Anda di halaman 1dari 101

PENYALURAN DANA ZAKAT UNTUK PENDIDIKAN

DALAM PERSPEKTIF IMAM HANAFI


(Studi Terhadap Bazis Kotamadya Jakarta Selatan)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh :
Ghina Puspita
NIM :206043104333

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 M/ 2010 H

G+o  2{


2lo
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT, Tuhan


semesta alam yang menguasai seluruh lini kehidupan dan yang telah memberikan
segala nikmat, nikmat kesehatan dan kesempatan.
Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi, Nabi Muhammad Saw,
keluarga dan sahabat-sahabatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak,
baik moril maupun materil. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1.

Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab Fiqih Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA
dan Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M. Ag.

3.

Bapak Dr. Djawahir Hejazziey., SH., MA selaku dosen pembimbing skripsi


yang telah memberikan waktu luang, pengarahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.

Para Dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Program Perbandingan Mazhab Fiqih Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.

Untuk staf perpustakaan, terima kasih atas kemudahan, arahan dan bantuannya
kepada penulis dalam memperoleh data-data kepustakaan dalam penulisan
skripsi ini.

6.

Kedua orang penulis tercinta, ayahanda Faizal Abdullah, S.PdI dan Ibunda
Zakiyyah, Zikriyyah Damayanti (Kakak), dan Ghulam Nurul Huda (Adikku)
yang telah memberikan kasih sayangnya yang tiada henti mendoakan, serta
menyemangati baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.

7.

Bapak Rahmadi selaku Kasubbag Tata Usaha, Ibu Hayati Saragih dan Bapak
Tatang Wardhana selaku Staf Seksi Penyaluran dan Pengumpulan di BAZIS
Keluarga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
observasi data wawancara di Kantor BAZIS Kota Administrasi Jakarta Selatan
selama penulisan ini.

8.

Semua teman-teman seperjuangan ku di Perbandingan Mazhab Fiqih angkatan


2006 yang ikut merasakan betapa banyak pengorbanan kita saat membuat

ii

skripsi ini. Semoga kita semua diberikan pekerjaan yang kita cita-citakan
semua.
9.

Semua teman-temanku mulai dari Reni Cute, Iroh, Sila, Inez, DU, Audhitd,
Vina, Mey, Achi, Mamih, Wita, Tirta, Ihsan, Purwanto, Goni, Asep dan lainlainnya yang senantiasa tak lupa juga memberikan motivasi sekaligus dorongan
untuk tetap semangat, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.

10.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan baik langsung maupun tidak, moril maupun materil
penulis ucapkan terima kasih. Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis
mohonkan, untuk memberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda.
Amiin.

Jakarta, 22 September 2010 M


13 Syawal 1431 H

Penulis

iii

ABSTRAK

Ghina Puspita Judul Skripsi Penyaluran Dana Zakat Untuk Pendidikan


Dalam Perspektif Imam Hanafi (Studi Terhadap BAZIS Kotamadya Jakarta
Selatan). Strata Satu (S1) Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1431 H / 2010 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat Imam Hanafi terhadap
penyaluran dana zakat untuk pendidikan dan mekanisme penyaluran yang diterapkan
oleh Bazis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode
penelitian yang menguraikan dan memaparkan masalah yang ada sehingga
memperoleh gambaran tentang objek yang diteliti dan masalah tersebut dapat
dipecahkan serta diselesaikan dengan baik dan benar.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian lapangan (field
research) untuk memperoleh data primer, dengan melakukan wawancara dan
penelitian langsung terhadap pihak yang dianggap berkompeten. Selain itu, penulis
juga melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data
sekunder, yakni untuk memperoleh data ilmiah dan akurat yang bersumber pada
buku-buku, dokumen, dan rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan,
kemudian dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui fenomena yang sebenarnya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa, Hanafiyah mendefinisikan Ibnu Sabil
sebagai musafir yang kehabisan dana perjalanan, yang boleh menerima zakat sebagai
kebutuhannya saja. Mekanisme penyaluran dana zakat untuk pendidikan pada Bazis

Jakarta Selatan adalah memberikan beasiswa kepada orang yang kurang mampu
dalam membiayai pendidikannya (Ibnu Sabil) dari tingkat SD/MI (Madrasah
Ibtidaiyyah) sampai S3 (Strata 3) dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh
Bazis. Dalam mekanismenya permasalahan yang dihadapi oleh Bazis adalah :
Pertama, masih ditemukan Petugas Operasional Bazis Kecamatan dan Kelurahan
yang belum mengerti tentang tata cara pengadministrasian pembukuan keuangan ZIS,
disebabkan masih kurang paham dan adanya petugas operasional Bazis yang pensiun
atau mutasi pegawai. Kedua, masih terlambatnya pendayagunaan ZIS tidak
dilaksanakan sesuai jadwal. Ketiga, adanya perubahan penerimaan gaji, kesra dan
TPP pegawai dan guru dari bendahara unit kepada atau melalui Bank, sehingga
menyulitkan dalam pemotongan ZIS yang berdampak pada hasil pengumpulan ZIS.
Keempat, masih terjadinya keterlambatan dalam penerimaan check untuk pencairan
dan pendayagunaan ZIS atau kegiatan.
Kata Kunci : Penyaluran Dana Zakat Untuk Pendidikan Dalam Perspektif
Imam Hanafi (Studi Terhadap BAZIS Kotamadya Jakarta Selatan).

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang asasi merupakan media yang
tepat untuk menghubungkan antara yang kaya dan miskin, sekaligus berfungsi
untuk membina Ukhuwah Islamiyyah. Karena pada dasarnya prinsip zakat adalah
harta orang mampu dibagikan kepada mustahik dan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan agama. 1
Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental.
Selain berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan sosial. Di
antara aspek-aspek ketuhanan (Trasendental) adalah banyaknya ayat-ayat AlQuran yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya dua puluh tujuh ayat
yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan.
Sedangkan dari aspek keadilan sosial (al-adallah al-ijtimaiyyah), perintah
zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang tak terpisahkan dalam
pencapaian kesejahteraan sosial-ekonomi dan kemasyarakatan. Zakat diharapkan
dapat meminimalisir kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin. Di

Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, (Bandung : Pustaka Setia,
2002), Cet. 1, hlm 132.

samping itu, zakat juga diharapkan dapat meningkatkan atau menumbuhkan


perekonomian, baik pada level individu maupun pada level sosial masyarakat. 2
Kemiskinan sangat rentan terhadap religiusitas seseorang, sehingga Islam
sangat memperhatikan persoalan kemiskinan ini. Salah satu nilai instrumen
ekonomi yang terkadang dalam ajaran Islam adalah peralihan kekayaan melalui
zakat. 3 Zakat merupakan salah satu tata hubungan yang menghubungkan hamba
secara vertikal kepada Tuhan serta menjembatani hamba secara horizontal dalam
hal agar ada keseimbangan dan stabilitas sosial ekonomi.
Dalam hal pendayagunaan zakat secara tekstual yang berhak menerima
zakat adalah sasarannya pada delapan ashnaf (golongan), yaitu : fakir, miskin,
amil, muallaf, riqab (hamba sahaya), gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil. Di lain
hal juga dipergunakan untuk kepentingan seperti : sarana ibadah pendidikan
Islam, beasiswa pendidikan dan lain sebagainya.
Seperti yang dilakukan oleh Bazis DKI Jakarta yang memiliki beberapa
program unggulan, yaitu pembinaan SDM. Yang diantaranya memberikan
beasiswa dari tingkat SD/MI (Madrasah Ibtidaiyyah) sampai S3 (Strata 3),
kesejahteraan, pembinaan guru dan marbot.
Zakat yang diberikan untuk biaya pendidikan termasuk kedalam golongan
yang berhak menerima zakat (mustahik) yaitu Ibnu Sabil yang berarti musafir,

Nurudin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada), Cet. 1, hlm 1-2.
3
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press,
1998), Cet. 1, hlm 9.

berpergian atau orang yang berpergian. Terdapat pandangan dari ulama membagi
Ibnu Sabil kedalam dua golongan, yaitu orang yang mengadakan perjalanan
ditanah airnya sendiri dan orang yang mengadakan pekerjaan di negeri orang.
Surat-surat dalam Al-Quran menjelaskan tentang zakat secara mendetail
berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam hal ini Allah
juga telah menjadikan zakat sebagai salah satu tujuan untuk memberikan
kakuasaan di bumi. Tidak ada sebab bagi seseorang yang mengaku dirinya
sebagai Muslim mengelak dari tuntutan zakat dalam semua cabang-cabang zakat
apabila ia memenuhi syarat wajib zakat tersebut.
Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim dibagi dalam dua
bagian, yaitu zakat fitrah dan zakat harta (Mal). Zakat fitrah adalah zakat yang
wajib dikeluarkan pada setiap akhir Ramadhan oleh setiap keluarga yang
ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya Idul
Fitri. Sedangkan yang dimaksud dengan zakat harta adalah zakat atas harta yang
wajib dikeluarkan oleh muslim apabila telah sampai nisab dan atau haul. 4
Zakat merupakan sumber sosial ekonomi Islam yang disyariatkan oleh
Allah SWT untuk menjadi tonggak bagi kekuatan umat karena kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah ummat Islam pada saat ini. Islam meletakan

A. Djazuli dan Yani Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (sebuah


pengenalan), (Jakarta : PT. raja Grarindo Persada, 2002), h 41.

tanggung jawab administrasi zakat kepada wewenang pemerintah sekaligus


menjadikan zakat sebagai sumber keuangan terkemuka. 5
Penanaman zakat bukanlah karena menghasilkan kesuburan bagi harta,
tetapi untuk mensucikan diri masyarakat. Ia merupakan manifestasi dari
kepedulian para hartawan dengan para mustahik (orang yang berhak menerima)
terikat dalam ikatan tanggung jawab dalam fakir miskin. Adanya kewajiban ini
bukan disebabkan antara muzakki (wajib zakat) dan hak dan kewajiban.
Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana sosial,
yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Akibat dari kemiskinan
itu pula, masalah-masalah pendidikan pun terhambat. Banyak dari masyarakat
yang lemah tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
dikarenakan biaya pendidikan yang mahal. 6
Apabila seseorang mengkhususukan diri mencari ilmu, maka ia boleh
diberi zakat sekedar memenuhi kebutuhan membeli buku-buku guna kepentingan
agama dan dunianya. Orang yang mencari ilmu patut diberi zakat karena dia
melaksanakan fardhu kifayah dan fardhu ilmunya itu tidak hanya untuk dirinya,
tapi juga untuk seluruh umat. Ia berhak untuk ditolong dengan harta zakat, karena
ia termasuk kategori orang yang membutuhkan kaum muslim itu sendiri.
Sebagian orang ada yang memberi syarat dalam pemberian zakat untuk golongan
pencari ilmu, yaitu kepandaian yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan
5

Beni Sarbeni, Panduan Zakat Al-Quran dan Sunnah, (Bogor : Pustaka Ibnu Katsir,
2005), h 25.
6
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999), h 8-9.

masyarakat, khususnya kaum Muslim (pendapat tersebut dianut oleh Negaranegara modern, dimana pemerintah atau lembaga-lembaga memberikan beasiswa
kepada mahasiswa yang pandai). 7
Dalam lembaga zakat antara pemberi dan penerima sebenarnya tidak
mempunyai hubungan apa-apa. Munculnya kewajiban di pundak si pemberi
semata karena pada hartanya terdapat sesuatu yang menyebabkan ia wajib
mengeluarkannya, yaitu memiliki harta yang banyak dan pada si penerima ada
sesuatu yang menyebabkan ia berhak menerima kebutuhannya. Dengan demikian,
Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) telah dapat meneruskan, niat suci
kepemerintahan Negeri Indonesia dalam usaha membantu pelajar-pelajar sekolah
rendah (SD), sekolah menengah atas (SMA) dan juga kepada pelajar-pelajar yang
ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Maka bagi pihak
ketua BAZIS Jakarta Selatan berharap agar pelajar-pelajar dapat belajar dengan
lebih tekun dan lebih bersungguh-sungguh sehingga dapat berhasil dan sukses.
Dengan usaha yang gigih dalam menimba ilmu pengetahuan sehingga kita dapat
mengerti makna dari kesenangan, kemewahan dan kesejahteraan, pada masa yang
akan datang.
Adanya fenomena yang terjadi di masyarakat membuat BAZIS lebih
memfokuskan diri untuk menangani bidang pendidikan melalui program
beasiswa. Program beasiswa tersebut perlu dikaji dan diteliti, mengingat urgensi
7

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqhuzzakah, (Muassah Dar-salam), terjemahan Hukum Zakat


(Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat berdasarkan al-Quran dan Hadist), (Bogor
: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), h 525-526.

zakat sebagai salah satu instrumen model pengembangan keuangan umat Islam
yang berperan sebagai sebuah institusi keagamaan yang diharapkan mampu
mengatasi kelemahan struktur ekonomi yang mengangkat pemeratan distribusi
pendapatan. Karena dengan pemberdayaan zakat, akan dapat meminimalisir
kesenjangan ekonomi yang merupakan salah satu kelemahan struktur ekonomi
dan mampu membawa pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan
masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.8
Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti masalah ini melalui
penelitian berupa skripsi dengan judul Penyaluran Dana Zakat Untuk
Pendidikan Dalam Perspektif Imam Hanafi (Studi Terhadap Bazis Kotamadya
Jakarta Selatan).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah atau (BAZIS) dalam skripsi ini
adalah singkatan dari Badan Zakat Infaq dan Shadaqah yang berada di Prapanca
Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
BAZIS adalah pemegang amanah dalam mengurusi dana zakat untuk
pendidikan anak-anak di Jakarta yang harus bertanggung jawab dan jujur dalam
penyalurannya. Kaidah penyalurannya ke delapan asnaf sesuai dengan Al-Quran

Malichatun, Peranan Zakat Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa (Studi


Kasus Beasiswa Tunas Bangsa Badan Amil Zakat Nasional), (Jakarta : Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 2004), h 6, t.d.

dan system pengelolaan zakatnya sesuai dengan Al-Quran dan hadist yang
mengacu kepada kemaslahatan umat.
Karena luasnya cakupan masalah zakat, maka penelitian dalam skripsi ini
dibatasi hanya pada masalah penyaluran dana zakat untuk pembiayaan
pendidikan. Selanjutnya penyaluran dana zakat ini juga hanya di Prapanca,
Jakarta Selatan.
Agar lebih jelas pembahasan di atas, penulis merumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pendapat Imam Hanafi terhadap penyaluran dana zakat untuk
pendidikan?
2. Bagaimana mekanisme penyaluran dana zakat untuk pendidikan pada BAZIS
Jakarta Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui realitas penyaluran
dana zakat untuk pendidikan serta membuktikan bahwa adanya BAZIS selaku
pemegang amanah memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan pelajar pada waktu
sekarang dan memberi kemudahan secara langsung kepada masyarakat dalam
upaya menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dalam penyaluran dana zakat
untuk pendidikan di Prapanca, Walikota Jakarta Selatan.
Oleh karena itu, yang menjadi kegunaan dari penulis skripsi ini adalah
sebagai berikut :

1. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1)


pada jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Untuk mengetahui pendapat Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat
untuk pembiayaan pendidikan.
3. Untuk mengetahui berapa besar dana zakat yang dikeluarkan oleh BAZIS
Jakarta Selatan untuk pembiyaan pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk pembiayaan pendidikan yang
dibantu pendanaannya oleh BAZIS Jakarta Selatan.

D. Obyek Penelitian
Penyaluran dana zakat merupakan obyek penelitian yang dikaji oleh
penulis. Di Prapanca, pengurusan zakat dikendalikan oleh Pusat Zakat Walikota
Jakarta Selatan yang merupakan lembaga atau badan yang dimiliki sepenuhnya
oleh Pemerintah DKI Jakarta. Di bawah kantor ini telah didirikan cabangnya yaitu
kantor BAZIS . sedangkan yang dikaji oleh penulis adalah BAZIS cabang Jakarta
Selatan.
Dana zakat adalah berupa uang yang diberikan oleh muzakki kepada
pengelola yang memegang amanah sebagai lembaga penyaluran zakat untuk
pendidikan. BAZIS bertindak dalam menyelenggarakan penyerahan zakat dari
muzakki kepada yang memerlukan mengikut sistem pembagian zakat di Jakarta
Selatan.

