a.
b.
c.
a.
b.
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara,
yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Beberapa pakar hukum dari Eropa berpendapat mengenai hukum pidana,antara lain
sebagai berikut:
Pompe ,menyatakan hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum.
Apeldoorn, menyatakan baha hukum pidana materil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan
yang oleh sebab perbuatan itu dipidana.
a.
Tahun 1945-1949
Seperti yang telah dijelaskan di atas, dengan diproklamirkannya negara Indonesia sebagai
negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
bebas dan berdaulat. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum (rechts vacuum) karena
hukum nasional belum dapat diwujudkan, maka UUD 1945 mengamanatkan dalam Pasal II
Aturan Peralihan agar segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang - Undang Dasar ini.
b. Tahun 1949-1950
Tahun 1949-1950 negara Indonesia menjadi negara serikat, sebagai konsekuensi atas
syarat pengakuan kemerdekaan dari negara Belanda. Dengan perubahan bentuk negara ini, maka
UUD 1945 tidak berlaku lagi dan diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Sebagai
aturan peralihannya, Pasal 192 Konstitusi RIS menyebutkan peraturan-peraturan undang-undang
dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap
berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketntuan Republik
Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu
tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuanketentuan tata usaha atas
kuasa Konstitusi ini.
c. Tahun 1950-1959
Setelah negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7 bulan 16
hari, sebagai trik politik agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka pada tanggal 17
Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara republik-kesatuan. Dengan perubahan ini, maka
konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti dengan UUD Sementara. Sebagai peraturan
peralihan yang tetap memberlakukan hukum pidana masa sebelumnya pada masa UUD
Sementara ini, Pasal 142 UUD Sementara menyebutkan :
"Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tatausaha yang sudah ada
pada tanggal 17 Agustus 1050, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan
dan ketentuanketntuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturanperaturan dan
ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuanketentuan tata usaha atas kuasa Undang Undang Dasar ini".
d. Tahun 1959-sekarang
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi mengenai
berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara kesatuan yang
berbentuk republik dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Oleh karena itu, Pasal II Aturan
Peralihan yang memberlakukan kembali aturan lama berlaku kembali, termasuk di sini hukum
pidananya. Pemberlakuan hukum pidana Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun
kemudian berlanjut sampai sekarang.
Peristiwa Hukum Pidana suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa
pidana apabila memenuhi unsur-unsur pidananya dan unsur-unsur itu meliputi:
a.
Bagian objektif
Yaitu suatu perbuatan atau sikaf yang bertentangan dengan hukum pidana
positif,sehingga bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman
pidana atas pelanggarannya.
b. Bagian subjektif
Yaitu suatu kesalahan yang menunjuk kepada pelaku untuk dipertanggung jawabkan
menurut hukum. Sedangkan hukum pidana formal yaitu yang mengatur cara bagaimana hukum
pidana materil dapat ditegakkan .
Beberapa pendapat pakar hukum indonesia mengenai hukum pidana,antara lain sebagai
berikut:
1. Moeljatno, menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku disuatu negara,yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,yang disertai ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar peraturan tersebut.
b. Menentukan apa dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar larangan tersebut agar
dapat dikenakan tindak pidana.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang telah melanggar larangan tersebut.
2. Soedarto, mengatakan bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif, ia diterapkan
jika sarana lain sudah tidak memadai,maka hukum pidana dikatakan mempnyai fungsi yang
subsider. Pidana termasuk juga tindakan yang bagaimanapun juga merupakan suatu
penderitaan,sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh orang yang dikenai. oleh karena itu, hakikat
dan tujuan pidana dan pemidanaan,untuk memberikan alasan pembenaran pidana itu.
perkembangannya, ajaran sifat melawan hukum ini kemudian diformalkan kedudukannya dalam
perundang-undangan seperti UU No. 31 tahun 1999 dan rancangan KUHP.
Paham-paham sifat melawan hukum
Doktrin membedakan perbuatan melawan hukum atas :
Perbuatan melawan hukum formil
Perbuatan melawan hukum materil
Perbuatan melawan hukum menurut KUHP
Menurut pasal 17 dirumuskan sebagai berikut : perbuatan yang dituduhkan haruslah
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh suatu peraturan perundangundangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan hukum.
