Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat merupakan sebuah subtansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan dan pengobatan, bahkan sebagai pencegahan terhadap
gangguan kesehatan. Pemberian obat pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa
cara diantaranya Oral, intrakutan, subkutan, intravena, intramuscular. Pemberian obat
yang baik menggunakan prinsip 6 yang benar yaitu:
1. Benar Pasien : Benar pasien dapat dipastikan dengan memeriksa identitas pasien
dan harus dilakukan setiap akan memberikan obat.
2. Benar Obat : memastikan pasien setuju dengan obat yang telah diberikan
berdasarkan kategori perintah pemberian obat yaitu perintah tetap (standing
order), perintah satu kali (single order ), perintah PRN (jika perlu), perintah segera
3. Benar dosis obat : Dosis yang diberikan pada pasien tertentu sesuai dengan
penyakit dan kebutuhan penyembuhan
4. Benar cara pemberian obat: Saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan
pada waktu yang telah dianjurkan untuk diminum oleh pasien.
5. Benar waktu pemberian obat (rute) : Disesuaikan dengan tingkat penyerapan
tubuh pada obat yang telah diresepkan.
6. Benar dokumentasi meeliputi nama, tanggal, waktu, rute, dosis, dan tanda tangan
atau initial petugas.

Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan
sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan
berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau

farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran
obat secara umum adalah sebagai Penetapan diagnosa, Untuk pencegahan penyakit,
Menyembuhkan penyakit, Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan, Mengubah fungsi
normal tubuh untuk tujuan tertentu, Peningkatan kesehatan dan mengurangi rasa sakit.
Pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan dengan
cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini
dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk
menusuk syaraf. Misalnya pada bokong dan kaki bagian atas, atau pada lengan bagian
atas. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepas secara berkala
dalam bentuk depot obat. Tujuan pemberian obat secara intramuskular yaitu agar obat
diabsorbsi tubuh dengan cepat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Rute Pemberian Obat Melalui Intramuskular ?
2. Bagaimana Teknik Pemberian Obat Secara Intramuskular?
3. Bagaimana Anatomi Fisiologi Lokasi Injeksi Intramuskular ?
4. Faktor Apasaja Yang Mempengaruhi Absorbsi Obat Di jaringan ?
5. Ada Berapa Macam Formulasi Sediaan Intramuskular ?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Rute Pemberian Obat Melalui Intramuskular ?
2. Untuk Mengetahui Teknik Pemberian Obat Secara Intramuskular?
3. Untuk Mengetahui Anatomi Fisiologi Lokasi Injeksi Intramuskular ?
4. Untuk Mengetahui Faktor Apasaja Yang Mempengaruhi Absorbsi Obat Di
jaringan ?
5. Untuk Mengetahui Macam Formulasi Sediaan Intramuskular ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. RUTE PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAMUSKULAR


Intramuskular adalah Pemberian obat melalui intra muskular merupakan
pemberian obat dengan memasukkannya ke dalam jaringan otot. Pemberian obat
secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung
kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian
tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk syaraf.
Misalnya pada bokong dan kaki bagian atas, atau pada lengan bagian atas. Pemberian
obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot
obat. Tujuan pemberian obat secara intramuskular yaitu agar obat diabsorbsi tubuh
dengan cepat.
Rute pemberian obat secara intramuskular biasanya diberikan dengan cara
injeksi. Pemberian obat secara intra muscular ditunjukkan untuk memberikan obat
dalam jumlah yang besar dibandingkan obat yang diberikan secara sub cutan.
Absorbsi juga lebih cepat dibanding sub cutan karena lebih banyak suplai darah diotot
tubuh
Pada orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intra
muscular adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus maximus. Sedangkan pada

bayi, tempat penyuntikan dibatasi sebaiknya paling banyak 5 ml bila disuntikkan ke


