Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar tubuh yang membuat, menyimpan, mengubah,

dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Fungsi
metabolik hati diantaranya sebagai tempat metabolisme glukosa, konversi amonia,
metabolisme protein, metabolisme lemak, penyimpanan vitamin dan zat besi,
pembentukan empedu, ekskresi billirubin, serta sebagai tempat metabolisme obat. Hati
terletak di belakang tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas dan
memiliki berat sekitar 1500 gram. Sirkulasi darah yang mengalir ke dalam hati berasal
dari 75% suplai darah vena porta yang kaya akan nutrien dari traktus gastrointestinal
dan sisanya dari arteri hepatika (Brunner& Suddarth, 2001).
Hati merupakan organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Apabila
fungsi hati terganggu, maka proses pencernaan pun tidak berjalan optimal. Salah satu
gangguan hati adalah sirosis hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang ditandai dengan pembentukkan
jaringan ikat disertai dengan nodul dan biasanya dimulai dengan adanya nekrosis sel
hati yang luas. Distorsi arsitektur hati akan menyebabkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Brunner& Suddarth, 2001). Laporan problem base learning ini membahas lebih lanjut
tentang penyakit sirosis hati, tanda dan gejala penyakit, etiolgi penyakit, patofisiologi
penyakit, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan yang tepat untuk penyakit sirosis
hati.

1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mahasiswa/I mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis
1.2.2. Tujuan khusus
Mahasiswa/I mampu:
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan sirosis hepatis
2. Membuat diagnose keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
3. Membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
4. Melakukan pelaksanaan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis
5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan sirosis hepatis

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.

Konsep Dasar Medis

2.1.1. Pengertian

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Pengertian tentang sirosis hepatis antara lain menurut Price, (2005). Bahwa
sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang
tidak berkaitan dengan vaskulator normal.
2.1.2. Etiologi
Terdapat beberapa faktor penyebab sirosis hati diantaranya :
a. Malnutrisi
Kekurangan protein menjadi penyebab terjadinya sirosis hepatis. Hal ini
dikarenakan beberapa asam amino yang berperan mencegah perlemakan hati
seperti metionin ada dalam jumlah inadekuat.
b. Alkoholisme
Alkohol adalah salah satu penyebaba terjadinya sirosis hepatis karena sifat
alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung
terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
c. Hepatitis
Virus Hepatitis yang telah menginfeksi sel hati semakin lama akan berkembang
menjadi sirosis hati.
d. Kegagalan jantung yang mengakibatkan bendungan vena hepatika.
e. Hemokromatosis

Sering disebut kelebihan zat besi. Kelebihan zat besi akan memperberat kerja
sehingga hati tidak dapat mengolah zat tersebut ubtuk diabsorpsi tubuh tetapi
akan ditimbun di hati yang lama kelamaan bisa menyebabkan sirosis hati.
2.1.3. Patofisiologi/Pathway
Sirosis hepatis atau jaringan parut pada hepar dibagi menjadi tiga jenis yaitu
sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), sirosis pasca-necrotik, dan sirosis bilier.
Sirosis laennec (alkoholik, nutrisi onal) merupakan penyakit yang ditandai dengan
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-berangsur digantikan oleh jaringan parut, sehingga jumlah jaringan parut
melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Faktor utama penyebab sirosis
Laennec yaitu konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan sehingga terjadinya
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya, namun defisiensi gizi dengan
penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan hati.
Sirosis pasca-nekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, yang
sebelumnya memiliki riwayat hepatitis virus dan juga bisa diakibatkan oleh intoksikasi
yang pernah diketahui dengan bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti
fosfat, kontrasepsi oral, metil dopa arseni dan karbon tetraklorida. Sirosis biliaris yang
paling sering disebabkan oleh obstruksi biliaris pasca epatik. Statis empedu yang
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati dan
terbentuknya fibrosa di tepi lobulus. Hati akan membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan akan mengakibatkan ikterus, pruritus dan malabsorpsi.