Penegasan ini juga dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu: Setiap tindak pidana selalu
bertentangan dengan pengaturan perundang-undangan atau bertentangan dengan hukum,
kecuali terdapat alasan pembenar atau alasan pemaaf.
Dari sini terlihat adanya asas keseimbangan antara patokan formal dan materil dimana
dalam kejadian konkrit kedua-duanya saling mendesak, maka dalam pasal 19 konsep KUHP baru
tahun 1998 memeberi pedoman hakim harus sejauh mungkin mengutamakan nialai keadilan
dalam memutuskan suatu perkara yang dihadapi dari pada nilai kepastian konsep legalitas
material maupun ajaran sifat melawan hukum material dalam KUHP yang berlaku sekarang tidak
dikenal.
3.
Dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa). Adapun pengertian
kesalahan menurut para ahli, antara lain:
1.
Menurut Simons, kesalahan itu dapat dikatakan sebagai dasar untuk
pertanggungan jawab dalam hukum pidana ia berupa keadaan jiwa dari si pelaku dan
hubungannya terhadap perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan jiwa itu
perbuatannya dapat dicelakakan kepada si pelaku.
2.
Menurut Mezger, kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk
adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku tindak pidana.
3.
Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf dan
alasan pembenar.
-
Pertanggungjawaban
Masalah pertanggungjawaban dan khususnya pertanggung jawaban pidana mempunyai
kaitan yang erat dengan beberapa hal yang cukup luas.dapat dipermasalahkan antara lain:
Ada atau tidaknya kebebasan manusia untuk menentukan kehendak?antara lain ditentukan oleh
indeterminisme dan determinisme.
Tingkat kemampuan bertanggung jawab,mampu,kurang mampu,atau tidak mampu.
Batas umur untuk dianggap mampu atau tidak mampu bertanggung jawab.
Bentuk kesalahan
Ilmu hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan,yaitu: kesengajaan atau dolus dan
kealpaan atau culpa.
terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta
benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.
Dalam pembelaan darurat (noodweer) menurut bunyi pasal diatas tiga macam syaratsyarat sebagai berikut:
Perbuatan yang itu harus terpaksa untuk membela dan pembelaan itu harus harus amat
perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain.
Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan.
Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu.
b. Melaksanakan Ketentuan Undang-Undang (Wettlijkvoorchrift)
Bertindak untuk melaksanakan ketentuan undang-undang didalam pasal 50 KUHP
berbunyi: barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang,
tidak dipidana .
c.
d.
3.
a.
b.
c.
Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna dapat terjadi pada saat kelahiran seperti imbisil
(keadaan bodoh) dan idiot (keadaan gila), juga dapat terjadi pada pertumbuhan badan yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang seharusnya seimbang. Sedangkan gangguan jiwa yang
disebabkan oleh penyakit, orang tersebut pada mulanya sehat tetapi baru mengalami gangguan
jiwa setelah dihinggapi penyakit tertentu misalnya menderita penyakit yang kronis.
Daya paksa atau (overmacht)
Dalam pasal 48 KUHP yang berbunyi: Barang siapa melakukan perbuatan karena
pengaruh daya paksa tidak dipidana.
Menurut para ahli menyebabkan adanya beberapa bentuk daya paksa. pembagian
secara tradisional bentuk-bentuk daya paksa,adalah terdiri atas:
Hal ini diatur dalam pasal 78 KUHP yang berbunyi: hak untuk penuntutan pidana hapus
karena daluwarsa :
Dalam satu tahun bagi semua pelanggaran dan bagi kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan
Dalam enam tahun bagi kejahatan-kejahatan yang diancam dengan denda, hukuman kurungan
atau hukuman penjara, yang lamanya tidak lebih dari tiga tahun.
Dalam dua belas tahun bagi semua kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara sementara
yang lamanya lebih dari tiga tahun
Dalam delapan belas tahun bagi semua kejahatan, yang diancam dengan hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup.
Untuk orang, yang sebelum melakukan perbuatan itu umurnya belum cukup delapan
belas tahun,tenggang daluwarsa yang tersebut diatas itu, dikurangi sepertiga.
d. Penyelesaian perkara di luar pengadilan
Hal ini diatur dalam pasal 82 ayat 1 KUHP yang berbunyi antara lain sebagai
berikut: Hak penuntutan pidana kerena pelanggaran,yang atasnya tidak ditentukan hukuman
pokok lain daripada denda, hilang kalau dengan rela hati sudah dibayar maksimum denda serta
juga biaya perkara.
