PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar tubuh yang membuat, menyimpan, mengubah,
dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Fungsi
metabolik hati diantaranya sebagai tempat metabolisme glukosa, konversi amonia,
metabolisme protein, metabolisme lemak, penyimpanan vitamin dan zat besi,
pembentukan empedu, ekskresi billirubin, serta sebagai tempat metabolisme obat. Hati
terletak di belakang tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas dan
memiliki berat sekitar 1500 gram. Sirkulasi darah yang mengalir ke dalam hati berasal
dari 75% suplai darah vena porta yang kaya akan nutrien dari traktus gastrointestinal
dan sisanya dari arteri hepatika (Brunner& Suddarth, 2001).
Hati merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Apabila
fungsi hati terganggu, maka proses pencernaan pun tidak berjalan optimal. Salah satu
gangguan hati adalah sirosis hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang ditandai dengan pembentukkan
jaringan ikat disertai dengan nodul dan biasanya dimulai dengan adanya nekrosis sel
hati yang luas. Distorsi arsitektur hati akan menyebabkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Brunner& Suddarth, 2001). Laporan problem base learning ini membahas lebih lanjut
tentang penyakit sirosis hati, tanda dan gejala penyakit, etiolgi penyakit, patofisiologi
penyakit, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan yang tepat untuk penyakit sirosis
hati.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mahasiswa/I mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis
1.2.2. Tujuan khusus
Mahasiswa/I mampu:
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan sirosis hepatis
2. Membuat diagnose keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
3. Membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
4. Melakukan pelaksanaan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan sirosis hepatis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
2.1.1. Pengertian
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Pengertian tentang sirosis hepatis antara lain menurut Price, (2005). Bahwa
sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang
tidak berkaitan dengan vaskulator normal.
2.1.2. Etiologi
Terdapat beberapa faktor penyebab sirosis hati diantaranya :
a. Malnutrisi
Kekurangan protein menjadi penyebab terjadinya sirosis hepatis. Hal ini
dikarenakan beberapa asam amino yang berperan mencegah perlemakan hati
seperti metionin ada dalam jumlah inadekuat.
b. Alkoholisme
Alkohol adalah salah satu penyebaba terjadinya sirosis hepatis karena sifat
alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung
terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
c. Hepatitis
Virus Hepatitis yang telah menginfeksi sel hati semakin lama akan berkembang
menjadi sirosis hati.
d. Kegagalan jantung yang mengakibatkan bendungan vena hepatika.
e. Hemokromatosis
Sering disebut kelebihan zat besi. Kelebihan zat besi akan memperberat kerja
sehingga hati tidak dapat mengolah zat tersebut ubtuk diabsorpsi tubuh tetapi
akan ditimbun di hati yang lama kelamaan bisa menyebabkan sirosis hati.
2.1.3. Patofisiologi/Pathway
Sirosis hepatis atau jaringan parut pada hepar dibagi menjadi tiga jenis yaitu
sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), sirosis pasca-necrotik, dan sirosis bilier.
Sirosis laennec (alkoholik, nutrisi onal) merupakan penyakit yang ditandai dengan
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-berangsur digantikan oleh jaringan parut, sehingga jumlah jaringan parut
melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Faktor utama penyebab sirosis
Laennec yaitu konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan sehingga terjadinya
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya, namun defisiensi gizi dengan
penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan hati.
Sirosis pasca-nekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, yang
sebelumnya memiliki riwayat hepatitis virus dan juga bisa diakibatkan oleh intoksikasi
yang pernah diketahui dengan bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti
fosfat, kontrasepsi oral, metil dopa arseni dan karbon tetraklorida. Sirosis biliaris yang
paling sering disebabkan oleh obstruksi biliaris pasca epatik. Statis empedu yang
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati dan
terbentuknya fibrosa di tepi lobulus. Hati akan membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan akan mengakibatkan ikterus, pruritus dan malabsorpsi.
Pada awalnya hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak hati
akan menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi, nyeri
pada abdomen, sedangkan konsentrasi albumin plasma menurun yang menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldesteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Terjadinya hipertensi portal
di sebabkan adanya peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal
yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati dan juga terjadi peningkatan
aliran arteria splangnikus. Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali
dan asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intra peritoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor yang menyebabkan terjadinya asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Perdarahan pada saluran cerna yang paling sering dan paling
berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan
penyebab dari sepertinya kematian. Penyebab yang lain perdarahan pada tukak lambung
dan duodenum yang cenderung akibat masa protombin yang memanjang dan
trombositopenia. Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor yang
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik.
Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi
sistemik. Sumber amonia yang terjadi akibat pemecahan protein oleh bakteri pada
saluran cerna. Ensefalopati hepatik yang ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot,
dan flapping tremor yang juga disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental yang terjadi
diawali dengan adanya perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang
dapat berlanjut hingga kematian.
