REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. K
Umur
: 39 tahun
Pekerjaan
Alamat
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Nama suami
: Tn. I
Umur
: 40 tahun
Pekerjaan suami
: Swasta
Masuk RS
: 7 April 2016
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
Mau melahirkan dengan sudah keluar air-air.
Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 1 Hari SMRS, Os mengeluh keluar air-air banyaknya 2x ganti kain basah, jernih,
bau (-). Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang (+). Riwayat keluar darah lendir
(+). Riwayat trauma (-), riwayat keputihan (+) sejak usia kehamilan 8 bulan, riwayat sakit
gigi (-), riwayat sakit kulit (-), riwayat post koital (-), riwayat perut diurut-urut (-), riwayat
minum jamu-jamuan (-)
Os ke bidan dan dikatakan mau melahirkan dengan sudah keluar air-air, os lalu
dirujuk ke RSUD Siti Aisyah.
Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Asma
: disangkal
Alergi
: disangkal
: 13 tahun
Siklus haid
HPHT
: 5 Juli 2015
TTP
: 12 April 2016
Riwayat Perkawinan
Os menikah 1x, di usia 17 tahun, lama pernikahan 21 tahun
Riwayat Obstetri
G6P5A0
No
Persalinan
ditolong
oleh
Tahun
Bidan
1.
Hasil
Kehamilan
Jenis
Persalinan
1996
Aterm
Spontan
Spontan
Anak
Kelamin
Berat
Keadaan
Laki-laki
2500 gr
meninggal
Perempuan
2600 gr
meninggal
di dalam
kandungan
2.
Bidan
1998
Preterm
(32 minggu)
3.
Bidan
2000
Aterm
Spontan
Perempuan
2500 gr
Sehat
4.
Bidan
2004
Aterm
Spontan
Perempuan
2700 gr
Sehat
5.
Bidan
2008
Aterm
Spontan
Perempuan
2800 gr
Sehat
6.
Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi
Os pernah menggunakan KB Pil (+), KB Suntik (+), KB Implan (+), dan KB Spiral (+)
Os hamil anak ke-6 setelah 1 tahun lepas dari KB Spiral.
PEMERIKSAAN FISIK (7 April 2016, Pukul 20.15 WIB)
Status Present
Keadaan umum
Kesadaran
: E4 M6 V5 (GCS 15)
Gizi
: Sedang
Tekanan darah
Nadi
: 92x/mnt
Frekuensi pernafasan
: 22x/mnt
Suhu
: 37C
Berat badan
: 80 kg
Tinggi badan
: 158 cm
Kepala
Leher
Toraks
: simetris
Jantung
Paru
Payudara
: hiperpigmentasi +/+
Hati
: sulit dinilai
Limpa
: sulit dinilai
Edema
: -/-
Varises
: -/-
Refleks
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (33 cm), letak memanjang,
punggung kanan, presentasi kepala, 4/5 his (-), DJJ: 148 x/menit, regular.
Inspekulo
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam
Portio tebal lunak, anterior, eff 30%,
: tidak teraba
Konjugata diagonal
: > 13 cm
Konjugata vera
: > 11,5 cm
Linea Inominata
: teraba 1/3-1/3
: tidak menonjol
Dinding samping
: lurus
: >90o
Kesan panggul
: luas
Bentuk panggul
: ginekoid
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Hasil
Laboratorium
(7
EKG: Irama sinus,reguler, HR:91 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang P normal, PR interva < 0,2
detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di V1 < 35, R/S di V1< 1.
Kesan: Normal EKG
DIAGNOSIS KERJA
G6P5A0 Hamil 37 Minggu, Inpartu Kala I Fase Laten dengan KPSW 28 jam +
Superimposed preeclampsia on chronic hypertension, Janin Tunggal Hidup, Presentasi
Kepala
PENATALAKSANAAN
Drip Nikafer (Nicardipine) 1 ampul dalam IVFD NaCl 100 cc (gtt dititrasi; gtt awal
10x/menit, naikkan 5 tetes setiap 15 menit hingga mencapai target TD= 160/90 mmHg; gtt
max. 40x/menit)(mikro)
Drip MgSO4 40% 15cc dalam IVFD RL 500cc gtt 20x/menit (makro).