Pada awalnya hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak hati
akan menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi, nyeri
pada abdomen, sedangkan konsentrasi albumin plasma menurun yang menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldesteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. Terjadinya hipertensi portal
di sebabkan adanya peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal
yaitu 6 sampai 12 cmH2O. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati dan juga terjadi peningkatan
aliran arteria splangnikus. Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali
dan asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intra peritoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor yang menyebabkan terjadinya asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Perdarahan pada saluran cerna yang paling sering dan paling
berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan
penyebab dari sepertinya kematian. Penyebab yang lain perdarahan pada tukak lambung
dan duodenum yang cenderung akibat masa protombin yang memanjang dan
trombositopenia. Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor yang
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik.
Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi
sistemik. Sumber amonia yang terjadi akibat pemecahan protein oleh bakteri pada
saluran cerna. Ensefalopati hepatik yang ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot,

dan flapping tremor yang juga disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental yang terjadi
diawali dengan adanya perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang
dapat berlanjut hingga kematian.
2.1.4. Manifestasi klinis
1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan
lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip
laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. Tanda klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita
selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya

timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan


resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
2.1.5. Komplikasi
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitamhitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua

koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
2.1.6. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine

berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah


terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin
menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan
diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa
antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin
adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah
satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan


fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar
atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul.
Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien sirosis hepatitis menurut Baughman, Diane C. (2000
dan Engram, (1998).
1. Antasida, vitamin, dan suplemen nutrisi, menghindari alkohol
2. Kolkisin dapat meningkatkan angka survival pada pasien dengan sirosis ringan
sampai sedang.
3. Diet rendah protein, rendah lemak, tinggi karbohidrat.
4. Untuk asites
-

Diet pembatasan natrium

Diuretik

Parasentesis abdominal atau pembedahan (pirau peritoneovena)

5. Untuk perdarahan varises esofagus sekunder terhadap hipertensi portal :


-

Transfusi darah

Lavase salin es

Infus IV dari vasopresin atau propranolol

Sklerosis endoskopik atau pembedahan (pirau portokaval atau splenorenal).

6. Untuk sindrom hepatorenal


-

Penggantian cairan bila disebabkan oleh dehidrasi

7. Untuk ensefalopati hepatik :

2.2.

Laktosa (cephulac) atau neomisin sulfat

Transplantasi hepar.

Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1. Pengkajian Keperawatan


Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi

Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,


kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung
ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual,
muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan,
Edema umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma
spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
8. Keamanan

Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis,


petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).
2.2.2. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
3. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
4. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
5. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)
2.2.3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Ketidakefektifan
pola
napas
berhubungan dengan
menurunnya
ekspansi
paru
sekunder terhadap
penumpukkan cairan
dalam rongga pleura

NOC

NIC

NOC :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory
status
:
Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
1.
Menunj
ukkan jalan nafas
yang paten (klien
tidak merasa tercekik,

NIC :
Terapi Oksigen
1.
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2.
Pertahankan jalan nafas yang
paten
3.
Atur peralatan oksigenasi
4.
Monitor aliran oksigen
5.
Pertahankan posisi pasien
6.
Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi

irama nafas, frekuensi 7.


Monitor adanya kecemasan
pernafasan
dalam
pasien terhadap oksigenasi
rentang normal, tidak
ada
suara
nafas Vital sign Monitoring
abnormal)
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2.
Tanda
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Tanda vital dalam 3. Monitor VS saat pasien berbaring,
rentang
normal
duduk, atau berdiri
(tekanan darah, nadi, 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
pernafasan)
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi
yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
Kelebihan volume Setelah
dilakukan Manjeman Cairan (4120)
cairan
(00026) tindakan keperawatan 3 x Pengkajian
berhubungan dengan 24 jam diharapkan cairan 1. Kaji status hidrasi (membrane mukosa)
gangguan
dalam batas normal
yang adekua
mekanisme regulasi dengan
indikator 2. Kaji indikasi kekurangan cairan
menunjukkan
3. Kaji status nutrisi
keseimbangan
cairan 4. Kaji intake dan output
(0601) dengan kriteria 5. Kaji lokasi dan luas edema
hasil:
Pendidikan Kesehatan
Tekanan darah dalam
6. Ajarkan pada pasien memenuhi nutrisi
batas normal (060101)
secara oral
Rata-rata tekanan arteri
Mandiri
dalam batas norma
7. Timbang berat badan/ hari
(060102)
8. Monitor vital sign
Tekanan vena sentral
9. Pertahankan intake dan output yang
dalam batas normal
akurat
(060103)
Kolaboratif
Keseimbangan intake
10. Kolaborasi pemberian deuretik
dan output 24 jam
11. Kolaborasi dengan dokter jika
(060107)
kekurangan volume cairan

Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh (00002)
berhubungan
dengan faktor
biologis:
penyakit
demam
berdarah
dengue.

