MATERI SLG by NINA
MATERI SLG by NINA
REVISI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2002
TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
KPK
dalam
melakukan
1 http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk
2 http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/visi-misi
3 http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk
4 http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/fungsi-dan-tugas
mengajukan
usulan
Revisi
UU
KPK
dengan
surat
bernomor
PW01/0054/DPR-RI/1/2011 tertanggal 24 Januari 2011 yang ditulis oleh
Priyo Budi Santoso (Wakil Ketua DPR RI) dari fraksi Golkar kepada Benny K
Harman (Ketua Komisi III DPR RI). Dalam surat tersebut, Priyo meminta
Komisi III menyusun draf naskah akademik dan revisi UU KPK. Prolegnas
prioritas pada 2011 terdapat 70 rancangan tentang perubahan UU, revisi
UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi salah satu undang-undang
dalam daftar tersebut dan hal itu di prakasai oleh Komisi III DPR. Di tahun
yang sama, Ketua Komisi Hukum DPR menyatakan bahwa revisi UU KPK
merupakan satu keharusan. Menurut Komisi III DPR RI, ada 10 poin pada
UU KPK yang harus direvisi, antara lain:
(1)Kewenangan merekrut penyidik dan penuntut;
(2)Fokus pada agenda pemberantasan korupsi yang harus dipertegas;
(3)Wewenang menyadap;
(4)Laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
(5)Kewenangan penyitaan dan penggeledahan;
(6)Menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3);
(7)Berkaitan dengan prinsip kolektif kolegial kepemimpinan KPK;
(8)Prioritas kerja KPK dalam bidang pencegahan atau penindakan
harus dipertegas;
(9)Fokus penindakan KPK untuk kasus dengan ukuran tertentu;
(10)
Fokus KPK untuk menyelamatkan uang negara atau ingin
menghukum pelaku korupsi.
Pada Februari 2012, munculah Naskah Revisi UU KPK yang diduga
berasal dari Badan Legislasi DPR RI. Dalam hal ini, kewenangan
penuntutan hilang, penyadapan harus izin Ketua Pengadilan, dibentuknya
dewan pengawas, dan KPK hanya boleh menangani kasus korupsi yang
merugikan negara diatas lima milyar rupiah, namun naskah ini hanya
beredar terbatas di Komisi III DPR RI. Beberapa bulan kemudian, pada
tanggal 3 Juli 2012 diadakan Rapat Pleno Komisi III DPR RI yang dipimpin
oleh Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Golkar, yakni Aziz Syamsuddin.
Adapun hasil dari Rapat Pleno tersebut menunjukkan terdapat 7 fraksi di
DPR RI menyetujui Revisi UU KPK dan UU Tindak Pidana Korupsi
(selanjutnya disingkat UU Tipikor), yaitu fraksi Partai Demokrat, Golkar,
PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Sedangkan di lain pihak, PDI
Perjuangan menolak revisi UU KPK, dan PKS menyatakan dirinya abstain.
Pada tanggal 27 September 2012, Ketua Komisi Hukum DPR RI, Gede
Pasek Suardika menyatakan DPR mempercepat pembahasan revisi UU
KPK. Revisi tersebut dalam rangka memperjelas kewenangan KPK yang
selama ini belum jelas, serta revisi tersebut sudah tak bisa ditolak karena
perubahan sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas)
sejak tahun 2011. Selanjutnya, Komisi III DPR RI menyelenggarakan Rapat
Oktober 2015, telah beredar naskah Revisi UU KPK yang patut diduga
berasal dari gedung Parlemen di Senayan. Dalam catatan ICW, sedikitnya
terdapat 17 hal krusial dalam Revisi UU KPK versi Senayan yang
melemahkan KPK. Mulai dari usulan pembatasan usia institusi KPK hingga
12 tahun mendatang, memangkas kewenangan penuntutan, mereduksi
kewenangan penyadapan, membatasi proses rekruitmen penyelidik
secara mandiri hingga membatasi kasus korupsi yang dapat ditangani
oleh KPK. Namun, pada 13 Oktober 2015, Pemerintah dan DPR akhirnya
sepakat menunda pembahasan Revisi UU KPK. Kesepakatan ini tercapai
setelah Presiden Joko Widodo dan Pimpinan DPR bertemu dalam rapat
Konsultasi di Istana Negara. Keduanya bersepakat untuk membahas Revisi
UU KPK ini dalam masa sidang selanjutnya pada tahun 2016 nanti. Ketua
DPR, Setya Novanto mengungkapkan bahwa penundaan ini dilakukan
karena DPR masih fokus membahas RAPBN 2016, yang harus disahkan
pada rapat paripurna 30 Oktober 2015 ini.