Nifedipine tab 3 x 10 mg (p.o)
Inj. Dexametason 1 ampul (5mg) (i.m)
Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr (IV)
Pasang kateter
Drip Pitogin (Oxcytocin sintetik) 1 ampul (10IU) pantau kemajuan persalinan, jika tidak
ada kemajuan, operasi SC Cito.
PROGNOSIS
Quo at vitam
Quo at functional
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
OBSERVASI PERSALINAN
7 April 2016
Pukul 22.50 WIB
Tampak parturien ingin mengedan kuat.
Dari pemeriksaan dalam, portio tidak teraba, pembukaan lengkap, presentasi kepala,
punggung kanan, H III+, ketuban (-), UUK kanan lintang
Diagnosis: G6P5A0 hamil 37 minggu, inpartu kala II dengan KPSW 28 jam +
superimposed preeclampsia on chronic hypertension, Janin tunggal hidup, presentasi kepala.
Penatalaksanaan: Pimpin persalinan
Catatan
8 April 2016
(06.00 WIB)
S : Habis melahirkan
O:
St present
KU: Baik
Sense
TD: 180/110mmHg
RR: 20X/menit
Hr. II
N: 82x/menit
T: 36,5oC
St Obstetri
PL:
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif
tidak ada, lochia rubra ada. Vulva tenang, luka jahitan pada
jalan lahir tenang.
A: P6A0 post-partum spontan dengan KPSW 28 jam dan
S : Habis melahirkan
O:
St present
KU: Baik
Sense
TD: 180/110mmHg
RR: 20X/menit
N:88x/menit
T: 36,5oC
St Obstetri
PL:
FUT 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif
tidak ada, lochia rubra ada. Vulva tenang, luka jahitan pada
jalan lahir tenang.
A: P6A0 post-partum spontan dengan KPSW 28 jam dan
BAB II
ANALISIS KASUS
Pada bagian ini akan dibahas mengenai diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis adalah proses penentuan jenis masalah kesehatan atau penyakit dengan cara
meneliti atau memeriksa. Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan melalui serangkaian
proses anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang saling berkaitan satu
sama lainnya. Dalam penegakkan diagnosis sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
pasien, pelaku diagnosis, serta sarana dan prasarana penunjang diagnosis. Kesalahan pada salah
satu faktor akan menjadi penyulit dalam mendapatkan diagnosis yang jelas, bahkan lebih fatal
dapat membawa kepada kesalahan diagnosis, yang tentunya akan berpengaruh terhadap
penanganan dan prognosis penyakit tersebut. Dalam diagnosis obstetri, dicantumkan dua
komponen, yaitu diagnosis ibu dan diagnosis janin.
Melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetrik, serta
pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kasus ini adalah G 6P5A0 Hamil 37 Minggu, Inpartu Kala
I Fase Laten dengan KPSW 28 jam + Superimposed preeclampsia on chronic hypertension,
Janin Tunggal Hidup, Presentasi Kepala
Diagnosis G6P5A0 ditegakkan dari hasil anamnesis, bahwa kehamilan ini merupakan
kehamilan yang keenam (gravida 6), dimana pada kehamilan terdahulu, pasien pernah
melahirkan anak pertama hingga kelima (para 5) dengan riwayat abortus disangkal (abortus 0).
Umur penderita pada kehamilan yang keenam ini adalah 39 tahun. Seorang wanita yang
hamil di atas usia 35 tahun masuk dalam kategori resiko tinggi, baik bagi sang ibu maupun bagi
janin yang dikandungnya. Resiko/komplikasi yang sering terjadi pada ibu adalah hipertensi
(preeklampsia), perdarahan post partum, dan berkurangnya tenaga saat melahirkan. Sedangkan
resiko bagi janin antara lain pertumbuhan janin yang terhambat atau kemungkinan terjadi
cacat/kelainan pada janinnya (misalnya Sindroma Down yang disebabkan karena kelainan
kromosom). Itulah sebabnya dianjurkan usia melahirkan yang aman adalah 25 hingga 35 tahun.
Kehamilan aterm (at term pregnancy / full term pregnancy) ialah umur kehamilan 37
minggu hingga 42 minggu dimana pada umur kehamilan ini janin sudah dalam keadaan matur
dengan berat janin di atas 2500 gram. Periode ini merupakan saat terjadi persalinan normal.
