,5 kg

cl. Masalah
Keperawatan
dc. Nyeri

do. Pemenuhan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

dj. B = Hb : 10 gr/dL
dk.
Albumin : 3,9 gr/dL
dl. C = Mata cowong, Konjungtiva anemis,
muntah
dm. D = makan habis porsi
dn.
dp.dq. DS :
dr. Keluarga mengatakan anaknya sangat rewel,
keluarga selalu menanyakan kapan anaknya boleh
pulang
ds. DO :
dt. Klien gelisah dan sering menangis, keluarga
ikut gelisah melihat anaknya menangis terus

du. Cemas

dv.
dw. DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1.
2.
3.

Nyeri b.d agen cedera biologis


Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
dx.
akibat mual,muntah dan anorexia.
Cemas b.d proses hospitalisasi
dy.
dz. INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Nyeri b.d proses inflamasi, cedera biologis
ea.
NOC:
Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik psikologis
Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri
Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan

eb.

NIC

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,


awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor

presipitasinya
Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan

tawarkan strategi koping yang ditawarkan


Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur


Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
ec.

2. Nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan anorexia.


ed.NOC

5. Selera makan; keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang

menjalani pengubatan
6. Pembentukan pola menyusu: bayi; bayi melekat ked an menghisap dari payudara
ibu untuk memperoleh nutrisi selama tiga minggu pertama menyusui
7. Status gizi; tingkat ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kegiatan metabolic
8. Status gizi: pengukuran biokimia; komponen dan kimia cairan yang
mengindikasikan status nutrisi
9. Status gizi: asupan makanan dan cairan; jumlah makanan dan cairan yang
dikonsumsi tubuh dalam waktu 24 jam
10. Status gizi: asupan gizi; keadekuatan pola asupan zat gizi yang biasanya
ee.

ef. NIC

Kaji Selera makan; keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau

sedang menjalani pengubatan


Kaji Berat badan dan tingkat kesesuaian berat badan
Manajemen nutrisi; tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi jika
diperlukan jumlah kalori, dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi.
Buat perencanaan makan sesuai dengan selera pasien
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
Suapi pasien jika perlu
Manajemen nutrisi: berikan pasien minuman dan kudapan bergizi tinggi protein,
tinggi kaori yang siap dikonsumsi dan ajarkan pasien tentang cara membuat

jadwal makan jika perlu


Berikan obat antiemetic sesuai indikasi
Jagalah hygiene mulut pasien
eg.

3. Cemas berhubungan dengan proses hospitalisasi


eh.
NOC
Anxiety Control
Coping
ei.
NIC

Gunakan pendekatan yang menenangkan


Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk menemani anak
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
ej.

ek.
el.
em.

Peritonitis

adalah

BAB 4
PENUTUP

peradangan

pada

peritonium

yang

merupakan

pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir
hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
en.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang

terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis
dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal),
iritasi tanpa infeksi.
eo.

Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi

bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses)


diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi usus.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah
a

Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara

intravena.
Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam

c
d

pengobatan infeksi nifas.


Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

ep. 4.2 Saran


eq.

Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di

masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan
mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien yang
mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa yang dipelajari.
er.
es.
et.

DAFTAR PUSTAKA

eu. Brooker C, 2009, Ensiklopedia Keperawatan, EGC, Alih Bahasa Hartono


dkk, Jakarta
ev. Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R., 2004, Gawat Abdomen dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
ew. Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
ex. Fauci et al, 2008, Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1,
McGraw Hill, Peritonitis halaman 808-810, 1916-1917
ey. Kowalak. 2010. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
ez. Marshall, JC. 2003. Intensive Care Management of Intra Abdominal
Infection. Critical Care Medicine; 31(8) : 2228-37
fa. Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu
Med
fb.
fc.

1.

6.
7.
8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Anda mungkin juga menyukai