Selanjutnya, pada November 2015, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan
Menteri Hukum dan HAM menyetujui Revisi UU KPK menjadi prioritas yang
harus diselesaikan pada tahun 2015 ini. DPR beralasan Revisi UU KPK
penting dilakukan untuk menyempurnakan kelembagaan KPK. Revisi UU
KPK menjadi usulan DPR. Namun, di pihak lain, Presiden Joko Widodo
mempertegaskan penyataannya bahwa revisi UU KPK merupakan inisiatif
dari DPR. Dulu juga saya sampaikan, tolong rakyat ditanya, semangat
revisi UU KPK itu untuk memperkuat, bukan untuk memperlemahkan..
Pertengahan Desember 2015, Materi Revisi UU KPK masuk dalam
materi pertanyaan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Pimpinan
KPK periode 2015-2019. Uji Kelayakan dilakukan oleh Komisi III DPR.
Dalam Rapat Paripurna, 15 Desember 2015, di DPR RI memutuskan
untuk memasukkan Revisi UU KPK dalam Prolegnas 2015. Keputusan yang
dilakukan secara mendadak di hari-hari akhir masa sidang anggota DPR
RI, yang akan reses pada 18 Desember 2015.
Permasalah Revisi UU KPK bergulir hingga tahun berikutnya, pada 26
Januari 2016, DPR menyepakati Revisi UU KPK masuk dalam Prolegnas
2016 di DPR RI. Hanya fraksi partai Gerindra yang menolak Revisi UU KPK.
Dan pada bulan Februari 2016, Revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat
harmonisasi Baleg di DPR RI. Anggota fraksi PDI Perjuangan, Risa Mariska
dan Ichsan Soelistyo hadir sebagai perwakilan pengusul revisi UU
tersebut.
PRO DAN KONTRA TERHADAP DRAF REVISI UU NOMOR 30 TAHUN
2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
Dewan
Eksekutif
Batas
Waktu
KPK
Kasus
yang
ditangani
Kewenang
an
penyadap
an
DRAF I
(OKTOBER 2015)
DRAF II
(DESEMBER 2015)
Tidak ada.
Menyangkut kerugian
negara, paling sedikit
Rp 25 miliar
Menyangkut
kasus
korupsi yang waktu
kejadiannya
kurang
dari dua tahun (Pasal
11 ayat 1)
Menyangkut kerugian
negara paling sedikit
Perlu
izin
tertulis
Ketua
Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
(Pasal 13 ayat 1)
Penyadapan dilakukan
paling lama 3 bulan
dan
dapat
diperpanjang satu kali
untuk jangka waktu
yang sama (ayat 3)
Dalam hal mendesak,
penyadapan
dapat
dilakukan
sebelum
mendapatkan
izin
tertulis dari Ketua
Pengadilan
Tindak
Pidana Korupsi (Pasal
DRAF III
(FEBRUARI 2016)
Penyadapan
dilaksanakan
setelah terdapat
bukti permulaan
yang cukup &
atas
izin
dari
Dewan Pengawas
(Pasal 12 ayat 1)
Penyadapan
dilakukan paling
lama
3
bulan
terhitung
sejak
izin
tertulis
diterima penyidik
(ayat 3)
Kewenang
an
penuntuta
n
Kewenang
an
menerbitk
an SP3
Penyelidik
&
Penyidik
Pengawas
KPK
Penyelidik
dan
penyidik yang menjadi
pegawai
pada KPK
berasal dari instansi
Kepolisian
dan
Kejaksaan
setelah
diusulkan
oleh
Kepolisian
dan
Kejaksaan (Pasal 41
ayat 3)
-
Dibentuk
Dewan
Kehormatan
dengan
kewenangan
memeriksa
dan
memutuskan
dugaan
penyalahgunaan
wewenang
serta
menjatuhkan
sanksi administrasi
dalam
bentuk
teguran lisan dan
tertulis,
pemberhentian
sementara
dan
pemberhentuan
dari pegawai KPK
14 ayat 1)
Penuntut adalah jaksa
yang berada di bawah
lembaga
Kejaksaan
Agung RI yang diberi
wewenang berdasarkan
UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara
Pidana dan UU No. 16
Tahun
2004
tentang
Kejaksaan (Pasal 68 ayat
1)
KPK dapat mengeluarkan
SP3 dalam perkara tindak
pidana korupsi, jika:
a. Tidak
memenuhi
syarat
untuk
dilanjutkan ke tahap