Penentuan umur kehamilan dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain dengan HPHT
(hari pertama haid terakhir), pengukuran tinggi fundus uteri, terabanya ballotement pada umur
kehamilan 12 minggu, gerakan janin pertama pada umur kehamilan 12 minggu, terdengarnya
bunyi jantung janin dengan Laennec pada umur kehamilan 18-20 minggu atau dengan fetal
electrocardiograph pada umur kehamilan 12 minggu, pencitraan (ultrasonografi), dan berbagai
teknik lainnya.1,4
Berdasarkan anamnesis, HPHT pasien adalah 5 Juli 2015. Kemudian dilakukan
pemeriksaan Leopold dan didapatkan janin letak kepala, sudah masuk pintu atas panggul, dengan
TFU = 33cm. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan obstetrik tersebut, dapat dihitung taksiran
tanggal partus dengan rumus Naegele disimpulkan bahwa saat masuk rumah sakit (7 April 2016),
kehamilan sudah cukup bulan. Kemudian berdasarkan TFU, maka taksiran berat badan janin
dengan menggunakan rumus Johnson Tussac ialah (33 13)cm x 155g/cm = 3100 gram, artinya
mendukung perhitungan HPHT, yaitu sudah janin sudah cukup bulan (berat janin >2500 gram).
Melalui rangkaian pemeriksaan tersebut maka, diagnosis hamil aterm dapat dikatakan sudah
tepat.
Persalinan (partus) adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002). In partu adalah keadaan dimana seorang
wanita sedang dalam keadaan persalinan. Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan
teori yang kompleks. Sebab-sebab mulainya persalinan belum diketahui secara pasti. Banyak
faktor yang memegang peranan dan bekerja sama sehingga terjadi persalinan. Beberapa teori
yang dikemukakan sebagai penyebab persalinan ialah:1
1. Penurunan kadar progesteron. Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim,
sebaliknya estrogen meninggikan kerenggangan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
2. Teori oksitosin. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
3. Ketegangan otot-otot. Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila
dindingnya terenggang oleh karena isinya atau janin yang membesar.
4. Pengaruh janin / fetal cortisol. Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin juga memegang
peranan, oleh karena itu pada anenchepalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5. Teori prostaglandin. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua, kemungkinan menjadi
salah satu penyebab permulaan persalinan.
Berdasarkan teori, apabila timbul kontraksi uterus yang mulai teratur dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show) secara klinis dapat dinyatakan partus
dimulai (inpartu). Pelepasan lendir bercampur darah adalah tanda klinis yang terjadi akibat
mulainya pembukaan serviks. Pada primipara, penipisan dan pendataran serviks mendahului
pembukaan serviks, sedangkan pada multipara, penipisan dan pendataran serviks terjadi
bersama-sama dengan pembukaan serviks. Dalam kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah ingin melahirkan yang masih belum teratur disertai dengan pelepasan lendir
campur darah. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan porsio tebal lunak dan pembukaan 1 jari,
dengan penipisan dan pendataran (effacement) serviks 30%. Pembukaan 1 jari pada pasien ini
menjadi sebab ditegakkannya diagnosa Inpartu kala I fase laten.
Ketuban pecah sebelum waktu atau Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis premature
rupture of the membrane PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses
persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan,
dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang
disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada
kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis. 6 Pasien ini kita kategorikan sebagai
PROM (premature rupture of membrane) dikarenakan usia kehamilannya sudah cukup bulan.
KPD yang terjadi > 24 jam, dapat juga disebut prolonged rupture of membrane; yang
komplikasinya adalah infeksi janin intrauterine. Faktor risiko utama KPD pada pasien ini, yaitu
grandemultipara dan usia ibu yang berisiko tinggi.
Grande multipara merupakan suatu keadaan dimana seorang ibu telah melahirkan bayi
lebih dari lima kali, dimana bayi yang dilahirkannya dapat hidup dengan usia kehamilan lebih
dari 20 minggu dan berat badan bayi lebih dari 1000 gram. Keadaan ini menimbulkan banyak
risiko baik bagi janin maupun ibu, salah satu risiko terhadap ibu adalah gangguan
kardiovaskular, yaitu hipertensi.