E. Kerangka Teori atau Kajian Teori


Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999, Lembaga Pengelolaan
Zakat di Indonesia terdiri dari lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang
disebut Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga yang didirikan oleh masyarakat
yang dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Berdasarkan data yang
dihimpun oleh Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama
RI, di Provinsi DKI Jakarta terdapat 15 (lima belas) Lembaga Pengelolaan Zakat
yang terdaftar dan telah dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat, meliputi 1
(satu) BAZ yaitu BAZIS DKI Jakarta, dan 14 (empat belas) LAZ, yaitu : Dompet
Dhuafa Republika, Yayasan Pondok Mulya, LAZ Bandar Soekarno Hatta, LAZ
Al-Azhar, Dana Sosial Ummul Quro, Baitul Maal Umat Islam BNI, Baitul Maal
Muammalat,

Baitul

Maal

Hidayatullah,

LAZ

Persatuan

Islam,

LAZ

Muhammadiyah, Yayasan Baitul Maal BRI, BAZIS Bank Tabungan Negara,


Yayasan Amanah Takafful, Medical Emeergency Rescue Commite (MER-C).
Dari 15 (lima belas) LPZ yang ada di DKI Jakarta, secara purposive
sampling, BAZIS DKI Jakarta yang akan dijadikan sample penelitian ini. Adapun
pertimbangannya adalah bahwa BAZIS DKI Jakarta merupakan satu-satunya
BAZ yang dimiliki oleh Pemerintah DKI Jakarta, merupakan pioner BAZ-BAZ di
provinsi lain dan memiliki Unit Pelaksana Teknis yang tersebar di seluruh
Jakarta.
Zakat adalah suatu bentuk ibadah malliyah yang mempunyai dimensi dan
fungsi social ekonomi dalam mewujudkan solidaritas social karena dengan

pelaksanaan zakatlah pemerataan karunia Allah SWT untuk sesama manusia


dapat dicapai. Hingga Rasulullah SAW sendiri menganjurkan pemungutan zakat
secara paksa mengeluarkannya, bahkan pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Sidiq
beliau pernah menyatakan perang suci terhadap orang-orang yang tidak
membayar zakat. Oleh karenanya zakat mempunyai peran yang sangat besar
dalam mengentas kemiskinan terutama di Negara Indonesia ini.
Zakat merupakan salah satu penyangga bangunan umat Islam, dengan
tanpa

mengabaikan

penyangga-penyangga

lainnya,

sampai

kini

masih

memerlukan perhatian serius. Bukan saja karena zakat sebagai salah satu rukun
Islam, tetapi lebih dari itu, karena kesadaran kaum Muslimin untuk melaksanakan
zakat masih rendah.
Zakat yang diberikan untuk biaya pendidikan termasuk kedalam golongan
yang berhak menerima zakat (mustahik) yaitu Ibnu Sabil yang berarti musafir,
berpergian atau orang yang berpergian. Terdapat pandangan dari ulam yaitu
membagi Ibnu Sabil kedalam dua golongan, yaitu orang yang mengadakan
perjalanan ditanah airnya sendiri dan orang yang mengadakan perjalanan di
negeri orang.
Pendistribusian dana zakat kepada delapan golongan masih menjadi
perbincangan dikalangan ulam, permasalahan itimbul karena disatu pihak zakat
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bagi golongan yang kekurangan dan pihak
lain, zakat harus dibagi kepada delapan golongan.

10

BAZIS Kotamadya Jakarta Selatan merupakan cabang dari salah satu


lembaga dalam penerimaan dana zakat, infaq dan shodaqah di DKI Jakarta. Salah
satu hal yang menarik bagi penulis meneliti ZIS di BAZIS ialah, karena
cakupannya seluruh wilayah Jakarta yang lebih dikenal dengan kota metropolitan.
Dalam hal ini penerimaan dengan cara transfaran lebih mudah didapatkan, dimana
masyarakat yang menengah keatas lebih banyak dan tidak sedikit pula masyarakat
yang menengah ke bawah.

F. Review Studi Terdahulu


Dari beberapa literatur tesis dan skripsi yang berada di perpustakaan
Syariah dan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
mengambilnya untuk dijadikan sebuah bahan perbandingan mengenai pendapat
Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan, sebagai berikut
:
1. Ahmad Yaman , Penyaluran Zakat dari Konsumtif ke Produktif Telaah atas
Pemikiran DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Perbandingan Mazhab Fiqih, Disusun pada tahun 1427 H/2006 M.
penulis membahas masalah konsep penyaluran zakat yang konsumtif ke
produktif dalam pandangan DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
2. Mufidah, Pengelolaan Zakat Pada Lembaga Amil Dompet Dhuafa Republika
Pasca Pemberlakuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, Konsentrasi
Peradilan Agama, disusun pada tahun 1429 H/ 2008 M. penulis membahas

11

tentang system pemberlakuan UU No. 38 Tahun 1999 serta pengaruhnya


terhadap profesionalisme pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga
Amil dompet Dhuafa Republika.
3. Nada Fitria Syari Aty, Peranan Strategi Fundraising Dalam Peningkatan
Penerimaan Dana Zakat Infaq dan Shodaqah Pada PT. PLN Persero Jakarta.
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2009, penulis membahas masalah strategi fundraising
zakat infaq dan shodaqah pada PT. PLN Persero Jakarta serta pengaruhnya
terhadap dana ZIS.
Dari judul skripsi di atas, sudah sangat berbeda pembahasannya dengan
skripsi yang akan dibahas oleh penulis, penulis akan mencoba membahas tentang
pendapat Imam Mazhab terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan,
mekanisme penyaluran dan pengumpulan serta gambaran mengenai

BAZIS

Jakarta Selatan.

G. Metode Penelitian
Adapun jenis metode yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif.
Penelitian ini adalah dihasilkan melalui data-data deskriptif (pemaparan) yang
diperoleh dari pengamatan di lapangan dan tidak selalu berbentuk angka-angka.
Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan pembahasan di atas, maka
penulis menggunakan penelitian kualitatif yang mengacu pada tehnik
pengumpulan data yaitu dengan :

12

a. Interview/Wawancara
Wawancara adalah mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung
kepada responden dengan wawancara terbuka. Secara sederhana wawancara
diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan cara mempergunakan tanya
jawab antara informasi dengan sumber informasi. 9
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mengumpulkan data-data sekunder mengenai bahan
penelitian yang didapatkan dari berbagai sumber tertulis seperti arsip,
dokumen resmi, foto, data statistik dan sejenisnya yang diharapkan dapat
mendukung analisis penelitian. 10
Adapun metode penulisan yang dipakai dalam skripsi ini adalah buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. sedangkan untuk menafsirkan ayatayat Al-Quran yang menjadi dalil dalam skripsi ini, penulis menggunakan AlQuran dan Terjemahan yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik
Indonesia.

H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang
terjadi pokok penulisan dan memudahkan para pembaca dalam memahami tata
9

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University,


1993), h 111
10
Ibid

13

aturan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan


menjadi lima (5) bab, yaitu :
Bab I

Dalam bab ini penulis menjelaskan gambaran pendahuluan yang terdiri


dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan penulisan, review kajian terdahulu, kerangka teori atau kajian
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II

Dalam bab ini penulis mendeskripsikan tentang tinjauan umum


mengenai zakat, yang terdiri dari pengertian dan dasar hukum zakat,
yaitu : tujuan, macam-macam harta yang wajib dizakati,
perkembangan, yang berhak menerima zakat (Mustahik), dan yang
berhak mengeluarkan zakat (muzakki), mekanisme pengumpulan dana
zakat untuk pendidikan, serta hikmah pengeluaran zakat.

Bab III Dalam bab ini penulis mencoba untuk memberi gambaran mengenai
sejarah berdirinya Bazis, struktur organisasi Bazis dan progam kerja,
kegiatan dari Bazis Jakarta Selatan dan mekanisme penyaluran dana
zakat pendidikan pada Bazis.
Bab IV

Dalam bab ini penulis mencoba untuk mengkaji tentang penyaluran


dana zakat pendidikan menurut Imam Hanafi, yang terdiri dari biografi
Imam Hanafi, pandangan Imam Mazhab terhadap penyaluran dana
zakat, serta analisa penyaluran dana zakat Bazis dalam pandangan
Imam Hanafi.

14

Bab V

Dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dari bab-bab yang telah
dibahas dan dilanjutkan dengan rekomendasi terhadap pihak-pihak
yang terkait yang diharapkan menjadi kritik konstruktif bagi pihak
yang terkait. Selain itu, penulis juga mencantumkan dengan daftar
pustaka disertai lampiran-lampiran.

15

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT

A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat


Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu Keberkahan, al-namaa pertumbuhan dan perkembangan , aththaharatu kesucian, dan ash-shalahu keberesan. 1 Sedangkan secara istilah,
meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda
antara satu dengan yang lainnya, bahkan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa
zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. 2
Zakat termasuk salah satu rukun islam yang lima. Dan kata zakatdalam
Al-Quran ditemukan beriringan dengan kata shalat dalam 82 ayat. Zakat
diwajibkan dalam kitabullah, sunnah Rasulullah Saw dan Ijmaaul ummah. 3
Secara lahiriah, zakat mengurangi nilai nominal (harta) dengan
mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahir ini, hakikatnya
akan bertambah dan berkembang (nilai intrinsik) yang hakiki disisi Allah SWT.
Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, transendental dan
1

hlm 396

Majmu lughah al-arabiyyah, al-mujam al-wasith, (Mesir: Daar el-maarif, 1972) juz I

Ibid, hlm 396


Abdul Aziz Asy-Syannawi, Ketika Harta Berbicara, (Jakarta : Pustaka Azzam 2004),

hlm 119.

16

17

horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat
manusia, terutama umat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang
berkaitan dengan Allah maupun hubungan social kemasyarakatan di antara
manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan membangun kaum
dhuafa yang lemah dengan materi yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya. Dengan kondidi tersebut, akan mampu melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah SWT, memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan
dengki dari diri-diri orang yang berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia
sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang
kaya) kepadanya.
Zakat dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa
(menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusian) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu,
akhirnya tercipta suasana ketenangan bathin yang terbebas dari tuntutan Allah
SWT dan kewajiban kemasyarakatan, yang selalu melingkupi hati.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian
menurut istilah, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik. Zakat adalah ibadah
maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai
fungsi social ekonomi sebagai perwujudan solidaritas social, pernyataan rasa
kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan
ummat, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan miskin zakat,

18

sarana membangun kedekatan antara yang kuat dengan yang lemah, mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera, rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya
dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam kehidupan
masyarakat seperti itu, tidak ada lagi kekhawatiran hidupnya kembali bahaya
komunisme, sebab dengan fungsi ganda zakat, kesenjangna social yang dihadapi
seperti kapitalisme maupun dengan sosialisme dengan sendirinya akan terkikis,
menuju terciptanya tatanan sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa
Rabbun Ghafur.
Salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah. Sebagaimana telah dicontohkan oleh
Rasulullah Saw serta penerusnya di zaman keemasan Islam.
Potensi dana zakat dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan
Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidah (umat yang satu),
musawamah

(persamaan

derajat,

dan

kewajiban),

ukhuwah

Islamiyah

(persaudaraan Islam) dan takaful ijtima (tanggung jawab bersama). Zakat


menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta,
dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
Zakat dalam Al-Quran disebut sebanyak 82 kali. Ini menunjukan hokum
dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :

19

Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Apapun yang


diusahakan oleh dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi
Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang
kamu kerjakan. (Al-Baqarah / 2 :110)
hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian
menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39,

( : / )

Artinya :Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(At-Taubah / 9 : 103)

( : /)

20

Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan yamg kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan hartanya (Ar-Ruum / 30 : 39).

1. Tujuan Pengeluaran Zakat


Yusuf Qardhawi membagi dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu tujuan untuk
kehidupan individu dan tujuan untuk kehidupan social kemasyarakatan. Tujuan
yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka
berinfak atau memberi, mengembangkan akhlak seperti akhlak Allah, mengobati
hati dari cinta dunia yang merajalela, mengembangkan kekayaan bathin dan
menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia. Dengan ungkapan lain,
esensi dari semua tujuan ini adalah pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya
jiwa manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat meninggikan harkat dan
martabat melebihi martabat benda, dan menghilangkan sifat matrealistis dalam
diri manusia. 4
Tujuan kedua, memiliki dampak pada kehidupan kemasyarakatan secara
luas. Dari segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan bagian dari system
jaminan social dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh
problema kesenjangan, gelandangan, problema kematian dalam keluarga dan

Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CV. Pustaka
Amri 2005), hlm. 16

21

hilangnya perlindungan, problema bencana alam maupun cultural dan lain


sebagainya.
Sedangkan tujuan dari zakat, Didin Hafifuddin menguraikan sebagai
berikut 5 : Pertama, merupakan perwujudan ketundukan, ketaatan dan rasa syukur
atas karunia Allah. Kedua, zakat merupakan hak mustahik yang berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka kearah kehidupan yang lebih baik
dan lebih sejahtera, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan
dapat beribadah kepada-Nya. Ketiga, merupakan pilar amal bersama (jamai)
antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang
seluruh waktunya untuk berjihad di jalan Allah. Keempat, sebagai sumber dana
bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam,
seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, social maupun ekonomi sekaligus
sarana

pengembangan

kualitas

sumber

daya

manusia.

Kelima,

untuk

memasyarakatkan etika bisnis yang benar sebab zakat itu bukanlah membersihkan
harta yang kotor akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain atas harta
kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT.
Keenam,

merupakan

salah

satu

instrument/sarana

bagi

pembangunan

kesejahteraan ummat. Ketujuh, mendorong ummat untuk bekerja dan berusaha


sehingga memiliki harta untuk dapat memenuhi kehidupan diri dan keluarganya
serta dapat berzakat/berinfaq.

Ibid, hlm 17.

22

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang
berzakat (muzakki), penerimaannya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya,
maupun bagi masyarakat keseluruhan. 6

2. Macam-macam Harta Yang Wajib Dizakati


Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab I, zakat itu terbagi menjadi
dua macam, yaitu zakat mal dan zakat nafs (fitrah). Zakat mal (harta) adalah
bagian dari harta kekayaan seseorang yang wajib dikeluarkan untuk golongangolongan tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dan jumlah
tertentu. 7 Seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buah-buahan dan
biji-bijian) dan barang perniagaan. Sedangkan zakat nafs/fitrah adalah zakat yang
diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan shiyam (puasa) yang
difardhukan. 8
Untuk wajibnya zakat disyariatkan hendaknya harta yang dimiliki itu
mencapai nishab. Arti nishab adalah sesuatu ukuran yang ditetapkan oleh
syari sebagai tanda wajibnya zakat, baik berupa emas dan perak atau lainnya.
Mazhab hanafi berpendapat bahwa sempurnya nishab itu disyariatkan ada pada
dua penghujung tahun (yakni awal dan akhir), sama saja dengan pertengahan
6

Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1998), hlm, 82
7
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : Universitas
Indonesia, 2006), hlm 42.
8
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999), hlm 9.

23

tahun nishab harta tersebut masih tetap sempurna atau tidak. Bila memiliki nishab
yang sempurna pada awal tahun, dan nishab tersebut berkurang, kemudian
sempurna lagi pada akhir tahun, maka dalam hal ini wajib juga zakat. Sedang
apabila tetap tidak mencapai nishab hingga batas tahunnya berakhir, maka tidak
ada zakat.
Zakat atas hasil yang dicapai berbeda dengan zakat atas modal, yaitu
dalam hal pembayarannya. Harta yang wajib dizakati berdasarkan hasil yang
dicapai, penunaian zakatnya segera setelah didapat hasilnya tanpa terkait dengan
syarat haul. Harta yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. Zakat Atas Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
berniali ekonomis seperti biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan dan lainlain. Hal tersebut adalah berdasarkan keumuman dalil yang ada dalam alQuran dan al-sunnah. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah.
Pengeluaran zakatnya tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus
dilakukan setiap kali menuai. Kadar zakatnya 5% untuk hasil bumi yang atas
usaha penanam sendiri dan 10% kalau pengairannya tadah hujan tanpa usaha
yang menanam. 9 Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air tetapi
ada biaya-biaya lain seperti pupuk, insektisida dan lain-lain. Oleh sebab itu,
untuk memudahkan perhitungan zakatnya, biaya pupuk, insektisida dan

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : Universitas
Indonesia, 2006), hlm 46.

24

sebagainya dikurangkan hasil panen. Kemudian dari sisanya dikeluarkan zakat


sebesar 10% atau 5%.

b. Zakat Atas Harta Terpendam (Rikaz), Barang Tambang (maadin)


dan Kekayaan laut
Mazhab Hanafi tidak membedakan antara rikaz dan maadin. Wajib
dikeluarkan zakat atas keduanya sebesar 20% baik yang telah maupun belum
mencapai nishab. Maadin adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam
perut bumi, baik padat maupun cair seperti emas, perak, tembaga, minyak,
gas, besi sulfur dan yang lainnya, serta ada usaha untuk mengeksploitasinya.
Sedangkan, rikaz adalah harta kekayaan peninggalan orang terdahulu
dari zaman purbakala yang dipendam di dalam bumi, atau biasa disebut
ditemukan dan tidak ada pemiliknya. Sebagaimana hadist Nabi Saw :
Rasul ditanya tentang barang temuan, maka beliau menjawab,
apabila ditemukan pada jalan yang ramai atau pada daerah yang
berpenghuni, maka umumkanlah selama satu tahun. Jika dating pemiliknya
(maka itu haknya), jika tidak maka menjadi milikmu. Tapi jika ditemukan
pada jalan mati (tanah yang tidak bertuan) atau daerah tak berpenghuni,
maka pada barang temuan tersebut dan juga pada rikaz wajib dikeluarkan
seperlima (20%). (H.R. Nasaai).
Berdasarkan hadist diatas tentang kadar zakat rikaz menurut Hanafi
yang menetapkan 20%, tanpa mensyaratkan adanya nishab. Sementara itu,

25

Hanafi juga menetapkan 20% atas dasar ghonimah sama seperti rikaz. Untuk
hasil laut seperti mutiara, ambar, marjan dan sejenisnya, Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa tidak ada zakat atas mutiara, marjan dan sejenisnya.
Zakat atas modal adalah zakat yang dihitung berdasarkan harta pokok
dan hasil yang didapat, bukan atas hasil saja. Biasanya, zakat atas harta yang
berdasarkan modal atau pokok akan mengikuti kaidah haul, yaitu satu tahun.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah :

1. Zakat Binatang Ternak


Hewan ternak, yaitu unta, sapi dan kambing. Yang dimaksud di sini
adalah yang piaraan. Maka tidak ada zakat untuk yang liar. Yang semisal itu
adalah hewan yang dilahirkan dari hasil percampuran antara hewan liar dan
piaraan. Mazhab Hanafi berpendapat, yang perlu diperhatikan dalam masalah
hewan yang dilahirkan dari hasil pencampuran antara hewan liar dan piaraan
adalah induknya. Bila induknya itu piaraan, maka ia dikenakan zakat. Jika
bukan, maka tidak dikenakan zakat. 10
Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara
setahun di tempat pengembalaan dan tidak pekerjakan sebagai tenaga
pengangkutan dan sebagainya, dan sampai nishabnya. Kadar zakatnya
berbeda-beda. Ternak yang wajib dizakati antara lain, unta yaitu nishabnya
10

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arbaah, (Mathbaah AlIstiqomah, Cairo), Ct. 4, Penerjemah H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Empat Madzhab,
(Jakarta : Darul Ulum Press, November 2002), Ct. 1, hlm 107.

26

adalah 5 ekor. Artinya bila seorang telah memiliki 5 ekor unta, maka ia
terkena kewajiban zakat.
Hanafiyah berpendapat bila jumlah unta itu lebih dari 120 maka
kewajiban zakatnya diperhitungkan dari awal lagi dan selebihnya dari jumlah
tersebut sama dengan zakat nishab pertama. Berdasarkan hadist Nabi Saw
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Annas bin Malik, maka dapat
dibuat tabel sebagai berikut:

Jumlah (Ekor)
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
46-60
61-75
79-90
91-120

Zakat
1 ekor kambing/domba 11
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba
4 ekor kambing/domba
1 ekor unta bintu makhad 12
1 ekor unta bintu labun 13
1 ekor unta hiqah 14
1 ekor jadzah 15
2 ekor unta bintu labun
2 ekor hiqah

Sapi dan kerbau yaitu nishab kerbau disetarakan dengan nishab sapi,
yakni 30 ekor. Artinya, bila seorang telah memiliki 30 ekor sapi atau kerbau,
maka ia telah terkena kewajiban zakat. Sapi antara jantan dan betina adalah

11

Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih
Unta betina berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
13
Unta betina berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
14
Unta betina berumur 3 tahun, masuk tahun ke-4
15
Unta betina berumur 4 tahun, masuk tahun ke-5
12

27

sama. Maka dalam jumlah 40 ekor sapi/kerbau, zakat yang wajib dikeluarkan
adalah 1 ekor sapi jantan atau betina berumur 2 tahun masuk tahun ketiga.
Berdasarkan hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh At Tirmizi dan
Abu Daud dari Muadz bin Jabbal r.a, maka dapat dibuat table sebagai berikut :
Jumlah (Ekor)
30-39
40-59
60-69
70-79
80-89

Zakat
1 ekor sapi jantan/betina tabi 16
1 ekor sapi betina musinnah 17
2 ekor tabi
1 ekor musinnah dan 1 ekor tabi
2 ekor musinnah

Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 30 ekor zakatnya


bertambah 1 ekor tabi. Dan jika bertambah ekor, maka zakatnya bertambah 1
ekor musinnah.
Kuda tunggangan dan kuda yang dipergunakan tidak dikenakan zakat.
Sedangkan, kuda yang diperjualbelikan yang dianggap sebagai asset
perdagangan dikenai zakat perdagangan sebesar 2,5%. Adapun kuda yang
diternakan dengan tujuan investasi, ditetapkan tidak dikenai zakat. Namun,
Imam Abu Hanifah berpendapat, kuda dikenai zakat sebesar 1 dianr (4.25
gram emas) dengan nishab 5 ekor jika kuda arab. Selain kuda arab, nishabnya
2,5%.

16
17

Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2


Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3

28

Nishab kambing/domba adalah 40 ekor. Artinya, bila seorang telah


memiliki 40 ekor kambing/domba, maka ia telah terkena kewajiban zakat.

Jumlah (Ekor)
40-121
121-200
201-300

Zakat
1 ekor kambing 2th/domba 1th
2 ekor kambing/domba
3 ekor kambing/domba

Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 100 ekor, maka zakatnya
bertambah 1 ekor, serta jenis lainnya kecuali hewan yang diharamkan menurut
agama.
2. Zakat Emas dan Perak/Simpanan
Emas dan perak merupakan logam mulia yang memiliki dua fungsi.
Pertama, karena merupakan barang tambang yang berharga dan sering
dijadikan perhiasan. Kedua, emas dan perak juga dijadikan mata uang yang
berlaku dari waktu ke waktu. Syariat Islam memandang emas dan perak
sebagai harta yang potensial untuk berkembang. Oleh karenanya, Mazhab
Hanafi berpendapat bahwa zakat perhiasan itu hukumnya wajib, baik bagi
laki-laki maupun wanita, baik masih berupa biji (emas/perak) atau sudah
lebur, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang
lain. Yang menjadi zakat perhiasaan adalah beratnya bukan harganya.

29

Seseorang yang memiliki emas atau perak sebesar 20 dinar atau 200
dirham atau senilai dengan keduanya selama setahun, maka ia terkena
kewajiban zakat sebesar 2,5%. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Saw :

Apabila kamu telah memiliki 200 dirham (perak) dan telah


mengalami ulang tahun ((haul), maka zakatnya 5 dirham. Dan kamu tidak
mempunyai kewajiban apa-apa sehingga kamu memiliki 20 dinar dan telah
mengalami ulang tahun, maka zakatnya dianr. Selanjutnya jika lebih, maka
perhitungkanlah seperti itu. (H.R. Abu Daud dari Ali bin Abi Thalib r.a)

3. Zakat Atas Barang Yang Diperdagangkan


Zakat itu wajib pada harga dari barang dagangan itu sendiri. Yang
dimaksudkan barang dagangan di sini adalah barang dagangan seperti
kain, besi dan lain sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan
nishabnya adalah sama dengan nilai harga emas sebanyak 96 gram. Zakat
tersebut dikeluarkan ketika setiap tutup buku, setelah perdagangan
berjalan selama satu tahun lamanya, seluruh uang dan barang yang ada
dari barang dagangan tersebut dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%. Yang
menjadi ukuran bagi Mazhab Hanafi dalam masalah wajibnya zakat
karena adanya nishab dalam masa satu tahun. Jika kita lihat perdagangan
masa sekarang ini yang semakin meluas, maka zakat perdagangan ini pun
diperluas lagi pada perusahaan atau badan usaha lain.

30

Selain dari yang di atas tadi terdapat juga zakat piutang yaitu
mempunyai piutang di orang lain yang mencapai batas nishab dan telah
berlangsung selama satu tahun, dan memenuhi syarat yang pernah
dikemukakan terdahulu. Zakat uang kertas (Banknote) Mazhab Hanafi
berpendapat bahwa itu sama dengan piutang kuat, hanya saja uang kertas
itu dapat langsung dipertukarkan dengan perak, maka ia juga wajib
langsung dizakati.

3. Perkembangan Zakat dari Masa ke Masa


Sistem penghimpunan dan penyaluran zakat dari masa ke masa
memiliki perbedaan. Awalnya, zakat lebih banyak disalurkan untuk kegiatan
konsumtif, tetapi belakangan ini telah banyak pemanfaatan dana zakat untuk
kegiatan produktif, upaya ini diharapkan dapat merubah strata social dari yang
terendah (mustahik) kepada yang tertinggi (muzakki). Pengumpulan zakat
dapat dilakukanoleh Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat (BAZ/LAZ) di
setiap tingkat atau membentuk unit pengumpulan zakat (UPZ) yang bertugas
mengumpulkan zakat, infak, sedekah dan lainnya langsung melalui bank.
Dalam pelaksanaan pengumpulan dana zakat BAZ/LAZ dapat bekerja sama
dengan lembaga keuangan dan perbankan.
Pengumpulan zakat tidak dapat dilakukan dengan paksaan terhadap
muzakki, melainkan muzakki melakukan dengan kesadaran sendiri,
menghitung sendiri jumlah hartanya yang harus dibayarkan kewajibannya.

31

Dalam hal, muzakki tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajibannya
zakatnya, muzakki dapat meminta bantuan kepada BAZ/LAZ atau lembaga
pengelola zakat (LPZ). Idealnya LPZ menyediakan panduan dalam
penghimpunan dana, jenis dana, dan cara dana itu diterima. Organisasi
pengelola menetapkan jenis dana yang akan diterima sebagai sumber dana.
Setiap jenis dana memiliki karakteristik sumber dan konsekuensi pembatasan
berbeda yang harus dipenuhi oleh pengelola zakat.
Di samping mempertimbangkan ketentuan umum, pendayagunaan
dana zakat juga mempertimbangkan masalah-masalah praktis yang dihadapi
oleh masyarakat. Untuk lebih jelasnya mapping penghimpunan dan
penyaluran zakat dapat dicermati dari perkembangan sejarah zakat dari masa
ke masa sebagai berikut :
a. Zakat Pada Periode Islam Awal (Masa Nabi dan Khulafa al-Rasyidin)
1. Masa Rasulullah Saw
Pemberlakuan syariat zakat diterapkan secara efektiff pada tahun
ke-2 H. eksistensi zakat pada masa itu adalah sebagai ibadah bagi muzakki
dan sumber pendapatan Negara. Dalam pengelolaanya, Nabi terlibat
secara langsung memberikan contoh dan petunjuk pelaksanaan.
Adapun prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, Nabi Saw
mengutus petugas di luar wilayah kota Madinah untuk mengumpulkan dan
mengelola zakat. Diantaranya adalah Muadz bin Jabal yang di utus ke
penduduk Yaman. Para petugas yang ditunjuk oleh Nabi tersebut dibekali

32

dengan pedoman, petunjuk teknis pelaksanaan, bimbingan, serta


peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan
pengeloalaan zakat dapat berjalan efektif dan efisien.

2. Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq


Khalifah ini memiliki kepedulian yang sangat tinggi dan serius
terhadap persoalan zakat. Hal ini disebabkan strategis fungsi zakat sebagai
pajak dan sumber pendapatan Negara. Dalam menangani dan mengelola
pelaksanaan zakat, khalifah selalu berpedoman pada sebuah hadist Nabi
Saw :
Dari Umar ra. Bahwasannya Rasulullah Saw bersabda : saya
diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka mengucapkan
dua kalimat syahadat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila
mereka melaksanakan semuanya, maka mereka telah memelihara darah
dan hartanya dari padaku, kecuali yang hak Islam, maka perhitungan
mereka terserah kepada Allah (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pembahasan kewajiban shalat dan zakat secara bersamaan dan
beiringan, hal ini menunjukan indikasi signifikansi dan urgensi zakat
dalam ajaran Islam. Khalifah Abu Bakar Shidiq melakukan gerakan untuk
memerangi orang yang tidak berzakat, seperti memerangi orang yang
tidak shalat.
Hal ini nampak dalam salah satu ultimatum yang berbunyi :

33

Aku akan memerangi siapa saja yang memisahkan antara shalat


dan zakat Hadist tersebut menjadi landasan teorotik dan operasional
dalam pengelolaan zakat. Meskipun Nabi Saw semasa hidupnya tidak
pernah mengambil tindakan tegas memerangi yang enggan membayar
zakat, karena pada masa itu belum timbul gerakan menentang zakat
sebagaimana yang terjadi pada masa Abu Bakar.
Khalifah mengangkat petugas-petugas zakat (Amil Zakat), dan
mendistribusikan kepada mustahik secara langsung tidak menumpuk di
Baitul Mal. Sementara beliau mengambil haknya sekedarnya saja.
3. Masa Umar Bin al-Khattab
Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa ini dilakukan secara
intensif. Penerimaan zakat meningkat drastic, karena jumlah wajib zakat
bertambah secara kuantitatif dengan berkembangnya wilayah kekuasaan
Islam.
Salah satu kebijakan Umar mengenai zakat, pendapatannya yang
menyatakan bahwa zakat merupakan sumber pendapatan Negara. Zakat
merupakan sumber pendapatan nasional. Dengan demikian, zakat harus
diserahkan kepada Negara. 18
Umar memahami bahwa tujuan utama kewajiban zakat yakni
mencegah menumpuknya harta dibawah kekuasaan sekelompok kecil.

