Anda di halaman 1dari 9

SEISMIC ISOLATION BASE:

PERLINDUNGAN
KERUSAKAN BANGUNAN
AKIBAT GEMPA

Rate This
Jepang merupakan negara yang rentan bencana alam khususnya
gempa bumi karena kondisi geografisnya yang terletak di atas
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu Eurasia, Amerika Utara,
Pasifik, dan lempeng Filipina.[1] Gempa bumi berkekuatan rendah
hingga tinggi sering terjadi di Jepang dan menimbulkan kekhawatiran
tersendiri bagi masyarakat Jepang. Oleh karena itu, masyarakat
Jepang memerlukan tempat tinggal aman yang dapat melindungi
hidupnya dari bencana gempa bumi. Salah satu upaya perlindungan
kerusakan bangunan akibat gempa adalah menggunakan isolasi
seismik pada bangunan (Seismic isolation base for buildings). Isolasi
seismik di Jepang biasanya digunakan pada bangunan tempat tinggal,
gedung perkantoran, dan rumah sakit.[2]

Gambar 1. General Relief Center, Kochi Prefektur, Jepang


(Sumber: dokumentasi KKLN, 2013)
Pada kunjungan ke Jepang April 2013 lalu, Mahasiswa Manajemen
Bencana Universitas Pertahanan berkesempatan melihat dan
mengamati salah satu gedung yang dilengkapi isolasi seismik yaitu
gedung General Relief Center di Kochi Prefektur. Gedung ini
merupakan salah satu pusat pelayanan publik di Kochi Prefektur
dengan tujuan utama didirikannya sebagai pusat kesehatan publik,
pusat perawatan medis, dan pusat penanggulangan bencana.
Gedung yang diresmikan tanggal 23 Maret 2010 ini terdiri dari lima
lantai dengan tiga lantai utama menggunakan struktur isolasi seismik.
Penerapan struktur isolasi seismik tersebut sesuai dengan
standarisasi mitigasi bencana yang telah ditetapkan Pemerintah
Jepang pada bangunan publik. Standarisasi bangunan pemerintah di
Jepang meliputi 1) Struktur bangunan yang dapat bertahan terhadap
tekanan gempa dengan intensitas 6 MMI keatas yaitu dengan
adanya base isolated structure (struktur isolasi seismik), 2) Terdapat
dua jalur listrik yang bersumber dari 2 substansi, 3) memiliki suplai

daya yang dapat digunakan untuk bertahan selama 3 hari dengan


kapasitas bahan bakar sebanyak 10.000 liter, dan 4) memiliki suplai
air minum untuk 3 hari dengan kapasitas tangki air sebesar 12 ton.[3]
Penggunaan isolasi seismik pada gedung General Relief Center
bertujuan agar pada saat terjadi gempa bumi, gedung tersebut tidak
ikut berguncang karena terisolasi dari permukaan tanah yang
berguncang. Gedung ini dirancang dengan isolator seismik yang
dapat menangani respon perubahan bentuk akibat gempa hingga 700
mm dan dipasang flexible-joints yang dapat menangani perubahan
bentuk dari pipa dan kabel listrik jika terjadi gempa bumi.[4]
Isolasi seismik atau seismic isolation base adalah suatu desain
struktur bangunan yang dilakukan dengan memasang jenis isolator
tertentu pada dasar bangunan dengan tujuan membatasi respon
struktur bangunan saat terjadi gempa.[5] Menurut Concise Oxford
Dictionary, definisi seismic isolation base adalah bagian yang dapat
memisahkan struktur atas dengan pondasi, atau bagian lain yang
dapat memisahkan struktur atas dengan struktur bawah.[6] Prinsip ini
pertama kali dikemukakan oleh Johannes Avetican Calantarients pada
tahun 1909 sebagai berikut:
the substantial buildings can be put up in earthquake countries on
this principle with perfect safety since the degree of severity of an
earthquake loses its significance through the existence of the
lubricated free joint. (Calantarients, 1909)
Calantarients mengemukakan bahwa untuk mereduksi gaya gempa
yang mengenai bangunan dapat dilakukan dengan cara
memasang free joint di antara struktur atas dan bawah sehingga
bangunan dapat bergerak horizontal pada free joint tersebut.
Calantarients menyarankan bahan yang digunakan sebagai isolator
seismik adalah pasir halus, mika atau sejenisnya.[7]Perbandingan
antara bangunan konvensional dan bangunan dengan isolasi seismik
adalah sebagai berikut:

Bangunan konvensional:

Bangunan ditetapkan langsung pada tanah sehingga ketika gempa, getaran gempa
dibawa langsung dari tanah ke struktur bangunan.

Bangunan berguncang keras sehingga dapat terjadi perpindahan barang-barang di dalam


gedung dan mengalami kerusakan.

Bangunan dengan isolasi seismik:

Perangkat atau isolator dipasang diantara bangunan dan tanah. Isolator tersebut
menyerap energi getaran selama gempa terjadi sehingga mengurangi guncangan bangunan.

Guncangan bangunan sangat lambat sehingga orang di dalamnya tetap merasa aman.

Gambar 2. Bangunan konvensional dan dengan isolasi seismik


(sumber: http://www.jssi.or.jp/)
Perangkat yang sering digunakan sebagai isolator seismik saat ini
adalah perangkat nonlinear seperti lead rubber bearings, frictionpendulum bearings, atau high damping rubber bearings.[8] Pada
gedung General Relief Center, perangkat yang digunakan sebagai
isolator seismik adalah 1) seismic isolation rubber yang terdiri dari
baja dan karet yang disusun seperti sandwiches, karet berfungsi

mengurangi getaran gedung menjadi lambat dan lempengan baja


berfungsi menopang berat gedung. 2) slide bearings adalah
lempengan baja stainless yang berfungsi menopang berat gedung
dan memungkinkan gedung bergerak lateral atau horizontal pada
permukaan lempengan dengan jumlah gesekan tertentu. 3) U-shaped
damper terbuat dari baja yang berfungsi menekan getaran
gempa, dan 4) Oil damper, biasanya menggunakan minyak atau
silikon sebagai cairan kental, resistensi kekentalan cairan
berkontribusi untuk pemborosan energi gempa.[9]

Gambar 3. Isolator seismik pada dasar gedung General Relief Center


(Sumber: dokumentasi KKLN, 2013)

Di negara Jepang, bangunan dengan isolator seismik sudah dikenal


sejak tahun 1982 tetapi baru mengalami peningkatan pasca Gempa
Bumi Hanshin Awaji atau Gempa Bumi Kobe tahun 1995. Pada
gempa bumi tersebut, bangunan yang menggunakan
rancangan building code sebelum tahun 1981 mengalami kerusakan
yang lebih parah dibanding bangunan yang sudah menggunakan
isolator seismik. Oleh karena itu, pada Bulan Desember 1995,
pemerintah Jepang mulai melakukan sosialisasi untuk pembangunan
kembali gedung pasca gempa dengan isolator seismik.[10] Hingga
saat ini tercatat sekitar 1.500 bangunan yang menggunakan isolator
seismik di Jepang, belum termasuk yang tidak tercatat.[11]

Gambar 5. Perkembangan bangunan dengan isolator seismik di


Jepang
(Sumber: JSSI[12] dalam Nobuuki Mori, 2013)
Desain isolasi seismik pada bangunan merupakan salah satu
penanggulangan yang paling efektif dan praktis terhadap gempa bumi
karena mengurangi kecepatan respon selama gempa terjadi.
[13] Ketika terjadi gempa, bangunan yang menggunakan isolasi

seismik tidak ikut berguncang karena terisolasi dari permukaan tanah


yang berguncang. Dengan kondisi Jepang yang sering diguncang
gempa maka upaya mengurangi kerusakan dengan isolasi seismik
pada bangunan menjadi pilihan masyarakat Jepang saat ini.
Kegunaan dari isolasi seismik pada bangunan itu sendiri antara lain:
[14]
1.

Penggunaan isolator seismik memperbesar perioda alami


struktur sehingga gaya gempa yang bekerja pada bangunan akan
menjadi lebih kecil dan akan meningkatkan kenyamanan orang
yang berada di dalamnya.

2.

Interstory drift bangunan yang menggunakan isolasi seismik


lebih kecil daripada bangunan konvensional yaitu mendekati nol
sehingga bangunan lebih stabil.

3.

Pada lantai dasar bangunan yang menggunakan isolator


seismik memiliki perpindahan (displacement) yang lebih besar dari
bangunan konvensional. Hal ini terjadi karena isolator yang terletak
didasar bangunan isolasi seismik sangat fleksibel dalam arah
horizontal yang memungkinkan terjadinya perpindahan pada dasar
gedung.

4.

Penggunaan isolator seismik pada bangunan dapat mereduksi


gaya geser dasar (base shear).Base shear dipengaruhi oleh
kekakuan efektif dan perpindahan dari isolator tersebut.

Lesson Learned:
Kesadaran masyarakat Jepang dan pemerintahnya bahwa negaranya
sering diguncang gempa bumi mendukung keberhasilan sistem
manajemen bencana di Jepang yang kemudian banyak diadaptasi
oleh banyak negara di dunia. Kegiatan pengurangan risiko bencana
berbasis masyarakat berintegrasi dengan baik di dalam kehidupan
masyarakat Jepang sehari-hari. Kewaspadaan terhadap bahaya
bencana alam tidak pernah jauh dari pikiran masyarakat Jepang.

Kegiatan sebelum bencana di Jepang termasuk kegiatan


pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan dilakukan oleh pemerintah
Jepang baik di tingkat lokal maupun nasional dan didukung oleh
seluruh masyarakat Jepang.
Setelah kejadian Great Hanshin Earthquake atau gemba bumi Kobe
tahun 1995, upaya mitigasi terutama perbaikan struktur bangunan di
Jepang mengalami peningkatan dan mendapat perhatian besar oleh
semua kalangan baik masyarakat maupun pemerintah. Penggunaan
struktur bangunan tahan gempa dan bangunan dengan isolasi seismik
juga mengalami peningkatan di Jepang. Hal ini yang menyebabkan
pada kejadian Gempa dan Tsunami Tohoku Maret 2011 dengan
kekuatan gempa 9 Skala Richter hanya menimbulkan korban jiwa
kurang dari 200 orang akibat gempa, diluar korban jiwa akibat
terjangan tsunami.[15]
Masyarakat Jepang juga mengenal budaya Shippaigaku yang artinya
belajar dari kegagalan.[16]Hal ini tergambar setelah peristiwa Great
Hanshin Earthquake yaitu dengan kekuatan gempa 7,2 Skala Richter,
gempa ini menghancurkan bangunan yang masih
menggunakan building code tahun 1982 (yang sebelumnya masih
efektif) dan menyebabkan banyak korban jiwa. Bercermin dari
kegagalan tersebut akhirnya masyarakat dan pemerintah Jepang
mulai memperbaiki kegagalan tersebut dengan melakukan sosialisasi
bangunan tahan gempa dengan isolasi seismik.
Masyarakat Jepang menyadari bahwa mereka harus selalu siap pada
peristiwa yang tidak terduga sehingga mereka melakukan berbagai
upaya untuk menghadapi kondisi tak terduga tersebut dan tetap
merasa aman dengan kehidupannya. Oleh karena itu, pembangunan
rumah dengan isolasi seismik pun sudah banyak dilakukan secara
mandiri oleh masyarakat Jepang.
Hal demikian dapat dijadikan pelajaran berharga bagi masyarakat dan
pemerintah Indonesia bahwa bencana di negara ini dapat datang
kapan saja. Oleh karena itu, kita harus selalu mempunyai persiapan

yang baik dan kesadaran akan bencana tersebut. Dalam hal mitigasi
seperti pembuatan bangunan dengan isolasi seismik dapat diterapkan
pada bangunan pemerintah dan bangunan publik seperti rumah sakit.
Sektor swasta juga sebaiknya mulai mempersiapkan struktur isolasi
seismik untuk bangunan perkantoran, dan lainnya. Karena mitigasi
yang kita siapkan dari sekarang akan berguna di masa mendatang.
Menurut data yang ada, baru terdapat beberapa bangunan dengan
isolasi seismik di Indonesia, misalnya Kantor Gubernur dan Kantor
Kepolisian di Provinsi Sumatera Barat. Rintisan semacam ini sangat
berguna untuk menstimulasi pembangunan dengan isolasi seismik di
tempat lain. Karena perlu sama-sama kita ingat, Indonesia adalah
negara dengan kondisi geografis yang mirip dengan Jepang, yang
rawan mengalami bencana terutama gempa bumi.

Anda mungkin juga menyukai