daerah gluteal (sekitar pantat) dan 2 ml di daerah deltoid (lengan atas). Tujuanya
adalah agar absorsi obat dapat lebih cepat.
Obat yang diberikan Intramuscular (IM) kelarutan obat dalam air menentukan
kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut seperti diazepam dan
penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat,
tidak lengkap dan tidak teratur. pemberian obat secara intramusculer bervariasi,
berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorpsi dari pada obat berupa larutan
dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan
penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang
tersuspensi: semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi.
Adapun kelebihan dan kekurangan pemberian obat melalui Intramuskular
antara lain:
Kelebihan
:
a. Dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
b. Absorbsi cepat obat larut dalam air.
c. Lebih cepat efek terapinya dibandingkan penggunaan oral
d. Dapat juga digunakan dengan tujuan memberikan efek yang lambat
(sistem depot)
e. Dapat digunakan oleh pasien dalam keadaan tidak sadar.
f. Dapat untuk terapi keseimbangan elektrolit dalam tubuh
g. Dapat digunakan untuk obat yang mengiritasi lambung atau rusak oleh

cairan lambung.
Kekurangan :
a. Butuh keahlian khusus dan alat khusus dalam menggunakannya
b. Rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting
time),
c. Bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.
d. Jika terjadi kekeliruan dosis atau obat tidak mungkin diperbaiki.

B. TEKNIK PEMBERIAN OBAT SECARA INTRAMUSKULAR

Rute administrasi obat dengan cara injeksi ke dalam tubuh bermacam-macam,


dua diantaranya adalah injeksi subkutan (SK) dan intramuskular (IM). Masingmasing rute memiliki tujuan tersendiri dalam mencapai tujuan terapi.
Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke dalam otot skeletal,
biasanya otot deltoit atau gluteal. Pemberiannya Onset of action IM > SK. Absorpsi
obat dikendalikan secara difusi dan lebih cepat daripada SK karena vaskularitas pada
jaringan otot lebih tinggi. Kecepatan absorpsi bervariasi bergantung pada sifat
fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi fisiologi (sirkulasi darah otot dan
aktivitas otot). Pemberian IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan
akan terjadi absoprsi secara perlahan-lahan.
Pemberian intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan


absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan
langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis.
Penyuntikan dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3
ml dengan batas sampai 10 ml (PTMvolume injeksi tetap dijaga kecil,
biasanya tidak lebih dari 2 ml, jarum suntik digunakan 1 samai 1 inci.
Problem klinik yang biasa terjadi adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama
apabila ada kesalahan dalam teknik pemberian (ini penting bagi praktisi yang
berhak menyuntik). Yang perlu diperhatikan bagi Farmasis anatara lain bentuk
sediaan yang dapat diberikan intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe
m/a atau a/m, suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril.
Pemberian intramuskuler memberikan efek depot (lepas lambat), puncak
konsentrasi dalam darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi

pelepasan obat dari jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk,
konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, bahan pembawa,
volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH
sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 35 kalau bentuk suspensi ukuran partikel kurang dari 50 mikron.
Pemberian obat melalui intramuskular terdapat indikasi dan kontra
indikasi yaitu:
Indikasi

: bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak


mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk
diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di
bawahnya.

kontra indikasi

: Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot


atau saraf besar di bawahnya.

Teknik pemberian obat secara Intramuskular antara lain:

1) cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu
letakkan dalam bak injeksi.
4) Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi
penyuntikan).
5) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6) Lakukan Penyuntikan
7) Pada daerah paha ( vastus lateralis) anjurkan pasien untuk berbaring terlentang
dengan lutut sedikit fleksi. Pada ventrogluteal , anjurkan pasien untuk miring ,
tengkurap, atau terlentang dengan lutut dan pinggul dan panggul pada sisi

yang akan dilakukan penyuntikan dalam keadaan fleksi. Pada daerah dorso
gluteal anjurkan pasien untuk tengkurap denagn lutut diputar kearah dalam
atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi dan diletakkan pada
tungkai bawah. Pada daerah deltoid (lengan atas) anjurkan pasien untuk duduk
atau berbaring mendatar dengan lengan atau fleksi
8) Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
9) Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik
dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan
hingga habis.
10) Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan
dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam
bengkok.
11) Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
12) Cuci tangan.

Untuk injeksi intramuskular sebaiknya menganjurkan pada pasien untuk


melakukan kompres hangat pada area yang dilakukan penusukan, apabila masih
terasa nyeri/bengkak, untuk mengurangi rasa nyeri tersebut.

C. ANATOMI FISIOLOGI LOKASI INJEKSI INTRAMUSKULAR


Penyuntikan atau injeksi Intramuskular (IM) adalah cara suntikan obat yang
diberikan kedalam otot. Obat diberikan ke dalam otot agar obat tersebut dapat bekerja

dengan baik dan sesuai fungsinya. Berikut ini gambar-gambar area penyuntikan
Intramuskular yang biasa dilakukan oleh para medis.
Beberapa lokasi yang lazim digunakan untuk injeksi intra muscular adalah
pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring),
dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid) dan rektus femoralis. areaarea tersebut digunakan karena massa otot yang besar,vaskularisasi baik dan jauh dari
saraf. untuk menghindari obat salah masuk pada jaringan sub cutan maka jarum diatur
dalam posisi tegak lurus 90.
1. Otot Vastus lateralis

Gambar 2.1 Injeksi pada daerah paha (vastus lateralis)


Otot vastus lateralis yang tebal dan berkembang baik adalah tempat
injeksi yang dipilih untuk dewasa, anak-anak dan bayi. Otot ini terletak di
bagian lateral anterior paha dan pada orang dewasa sepanjang satu tangan
diatas lutut sampai sepanjang satu tangan dibawah trokanter femur.
Sepertiga tengah otot merupakan tempat terbaik injeksi. Lebar tempat
injeksi membentang dari garis tengah bagian atas paha sampai kegaris
tengah sisi luar paha. Pada anak kecil atau klienkakeksia, memegang
badab otot selama injeksi akan membantu memastikan obat tersimpan
dijaringan otot. Untuk membantu merelaksasikan otot, perawat meminta
klien berbaringan datar dengan lutut agak fleksi rendah atau klien dalam
posisi duduk.
2. Otot Ventrogluteal

Gamba

2.2 Injeksi pada

posisi

ventrogluteal

(posisi
Otot

berbaring)
ventrogluteal

meliputi gluteus medius dan minimus. Klien berbaring diatas salah satu
sisi tubuh dengan menekuk lutut, perawat kemudian mencari otot dengan
menempatkan telapak tangan diatas trokanter mayor dan jari telunjuk pada
spina iliaka superior anterior panggul, paha klien. Tangan kanan digunakan
untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan untuk panggul kanan.
Perawat menunjukkan ibu jarinya kearah lipat paha klien dan jari lain
kearah kepala klien. Tempat injeksi terpajan ketika perawat melebarkan
jari tengah kebelakang sepanjang krista iliaka kearah bokong. Jari
telunjuk, jari tengah dan krista iliaka membentuk sebuah segitiga dan
tempat injeksi terletak ditengah segitiga tersebut. Klien dapat berbaring
miring/tengkurap. Memfleksi lutut dan panggul membantu klien
merelaksasi otot ini.
3. Otot Dorsogluteal
Otot dorsogluteal merupakan tempat yang biasa digunakan untuk
injeksi IM. Namun, insersi jarum yang tidak disengaja kedalam saraf siatik
dapat menyebabkan paralisis permanen atau sebagian pada tungkai yang
bersangkutan. Pembuluh darah utama dan tulang juga dekat tempat injeksi.
Pada klien yang jaringannya kendur, tempat injeksi. Pada klien yang
jaringannya kendur, tempat injeksi sulit ditemukan. Daerah dorsogluteal
dapat ditemukan diatas luar kuadran atas luar bokong, kira-kira 5-8 cm

dibawah krista iliaka. Klien dapat berbaring tengkurap dengan jari-jari


kaki mengarah kebagian tengah tubuh atau pada posisi berbaring miring
dengan tungkai atas fleksi pada panggul dan lutut. Sebuah garis khayal
ditarik diantara dua penanda anatomi. Tempat injeksi terletak diatas dan
lateral terhadap garis.

Gambar 2..3 Injeksi pada Otot Dorsogluteal (Bokong)

4. Otot Deltoid

Untuk menentukan lokasi otot deltoid, perawat meminta klien


memajankan seluruh lengan atas dan bahunya. Perawat sebaiknya tidak
menciba menggulung lengan baju yang ketat. Perawat meminta klien
merelaksasi lengan disamping dan menekuk sikunya. Klien dapat duduk,
berdiri atau berbaring. Perawat mempalpasi batas bawah prosesus
akromialis yang membentuk basis sebuah segitiga yang sejajar dengan titik
tengah bagian lateral lengan atas. Tempat injeksi terletak dibagian tengah
segitiga, sekitar 2,5 sampai 5 cm dibawah prosesus akromion. Perawat
juga dapat menentukan lokasi injeksi dengan menempatkan empat jari
diatas, otot deltoid, dengan jari teratas berada disepanjang prosesus
akromion. Tempat injeksi terletak tiga jari dibawah prosesus akromion

Gambar 2.4 Injeksi pada lengan samping atas ( Otot Deltoid)

D. PROSES ABSORBSI OBAT DIJARINGAN


Mekanisme perpindahan/transport obat didalam jaringan meliputi beberapa
tahapan antara lain:
Difusi pasif : Perpindahan obat/senyawa dari kompartemen yang berkonsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah (merupakan mekanisme transport sebagian besar
obat)
Transport aktif

Perpindahan obat/senyawa dari

berkonsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi

kompartemen yang

membutuhkan energi dan protein

pembawa/carrier ( mekanisme transport obat-obat tertentu)

Difusi pasif : Tergantung pada, ukuran dan bentuk molekul obat, kelarutan obat
dalam lemak, derajat ionisasi obat

Pengaruh kelarutan obat dalam lipid :


- Membran sel tersusun oleh molekul lipid (lemak)
- Akibatnya, obat yang dapat larut dalam lipid (lipid soluble akan berdifusi
melalui membran lebih mudah dibandingkan obat yang larut dalam air (water
soluble)

Kelarutan obat dalam lipid dinyatakan sebagai Koefisien Partisi (P)

angka

yang menunjukkan perbandingan kelarutan obat dalam lipid dan air


P = rasio obat yang tidak terionkan yang terdistribusi pada fase air dan lipid
pada keadaan kesetimbangan (equilibrium).
P o/w = (C oil /C water ) equilibrium
P > 1 : lipofilik; P < 1 : hidrofilik
Dengan demikian, faktor utama kelarutan dalam lipid adalah derajat ionisasi
Derajat ionisasi
adalah banyaknya obat yang terionkan (menjadi bermuatan) ketika dilarutkan
dalam air
Faktor penentu utama ionisasi:
- Sifat asam-basa obat : asam lemah atau basa lemah (sebagian besar obat
-

adalah asam lemah atau basa lemah)


Sifat asam-basa cairan solven (pelarut)-nya : asam atau basa (obat yang
bersifat asam lemah akan lebih terionisasi pada suasana basa, sedangkan obat
yang bersifat basa lemah akan terionisasi pada suasana asam)
Pada intramuscular, kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan

kelengkapan absorbsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan
mengendap di tempat suntikan sehingga absorbsinya berjalan lambat, tidak
lengkap dan tidak teratur. Obat yang larut dalam air lebih cepat diabsorbsi. Tempat
suntikan yang sering dipilih adalah gluteus maksimus dan deltoid.
E. KARAKTERISTIK FARMASETIKA INJEKSI
Beberapa karakteristik farmasetik mempengaruhi metoda, rute pemberian,
kecepatan dan ketercapaian ketersediaan hayati obat-obat yang diberikan secara
parenteral. Faktor-faktor itu antara lain kelarutan obat dan volume injeksi;
karakteristik pembawa; pH dan osmolalitas larutan injeksi, bentuk sediaan injeksi dan
komponen formulasi.
1. Kelarutan Obat dan Volume Injeksi

Pada pemberian secara intravena, obat-obat harus sepenuhnya dalam


keadaan terlarut dalam pembawa (dan lebih disukai pembawa yang digunakan
adalah air). Kelarutan obat dalam pembawa yang digunakan dan dosis yang
diperlukan akan menentukan volume injeksi intravena. Untuk rute injeksi
selain intravena seperti intramuskular, intradermal, subkutan, intraokular,
intraventrikular, intratekal, ada volume maksimum yang dapat diberikan.
Untuk rute intramuskular sediaan injeksi dapat berupa suspensi atau larutan
dalam pembawa non air.
2. Karakteristik Pembawa
Pembawa air dapat digunakan untuk sediaan injeksi melalui berbagai rute
pemberian, sedangkan injeksi dalam pembawa non air (yang bercampur atau
tidak bercampur dengan air) hanya digunakan terutama untuk rute injeksi
intramuskular. Injeksi dengan rute pemberian intravena dapat diformulasikan
dengan menggunakan pelarut campur (misalnya untuk formula injeksi
mengandung diazepam, digoxin dan fenitoin), dengan catatan kecepatan
pemberian infus harus tetap diperhatikan agar tidak terjadi pengendapan obat
di lokasi pemberian. Emulsi lemak dapat juga diberikan secara intravena
(dengan catatan emulsinya harus berupa emulsi mikro). Pembawa non air yang
lebih kental dari air akan mempengaruhi kecepatan injeksi melalui jarum dan
kecepatan absorpsi di lokasi injeksi.
3. pH dan Osmolalitas Larutan Injeksi
Idealnya sediaan injeksi adalah isohidri dan isotoni dengan cairan
biologis, sayangnya hal ini seringkali tidak dapat dicapai karena beberapa

sebab, misalnya banyak obat-obat yang tidak stabil pada pH netral (pH cairan
biologis). Karena itu banyak obat diformulasikan dalam bentuk sediaan injeksi
pada pH stabilitasnya yang tidak sama dengan pH cairan biologis. Sebagai
contoh diazoxide (turunan benzotiadiazin non diuretik) diformulasikan sebagai
sediaan injeksi pada pH stabilitasnya yaitu 11,6. Banyak senyawa obat yang
merupakan basa lemah banyak diformulasikan sebagai sediaan injeksi dalam
bentuk garamnya (misalnya tetrasiklin HCl) pada pH stabilitasnya yaitu sekitar
2,0. Atau senyawa obat yang merupakan asam lemah banyak diformulasikan
sebagai sediaan injeksi dalam bentuk garamnya (misalnya Dilantin) pada pH
stabilitasnya yaitu sekitar 12,0. Sediaan injeksi dengan pH ekstrem (berbeda
jauh dari pH cairan biologis) harus diinjeksikan dengan kecepatan yang
terkontrol untuk menghindari terjadinya nyeri dan iritasi pada pasien serta
terjadinya kerusakan jaringan di sekitar lokasi penyuntikan.
Beberapa formulasi sediaan injeksi merupakan sediaan yang hiperosmotik
atau hipertoni dibandingkan dengan cairan biologis dengan tujuan untuk
mencapai ketersediaan hayati yang diinginkan. Sebagai contoh adalah
golongan anestetik spinal, diaxozide dan golongan diuretik osmotik, dan obat
tetes mata sulfasetamide. Produk nutrisi parenteral mengandung asam amino
dan dekstrosa dengan konsentrasi tinggi sehingga hipertoni. Larutan ini
disebut larutan hiperalimentasi dan harus diberikan melalui vena yang besar
seperti vena subclavian. Darah dari vena ini langsung menuju jantung sehingga
larutan yang hipertoni itu langsung diencerkan dengan volume darah yang
besar.

Pada umumnya sediaan yang hipertoni merupakan kontarindikasi untuk


rute pemberian intramuskular dan subkutan. Karena pada lokasi penyuntikan
tersebut, tidak banyak cairan biologis yang tersedia untuk mengencerkan
larutan hipertonis itu sehingga hal ini dapat menimbulkan rasa sakit dan
kerusakan jaringan di sekitar tempat penyuntikan.
4. Bentuk Sediaan Injeksi
Bentuk sediaan parenteral berupa larutan sejati, suspensi atau padatan
steril untuk direkonstitusi dengan pembawa steril. Bentuk sediaan suspensi
hanya dapat digunakan melalui rute intramuskular dan subkutan. Tidak boleh
ada partikel sedikitpun pada sediaan yang diberikan secara intravena, atau rute
parenteral lain yang obatnya langsung cairan biologis atau jaringan yang
sensitif (misal otak atau mata), sehingga untuk rute-rute tersebut bentuk
sediaannya harus berupa larutan sejati. Padatan steril sebelum digunakan harus
dilarutkan dahulu dalam pembawa steril sebelum digunakan. Formulasi ini
seringkali berhubungan dengan stabilitas bahan aktif obat dalam bventuk
terlarut. Karena itu pelarutan bahan aktif obat dilakukan sesaat sebelum
penyuntikan dilakukan.
5. Komponen Formulasi
Komponen formulasi sediaan parenteral antara lain meliputi bahan aktif
obat, pembawa, pendapar, pengisotoni, antioksidan, surfaktan, pengikat logam
(chelating agents) dan pengawet. Komponen pengawet terutama digunakan
untuk sediaan dosis ganda atau multidose. Pengawet tidak boleh diberikan
pada sediaan injeksi untuk rute melalui cairan cerebrospinal atau cairan

intraokular

karena

dapat

menimbulkan

toksisitas.

Surfaktan

kadang

dimasukkan dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif, tapi


harus diingat surfaktan dapat juga mengubah permeabilitas membran, oleh
karena itu sebaiknya surfaktan digunakan dengan hati-hati pada sediaan yang
ditujukan untuk rute intramuskular dan subkutan.

Untuk sediaan pelepasan lambat atau terkontrol seringkali ditambahkan


eksipien berupa pelarut minyak atau polimer dengan berat molekul yang tinggi.
Sediaan pelepasan lambat ini seringkali ditujukan untuk rute subkutan atau
intramuskular.
Formulasisedianinjeksimeliputi:
1. Bahanaktif
2. Bahantambahan
a. Antioksidan
Garamgaram sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit
adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
digunakan: Asamaskorbat,Sistein,Monotiogliseril,Tokoferol.
b. Bahanantimikrobaataupengawet
Bisadipakai: Benzalkoniumklorida,Benzilalkohol,Klorobutanol,
Metakreosol,Timerosol,Butilphidroksibenzoat,Metilphidroksibenzoat,
Propilphidroksibenzoat,Fenol.
c. Buffer
Digunakan : Asetat,Sitrat,Fosfat.
d. Gasinert
Digunakan:Nitrogen

e. Bahanpenambahkelarutan(Kosolven)
Digunakan:Etilalkohol,Gliserin,Polietilenglikol,Propilenglikol,
Lecithin.
f. Surfaktan
Polioksietilen,Sorbitanmonooleat.
g. Bahanpengisotonis
Dekstrosa,NaCl.
3. Pembawa
a. Pembawaair
Menggunakan air untuk injeksi. Air yang digunakan untuk injeksi
harusmemenuhisyaratkimiadanfisikayaitu:
Bebasmikroba
Bebaspirogen
pH=5,07,0
Jernih
Tidakberwarna
Tidakberbau
Bebaspartikel
b. Pembawanonairdancampuran
Minyaknabati:
Minyakjagung
Minyakbijikapas
Minyakkacang
Minyakwijen
Pelarutbercampurair
Gliserin
Etilalkohol
Propilenglikol
Polietilenglikol300

F. CONTOH SEDIAN INTRAMUSKULAR


Absorbsi obat dipengaruhi oleh: banyaknya pembuluh darah yang mensuplai
jaringan, sifat fisikokimIa obat, karakteristik bentuk sediaan (larutan, suspensi, atau
emulsi), sifat pembawa, dan pH. Sediaan Intramuskular dapat berbentuk larutan,
suspensi atau emulsi ,Pembawanya dapat berupa air, glikol ataupun minyak lemak.
Formulasi sediaan intramuskular antara lain:

Injeksi Oxytocin (Intramuskular)

Oksitosin (bahasa Yunani: "kelahiran cepat") adalah hormon pada


manusia yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding
rahim/uterus sehingga mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
Injeksi oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang sesuai, bahan yang
mengandung hormon polipeptida yang mempunyai sifat yang menyebabkan
kontraksi otot rahim, otot vaskular, dan otot halus lain, yang dibuat dengan
sintesis atau diperoleh dari globus posterior kelenjar pituitaria hewan
peliharaan sehat yang biasa dimakan.
-

Injeksi Vitamin A ( Intramuscular )


Vitamin A, dikenal dengan nama Retinol atau Asam Retinoik. Vitamin A adalah salah
satu vitamin yang larut dalam lemak. Molekul lemak pulalah yang mengantarkan vitamin ini
ke seluruh bagian tubuh. Artinya bila kita tidak mengkonsumsi lemak sama sekali, maka kita
tidak bisa mendapatkan manfaat vitamin tersebut . Mengingat bahwa tubuh kita tidak bisa
memproduksi vitamin A, maka satu-satunya cara adalah mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin A. Vitamin ini bisa didapat dari makanan yang berasal dari hewan
maupun dari tumbuhan. Sebenarnya bukan vitamin A yang dikandung sayuran tersebut, tapi
beta karoten. Beta karoten inilah yang kemudian diubah tubuh menjadi vitamin A. Vitamin A

sangat berguna untuk penglihatan, terutama di malam hari. Juga bermanfaat untuk kekebalan
tubuh, pembentukan dan pemeliharaan sel-sel kulit, saluran pencernaan dan selaput kulit.
Meski tak banyak orang yang tahu, vitamin A sebenarnya ikut mempengaruhi pertumbuhan
gigi dan tulang belulang yang sehat.
Vitamin A dibuat dalam bentuk sediaan injeksi dan digunakan oleh pasien yang
memerlukan efeknya secara cepat. Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan kedalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan.

Injeksi Klopromazin (Intramuscular)


Injeksi klorpromazin adalah sediaan larutan steril yang mengandung klorpromazin
hidroklorida dalam air injeksi (British Pharmacopeia 2007, hal. 2419) yang diberikan melalui
rute intramuskular (BNF 37, hal169).

Depo Provera
Depo-provera ialah 6-alfa-metroksiprogesteron yang digunakan untuk
tujuan kontrasepsi parenteral, mempunyai efek progesterone yang kuat dan
sangat efektif. Obat ini termasuk obat depot. Noristerat termasuk dalam
golongan kontrasepsi ini. Mekanisme kerja kontrasepsi ini sama seperti
kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-provera sangat cocok untuk program
postpartum oleh karena tidak mengganggu laktasi.
Cara kerja :
Berdasarkan penghambatan pelepasan LH dan perintangan ovulasi serta
pengentalan lender servik.
Interaksi obat :

Aminoglutethimide (Cytadren) mungkin dapat meningkatkan eliminasi dari


medroxyprogesterone

lewat

hati

dengan

medroxyprogesterone

dalam

darah

dan

menurunkan

memungkinkan

konsentrasi
pengurangan

efektivitas medroxyprogesterone.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Intramuskular adalah Pemberian obat melalui intra muskular merupakan
pemberian obat dengan memasukkannya ke dalam jaringan otot. Pemberian obat
secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung
kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian
tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk syaraf.
Misalnya pada bokong dan kaki bagian atas, atau pada lengan bagian atas. Pemberian
obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot
obat. Tujuan pemberian obat secara intramuskular yaitu agar obat diabsorbsi tubuh
dengan cepat.
Rute pemberian obat secara intramuskular biasanya diberikan dengan cara
injeksi. Pemberian obat secara intra muscular ditunjukkan untuk memberikan obat
dalam jumlah yang besar dibandingkan obat yang diberikan secara sub cutan.
Absorbsi juga lebih cepat dibanding sub cutan karena lebih banyak suplai darah diotot
tubuh

http://nikenprawesti.blogspot.co.id/2012/09/cara-pemberian-obat.html
http://anatomi28.blogspot.co.id/2013/05/kdm-ii-pemberian-obat.html

- Ambarwati, Eny Retna dan Tri Sunarsih. 2009. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi
Yogyakarta: Nuha Medika.
- Uliyah, Musrifatul dan Azis Alimul Hidayat. 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
- Saifudin, Abdul Bani. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
- Tjay, T.H. 2009. Faktor Patofisiologi Tubuh. Http://liew.267.wordpress.com/ pengaruh cara
pemberian terhadap absorbs obat/ diakses tanggal 26 Agustus 2011.

Anda mungkin juga menyukai