Superimposed preeclampsia on chronic hypertension ialah keadaan dimana ibu telah
menderita hipertensi sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang menetap setelah
12 minggu pasca persalinan, dengan disertai adanya proteinuria saat usia kehamilan di atas 20
minggu.
Diagnosis
superimposed preeclampsia
dapat
ditegakkan
melalui
anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis, penderita memiliki riwayat
hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 200/110
mmHg. Penderita menyangkal adanya riwayat nyeri kepala, penglihatan kabur dan nyeri
epigastrium. Pada pemeriksaan penunjang/laboratorium didapatkan proteinuria +++ (positif 3).
4,7
1-
Berdasarkan temuan-temuan tersebut maka pada kasus ini dapat ditegakkan diagnosis
superimposed preeclampsia on chronic hypertension. Diagnosis banding pada kasus ini ialah
hipertensi kronik, kehamilan dengan sindrom nefrotik, atau kehamilan dengan payah jantung.
Diagnosis janin dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan obstetrik,
serta pemeriksaan penunjang (USG). Melalui rangkaian pemeriksaan tersebut, didapatkan janin
intrauterin, tunggal, hidup (DJJ +), letak kepala.1,4
Diagnosis post partum pada kasus ini ialah P6A0 post-partum spontan dengan KPSW 28
jam dan superimposed preeclampsia on chronic hypertension,
200/110mmHg, sehingga pemberian obat antihipertensi merupakan langkah yang tepat, sesuai
indikasi dan prosedur.1,2,4,6,15
Nifedipine 10-20mg per oral dan Nicardipine-Hcl 10mg dalam NaCl 100 cc (IV). Tekanan darah
diturunkan secara bertahap hingga MAP 125 mmHg atau TD 160/100mmHg.
Selain pengobatan medisinal, dilakukan juga penanganan obstetrik dengan cara terminasi
kehamilan. Penanganan obstetrik ini dibedakan atas:15
1. Belum inpartu:
a. Dilakukan induksi persalinan dengan cara amniotomi dan oksitosin drip
dengan syarat skor Bishop >5.
b. Seksio sesarea dilakukan apabila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi, atau
adanya kontraindikasi oksitosin drip, atau pada 12 jam sejak dimulainya
oksitosin drip belum masuk fase aktif.
Tabel III.2.1. Skor Bishop
Faktor
Pembukaan (cm)
Pendataran (%)
Station
Konsistensi
Posisi
Skor
0
0
0-30
-3
kenyal
posterior
1
1-2
40-50
-2
medium
medial
2
3-4
60-70
-1 atau 0
lunak
anterior
3
5-6
80
+1 atau +2
-
2. Sudah inpartu
a. Kala I, fase laten dilakukan amniotomi dan oksitosin drip, sekurangkurangnya 15 menit setelah pengobatan medisinal.
b. Seksio sesarea dilakukan apabila setelah 5 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap.
c. Kala II, pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
Penanganan yang dilakukan pada kasus ini didasarkan atas indikasi diagnosis
superimposed preeclampsia pada kehamilan aterm, dan inpartu kala I fase laten. Oleh dasar
indikasi diagnosis tersebut maka dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi dan oksitosin
drip. Pada pasien ini pembukaan lengkap terjadi bahkan sebelum oksitosin didrip sehingga partus
dapat dilakukan pervaginam.15
Pada pasien dengan jumlah anak cukup dan umur di atas 35 tahun, petugas kesehatan
harus memberikan konseling untuk kontrasepsi mantap dengan sterilisasi. Namun pada kasus ini,
pasien dan keluarga menolak, sehingga meskipun ada indikasi dan sesuai prosedur, tidak
dilakukannya sterilisasi merupakan langkah yang tepat karena tidak disertai persetujuan pasien
ataupun keluarga pasien.
KOMPLIKASI
Komplikasi/penyulit langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi pada pasien
dengan hipertensi pada kehamilan dapat berupa:1
Impending eklampsia atau eklampsia.
Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, oleh sebab itu dianjurkan untuk memeriksa kadar fibrinogen secara
berkala.
Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada otopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina.
Edema paru. Komplikasi ini jarang ditemukan, namun dapat terjadi pada penderita
eklampsia disebabkan karena payah jantung.
Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasospasmus secara umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
fungui hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
Sindroma HELLP, yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.