PERCOBAAN (POGING)
Poging adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai,tetapi belum selesai atau sempurna.
a. Unsur-unsur percobaan
- Adanya niat
- Adanya permulaaan pelaksanaan
- Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri
a. Delik putatif dan Mangel Am Tatbestand
Delik putatif yaitu merupakan kesalahpahaman dari seseorang yang mengira bahwa
perbuatan yang dilakukan itu adalah perbuatan terlarang, tetapi ternyata tidak diatur dalam
perundang-undangan pidana.sedangkan Mangel Am Tatbestand ialah kekurangan unsur tindak
pidana yang dilakukan.
Teori poging
Teori subjektif:suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan dan oleh karena
itutelah dapat dipidana.
Teori objektif:suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan
tersebut telah membahayakan kepentingan umum.
1.
a.
b.
c.
a.
b.
2.
Penyertaan (deelneming) Secara umum dapat diartikan sebagai suatu perbuatan (tindak
pidana) yang dilakukan lebih dari satu orang. Perbuatan penyertaan tersebut adalah pengertian
yang meliputi semua bentuk turut serta/ terlibatnya orang-orang sehingga melahirkan suatu
tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerjasama yang mewujudkan tindak pidana
tersebut, masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain, Tetapi dari perbedaanperbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalin suatu hubungan yang sedemikian rupa
eratnya dimana perbuatan yang satu menunjang perbuatan yang lain, yang semuanya mengarah
pada satu yaitu terwujudnya tindak pidana.
Penyertaan Menurut KUHP Indonesia, Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56
KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu:
Pembuat/ Dader (Pasal 55) yang terdiri dari :
Pelaku (pleger); Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi
perumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.
Yang menyuruh melakukan (doenpleger); Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan
dengan perantara orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Unsur-unsur
pada doenpleger adalah:
Alat yang dipakai adalah manusia;
Alat yang dipakai berbuat;
Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggngjawabkan.
Yang turut serta (medepleger); adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat dalam
melakukan suatu delik. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah
sama. Syarat-syarat medepleger, antara lain:
Ada kerjasama secara sadar, adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang
dilakukan, kerja sama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditujukan kepada hal
yang dilarang undang-undang;
Ada pelaksana bersama secara fisik, Kerjasama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan
yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.
Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu
tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara
limitatif. Penganjur (uitloken) mirip dengan menyuruh melakukan (doenplegen), yaitu melalui
perbuatan orang lain sebagai perantara. Namun perbedaannya terletak pada:
Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yangtersebut dalam
undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruh melakukan menggerakkannya dengan sarana
yang tidak ditentukan.
Pada penganjuran, pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan, sedang dalam menyuruhkan
pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pembantu/ Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari :
Pembantu pada saat kejahatan dilakukan; Cara bagaimana pembantunya tidak disebutkan
dalam KUHP. ini mirip dengan medeplegen (turut serta), namun perbedaannya terletak pada:
a.
Pembantu perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang
pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan;
b.
Pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan
harus kerjasama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam
turut serta,orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara
bekerjasama dan mempunyai tujuan sendiri.
c.
Pembantuandalma pelanggaran tidak dipidana (pasal 60 KUHP),
sedangkan dalam turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.
d.
Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan
dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.
Pembantu
sebelum
kejahatan
dilakukan, yang
dilakukan
dengan
cara
memberkesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).
Perbedaan pada niat/kehendak, pada pembantu kehendak jahat materiil sudah ada sejak semula/
tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan
pada pembuat meteriil ditimbulkan oleh si penganjur.
Perbuatan penyertaan pada penyertaan (Deelneming Aan Deelnemingshandelingen),
misalnya :
1. Membujuk untuk membujuk (Pasal 55 jo 55)
2. Membujuk untuk membantu (pasal 55 jo. 56)
3. Membantu untuk menganjurkan (Pasal 55 jo.55).
Bentuk-Bentuk Penyertaan
Bentuk-bentuknya diperinci sebagai berikut:
a.
Dua orang atu lebih bersama-sama (berbarengan) melakukan tindak pidana,
b.
Ada yang menyuruh (dan ada yang disuruh) melakukan suatu tindak pidana
c.
Ada yang melakukan dan ada yang turut serta melakukan tindak pidana
d.
Ada yang menggerakkan dan ada yang digerakkan dengan syarat tertentu untuk
melakukan tindak pidana.
e.
Pengurus-pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris
yang dipraanggakan turut campur dalam suatu pelanggaran tertentu.
f.
Ada petindak (dader) dan ada pembantu untuk melakukan suatu kejahatan.
Mengenai bentuk-bentuk dari penyertaan apabila ditinjau dari sudut peserta akan
ditemukan variasi sebagi berikut:
a. Penyertaan yang satu dan lainnya sama-sama memenuhi unsur tindak pidana,
b. Penyertaan yang (turut) melakukan tindak pidana itu, tidak mengetahui bahwa tindakannya
merupakan tindak pidana, atau ia terpaksa melakukannya dan sebagainya (Manus ministra).
c. Penyertaan benar-banarsadar dan langsung turut serta untuk melkukan tindak pidana
(Medeplegen),
d. Penyertaan melkukan tindak pidana karena adanya suatu keuntungan baginya atau ia dipermudah
untuk melakukannya,
e. Ia dipandang sebagai penyerta dalam suatu pelanggaran karena ia adalah pengurus dan
sebaginya.
f. Penyertaan hanyalah sekedar membantu saja,
Menentukan bentuk hubungan dari peserta-peserta tersebut penting artinya tidak
menentukan pertanggungjawaban pidana dari masing-masing peserta.
3.
4.
Lain-lain orang yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan,
akan tetapi secara sah telah dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan.
Golongan orang-orang yang dapat dimasukkan atau ditempatkan di dalam
lembagapemasyarakatan itu ialah :
1. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak kejaksaan;
2. Mereka yang ditahan secara sah oleh pihak pengadilan;
3. Mereka yang telah dijatuhi hukuman pidana hilang kemerdekaan oleh pengadilan negeri
setempat;
4. Mereka yang dikenakan pidana kurungan;
5. Mereka yang tidak menjalani pidana hilang kemerdekaan, akan tetapi dimasukkan ke lembaga
pemasyarakatan secara sah.
Jenis-jenis Lembaga Kemasyarakatan
Jenis-jenis lembaga pemasyarakatan dibagi atas berbagai tipe sesuai dengan berbagai
sudut pengamatan yaitu :
Dari sudut perkembangannya kelembagaan terdiri dari Criscive Institution and Enacted
Institution.
1.
2.
Dari sudut sistem nilai kelembagaan masyarakat dibagi menjadi dua yakni Basic
institution and Subsidiary Institution.
1.
merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam mempertahankan
tata tertib masyarakat
2.
Dari sudut penerimaan masyarakat, terdiri dari dua yaitu Sanctioned Institution and
unsanctioned Institution.
1.
2.
ditolak meski kehadirannya akan selalu ada. Lembaga ini berupa pesantren
sekolah, lembaga ekonomi lain dan juga lembaga kejahatan.
Dari sudut faktor penyebabnya dibedakan atas General institutional and Restriktic
Institutional.
1.
merupakan organisasi yang umum dan dikenal seluruh masyarakat contoh agama,
2.
merupakan bagian dari institusi yakni Islam, Kristen, dan agama lainnya.
Dari sudut fungsinya dibedakan atas dua yaitu Operatif Institutional and regulatif
Institutional.
1.
2.
Memberikan pedoman bagi anggota masyarakat, bagai mana mereka harus bertingkah
laku atau bersikap didalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang
menyangkut kebutuhan-kebutuhan.
b.
6.
a.
b.