penuntutan
b. Dinyatakan
tidak
berwenang
oleh
putusan
pengadilan
(Pasal 60)
Penyidik
KPK
adalah
penyidik
yang
diperbantukan
dari
instansi Kepolisian dan
Kejaksaan
selama
menjadi pegawai pada
KPK (Pasal 57 ayat 1)
Dibentuk
Dewan
Pengawas
KPK
yang
dipilih dan diangkat oleh
Presiden RI (Pasal 48 Ayat
1)
Dalam melaksanakan
tugasnya,
KPK
berwenang
melakukan
penyelidikan,
penyidikan,
dan
penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi
(Pasal 11)
KPK
berwenang
mengeluarkan
SP3
dalam perkara tindak
pidana korupsi (Pasal
40)
Penyidik
KPK
merupakan penyidik
yang diperbantukan
dari
Kepolisian
Negara,
Kejaksaan
RI,
dan
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
yang
diberi
wewenang
khusus
oleh UU (Pasal 45
ayat 1)
- Dibentuk Dewan
Pengawas (Pasal
37 A ayat 1)
dengan
tugas
mengawasi
pelaksanaan
tugas
dan
wewenang
KPK,
menyelenggaraka
n sidang dugaan
pelanggaran etik
pimpinan
KPK,
mengevaluasi
kinerja pimpinan
KPK, setiap tahun,
serta menerima
dan
menindaklanjuti
dan
pelaporan
tindak pidana yang
dilakukan
komisioner
KPK
(Pasal 39 ayat 2)
Dewan
Kehormatan
bersifat ad hoc
yang terdiri dari 9
anggota, yaitu 3
unsur
dari
Pemerintah,
3
unsur
aparat
penegak
hukum,
dan 3 orang unsur
masyarakat (ayat
3)
laporan
masyarakat
terkait
dugaan
pelanggaran etik
pimpinan
KPK
(Pasal 37 B)
Anggota
Dewan
Pengawas dipilih
dan diangkat oleh
Presiden RI (Pasal
37 D ayat 1)
Pengawas
Melakukan
Penyelidikan,
Berdasarkan Pasal 6 huruf (c) jo Pasal 38 ayat (1) jo Pasal 39 ayat (1)
UU KPK menyatakan bahwa :
KPK mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang telah diberi
wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini.
Kemudian, dalam Pasal 39 ayat (3) dijelaskan pula bahwa Penyelidik,
penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada KPK,
diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan selama
menjadi pegawai pada KPK.
Jika melihat dari rekam jejak draf Revisi UU KPK, dalam draf Revisi UU
KPK I (Oktober) dan draf Revisi UU KPK II (Desember) telah dirumuskan
mengenai kewenangan KPK dalam hal penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan. Sebelumnya dalam UU KPK tidak menjelaskan definisi dari
penyelidik, penyidik, dan penuntut, namun dalam mengatur mengenai
definisi tersebut.
Pusat Kajian Indonesia Berbicara | 12
TOKOH
STATEMENT
Agus Rahardjo
(Ketua KPK)
adanya
wewenang
menerbitkan
SP3
juga
Laode M Syarif
(Wakil Ketua KPK)
Johan Budi
Zulkifli Hasan
(Ketua MPR)
untuk
menguatkan
KPK,
bukan
untuk
melemahkan.
KPK harus diajak bicara terkait diteruskan atau tidak
revisi
UU
KPK.
Pasalnya,
Komisi
itu
yang
akan
menggunakan UU itu.
Revisi UU KPK merupakan proses panjang yang muncul
karena rangkaian persoalan. Masalah itu, misalnya, KPK
Bambang Soesatyo
(Ketua Komisi III)
Abdullah Dahlan
6
penetapan
prosedur
Dewan
operasional
pengawas
itu
yang
sudah
diperlukan
untuk
dari
revisi
(Indonesia Corruption
Watch)
Desmond J Mahesa
Gerindra)
Parlemen,
Desmond
Senayan,
Jakarta,
mengatakan,
sejak
Rabu
awal
kata dia,
meminta revisi
ini disusun
Hendrawan Supratikno
Perjuangan)
PERTANYAAN DISKUSI:
1 Pandangan umum terhadap KPK dan kelebihan serta kekurangan
KPK dalam tugasnya memberantas korupsi ?
apakah
ini
dikategorikan
sebagai
pelemahan
atau
Pemberian
Kewenangan
KPK
mengeluarkan
Surat
Perintah
Penghentian Penyidikan/SP3.
2
Pengaturan penyadapan