18

Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CV.
Pustaka Amri, 2005), hal 30

34

Oleh karena itu Umar menyusun kebijakan penambahan jenis barang yang
wajib dizakati, menghilangkannya sewaktu-waktu, jika dianggap sudah
tidak relevan dalam struktur perpajakan dan pendapatan Negara sewaktuwaktu. 19

4. Masa Utsman bin Affan


Pada periode ini penerimaan zakat meningkat, sehingga gudang
Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Khalifah kadang memberi
wewenang kepada para wajib zakat untuk atas nama khalifah
menyerahkan secara langsung kepada yang berhak. Bahkan khalifah
mengeluarkan hartanya sendiri untuk memperbesar penerimaan zakat
untuk kepentingan Negara. Khalifah sangat popular sebagai orang yang
dermawan dan memiliki kekayaan yang pribadi dalam jumlah besar
sebelum menjabat sebagai khalifah.
Dana zakat yang terkumpul segera didistribusikan kepada yang
berhak. Jika terdapat sisa di Baitul Mal, maka beliau menginstruksikan
untuk menyalurkannya ke lembaga-lembaga social yang memberi manfaat
bagi kemashlahatan ummat, terutama membiayai pembangunan dan tamir
Masjid Rasulullah

19

Ibid, 30

35

5. Masa Ali bin Abi Thalib


Meskipun dalam suasana politik yang tidak stabil, Ali tetap
menangani persoalan zakat bahkan terlibat langsung secara intensif
melakukan pendistribusian. Kebijakannya mengikuti khalifah-khalifah
terdahulu.

b. Zakat Dalam Kebijakan dan Pemikiran Tokoh-tokoh Penting Pada


Masa Daulah Islamiyyah
1. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H)
Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, kerajaan mengalami
kemajuan karena ditangani dengan system dan manajemen fungsional.
Jenis-jenis harta kekayaan yang dikenakan zakat mengalami
pertambahan. Dalam hal ini Yusuf Qardhawi 20 menuturkan bahwa,
khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertama yang
mewajibkan zakat atas harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan
usaha atau hasil jasa baik termasuk gaji, honorium, penghasilan
prifesi, dan Maal al-Mustafad lainnya.
2. Abu Ubayd al-Qasim Ibn Sallam (W. 838 M)
Pendapatnya dalam kitab Al-Amwal tentang keuangan negara
diantaranya berkenaan dengan zakat :

20

Ibid, 31

36

a. Zakat merupakan salah satu jenis harta yang dikumpulkan dan


disalurkan.
b. Tidak ada batas tertinggi pembayaran zakat dan penyalurannya.
3. Al-Ghazali (1055-1111)
Al-Ghazali 21 dalam beberapa buku seperti Ihya Ulumuddin
dan Mizan al-amal mengemukakan pendapatnya tentang normanorma kehidupan social diantaranya berkaitan dengan pengelolaan
harta dan kewajiban zakat :
a. Penimbunan kekayaan berlebihan adalah penindasan
b. Kewajiban untuk membantu rakyat yang kekurangan melalui
bendahara publik. Dana bendahara publik diantaranya berasala dari
pemungutan zakat.
4. Ibnu Taimiyah (1263-1328 M)
Menurut Ibnu Taimiyah, 22 zakat merupakan salah satu bentuk
penerimaan publik yang menjadi sumber utama dari pendapatan
Negara. Zakat merupakan tonggak dari system perpajakan dalam
Negara Islam. Zakat merupakan kewajiban dari setiap penduduk
seperti halnya juga shalat yang menjadi hak Allah.
Dari 8 asnaf penerimaan zakat, menurut Ibnu Taimiyah
merupakan kewajiban untuk mengeluarkan zakat kepada seluruh

21
22

Ibid, 32
Ibid, 33

37

penerima zakat itu secara merata. Pembagian ditentukan berdasarkan


tingkat kebutuhan dan kepentingannya.
Jika pengauasa tidak adil dan dalam pendistribusian dana zakat
kepada yang berhak, setiap orang boleh menolak membayar zakat
kepada mereka dan diperkenakan secara langsung menyalurkan zakat
kepada mereka yang berhak. Hal ini tidak berlaku untuk jenis
kewajiban lain yang menjadi sumber penerimaan nrgara, kendati
penguasaanya tidak adil, tetap harus dibayar.
Pemikiran tokoh-tokoh di atas menunjukan betapa pentingnya
peranan zakat dalam perkembangan ekonomi di masyarakat.
c. Zakat Pada Era Kontemporer
zakat sebagai instrument social ekonomi memiliki aspek histories
tersendiri pada masa kejayaan Islam. Zakat sebagai elemen perekonomian
memiliki peranan penting dalam struktur perekonomian Negara. Aspek
inilah yang digambarkan dalam sejarah peradaban Islam mulai khalifah
Abu Bakar yang telah meletakkan aturan dasar pelaksanaan, regulasi, dan
system dalam pemungutan zakat, sampai pada khalifah Umar bi Abdul
Aziz yang telah melengkapi aspek-aspek pengelolaan zakat.
Dalam penghimpunan dan pengelolaan zakat tidak lepas dari
empat aspek yang terkait, yakni : mustahik, ashnaf zakat yang delapan,
amilin, (individu dan institusi) dan manajemen zakat (pemungutan dan
penyalurannya). Idealnya keempat aspek tersebut bersinergi membentuk

38

sebuah system yang transparan, akuntabel, dan efektif. Dalam sebuah


Negara Islam, zakat harus dikelola oleh Negara, pada saat Negara tidak
melakukan pengelolaan, maka kewajiban itu jatuh ke tangan masyarakat
yang memiliki kemampuan dan berkesempatan.
Beberapa hal berikut, mesti mendapat perhatian dalam pengelolaan
zakat :
1. zakat merupakan investasi social
2. Investasi zakat harus memperhatikan pada aspek :
a. Halal dan Thoyyib
b. Local Source
c. Bottom Up
d. Ramah Lingkungan
e. Kebutuhan Pasar
3. Pengelolaan zakat harus memiliki karakter social/wirausaha
4. Karakter manajemen, yaitu manajemen by process
Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Konsumtif tradisional, zakat dimanfaatkan dan digunakan langsung
oleh mustahik, untuk pemenuhan kebutuhan hidup
2. Konsumti kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dan jenis
barang semula, misalnya beasiswa

39

3. produktif tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barangbarang produksi, seperti sapi, mesin jahit dan lain-lain
4. produktif kreatif, yaitu pendayagunaan zakat diwujudkan dalam
bentuk modal, baik untuk membangun suatu proyek social maupun
menambah modal pedagang untuk berwirausaha.

4. Yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik)


Sesuai dengan firman Allah QS. At-Taubah ayat 60, bahwa zakat
diberikan kepada delapan ashnaf, diantaranya yaitu : 23

(60 : )
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,

23

Lili Bariadi, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CV.
Pustaka Amri, 2005), hlm 11.

40

sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha


Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 60)
1. Golongan Fakir
Golongan yang memiliki harta namun kebutuhan hidup mereka lebih
banyak dibandingkan harta yang mereka miliki, atau orang-orang yang sehat
dan jujur tetapi tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mempunyai
penghasilan. Fakir berarti orang yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan,
atau mempunyai pekerjaan tetapi penghasilannya sangat kecil, sehingga tidak
cukup untuk memenehi sebagian dari kebutuhannya.

2. Golongan Miskin
Golongan orang yang mempunyai harta untuk mencukupi kebutuhan
hidup namun tidak memenuhi standar, atau orang yang lemah dan tidak
berdaya (cacat) karena telah berusia lanjut, sakit atau karena akibat
peperangan, baik yang mampu bekerja maupun tidak tetapi tidak memperoleh
penghasilan yang memadai untuk menjamin kebutuhan sendiri dan
keluarganya.

3. Golongan Amil Zakat


Amil adalah para pekerja yang telah diserahi tugas oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat dari wajib zakat, mengumpulkan,
menjaga dan menyalurkannya. Dengan kata lain amil adalah badan/lembaga

41

atau panitia yang mengurus dan mengelola zakat, terdiri dari orang-orang
yang diangkat oleh pemerintah atau masyarakat. Menurut SyafiI amil
mendapat bagian seperdelapan dari seluruh zakat yang terkumpul, untuk
dipergunakan sebagai biaya operasional, administrasi, dan honor / gaji bagi
anggota team. Setiap amil boleh menerima bagian zakatnya sebagai petugas
sesuai dengan kedudukan dan prestasi kerjanya, kendatipun dia orang kaya. 24

4. Golongan Muallafah al-Qulub


Muallaf

yang dibujuk hatinya, yaitu orang yang memilki

kekharismatikan tinggi dalam keluarga atau kaumnya dan bisa diharapkan


masuk Islam, atau dikhawatirkan perbuatan jahatnya atau bila diberi zakat
orang tersebut bisa diharapkan keimanannya akan semakin mantap. Dengan
dana zakat diharapkan orang seperti ini memiliki keteguhan keimanan dan
keyakinannya.
Rawwas Qalahji didalam bukunya Ensiklopedi Fiqh Umar bin
Khattab ra menyebutkan :
Umar berpendapat bahwa bagian para muallaf itu diberikan pada
saat orang-orang Islam dalam keadaan lemah. Zakat itu diberikan kepada
mereka untuk melindungi mereka dari kejelekan dan yang membahayakan
imannya serta untuk melemahlembutkan hati mereka. Jika Islam sudah
bberjaya dan jumlah orang Islam sudah banyak dan mereka menjadi kuat dan
24

Lili Bariadi, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CV. Pustaka Amri, 2005), hal 12-15.

42

dahsyat, maka mereka tidak boleh diberi bagian zakat, baik orang yang diberi
itu orang yang harus mendapat perlindungan atau orang yang hatinya harus
dilemahlembutkan.
Sementara Majfuk Zuhdi 25 berpendapat bahwa selain mengikuti jejak
Umar, juga menyatakan bahwa muallaf adalah orang yang menghadapi
problem keluarga atau pekerjaan atau tempat tinggal akibat kepindahannya ke
agama Islam maka mereka berhak menerima zakat. Adapun orang yang tidak
mengalami problem apapun ketika masuknya ke agama Islam maka mereka
tidak berhak menerima zakat.
5. Golongan Riqab
Riqab

artinya

hamba

sahaya.

Bagian

ini

diberikan

untuk

memerdekakan budak, atau dalam rangka membantu memerdekakannya.


6. Golongan Gharim
Gharim adalah orang yang berhutang bukan untuk keperluan maksiat,
seperti hutang untuk menafkahi dirinya, anak-anak dan isterinya serta hamba
sahaya miliknya. Termasuk juga hutang untuk menjalankan peritah Allah
SWT, seperti haji, umrah dan hutang untuk menunaikan hak-hak seperti
membayar diyat (denda) atau pembiayaan perkawinan.
7. Golongan Fi Sabilillah

25

Pro. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta : PT. Toko Gunung
Agung,1997), hlm. 256.

43

Sabilillah adalah sarana untuk menuju keridhaan Allah dalam semua


kepentingan bagi ummat Islam secara umum, untuk menegakkan agama dan
Negara bukan untuk keperluan pribadi. Kata fisabilillah memiliki arti luas,
pengertiannya bisa berubah sesuai waktu dan kebiasaan. Fisabilillah meliputi
banyak perbuatan, meliputi berbagai bidang perjuangan dan amal ibadah, baik
segi agama, pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian, termasuk
mendirikan rumah sakit, pengiriman dai dan sebagainya. Semua usaha
kebaikan untuk kemaslahatan umum, semua upaya untuk menambah kekuatan
dan kejayaan agama dan Negara termasuk dalam kandungan fisabilillah.
8. Golongan Ibnu Sabil
Yang dimaksud Ibnu Sabil adalah musafir, orang yang berpergian
jauh, yang kehabisan bekal. Pada sat itu, ia sangat membutuhkan belanja bagi
keperluan hidupnya. Ia berhak mendapatkan bagian zakat sekedar keperluan
yang dibutuhkan sebagai bekal dalam perjalanannya sampai tempat yang
dituju. Sesuai dengan perkembangan zaman, dana zakat Ibnu Sabil dapat
disalurkan antara lain untuk : beasiswa bagi pelajar mahasiswa yang kurang
mampu, mereka yang belajar jauh dari kampung halaman, mereka yang
kehabisan atau kekurangan belanja, penyediaan sarana pemondokan yang
murah bagi musafir muslim atau asrama pelajar dan mahasiswa.

5. Yang Wajib Menyalurkan Zakat (Muzakki)

44

Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang
berkewajiban menunaikan zakat atau pembayar/penunai zakat. Dalam salah satu
ayat al-Quran surat al-Baqarah ayat 261, yang berbunyi :

( : / )
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah 26 ) adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) Lagi Maha Mengetahui. (Q.S. alBaqarah / 2 : 261)
Setiap muslim wajib membayar zakat, dan orang yang disepakati wajib
mengeluarkan zakat, ialah merdeka, telah sampai umur, berakal dan nishab yang
sempurna. Muzakki dapat juga diartikan orang yang kaya akan harta dan wajib
atasnya untuk mengeluarkan sebagian hartanya apabila sudah mencapai haul
(cukup setahun dimiliki nishabnya). Harta-harta yang disyaratkan cukup setahun
dimiliki nishabnya, ialah : binatang (ternak), emas/perak dan barang perniagaan
(dagangan).Menurut Abu Hanifah, orang kaya adalah orang yang mempunyai
harta satu nishab. Ini berdasarkan hadist Muadz :

26

Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad,
pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

45

Rasulullah berpesan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat


kepada mereka yang diambil dari mereka yang kaya dan dibagikan kepada
mereka yang fakir. (HR. Bukhari dan Nasai) 27
B. Mekanisme Pengumpulan Dana Zakat Pendidikan Pada BAZIS
Guna meningkatkan jumlah pengumpulan ZIS dan memasyarakatkan di
Ibukota, ditempuh beberapa tehnik (cara) sebagai berikut :
1. Setiap tahun sekali Gubernur mengeluarkan seruan pengumpulan sedekah
sebagai gerakan amal social. Pada umumnya seruan ini dikeluarkan pada
waktu menjelang bulan Ramadhan oleh BAZIS DKI Jakarta, pelaksanaannya
dengan mengedarkan map Gerakan Amal Sosial .
2.

Untuk

menanamkan ketakwaan dan kesadaran ber-ZIS sedini mungkin,

Gubernur mengirim surat kepada Kepala Kanwil Agama dan Kepala Dinas
Pendidikan dan Pengajaran DKI Jakarta, yang berisi harapan dan himbauan
agar setiap lembaga

pendidikan merintis dan mendidik anak-anak

SD/Madrasah untuk sadar berzakat dan berinfak/sedekah di bawah bimbingan


Guru/Kepala Sekolah masing-masing.
3.

Bersamaan dengan itu Gubernur juga mengeluarkan surat yang sama


(himbauan untuk ber-ZIS) kepada :
a. Para Walikotamadya, Direksi PD Pasar Jaya dan para camat, agar mereka
mengumpulkan ZIS di pasar-pasar di wilayah masing-masing. Cara ini

27

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, (Jakarta : Pustaka
Amani 2002), hlm 615.

46

cukup efektif, karena pedagang-pedagang di pasar sangat potensi dalam


pengumpulan dana ZIS.
b. Para calon jamaah haji, baik ONH biasa maupun ONH Plus, agar sebelum
menunaikan ibadah haji mereka membersihkan harta mereka yang akan
digunakan untuk naik haji. Hal ini yang oleh khalayak ramai di kenal
dengan Zakat ONH. 28
4. Pemerintah DKI Jakarta membentuk BAZIS pada Unit-unit/Satuan Kerja,
yang berfungsi untuk mengefektifkan pengumpulan ZIS pada Unit/Satuan
Kerja dimaksud.
5. Khusus untuk mengumpulkan ZIS dari para pengusaha nasional, hartawan dan
dermawan, di samping disampaikan surat Seruan Gubernur, juga diberikan
kesempatan untuk bersilaturahmi dan sekaligus menyampaikan ZIS langsung
kepada Gubernur Kepala Daerah.
Penyetoran ZIS
1. Hasil pengumpulan ZIS dari masyarakat seluruhnya disetorkan kepada BAZIS
DKI Jakarta melalui bank yang ditunjuk (system perbankan). 29
2. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan system penyetoran lain.
Sistem penyetoran ini harus ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepala
Daerah.
28

Istilah Zakat ONH sebenarnya tidak tepat, tetapi sudah terlanjur digunakan.
Yang benar adalah bahwa dalam rangka mencapai haji mabrur, uang yang akan digunakan
untuk membayar ONH harus diberikan dulu, dengan cara dikeluarkannya zakat.
29
Seruan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1454/XI/1986 tertanggal 27 November
1986, Pem. DKI, Pedoman Pengelolaan ZIS, 1992, hlm 52.

47

Yang Perlu Dilakukan Oleh BAZIS dalam Pengumpulan Dana Zakat


adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan ZIS
a. BAZIS DKI Jakarta membagikan kupon beserta formulir-formulir ZIS
kepada :
1. BAZIS Kotamadya
2. BAZIS Unit/Satuan Kerja
b. BAZIS Kotamadya membagikan kupon dan formulir yang diterimanya
kepada BAZIS Kecamatan dalam wilayahnya, berdasarkan usulan dari
BAZIS Kecamatan masing-masing.
c. BAZIS kecamatan membagikan kupon kepada BAZIS kelurahan
berdasarkan usulan dari BAZIS Kelurahan masing-masing.
d. BAZIS kelurahan membagikan kupon dan formulir-formulir yang
diterimanya kepada petugas amil RW/RT atau tokoh masyarakat (para
kiai, pengurus masjid, majlis talim dan lain-lain).
Para Petugas Amil
1.

Melakukan pengumpulan ZIS ummat, dengan cara :


a. Melayani muzakki, munfiq dan musadik yang dating ingin
menunaikan ibadah ZIS
b. Mendatangi muzakki, munfiq dan musadik untuk memberikan
kesempatan dan kemudahan bagi mereka untuk ber-ZIS.

48

2. Petugas amil menyetorkan ZIS yang diterimanya kepada pengurus


BAZIS setempat, dengan ketentuan :
a. petugas amil tingkat kelurahan menyetorkan kepada BAZIS
kelurahan.
b. Petugas amil tingkat kecamatan (seperti pengumpulan zakat dari
toko-toko, masyarakat pengusaha tingkat kecamatan dan lain-lain),
menyetorkan kepada pengurus BAZIS kecamatan.
c. Petugas amil tingkat Pemerintah Kotamadya (seperti pengumpulan
zakat dari calon jamaah haji dan pengusaha tingkat kotamadya)
menyetorkan kepada BAZIS kotamadya.
d. Petugas amil Unit/Satuan Kerja menyetorkan kepada BAZIS
Unit/Satuan

Kerja

yang

bersangkutan.

Dalam

hal

BAZIS

Unit/Satuan Kerja belum terbentuk, petugas amil menyetorkan


kepada Bapinroh Unit Satuan Kerja yang bersangkutan.
3. Memberikan bimbingan kepada muzakki dalam menghitung zakat
sendiri

bagi mereka yang belum memahaminya.

4. BAZIS kelurahan, kecamatan, kotamadya, atau BAZIS Unit/Satuan


Kerja :
a. Menerima dan mencatat uang yang disetorkan oleh petugas amil.

49

b. Menyetorkan uang ZIS tersebut kepada BAZIS DKI Jakarta. Untuk


BAZIS kelurahan dan kecamatan harus menyampaikan tembusan
penyetoran kepada BAZIS Kotamadya.
c. Menata pembukuan dan administrasi ZIS.
5. BAZIS DKI Jakarta
a. Menerima uang setoran ZIS dan membukukan secara tertib.
b. Menyimpan uang ZIS di Bank yang ditunjuk.
c. Melaporkan hasil pengumpulan ZIS secara berkala kepada Gubernur
Kepala Daerah secara langsung dan atau melalui Ketua Badan
Pembinaan.

C. Hikmah Pengeluaran Zakat


Hikmah dan manfaat tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus, dan materialistis, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi
untuk menolong, membantu, dan membina mereka, terutama fakir miskin, kea rah
kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar
dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang

50

mungkin timbul dari kalangna mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang
memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi
kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam
waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada
mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan
mereka menjadi miskin dan menderita. 30
Ketiga, sebagai pilar amal besama (jamai) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan
untuk berjihad di jalan Allah, yang kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki
waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah
diri dan keluarganya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 273 :

( : )
Artinya : (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di
jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang
tidak tahu menyangka mereka orang kayak arena memelihara diri
dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifatsifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah : 273)

30

Yusuf al-Qardhawi, Fikih Zakat, (Beirut-Libanon), hlm. 564

51

Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu
bentuk konkrit dari jaminan social yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui
syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita
lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk
perintah AllahSWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, social maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan
kualitas sumberdaya manusia muslim. 31
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari
hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan
salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan
baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan
pendapatan, economic with equality. 32
Ketujuh, dorongan ajaran Islam yng begitu kuat kepada orang-orang yang
beriman untuk berzakat, berinfaq, dan bersedekah menunjukan bahwa ajaran
Islam mendorong ummatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga
31
32

hlm. 156.

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, (Kuwait : Daar el-Bayan, 1968), hlm. 146
Al-Qurthubi, al-jammili Ahkam Al-Quran, (Beirut : Daar el-Kutub al-llmiyah, 1993),

52

memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri
dari keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfik. Zakat yang
dikelola dengan baik, akan mampu membuka lapangan kerja dan usaha yang luas,
sekaligus penguasaan aset-aset oleh ummat Islam.

BAB III
PROFIL BAZIS DKI JAKARTA

A. Sejarah Berdirirnya BAZIS DKI Jakarta


Badan amil zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang, sudah digagas
lebih awal berdirinya pemerintahan Orde Baru. Tepatnya, ketika sebelas Ulama
tingkat nasional mengadakan pertemuan pada tanggal24 September 1968 di
Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh.
Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh Sholeh Suaidi, M.
ali Alhamidy, Mukhtar Luthfi, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH.
M.A. Zawawy. Mereka menyarankan diadakannya sebuah badan untuk
pelaksanaan zakat di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Presiden Soeharto ketika
menyampaikan pidatonya pada peringatan Isra Miraj, tanggal 26 Oktober 1968.
pada saat itu beliau mengajak umat Islam untuk mengamalkan ibadah zakat secara
konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya menjadi
lebih terarah.
Selanjutnya, Presiden Soeharto, Presiden RI saat itu, mengeluarkan surat
perintah No. 07/PRN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 yang isinya adalah
perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid, dan Ali Afandy
untuk membantu Presiden dalam pengadministrasian penerimaan zakat.

53

54

Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah berdiri


berdasarkan peraturan Menteri Agama tahun 1968 tentang pembentukan Badan
Amil Zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan pengumpulan zakat
maal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin pelaksanaannya di lapangna saat itu
masih tersendat.
Di tingkat daerah, seruan Presiden Soeharto direspon secara positif.
Gubernur DKI Jakarta, misalnya, saat itu Ali Sadikin, mengeluarkan SK
Gubernur DKI Jakarta No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil
Zakat berdasarkan syariat Islam pada tanggal 5 Desember 1968. mulai saat itu,
secara resmi BAZ DKI Jakarta berdiri dari tingkat propinsi, kotamadya,
kecamatan, hingga kelurahan. Inilah cikal bakal yang sebenarnya dari BAZIS
DKI yang pada saat itu bernama BAZ karena memang kegiatannya masih terbatas
pada pengumpulan dana zakat saja.
Seiring dengan berjalannya waktu, pengumpulan dana zakat oleh BAZ
DKI diperluas lagi, bukan hanya terbatas pada dana zakat, tetapi juga meliputi
infaq dan sedekah. Perluasan ini dituangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta No.
D.III/14/6/51/73 tentang pembentukkan Badan Amil Zakat dan Infaq Sedekah
(BAZIS) DKI Jakarta yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember 1973.
berdasarkan keputusan ini, maka dana yang dikumpulkan oleh BAZIS menjadi
lebih luas spektrumnya.
Pada awal pembentukannya, BAZIS DKI Jakarat berada langsung
dibawah Gubernur DKI Jakarta. Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan

55

adanya keperluan untuk mengadakan perubahan di bidang struktur, agar BAZIS


lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya, maka tahun 1991, dikeluarkan SK
Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI
Jakarta. Dengan surat keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya
dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan oleh aparat teknis yang bersifat
professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi Perangkat
Pelaksana Pemerintah Daerah yang mandiri, karena bersifat non-struktural.
Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan surat
keputusan No. 87 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta.
Berdasarkan SK ini, nama pimpinan BAZIS berubah dari ketua menjadi kepala
BAZIS,. Sementara itu, BAZIS tingkat Kotamadya diganti pula menjadi
pelaksana BAZIS Kotamadya.
Pada tahun 2002, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan dua surat
keputusan yang berkaitan dengan BAZIS, yaitu SK No. 120 dan SK No. 121.
Yang pertama, mengenai organisasi dan tata kerja Badan Amil, Zakat, Infaq dan
Shadaqah Propinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta; dan yang kedua mengenai pola
pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Propinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah badan
Pembina tidak lagi dipergunakan, tetapi diganti dengan Dewan Pertimbangan dan
Komisi Pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan organisasi BAZIS menjadi
lebih efisien dan pola pengelolaan dana zakatnya menjadi lebih optimal,
professional, amanah, dan transparan.

56

1. Landasan Hukum BAZIS DKI Jakarta


a. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.
CB/14/8/68
b. Instruksi Menteri Agama No. 16 Tahun 1968 tentang Pembinaan Zakat
dan Infaq/Sedekah
c. Instruksi Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 1991
dan No. 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat dan
Infaq/Sedekah
d. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 280 Tahun 1991 tentang Pola
Pengelolaan Zakat dan Infaq/Sedekah di DKI Jakarta
e. Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 87 Tahun 1998 tentang Organisasi
dan Tata Kerja BAZIS DKI Jakarta

2. Visi dan Misi


Visi

: Menjadi badan pengelola ZIS yang unggul dan terpercaya

Misi : Mewujudkan optimalisasi pengelolaan ZIS yang amanah,


professional,

transparan, akuntabel, dan mandiri di Jakarta

menuju masyarakat yang sejahtera, berdaya, dan bertaqwa. 1

2.

Company Profil, Kantor Bazis Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta, 2010, hlm

57

3. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat Bazis DKI Jakarta


Didirikannya Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah di DKI Jakarta
memiliki tujuan sebagai berikut :
a.

Agar administrasi pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan


shadaqah dikelola secara lebih baik dan professional. Hal ini diperlukan
untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pengelola zakat,
infaq dan shadaqah, bahwa harta yang mereka keluarkan disalurkan
kepada mustahik yang berhak menerimanya.

b. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya membayar


zakat dan mengeluarkan infaq dan shadaqah sebagai tanggung jawab
social, serta pentingnya fungsinya amil sebagai pengelola dana zakat.
c. Wujud tanggung jawab pemerintah sebagai bagian dari konsepsi integral
dalam merealisasikan Pancasila khususnya sila keadilan social dan pasal
34 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi fakir miskin dan anakanak terlantar dipelihara oleh Negara .
Pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah oleh BAZIS DKI Jakarta
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq
dan shadaqah sesuai dengan tuntunan agama.
b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan social.
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat, infaq dan shadaqah.

58

Untuk mencapai tujuan tadi, BAZIS DKI Jakarta dalam pelaksanaan


pengelolaan zakat selalu berprinsip kepada 6 hal :
a. Prinsip Syariah dan Moral Keagamaan. Artinya, pengelolaan zakat, infaq
dan shadaqah berlandaskan pada syariah dan moral agama Islam.
b. Prinsip Kesadaran umum. Artinya pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah
hendaknya mempunyai dampak positif dalam menumbuh-kembangkan
kesadaran bagi muzakki, munfiq dan mutashaddiq untuk melaksanakan
kewajibannya.
c. Prinsip Manfaat. Artinya, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemaslahatan ummat.
d. Prinsip Koordinasi. Artinya, dalam pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah
hendaknya

terjalin

koordinasi

secara

harmonis

antar

berbagai

instansi/lembaga terkait, agar tercipta efisiensi dan efektifitas yang


optimal.
e. Prinsip Keterpaduan. Artinya, dalam pengelolaan zakat, infaq dan
shadaqah secara menyeluruh diperlukan adanya keterpaduan antar
berbagai instansi/lembaga terkait, dan keterpaduan antar ulama dan umara.
f. Prinsip Produktif Rasional. Artinya, dalam pendayagunaan dana zakat,
infaq dan shadaqah hendaknya diarahkan secara produktif dan rasional.

59

B. Struktur Organisasi Bazis DKI Jakarta


Organisasi BAZIS terdiri dari tiga lembaga utama (berdasarkan SK
Gubernur DKI no. 12 Tahun 2002), yaitu :
1. Dewan Pertimbangan
2. Komisi Pengawas
3. Badan Pelaksana
Susunan Dewan Pertimbangan BAZIS DKI Jakarta ditetapkan oleh
gubernur dan mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Memberikan pertimbangan tentang pengembangan hukum dan pemahaman
seputar zakat, infaq, dan shadaqah.
2. Memberikan pertimbangan, saran dan pendapat dalam kebijaksanaan
pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah.
3. Menampung dan menyalurkan pendapat umat Islam tentang pengembangan,
pengumpulan, dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah.
Susunan Komisi Pengawas juga ditetapkan oleh gubernur dan bertugas
untuk melaksanakan pengawasan internal terhadap pengelolaan zakat, infaq, dan
shadaqah. Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawasan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
Anggota Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawasan terdiri dari unsur
Ulama,

Umaro,

DPRD,

Cendikiawan Muslim.

Tokoh

Masyarakat,

Pengusaha

Nasional,

dan

60

Susunan Organisasi Badan Pelaksana adalah :


1. Kepala
2. Wakil Kepala
3. Sekretariat
4. Bidang Pengumpulan
5. Bidang Pendayagunaan
6. Bidang Dana
7. Pelaksana BAZIS Kotamadya/ Kabupaten Administrasi
Sekretariat terdiri dari Subbagian Umum, Subbagian hubungan Masyarakat,
Subbagian Informasi dan komunikasi, dan Sub bagian Penelitian dan Pengembangan;
Bidang Pengumpulan terdiri dari Seksi Himpun Muzzaki dan Seksi Bina Muzzaki; Bidang
pendayagunaan terdiri dari Seksi layanan Mustahik, Seksi Usaha, dan Seksi Bina Sumber
Daya Mustahik; Bidang Dana terdiri dari Seksi Kas dan Seksi Akuntansi; Pelaksanaan
BAZIS Kotamadya/Kabupaten terdiri dari Subbagian Tata Usaha, Seksi Pengumpulan
dan Seksi Penyuluhan.

61

Struktur Organisasi Bazis DKI Jakarta

GUBERNUR

DEWAN
PERTIMBANGAN

KOMISI
PENGAWAS
WK. KEPALA

SEKTRETARIAT

SUBBAG
UMUM

BIDANG
PENGUMPULAN

SEKSI
HIMPUNAN
MUZZAKI

SUBBAG
HUMAS

BIDANG
PENDAYAGUNAAN

BIDANG
DANA

SEKSI
LAYANAN
MUSTAHIK

SEKSI
KAS

SEKI BINA
USAHA
SEKSI BINA
MUZZAKI

SUBBAG
INFOKO

SEKSI
AKUNTAN

SEKSI BINA
SDM
MUSTAHIK

PELAKSANA BAZIS KOTAMADYA/ KAB.


ADMINISTRASI

SUBBAG
TATA
SEKSI
PENGUMPULAN

SEKSI
PENYALUR

SUBBAG
LITBANG

62

C. Program Kerja dan Kegiatan Tahun 2010 BAZIS


Program Kerja dan Kegiatan Tahun 2010 BAZIS
a. Sub Bagian Tata Usaha
1. Mengerjakan urusan surat-menyurat dan kearsipan
2. Melakukan urusan kepegawaian
3. Mengelola urusan keuangan anggaran
4. Mengurus keperluan perlengkapan dan rumah tangga
5. Melakukan urusan sumberdaya amil
6. Membantu kegiatan-kegiatan seksi pengumpulan dan penyaluran
7. Membuat laporan kinerja pegawai
8. Menyusun laporan 2
b. Seksi Pengumpulan
1. Menentukan target untuk tiap kelurahan dan kecamatan serta Satuan Unit
Kerja yang ada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan sebagai
upaya memotivasi peningkatan pengumpulan ZIS
2. Mengadakan kegiatan monitoring ke wilayah kelurahan dan kecamatan
untuk mengetahui perkembangan hasil pengumpulan ZIS dan kendalakendala / masalah yang dihadapi oleh Petugas Operasional BAZIS dalam
melaksanakan tugasnya.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Setia Rahmadi, (Kasubbag Tata Usaha), Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2010.

63

3. Mengadakan pendekatan / himbauan kepada para pengusaha yang ada


ditingkat kota, kecamatan dan kelurahan.
4. Mengadakan kerjasama / koordinasi dengan unit terkait.
5. Mengadakan penyuluhan atau pembinaan terhadap Petugas Operasional
BAZIS kecamatan dan kelurahan, pengurus musholla, masjid, majlis
talim dan kerja sama dengan para Alim Ulama, Umaro serta tokoh
masyarakat.
6. Pendataan para muzakki, mutashaddiq dan munfiq baik perorangan
maupun perusahaan.
7. Menghimbau dan mengingatkan secara terus menerus kepada para Kepala
Unit Kerja, Camat dan Lurah agar mereka dan stafnya membayar zakat
dan amal social dengan membuat pernyataan bersedia dipotong dari TPP
sesuai dengan Ingub nomor 34 tahun 2008. 3
c. Seksi Penyaluran
1. Mengadakan pendataan terhadap mustahik.
2. Mengupayakan pendayagunaan ZIS dapat tersalur secara tepat sasaran dan
tepat guna.
3. Mengadakan pertemuan dengan para para Petugas Operasional BAZIS
Kecamatan

dan

Kelurahan

untuk

menentukan

penyaluran

dana

pendayagunaan ZIS.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Hayati Saragih, (Staf Seksi Pengumpulan), Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2010.

64

4. Mengadakan peninjauan lapangan terhadap lokasi yang akan mendapat


bantuan.
5. Melakukan kerjasama dengan TIM Penggerak PKK Kota Administrasi
Jakarta Selatan dan Yayasan Bakti Indonesia (YASBI) dalam rangka
memberikan beasiswa Program SI kepada 100 orang guru PAUD di
Jakarta Selatan sampai menyelesaikan pendidikannya.4
Adapun rencana program kerja pendayagunaan ZIS Kantor BAZIS Kota
Administrasi Jakarta Selatan Tahun Anggaran 2010 adalah sebagai berikut :

Wawancara Pribadi dengan Bapak Tatang Wardhana, (Staf


Jakarta pada tanggal 7 Juli 2010.

Seksi Penyaluran),

65

PROGRAM KERJA PENDAYAGUNAAN ZIS TAHUN ANGGARAN 2010


DARI HASIL PENGUMPULAN ZIS TAHUN 2009 DAN SALDO
PENDAYAGUNAAN TAHUN 2009
KANTOR BAZIS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
No

Program Kerja

Alokasi Dana

Keterangan

A.
I

PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Rp. 4.047.455.876,FAKIR MISKIN
Rp. 3.702.000.000,BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN
a. Tingkat MIS/MD/SDI
( 2.200 x @ Rp. 300.000,- x 1)
b. Tingkat MTs Swasta
( 1.600 x @ Rp. 420.000,- x 1)
c. Tingkat MA/SLTA
( 300 x @ Rp. 150.00,- x 6)
d. Tingkat Mahasiswa
( 250 x @ Rp. 200.000,- x 6)
e. Tingkat MA / SLTA
( 350 x @ Rp. 150.000,- x 6)
f. Tingkat Mahasiswa
( 300 x @ Rp. 200.000,- x 6)
g. Beasiswa unggulan Program S1 untuk
guru PAUD
(100 x @Rp. 1.750.000,-x 1/semester)
h. Bantuan kemanusiaan (Bantuan biaya
pendidikan/tunggakan)

II

Rp. 660.000.000,-

Rp. 672.000.000,- Juli 2010


Rp. 270.000.000,- Periode Januari Juni
2010
Rp. 300.000.000,- Periode Januari Juni
2010
Rp. 315.000.000,- Periode Juli
Desember 2010
Rp. 360.000.000,- Periode Juli
Desember 2010
Rp. 175.000.000,- Periode Juli
Desember 2010
Rp. 300.000.000,-

FI SABILILLAH
Rp. 995.455.876,Bantuan Kegiatan Keagamaan
a. Pendidikan Dasar Ulama (PDU)
b. Guru ngaji / TPA/Merbot
( 900 x @ Rp. 400.000,- x 1 )
c. Guru Honorer Madrasah
( 900 x @ Rp. 400.000,- x 1 )
d. Kegiatan Syiar Agama

JUMLAH PENDAYAGUNAAN
ZAKAT

Juli 2010

Rp. 48.000.000,Rp. 360.000.000,Rp. 320.000.000,Rp. 267.455.876,Rp.


4.047.455.876,-

66

D. Mekanisme Penyaluran Dana Zakat Pendidikan Pada Bazis


Di dalam Al-Quran telah ditetapkan delapan kelompok (ashnaf)
penerima zakat, yaitu : fakir, miskin, amil (pengelola dana zakat), muallaf (orang
yang baru masuk Islam), riqab (orang yang membebaskan budak), gharimmin
(orang yang berhutang untuk kemashlahatan dirinya atau masyarakat), sabilillah
(orang yang berusaha menegakkan kepentingan agama atau ummat), dan ibnu
sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan). Tetapi, dana ZIS yang ada di
BAZIS DKI Jakarta hanya disalurkan kepada enam kelompok saja, yaitu, selain
riqab dan amil, dengan alasan bahwa budak tidak ada di Indonesia dan hak amil
sudah ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI
Jakarta. Dari enam kelompok ini, BAZIS membaginya menjadi tiga kelompok :
fakir miskin, sabilillah dan muallaf, gharim, ibnu sabil. Hanya saja, pengertian
kelompok fakir miskin tidak lagi diartikan sebatas mereka yang tidak punya
pekerjaan, atau punya pekerjaan tetapi tidak mencukupi, tetapi diarahkan untuk
pengembangan pendidikan anak dari tingkat SD/MI sampai dengan Perguruan
Tinggi. Argumentasinya adalah bahwa pendidikan penting untuk mengangkat
taraf kehidupan ekonomi masyarakat miskin.
Mekanime penyaluran zakat terbagi menjadi dua pola, yaitu :
a. Pola Tradisional
pola Tradisional yaitu penyaluran bantuan dana zakat yang diberikan
langsung kepada mustahik. Dengan pola ini penyaluran dana kepada mustahik
tidak disertai target, adanya kemandirian kondisi social maupun kemandirian

67

ekonomi (pemberdayaan). Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan


tidak mungkin lagi bias mandiri seperti pada diri para orang tua, (jompo) orang
cacat dan lain-lain, yang penghimpunan dan pendayaguanaan zakat diperuntukan
mustahik secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sesuai dengan
penjelasan Undang-undang mustahik delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil,
muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil yang di dalam aplikasinya dapat
meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi, seperti anak
yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok
pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit hutang dan sebagainya.

b. Pola Kontemporer (Produktif)


Pola Produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang
ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis.
Pola penyaluran secara produktif

(pemberdayaan) adalah penyaluran

zakat atau dana lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima (lebih
dikhususkan kepada mustahik/golongan fakir miskin) dari kondisi kategori
mustahik menjadi kategori muzakki.
Model ini pernah dikembangkan oleh Nabi, yaitu beliau pernah
memberikan zakat kepada seorang fakir sebanyak dua dirham untuk makan dan
satu dirham untuk pembelian kapak sebagai alat untuk bekerja, supaya hidupnya
tidak tergantung pada orang lain lagi. Dalam pengelolaan zakat di Indonesia
dikenal penyaluran zakat untuk bantuan dana produktif, yang diperuntukan bagi

68

mustahik yang memiliki wirausaha. Pengelolaan zakat untuk pemberdayaan akan


mudah dilaksanakan jika model penghimpunan dana zakat dihimpun dan dikelola
melalui LPZ.
Prosedur untuk mendapatkan Bantuan Biaya Pendidikan Pada BAZIS
program SLTA dan Mahasiswa (SI) adalah sebagai berikut :
a. Pendaftaran awal pada bulan juni, dengan menyeleksi persyaratan sebagai
berikut :
SLTA
1. Transkip nilai akhir minimal 70
2. Fotocopy Kartu Tanda Pelajar (KTP)
Mahasiswa
1. Transkip nilai akhir minimal 2,50
2. Fotocopy Kartu Tanda Mahasiswa (KTM)
Apabila bagi calon penerima bantuan biaya pendidikan dalam persyaratan
yang di atas telah sesuai dan diputuskan lulus oleh panitia penyelenggara maka
akan dibagikan formulir untuk di wawancara pada seminggu setelah penyeleksian
tersebut.
b. Pengumuman hasil wawancara
c. Apabila telah lulus dari hasil wawancara tersebut, maka nanti akan dibagikan
formulir yang harus dilengkapi persyaratannya oleh calon penerima Beasiswa
Program SLTA dan Mahasiswa. Persyaratannya adalah :

69

1. Permohonan tertulis dari yang bersangkutan kepada BAZIS Provinsi DKI


Jakarta
2. Salinan / Foto copy Ijazah terakhir yang telah terlegalisir
a. Ijazah SLTP / Tsanawiyyah bagi pemohon Siswa SLTA
b. Ijazah SLTA / Aliyah bagi pemohon Mahasiswa
c. Foto copy Raport / Daftar Nilai (IP) yang telah terlegalisir
3. Surat Keterangan dari Kepala Sekolah / Rektor yang menyatakan :
a. Tercatat sebagai Siswa / Mahasiswa
b. Belum pernah menerima beasiswa atau bantuan biaya pendidikan dari
instansi lain
c. Berkelakuan baik dari Kepala Sekolah / Rektor
4. Surat keterangan dari Kelurahan yang menyatakan :
a. Berdomisili di Jakarta minimal 3 (tiga) tahun
b. Keluarga tidak mampu
c. Belum menikah
5. Surat Persetujuan dari Orang Tua / Wali Siswa / Mahasiswa yang
bersangkutan untuk mendapatkan beasiswa dari BAZIS Provinsi DKI
Jakarta
6. Surat pernyataan tertulis dari Siswa / Mahasiswa yang bersangkutan di atas
Materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) yang menyatakan kesanggupan dan
bersedia untuk memenuhi peraturan yang ditetapkan oleh BAZIS Provinsi
DKI Jakarta

70

7. Pas foto hitam putih / berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 1 (satu) lembar


8. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Kartu Siswa
Sekolah / Kartu Mahasiswa.
9. Permohonan dibuat rangkap 2 (dua) dimasukan dalam map berwarna merah
untuk Siswa dan map kuning untuk Mahasiswa dan 1 rangkap untuk yang
bersangkutan.

c. Permasalahan Yang Dihadapi oleh BAZIS, sebagai berikut :


1. Masih ditemukan Petugas Operasional BAZIS Kecamatan dan Kelurahan
yang belum mengerti tentang tata cara pengadministrasian pembukuan
keuangan ZIS, disebabkan masih kurang paham dan adanya Petugas
Operasional BAZIS yang pensiun atau mutasi pegawai.
2. Masih terlambatnya pendayagunann ZIS tidak dilaksanakan sesuai jadwal.
3. Adanya perubahan penerimaan gaji, Kesra dan TPP pegawai dan guru dari
Bendahara Unit kepada / melaui Bank, sehingga menyulitkan dalam
pemotongan ZIS yang berdampak pada hasil pengumpulan ZIS.
4. Masih terjadinya keterlambatan dalam penerimaan check untuk pencairan
dan pendayagunaan ZIS / kegiatan.

d. Upaya Pemecahan Masalah


1. Perlu diadakannya pembinaan administrasi pembukuan keuangan ZIS bagi
para Petugas Operasional BAZIS Kecamatan dan Kelurahan.

71

2. Pelaksanaan pendayagunaan ZIS harus diwajibkan dan dilaksanakan sesuai


program.
3. Melakukan sosialisasi Ingub Provinsi DKI Jakarta nomor 34 tahun 2008
secara berkelanjutan.
4. Perlu dipercepat dalam hal pembuatan check agar program / kegiatan dapat
dilaksanakan sesuai jadwal.

BAB IV
PENYALURAN DANA ZAKAT PENDIDIKAN MENURUT IMAM
HANAFI

A. Biografi Imam Abu Hanifah


1. Riwayat Imam Abu Hanifah
Numan bin Tsabit adalah nama kecil dari Imam Abu Hanifah. Lahir
di Nufah, suatu kota yang terletak di Negara Iraq sekarang, pada tahun 80
Hijrah (696 Masehi) dan meninggal di kota itu juga pada tahun 150 Hijrah
(767 Masehi). Pada tahun kematiannya itu pula lahir Imam Syafii.
Kakek beliau, Zauth berasal dari kota Kabul, ibu kota Afghanistan,
termasuk salah seorang yang ditawan sewaktu tentara Islam pada zaman
Khalifah Utsman bin Affan menaklukan Negara-negara Persia. Khurasan dan
Afghanistan, karena ia termasuk salah seorang pembesar negeri yang
ditaklukan. Para tawanan biasanya dibagi-bagikan kepada tentara Islam yang
ikut berperang dan dijadikan budak. Para budak itu kemudian masuk agama
Islam, begitu juga halnya dengan Zauth. Setelah ia ditawan dan dijadikan
budak oleh Bani Taim bin Tsalabah, keturunan Arab dari suku Quraisy, ia
pun masuk Islam. Kemudian ia dimerdekakan dan memilih tempat kediaman

72

73

di kota Kufah dan menetap di sana sebagai pedagang sutera. Di kota itulah
lahir putranya Tsabit, ayah Imam Abu Hanifah. 1
Abu Hanifah adalah nama panggilan dari Numan bin Tsabit bin
Zauth. Terdapat beberapa riwayat yang pertama menerangkan bahwa
Hanifah adalah nama dari salah seorang anak beliau. Abu Hanifah bearati
Bapak Hanifah, karena beliau adalah bapaknya Hanifah. Maka dipanggilah
Abu Hanifah. Riwayat kedua menerangkan bahwa beliau terkenal sebagai
seorang hamba Allah yang taat. Hatinya sangat cenderung kepada agama
Islam, sehingga beliau sangat teguh memegang prinsip-prinsip agama Islam
dan tidak dapat digoyahkan sedikit pun, walaupun dengan pangkat yang
terhormat ataupun dengan penjaga dan siksa yang berat. Hanifah berarti
cenderung, maka yang dimaksudkan dengan panggilan Abu Hanifah ialah
panggilan kepada seorang yang sangat cenderung hatinya kepada agama
Allah, yaitu Imam Abu Hanifah. Riwayat ketiga menerangkan bahwa beliau
seakan-akan sangat erat berteman dengan tinta yang dalam bahasa Iraq
disebut Hanifah. Kemana pun beliau pergi selalu membawa tinta untuk
menulis, sehingga beliau dipanggil oleh guru-guru dan sahabat-sahabat beliau
Abu Hanifah, yang berarti bapak tinta. Dari beberapa riwayat yang
menerangkan sebab-sebab beliau dipanggil Abu Hanifah, maka dapatlah
diambil suatu kesimpulan bahwa panggilan Abu Hanifah itu ada

Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1991),

hlm 70.

74

hubungannya dengan cita-cita, sifat-sifat, perbuatan dan tindak-tanduk beliau


yang terpuji dan dinilai tinggi oleh orang yang mengetahuinya.
Hampir seluruh masa hidup dan kehidupan beliau, sejak lahir sampai
meninggal dunia, sebagian besar dihabiskan di Kufah. Semasa kecil, beliau
hidup, tumbuh dan belajar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh anak-anak
di Kufah masa itu. Maka beliau mulai belajar membaca dan menghafal AlQuran. Hidup dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga pedagang kain sutera
yang berkecukupan dan taat melaksanakan agama Allah. Sebagai pedagang
yang taat kepada Allah, maka bapak dan kakeknya merasa sangat berbahagia
dan selalu mengenang pertemuannya dengan Saidina Ali bin Abi Thalib,
sewaktu beliau pergi ke Kufah. Pertemuan itu sangat berkesan dan membekas
dalam sanubarinya dan selalu diceritakan kepada anak atau cucunya, Abu
Hanifah. Abu Hanifah pun sangat tertarik pula kepada cerita itu, sehingga
tokoh dan pendapat-pendapat Saidina Ali bin Abi Thalib mempunyai tempat
tersendiri dalam hati dan pikiranya.
Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
hal yang merupakan factor-faktor yang membantu dan memudahkan Abu
Hanifah belajar mendalami agama Islam dan Ilmu Pengetahuan, yaitu :
a. Dorongan yang cukup besar dari keluarganya sehingga beliau dapat
menumpahkan seluruh perhatiannya pada pelajaran, tidak ada yang
mengganggu pikirannya, termasuk kebutuhan hidupnya sehari-hari.
b. Keyakinan agama yang mendalam di lingkungan keluarganya.

75

c. Simpatik dan kekaguman beliau kepada Saidina Ali bin Abi Thalib, dan
juga kepada Umar bin Khattab serta Abdullah bin Masud.
d. Kedudukan kota-kota Kufah, Basrah dan Baghdad sebagai kota-kota yang
berdekatan tempatnya, yang waktu itu merupakan pusat ilmu pengetahuan
dan pusat memperdalam ajaran Islam.
Demikianlah keadaan beliau sampai pada suatu hari ia bertemu dengan
salah seorang gurunya, Amir bin Syarahil Asy-Syabi (wafat tahun 104 H/721
M). Abu Hanifah menceritakan sebagai berikut :
pada suatu hari aku lewat di muka rumah guruku Asy-Syabi, beliau
sedang-sedang duduk-duduk, lalu aku dipanggilnya, ia berkata kepadaku,
kenapa engkau ke pasar, tidak pergi kepada Ulama? aku menjawab, Aku
jarang pergi kepada ulama. Beliau berkata : Jangan engkau pergi ke pasar
lagi, engkau harus menumpahkan perhatianmu kepada ilmu dan ke majlis
ulama, sesungguhnya Aku melihat pada engkau suatu harapan dan
dinamisme! Abu Hanifah mengatakan, perkataan Asy-Syabi itu berbekas
dihatiku, lalu aku tinggalkan perdagangan serta mulai menuntut ilmu dan
perkataan itu besar manfaatnya bagiku. 2
Sejak mulai itulah beliau mulai tekun belajar dan menuntut ilmu.
Pertama kali beliau belajar ilmu kalam dan mengadakan diskusi-diskusi
dengan penganut-penganut aliran ilmu kalam yang ada waktu itu, seperti
penganut aliran-aliran Mutazilah, Syiah, Maturidiyah dan sebagainya.
2

Ibid, hlm72.

76

Beliau tidak segan-segan mencurahkan tenaga, pikiran, waktu dan uangnya


untuk keperluan itu. Kalau diperlukan beliau bersedia membantu pembiayaan,
kehidupan guru-guru dan sahabat-sahabatnya. Beliau sering berpergian ke
kota lain, seperti Basrah, Baghdad dan kota-kota sekitarnya untuk keperluan
diskusi-diskusi dan menuntut ilmu.
Ada empat orang sahabat Rasulullah Saw, yang sangat besar
pengaruhnya dalam pertumbuhan dan perkembangan pikiran Abu Hanifah,
dan pengaruh itu nampak dengan jelas pada pokok-pokok pikiran dan
pendapat-pendapat yang beliau kemukakan. Sahabat-sahabat itu ialah :
1.

Umar

bin

Khattab.

Beliau

tertarik

kepada

cara-cara

Umar

mengistimewakan hukum dengan mempergunakan kemashlahatan


atau kepentingan umum.
2.

Ali bin Abi Thalib. Beliau tertarik kepada Ali dalam memahami hakekat
ajaran Islam dan mengamalkannya secara konsukuen.

3.

Abdullah bin Masud. Beliau tertarik kepada ketekunan, kesungguhan


dan pengabdiannya dalam mempelajari agama Islam.

4.

Abdullah bin Abbas. Beliau tertarik dengan cara-caranya dalam


memahami ayat-ayat Al-Quran. Dari Abdullah bin Abbas inilah beliau
memperoleh pengetahuan tentang Al-Quran dan cara-cara menafsirkan
Al-Quran.
Sehubungan dengan ini, beliau pernah difitnah yang disampaikan

kepada Abu Jafar Al-Manshur, salah seorang khalifah Abbasiyyah bahwa

77

beliau banyak mempergunakan akal-pikiran dalam menetapkan hukum. Maka


beliau dipanggil oleh khalifah itu lalu ditanya, Hai Numan, dari siapa
engkau menimba ilmu? Abu Hanifah menjawab, Dari sahabat-sahabat Umar
bin Khattab yang diterima dari Umar, dari sahabat-sahabat Ali bin Abi Thalib
yang diterima Ali, dari sahabat-sahabat Abdullah bin Masud yang beliau
diterima dari Ibnu Masud, dan tidak ada seorang pun di dunia pada masa
hidup Abdullah bin Abbas orang yang melebihi kepandaiannya. Mendengar
jawaban Abu Hanifah itu Al-Manshur merasa puas dan percaya kepada Abu
Hanifah dan menyatakan Aku percaya kepadamu.
Pada tahun 130 H, beliau berangkat ke Mekkah dan menetap di sana
selama 6 tahun. Selama enam tahun itu beliau mengadakan diskusi-diskusi di
Masjidil Haram dan bertemu dengan para ulama terkemuka dan berdatangan
dari penjuru dunia, terutama pada musim haji. Di Mekkah inilah beliau
bertemu dengan murid-murid Ibnu Abbas dan dari merekalah beliau pergi ke
Madinah menemui Jafar Ash-Shadiq, ulama-ulama golongan Syiah
Imamiyyah, Zaidiyyah, ulama ahli hadist untuk mengadakan diskusi dan tukar
pendapat dengan mereka. Bahkan beliau mengikuti pelajaran di madrasah
keluarga keturunan Nabi Muhammad Saw.
Demikianlah Imam Abu Hanifah, sungguh-sungguh mempelajari
cabang-cabang ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama Islam,
mempelajari pendapat-pendapat yang ada, menganggap perbedaan pendapat

78

itu sebagai suatu rahmat dari Allah SWT. Beliau sangat menghormati
pendapat orang lain, sekali pun pendapat itu berbeda dengan pendapatnya.

2. Kitab-kitab Imam Abu Hanifah


a. Kitab Al-Mabsuuth
Kitab ini dihimpun oleh Muhammad bin Hassan, memuat
masalah-masalah keagamaan yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah.
Di samping itu juga memuat pendapat-pendapat Imam Abu Yusuf dan
Imam Muhammad bin Hassan yang berbeda dengan pendapat Imam Abu
Hanifah. Diterangkan pula di dalamnya perbedaan pendapat Abu Hanifah
dengan Ibnu Abi Laila. Yang meriwayatkan Kitab Al-Mabsuuth, ialah
Ahmad bin Hafsah Al-Kabir, seorang murid dari Muhammad bin Hassan.
b. Kitab al-Jaamiush Shaghir
Diriwayatkan oleh Isa bin Abban dan Muhammad bin Simaah
yang keduanya murid Muhammad bin Hassan. Kitab ini dimulai dengan
bab shalat. Karena sistematika kitab ini tidak teratur, maka disusun
kembali oleh Al-Qadhi Abdut Thahir, Muhammad bin Muhammad AdDabbas.
c. Kitab Al-Jaamiul Kabiir
Isi kitab ini sama dengan Al-Jaamiush Shaghir, hanya uraiannya
lebih luas Kitab As Sairush shaghir, berisi tentang jihad (hukum perang).

79

Kitab As-Sairul Kabiir berisi masalah-masalah fiqih yang ditulis oleh


Muhammad bin Hassan.
Di samping itu, terdapat kumpulan pendapat Imam Hanafi yang
berhubungan dengan masalah warisan yang bernama kitab Al-Faraa-idh
dan kitab yang memuat masalah-masalah muammalat yang bernama kitab
Asy-Syuruuth. Masalah-masalah Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam yang beliau
kemukakan terkumpul dalam kitab Al-Fiqhul Akbar. 3 Kitab ini
diriwayatkan dari Abi Muthi Al Hakam bin Abdullah Al Balkhi,
kemudian diberi penjelasan oleh Abu Mansur Ismail Al Maturidi dan
oleh Abul Muntaha Al-Maula Ahmad bin Muhammad Al Maghnisawi.

3. Pendapat Imam Hanafi Terhadap Penyaluran Zakat


Menurut mazhab Hanafi mengenai penyaluran dana zakat untuk
pendidikan, yang dimaksud Ibnu Sabil adalah musafir yang kehabisan dana
perjalanan, maka ia boleh menerima zakat sebatas kebutuhannya saja. Tapi
yang lebih utama baginya adalah berhutang (untuk memenuhi kebutuhannya).
Zakat juga boleh disalurkan kepada anak orang kaya yang sudah tua,
bila ia fakir. Sedangkan menyalurkan kepada anaknya yang masih kecil tidak
boleh. Demikian juga boleh menyalurkan zakat kepada putri orang kaya yang
fakir dan kepada seorang bapak yang melarat sekalipun anaknya
berkecukupan.
3

Ibid, hlm 79.

80

Dimakruhkan menyalurkan zakat dari satu negeri ke negeri lainnya,


kecuali bila untuk kerabatnya atau untuk suatu kaum yang paling
membutuhkan dari penduduk negeri tersebut. Bila ia menyalurkan untuk
selain mereka ini, maka untuk yang demikian itu sah, akan tetapi hukumnya
makruh. Yang demikian

dimakruhkan hanyalah apabila ia mengeluarkan

zakatnya itu tepat pada waktunya. Sedang apabila ia mengeluarkan lebih awal
dari waktunya, maka tidak apa-apa. Yang menjadi ketentuan dalam masalah
zakat ini adalah tepat harta tersebut berada, sekalipun pemiliknya ada di
negerinya sedang hartanya ada di negeri lain; dan zakat itu hendaklah
dipisahkan di tempat harta itu. Bila apa yang diberikan kepada anak-anak
kerabatnya dan orang yang datang mengucapkan selamat kepadanya itu
diniatkan sebagai zakat, maka yang demikian itu sah; demikian pula yang
diberikan orang-orang fakir dari laki-laki dan perempuan pada hari-hari besar
dan hari Id. 4

B. Pandangan Imam Mazhab Terhadap Penyaluran Dana Zakat Pendidikan


Penjelasan Ibnu sabil di atas oleh ahli tafsir dikatakan yaitu musafir
yang keputusan belanja. Maka dia boleh mengambil harta zakat, sekalipun di
kampungnya tergolong orang kaya.

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arbaah, (Mathbaah AlIstiqamah, Cairo), Ct.4, penerjemah H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Empat Madzhab,
(Jakarta : Darul Ulum Press, November 2002), hlm 160.

81

Ulama Islam terdahulu telah membuat contoh-contoh tentang ketinggian


perjalanan mereka, yang tanpa ada bandingannya dalam rangka mencari ilmu. Hal
tersebut telah menjadikan ulama-ulama masa sekarang dan para ahli sejarahnya
baik dari Barat dan Timur mencatat kegiatan mereka dengan rasa kagum dan
terpesona.
Mengenai definisi Ibnu Sabil, dalam hadist menerangkan :
Dari Abi Said, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Sadaqah itu
tidak halal untuk orang kaya, kecuali kalau dia itu orang yang berjuang di jalan
Allah dan karena keputusan belanja dalam perjalanan (ibnu sabil), atau ada
seorang tetangga yang miskin yang diberi sadaqah kemudian orang miskin itu
menghadiahkan kepadamu dan diundang ke rumahnya. (H.R Abu Daud)

Syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab Hanafi,


walaupun tempat tinggalnya ia adalah orang kaya, karena maksud pemberian itu
untuk menakut-nakuti musuh. Dengan di berinya si mujahid zakat, berarti
memperkuat keberaniannya untuk menghadapi musuh Allah.
Ulama Mazhab Hanafi memasukkan Ibnu Sabil sebagai oaring yang
ghaib dari hartanya, tidak mampu memiliki walaupun berada di negerinya karena
kebutuhan itulah yang menjadi alasan, sedangkan kebutuhan itu ada karenanya
orang tersebut fakir dalam kenyataan meskipun kelihatan kaya. Apabila ia
seorang pedagang yang mempunyai piutang pada orang lain, akan tetapi tidak
sanggup mengambilnya dan ia tidak memiliki sesuatu apapun, maka dihalalkan

82

baginya mengambil zakat karena dalam kenyataanya ia adalah orang fakir sama
seperti Ibnu Sabil.
Sedangkan syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab
Maliki Ibnu Sabil adalah musafir yang membutuhkan bantuan untuk bias
sampai ke negerinya. Maka boleh diberi zakat bila ia seorang merdeka, muslim,
bukan dari bani Hasyim dan perjalanannya itu bukan tujuan maksiat, seperti
perampok. Bila syarat-syarat ini telah terpenuhi, berarti ia berhak mendapatkan
zakat, sekalipun dinegerinya ia adalah seorang yang kaya, (yaitu) bila ia tidak
mendapatkan seseorang untuk meminjam kebutuhan yang dapat mencukupi
sampai di negerinya. Jika ia mendapatkan orang yang dapat ia pinjami, maka
tidak boleh diberi zakat, sebagaimana orang yang tidak memenuhi ketentuan
syarat-syarat tadi. 5
Pembagian zakat itu harus dilakukan di tempat zakat itu diwajibkan atau
di tempat yang dekat dengannya. Ia tidak boleh menyalurkan ke tempat lain
sampai sejauh jarak boleh mengqashar shalat atau lebih, kecuali apabila penduduk
tempat tersebut lebih membutuhkan dari penduduk tempat zakat itu diwajibkan,
maka ia wajib menyalurkan bagian yang lebih banyak dari zakat tersebut untuk
mereka (yang lebih membutuhkan tadi). Sedangkan bagian yang lebih sedikit
hendaklah dibagikan kepada penduduk setempat, sedangkan upah angkutnya itu
diambilkan dari Baitul Maal kaum muslimin. Jika tidak ada Baitul Maal, maka
5

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arbaah, (Mathbaah


Al-Istiqamah, Cairo), Ct.4, penerjemah H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Fiqh Emapt
Madzhab, (Jakarta : Darul Ulum Press, November 2002), hlm 162.

83

zakat itu hendaklah dijiual dan diberikan barang yang semisal di tempat barang
itu disalurkan, atau harga penjualannya itu yang dibagikan di tempat tersebut
sesuai dengan kemaslahatan. Yang dimaksud tempat wajibnya zakat adalah
tempat tanaman dan buah-buahan itu dihasilkan, sekalipun bukan di negeri dan
tempat pemiliknya.
Syarat memberi zakat kepada Ibnu Sabil menurut Mazhab Hambali
adalah musafir yang kehabisan biaya perjalanan d luar negeri tempat tinggalnya
untuk tujuan perjalanan mubah, atau untuk tujuan perjalanan haram lalu ia
bertaubat. Maka ia boleh mendapatkan zakat sebatas memenuhi kebutuhannya
untuk kembali ke negerinya, sekalipun ia mendapatkan orang yang dapat
dihutangi, baik ia orang kaya ataupun fakir. Membayar zakat kepada satu di
antara delapan golongan tersebut tadi sah. Orang banyak boleh membayarkan
zakatnya kepada satu orang, sebagaimana satu orang boleh membayarkan
zakatnya kepada banyak orang.
Mengeluarkan zakat berupa harga dari zakat yang diwajibkan tidak
boleh, melainkan yang wajib adalah mengeluarkan benda yang wajib dizakatkan.
Membayar zakat itu tidak boleh kepada orang kafir, hamba sahaya, orang yang
kaya harta dan mata pencaharian dan tidak pula kepada orang yang wajib ia
nafkahi, selama ia bukan amil zakat, tentara perang, muallaf, hamba mukattab,
ibnu sabil dan orang yang punya hutang untuk kepentingan perbaikan sesuatu

84

yang nyata. Dan tidak boleh juga istri membayar zakat kepada suaminya, begitu
pula sebaliknya, juga tidak boleh membayar zakat itu kepada Bani Hasyim. 6
Menurut Mazhab Syafii mengenai syarat Ibnu Sabil adalah musafir
yang pergi dari negeri tempat zakat (balad al-zakah), atau melewati negeri
tersebut, maka ia boleh diberi zakat sebatas cukup untuk sampai ke tujuan, atau
sebatas cukup untuk sampai ke tempat ia miliki harta bila ada, dengan syarat ia
membutuhkannya ketika melakukan perjalanan atau ketika ia melewati negeri
tempat zakat tadi dan hendaklah perjalanannya itu bukan untuk kemaksiatan
melainkan untuk tujuan yang benar secara syara.
Untuk mengambil zakat tersebut bagi delapan golongan ashnaf yang
berhak menerima zakat, ada lima syarat sebagai tambahan dari ketentuan syaratsyarat khusus bagi setiap golongan tadi, yaitu :
1. Islam
2. Merdeka penuh, kecuali ia hamba mukatab.
3. Bukan dari keturunan Bani Hasyim, Bani Muthalib dan bukan pula yang
dimerdekakan dari mereka (Bani Hasyim dan Muthalib), sekalipun haknya
untuk memperoleh dari Baitul Maal terhalang, yang dikecualikan dari hal itu
adalah tukang bawanya, tukang timbangnya, dan pengawas zakat. Mereka ini
boleh mengambil bagian dari zakat tersebut sekalipun ia orang kafir.
4. Biaya nafkahnya itu bukan kewajiban orang yang mengeluarkan zakat.

Ibid, hlm 164

85

5. Ia layak menerima zakat tersebut, dalam arti telah akil-baligh dan mempunyai
budi pekerti yang baik.
Apabila seseorang mengkhususkan diri mencari ilmu, maka boleh diberi
zakat sekedar memenuhi kebutuhan membeli buku-buku dan untuk kepentingan
agama dan dunianya. Orang yang mencari ilmu patut diberi zakat karena dia
melaksanakan fardhu kifayah dan juga faedah ilmunya itu tidak hanya untuk
dirinya tapi juga untuk seluruh ummat. Ia berhak untuk ditolong dengan harta
zakat karena termasuk kategori orang yang membutuhkan pertolongan kaum
muslimin atau orang yang dibutuhkan kaum muslimin itu sendiri.
Sebagian orang ada yang memberi syarat dengan pemberian zakat untuk
golongan pencari ilmu, yaitu kepandaian yang dapat dimanfaatkan untuk
kemashlahatan masyarakat, khususnya kaum muslimin. Pendapat ini dianut oleh
Negara-negara modern, di mana pemerintah atau lembaga-lembaga memberikan
beasiswa atau tugas belajar di dalam atau di luar Negeri bagi mahasiswa dan
pegawai yang pandai.
Niat zakat itu disyaratkan ketika zakat itu diserahkan kepada Imam
(pemimpin) atau kepada para mustahik (secara langsung) atau ketika zakat itu
dipisahkan. Bagi pemilik tidak boleh menyalurkan zakat dari satu negeri ke negeri
lain sekalipun negeri itu dekat bila di negerinya terdapat mustahik zakat.
Sedangkan bagi Imam boleh menyalurkan ke negeri lain. Yang dimaksud balad
al-zakah adalah tempat zakat itu sempurna satu tahun dan tempat harta tersebut
berada. Ini berlaku untuk yang disyaratkan satu tahun, seperti emas. Sedangkan

86

yang tidak disyaratkan satu tahun, seperti tanaman, maka yang dimaksud balad
al-zakah adalah tempat dikeluarkannya zakat dimana tanaman itu berada.

C. Analisa Penyaluran Dana Zakat BAZIS Dalam Pandangan Imam Hanafi


Dalam hal penyaluran dana zakat untuk pendidikan, secara garis besar
pengertian adalah Tarbiyattul Tadib_Tahdzib yang berarti pengasuhan dan
pemeliharaan, sebagaimana yang terdapat dalam kamus al-Munawwir. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses perubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.7
Badan Amil Zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang, sudah digagas
sejak awal berdirinya pemerintahan Orde Baru. Tepatnya, ketika sebelas ulama
tingkat nasional mengadakan pertemuan pada tanggal 24 September 1968 di
Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof. Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH. Moh.
Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman, KH. Moh. Sholeh Suaidi, M.
Ali Alhamidy, Mukhtar Luthfi, KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH.
M.A Zawawy. Mereka menyarankan diadakannya sebuah badan untuk
pelaksanaan zakat di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Presiden Soeharto ketika
menyampaikan pidatonya pada peringatan Isra Miraj, tanggal 26 Oktober 1968.
pada saat itu beliau mengajak ummat Islam untuk mengamalkan ibadah zakat

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hlm

265.

87

secara konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya


menjadi lebih terarah. Yang penyalurannya akan disalurkan kepada delapan
golongan ashnaf, terutama dalam penyaluran dana zakat untuk pendidikan.
Dalam hal ini, BAZIS memberikan zakat kepada pencari Ilmu, karena
mereka sedang melaksanakan fardhu kifayah dan ilmunya akan bermanfaat bagi
ummat. Jika seseorang Muslim mengosongkan waktunya untuk menuntut ilmu
sambil mencari penghasilan, maka orang ini diberi bagian zakat dengan jumlah
yang bias membantunya untuk mencapai tujuannya. Dibolehkan juga muzakki
untuk memberi zakat pada penuntut ilmu guna untuk membeli buku-buku yang
bermanfaat dalam urusan agama maupun dunia.
Menuntut Ilmu sebagai suatu fardhu kifayah. Orang yang menuntut
ilmu, manfaat ilmunya tidak terbatas hanya kepada dirinya saja namun kepada
seluruh anggota masyarakat. Maka sudah menjadi suatu keharusan atas
masyarakat untuk menolongnya dari harta zakat.
Oleh karenya BAZIS memberikan zakatnya kepada ashnaf Ibnu Sabil
yang di dalamnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Orang yang berjuang menegakkan agama Allah
2. Orang yang menuntut ilmu untuk kemashlahatan
Sedangkan menurut Mazhab Hanafi orang kaya baik itu pelajar atau
bukan yang tidak boleh menerima zakat ada dua macam. Pertama, orang yang
mempunyai kekayaan satu nishab dalam semua bentuk zakat, misalnya : Orang
yang memilki 5 ekor unta, atau 40 ekor kambing, atau 30 ekor sapi, atau 652,8 kg

88

makanan pokok atau 85 gram emas. Sebagian pendapat yang lain kekayaan yang
diukur adalah ukuran nishab uang dari segala macam harta apa saja. Kedua, orang
yang memilki harta banyak dari kebutuhan hidupnya yang nilainya mencapai 200
dirham (sekarang 85 gram emas), tetapi tidak terkena wajib zakat karena harta
tersebut tidak produktif misalnya perabot rumah tangga, rumah, kendaraan dan
lain-lain.
Hanafiyah juga mendefinisikan Ibnu Sabil sebagai musafir yang
kehabisan dana perjalanan, yang boleh menerima zakat sebatas kebutuhannya
saja. Sedangkan makna fisabilillah adalah orang-orang fakir yang tidak bias lagi
berperang di jalan Allah. Namun, secara lebih luas melihat konteks sekarang baik
Ibnu Sabil maupun Fisabilillah dimasukkan dalam dua golongan, yaitu orang
yang mengadakan perjalanan di tanah airnya sendiri dan orang yang mengadakan
perjalanan di negeri orang lain dalam melakukan ketaatan, seperti mencari ilmu
dan tidak dalam kemaksiatan.
Dari uraian di atas dapat dilihat, bahwa jika menurut Imam Hanafi Ibnu
Sabil dan Fisabilillah dikelompokan menjadi dua golongan, yang masing-masing
boleh menerima zakat, maka BAZIS menjadikan dua golongan ini dalam satu
makna. Maka ssecara substansi, antara Mazhab Hanafi dan BAZIS berpandangan
sama, yaitu bagi semua orang yang menempuh jalan Allah, memperjuangkan
agama-Nya, baik melalui menuntut ilmu-Nya maupun dengan mengangkat
pedang, sama-sama memiliki kewenangan menerima zakat. BAZIS juga
mengkonotasikan Ibnu Sabil dengan semua orang yang belajar mencari ilmu baik

89

ia laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa sesuai dengan jenjang


pendidikan. Baik untuk jenjang Sekolah Menengah ke bawah maupun untuk
jenjang perguruan tinggi.
Dengan sesuaianya analisa mengenai mekanisme yang diterapkan oleh
BAZIS baik dari segi pengumpulan ataupun penyalurannya dengan apa yang
diterapkan oleh Mazhab Hanafi, ini bertujuan agar seluruh masyarakat yang
masih awam akan hukum syari dapat mengetahuinya bahwasanya BAZIS sangat
mengikuti atauran syariat Islam dalam mekanismenya/pola. Walaupun masih
adanya permasalahan yang di hadapi oleh BAZIS mengenai Petugas Operasional
BAZIS Kecamatan dan Kelurahan yang belum mengerti tentang tata cara
pengadministrasian pembukuan keuangan ZIS, disebabkan masih kurang paham
dan adanya Petugas Operasional BAZIS yang pensiun atau mutasi pegawai,
masih terlambatnya pendayagunaan ZIS yang tidak dilaksanakan sesuai jadwal
dan lain sebagainya, akan tetapi dalam permasalahan yang dihadapi oleh BAZIS
setiap tahunnya selalu ada upaya pemecahan terhadap masalah tersebut.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah meneliti, membahas dan menguraikan tentang masalah
bagaimana penyaluran dana zakat untuk pendidikan pada bab-bab sebelumnya,
maka pada bab ini penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pendapat Imam Hanafi terhadap penyaluran dana zakat untuk pendidikan
adalah

hanafiyah

mendefinisikan

Ibnu

Sabil,

apabila

seseorang

mengkhususkan diri mencari ilmu, maka boleh diberi zakat sekedar


memenuhi kebutuhan membeli buku-buku dan untuk kepentingan agama dan
dunianya. Orang yang mencari ilmu patut diberi zakat karena dia
melaksanakan fardhu kifayah dan juga faedah ilmunya itu tidak hanya untuk
dirinya tapi juga untuk seluruh umat. Imam Hanafi juga berpandangan bagi
semua orang yang menempuh jalan Allah, memperjuangkan agama-Nya, baik
melalui menuntut ilmunya maupun dengan mengangkat pedang, maka mereka
memiliki kewenangan menerima zakat.
2. Mekanisme penyaluran dana zakat untuk pendidikan pada Bazis DKI Jakarta
Selatan adalah memberikan beasiswa kepada orang yang kurang mampu
dalam membiayai pendidikannya (Ibnu Sabil) dari tingkat SD/MI (Madrasah
Ibtidaiyyah) sampai S3 (Strata 3) dengan persyaratan yang telah ditentukan

90

91

oleh Bazis. Dalam mekanisme penyalurannya permasalahan yang dihadapi


Bazis, diantaranya adalah :
a.

Masih ditemukan Petugas Operasional Bazis Kecamatan dan Kelurahan


yang belum mengerti tentang tata cara pengadministrasian pembukuan
keuangan ZIS, disebabkan masih kurang paham dan adanya Petugas
Operasional Bazis yang pensiun atau mutasi pegawai.

b.

Masih terlambatnya pendayagunaan ZIS tidak dilaksanakan sesuai


jadwal.

c.

Adanya perubahan penerimaan gaji, kesra dan TPP pegawai dan guru dari
Bendahara Unit kepada/melalui Bank, sehingga menyulitkan dalam
pemotongan ZIS yang berdampak pada hasil pengumpulan ZIS.

d.

Masih terjadinya keterlambatan dalam penerimaan check untuk pencairan


dan pendayagunaan ZIS/kegiatan.

B. Saran-saran
Skripsi ini jauh dari kesempurnaan sebagai sebuah karya ilmiah yang
membahas tentang penyaluran dana zakat untuk pendidikan, karena masih banyak
kekurangan dalam penulisannya. Namun terlepas dari hal itu penulis mencoba
untuk memberikan saran-sarannya :
1. Dalam kondisi BAZIS saat ini, perlu ditingkatkan profesioanalisme para
Petugas Operasional BAZIS Kota, Kecamatan dan Kelurahan dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta memberikan informasi secara

92

transparan

dan

professional

atas

hasil

pengumpulan

ZIS

dan

pendayagunannya.
2. Meningkatkan kesejahteraan bagi para Petugas Operasional BAZIS disemua
tingkatan.
3. Mengupayakan untuk merealisir permohonan kendaraan operasional dalam
rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
4. Untuk lebih suksesnya rencana program kerja kantor BAZIS Kota
Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2010, mohon kiranya mendapat
bantuan dan dukungan sepenuhnya dari BAZIS Provinsi DKI Jakarta.
5. Pemberian hadiah penghargaan kepada Pembina, petugas Operasional BAZIS
Kota, Kecamatan dan Kelurahan agar terus dilaksanakan sebagai penghargaan
atas usaha dan kerja keras mereka dalam hal pengumpulan ZIS di wilayah
masing-masing.
6. Perlu diadakannya pembinaan administrasi pembukuan keuangan ZIS bagi
para Petugas Operasional BAZIS Kecamatan dan Kelurahan.
7. Perlu dipercepat dalam hal pembuatan check agar program/kegiatan dapat
dilaksanakan sesuai jadwal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhaimmin Abdul Wahab, Hukum Pranata Sosial, Ahkam Jurnal Syariah
Nomor 09/IV/2002.

A. Djazuli dan Yani Janwari, Perekonomian Umat (Sebuah Lembaga-lembaga


Pengenalan), Jakarta : PT. Raja Grarindo, 2002.

Al-Jaziri Syekh Abdurrahman, Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arbaah, (Mathbaah


Al-Istiqomah, Cairo), Ct. 4, Penerjemah H. Chatibil Umam dan Abu Hurairah,
Fiqh Empat Madzhab, Jakarta : Darul Ulum Press, 2002.

Al-Kaaf Abdullah Zaky, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, Bandung : Pustaka Setia
2002.

Al-Qardhawi Yusuf, Fiqhuzzakah, (Muassah Dar-Salam), Terjemahan Hukum Zakat


(Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Brdasarkan Al-Quran
dan Hadist), Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 1996.

Al-Quran dan Terjemahan, Departemen Agama.

Al-Qurthubi, al-jammili Ahkam Al-Quran, Beirut : Daar el-Kutub al-Ilmiyah, 1993.

Ali Nurudin Mhd, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.

Ali Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta : Universitas
Indonesia, 2006.

93

Ash Shiddiqiey Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999.

Ash Shiddieqy Tengku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999.

Asy-Syannawi Abdul Aziz, Ketika Harta Berbicara, Jakarta : Putaka Azzam, 2004.

Company Profil, Kantor BAZIS Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jakarta 2010.

Hafifuddin Didin, ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN MODERN, Jakarta : Gema


Insani, 2002.

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta : CV. Pustaka Amri, 2005.

Majmu lughah al-arabiyyah, al-mujam al-wasith, (Mesir : Daar el-marif, 1972)

Mallchatun, Peranan Zakat Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa (Studi


Kasus Beasiswa Tunas Bangsa Amil Zakat Nasional), Jakarta : Fakultas Ilmu
Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Nawawi Hadari, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University,


1993.

Qadir Abdurrahman, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1998.

Rahmadi Setia, Kasubbag Tata Usaha, Wawancara Pribadi, Jakarta, 30 Juni 2010.

94

Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid I, Analisa Fiqih Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka
Amani, 1989.

Saragih Hayati, Staf Seksi Pengumpulan, Wawancara Pribadi, Jakarta, 12 Juli 2010.

Sarbeni Beni, Panduan Zakat Al-Quran dan Sunnah, Bogor : Pustaka Ibnu Katsir,
2005.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Kuwait : Daar el-Bayan, 1968.

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005.

Wardhana Tatang, Staf Seksi Penyaluran, Wawancara Pribadi, Jakarta, 7 Juli 2010.

Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqhiyyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1987.

95

Anda mungkin juga menyukai