2.1.4. Manifestasi klinis
1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan
lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip
laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. Tanda klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita
selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
2.1.6. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
Diuretik
Transfusi darah
Lavase salin es
2.2.
Transplantasi hepar.
NOC
NIC
NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory
status
:
Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
1.
Menunj
ukkan jalan nafas
yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
NIC :
Terapi Oksigen
1.
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2.
Pertahankan jalan nafas yang
paten
3.
Atur peralatan oksigenasi
4.
Monitor aliran oksigen
5.
Pertahankan posisi pasien
6.
Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh (00002)
berhubungan
dengan faktor
biologis:
penyakit
demam
berdarah
dengue.
Hipertermi
(00007)
berhubungan
dengan penyakit
(demam
berdarah
dengue)
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 3 x 24
jam
diharapkan
suhu tubuh dalam
batas
normal
dengan
indikator
menunjukkan
termoregulasi
(0800)
dengan
kriteria hasil:
1. Suhu dalam batas
normal (36-37 o C)
2. Suhu kulit dalam
Manajemen Nutrisi
Pengkajian:
1. Kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien
Pendidikan Kesehatan:
4. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien
Mandiri:
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
6. Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi
7. Monitor
BB
setiap
hari
jika
memungkinkan.
8. Monitor adanya mual muntah.
9. Monitor intake nutrisi dan kalori.
Kolaboratif:
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien
11. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian cairan melalui intravena
12. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian makanan melalui selang.
Manajemen Regulasi Suhu:
Pengkajian:
1. Pantau tanda-tanda vital.
2. Pantau suhu minimal setiap dua jam,
sesuai dengan kebutuhan.
3. Pantau warna kulit dan suhu kulit.
Pendidikan Kesehatan:
4. Anjurkan klien banyak minum 2-3 liter/
24 jam.
5. Anjurkan klien memakai pakaian yang
tipis dan menyerap keringat.
6. Ajarkan klien atau keluarga dalam
mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia.
rentang
yang
7.
diharapkan
(080001)
3. Nadi dalam rentang
yang
diharapkan
(080012)
4. Pernapasan dalam
rentang
yang
diharapkan
(080013)
5. Perubahan
warna
kulit
tidak
ada
(080007)
Tindakan Mandiri:
7. Berikan kompres pada pasien.
8. Berikan lingkungan yang mendukung
keadaan pasien.
Kolaboratif:
9. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat antipiretik
dilakukan
Nyeri
akut Setelah
berhubungan dengan asuhan
agen cedera fisik keperawatan
(desakan
fragmen selama 3 x 24 jam
cedera pada jaringan jam
diharapkan
lunak)
nyeri dapat diatasi
dengan indikator:
a. Tingkat
Kenyamanan
(2100)
b. Perilaku
mengendalikan
nyeri (1605)
c. Tingkat
nyeri
(2102)
Dengan
kriteria
Hasil:
a. Skala
nyeri:
ringan
(1-3)
(210204)
b. Ekspresi
nyeri
lisan atau pada
wajah (210206)
c. Pasien
menunjukkan
teknik
relaksasi
yang
efektif
(160504)
d. Tidak
ada
Managemen Nyeri
Pengkajian:
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri
sebagai
pilihan
pertama
untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.
2. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan
dan lingkungan terhadap nyeri dan respon
pasien.
3. Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri pada
pasien
Pendidikan Kesehatan:
4. Informasikan pada pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawaraknn saran koping.
5. Berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, seberapa lama akan
berlangsung.
Tindakan Mandiri:
6. Ajarkan pasien tentang penggunaan teknik
nonfarmakologi
(misalnya,
teknik
relaksasi, hypnosis).
7. Instruksikan
pasien
untuk
menginformasikan kepada perawat jika
rasa nyeri tetap ada.
8. Berikan perawatan dengan tidak terburuburu, dengan sikap yang mendukung.
9. Libatkan pasien dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut aktivitas
perawatan.
kegelisahan
Kolaboratif:
10. Laporkan kepada dokter jika tindakan
(210001)
tidak berhasil atau rasa nyeri masih ada.
e. Tanda-tanda vital
dalam
keadaan 11. Kolaborasi penggunaan analgesik sesuai
dengan instruksi dokter.
baik (210008)
f. Pasien
mengatakan
nyeri berkurang
atau tidak ada
(210201)
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed
8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Price Sylvia A. (2005). Pathophisiology Consept of Disease Process (Brahm U. Pendit,
Penerjemah). Sixth Edition. USA : Mosby Company. (Sumber Asli diterbitkan
1992).
Engram, Barbara, (1998). Medical Surgical Nursing Care Planns. Volume 2 (Samba,
Penerjemah). Delmar. Advision of Wads Worth (Sumber Asli diterbitkan 1993).
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.