SISTEM HUKUM
1.
a)
b)
c)
d)
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 menyatakan bahwa hukuman yang
dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari:
Hukuman pokok
Hukuman mati
Hukuman penjara
Hukuman kurungan
Hukuman denda
Jenis hukman yang dijatuhkan dengan hukum pidana pokok meliputi ketentuan
pelanggaran pasal-pasal berikut:
Pasal 10 : tentang pidana pokok dan tambahan
Pasal 53 : percobaan kejahatan
Pasal 104:
Pasal 131:
Pasal 140:
Pasal 187:
Pasal 170:
Pasal 209:
Pasal 241:
Pasal 242:
Pasal 244:
Pasal 254:
Pasal 281:
Pasal 285:
Pasal 300:
Pasal 303:
Pasal 304:
Pasal 310:
Pasal 311:
Pasal 315:
Pasal 328:
Pasal 338:
Pasal 340:
Pasal 352:
Pasal 362:
Pasal 363:
Pasal 364:
Pasal 365:
Pasal 368:
Pasal 372:
Pasal 374:
Pasal 378:
Pasal 406:
Pasal 480:
Pasal 485:
TINDAK PIDANA
Berdasarkan asas konkordansi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) Indonesia,
yang dulu bernama Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesie merupakan semacam kutipan dari
WVS Nederland. Pasal 1 KUHP menyatakan bahwa perbuatan yang pelakunya dapat dipidana
a.
a.
1.
2.
3.
b.
Menurut pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pada
seseorang yang telah melakukan tindak pidana,berupa:
Pidana mati
Sejak zaman dahulu telah dikenal hukuman mati, pelaksanaan hukuman mati pada waktu
tersebut sanggat kejam. Pelaksanaan pidana mati dilakaukan dengan ditembak sampai mati,caracara pelaksanaan untuk trpidana justiabel peradilan sipil diatur dalam pasal 2 sampai pasal 16
UU No.2 Pnps tahun 1964,sedangkan untuk terpidana yustiabel peradilan militer diatur dalam
pasal 17.
Pidana penjara
Pidana penjara adalah salah satu dari bentuk pidana perampasan kemerdekaan.Beberapa
sistem dalam pidana penjara:
Pensylvanian system:terpidana menurut sistem ini dimassukkan dalam sel-sel tersendiri.
Auburn system:pada waktu malam ia dimasukkan kedalam sel secara sendiri-sendiri,pada waktu
siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana lainnya,tetapi tidak boleh berbicara diantara
mereka.
Progressive system:cara pelaksanaan pidana dengan cara bertahap.
Pidana kurungan dan kurungan pengganti
Pidana kurungn ini juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan,akan tetapi pidana kurungan ini dalam beberapa hal lebih ringan daripada pidana
penjara.
mengenal beberapa jenis delik yang penting dalam ajaran causalitas.diantaranya delik
formal:delik yang telah dianggap penuh dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan suatu hukuman,dan delik materiil:delik yang telah dianggap selesai dengan
ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Delik formal:
Pasal 362 KUHP
Yang dilarang dalam perbuatan pencurian ini adalah perbuatannya mengambil barang
milik orang lain.
Pasal 242 KUHP
Yang dilarang memberikan keterangan palsu dibawah sumpah.
Delik materiil:
Pasal 338 KUHP
Yang dilarang dalam delik ini ialah menyebabkan matinya orang lain.
Pasal 351 KUHP
Yang dilarang dalam delik ini ialah menimbulkan sakit atau luka pada orang lain.
PENGULANGAN (RESIDIVE)
1.
2.
1.
2.
Alasan hukuman dari pengulangan sebagai dasar pemberatan hukuman ini adalah bahwa
seseorang yangtelah dijatuhi hukuman dan mengulangi lagi melakukan kejahatan,membuktikan
bahwa ia telah memiliki tabiat buruk.pengulangan ini diatur dalam pasal 486,487,dan 488 KUHP.
Sehubungan dengan pengulangan ini harus diingat kembali ajaran tentang tujuan
hukum, antara lain mengenai:
Prevensi hukum
Prevensi khususyang ditujukan terhadap mereka yang telah melakukan kejahatan dengan
pengharapan agar mereka takut mengulang kembali melakukan kejahatan setelah menjalani
hukuman.
Pengulangan menurut sifatnya terbagi dalam dua jenis:
Residive umum
Seorang telah melakukan kejahatan
Terhadap kejahatn mana telah dijatuhi hukuman yang telah dijalani
Kemudian ia mengulang kembali melakukan jenis kejahatan
Maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberatan hukum.
Residive khusus
Seorang melakukan kejahatan
Yang telah dijatuhi hukuman
Setelah menjalani hukuman ia mengulang lagi melakukan kejahatan
Kejahatan mana merupakan kejahatan sejenisnya.
1.
2.
a.
b.
-