Hipertermi
(00007)
berhubungan
dengan penyakit
(demam
berdarah
dengue)

Berat badan stabil


(060109)
Tidak haus berlebihan
(060115)
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 3 x 24 jam
nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat di
atasi
dengan
indikator
klien
menunjukan status
nutrisi: makanan
dan cairan yang
adekuat (1008).
Dengan
kriteria
hasil:
a. intake makanan
melalui
selang
(100802)
b. intake cairan dari
intravena
(100802)

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan 3 x 24
jam
diharapkan
suhu tubuh dalam
batas
normal
dengan
indikator
menunjukkan
termoregulasi
(0800)
dengan
kriteria hasil:
1. Suhu dalam batas
normal (36-37 o C)
2. Suhu kulit dalam

Manajemen Nutrisi
Pengkajian:
1. Kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien
Pendidikan Kesehatan:
4. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien
Mandiri:
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
6. Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi
7. Monitor
BB
setiap
hari
jika
memungkinkan.
8. Monitor adanya mual muntah.
9. Monitor intake nutrisi dan kalori.
Kolaboratif:
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien
11. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian cairan melalui intravena
12. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian makanan melalui selang.
Manajemen Regulasi Suhu:
Pengkajian:
1. Pantau tanda-tanda vital.
2. Pantau suhu minimal setiap dua jam,
sesuai dengan kebutuhan.
3. Pantau warna kulit dan suhu kulit.
Pendidikan Kesehatan:
4. Anjurkan klien banyak minum 2-3 liter/
24 jam.
5. Anjurkan klien memakai pakaian yang
tipis dan menyerap keringat.
6. Ajarkan klien atau keluarga dalam
mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia.

rentang
yang
7.
diharapkan
(080001)
3. Nadi dalam rentang
yang
diharapkan
(080012)
4. Pernapasan dalam
rentang
yang
diharapkan
(080013)
5. Perubahan
warna
kulit
tidak
ada
(080007)

Tindakan Mandiri:
7. Berikan kompres pada pasien.
8. Berikan lingkungan yang mendukung
keadaan pasien.
Kolaboratif:
9. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat antipiretik

dilakukan
Nyeri
akut Setelah
berhubungan dengan asuhan
agen cedera fisik keperawatan
(desakan
fragmen selama 3 x 24 jam
cedera pada jaringan jam
diharapkan
lunak)
nyeri dapat diatasi
dengan indikator:
a. Tingkat
Kenyamanan
(2100)
b. Perilaku
mengendalikan
nyeri (1605)
c. Tingkat
nyeri
(2102)
Dengan
kriteria
Hasil:
a. Skala
nyeri:
ringan
(1-3)
(210204)
b. Ekspresi
nyeri
lisan atau pada
wajah (210206)
c. Pasien
menunjukkan
teknik
relaksasi
yang
efektif
(160504)
d. Tidak
ada

Managemen Nyeri
Pengkajian:
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri
sebagai
pilihan
pertama
untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.
2. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan
dan lingkungan terhadap nyeri dan respon
pasien.
3. Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri pada
pasien
Pendidikan Kesehatan:
4. Informasikan pada pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawaraknn saran koping.
5. Berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, seberapa lama akan
berlangsung.
Tindakan Mandiri:
6. Ajarkan pasien tentang penggunaan teknik
nonfarmakologi
(misalnya,
teknik
relaksasi, hypnosis).
7. Instruksikan
pasien
untuk
menginformasikan kepada perawat jika
rasa nyeri tetap ada.
8. Berikan perawatan dengan tidak terburuburu, dengan sikap yang mendukung.
9. Libatkan pasien dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut aktivitas
perawatan.

kegelisahan
Kolaboratif:
10. Laporkan kepada dokter jika tindakan
(210001)
tidak berhasil atau rasa nyeri masih ada.
e. Tanda-tanda vital
dalam
keadaan 11. Kolaborasi penggunaan analgesik sesuai
dengan instruksi dokter.
baik (210008)
f. Pasien
mengatakan
nyeri berkurang
atau tidak ada
(210201)

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed
8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Price Sylvia A. (2005). Pathophisiology Consept of Disease Process (Brahm U. Pendit,
Penerjemah). Sixth Edition. USA : Mosby Company. (Sumber Asli diterbitkan
1992).
Engram, Barbara, (1998). Medical Surgical Nursing Care Planns. Volume 2 (Samba,
Penerjemah). Delmar. Advision of Wads Worth (Sumber Asli diterbitkan 1993).
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai