Anda di halaman 1dari 34

DISIPLIN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

POA
FEBRUARI 2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh :
Eza Agusalam, S.Ked 10542 0137 09
Randy Suryawan, S.Ked 10542 0131 09
Fatmawati, S.Ked 10542 0083 09
Fitrah rizki nasaruddin, S.Ked 10542 0086 09
Rizka Damayanti, S.Ked 10452 0117 09
Sahfirani Udin Azis, 10542 0121 09
PEMBIMBING:
Drg. Sitti Maisarah, MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN


KLINIK DISIPLIN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas memiliki enam pokok program dasar.
Salah satu program pokok puskesmas adalah upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, termasuk pencegahan dan penularan penyakit Tuberkulosis (TB) Paru. TB paru
merupakan masalah global, menurut laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi
DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan
dalam pelayanan kesehatan dasar. Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain :
1. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah
pasien TB didunia.
2. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
3. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara

Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah,


yaitu:
a) Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk;
b) Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk;
c) Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan
penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
4. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau
98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.
Indonesia sebagai negara ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB setelah
India dan Cina, telah berkomitmen mencapai target dunia dalam penanggulangan
tuberkulosis. Strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan
diekspansi secara bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan termasuk puskesmas dan
institusi terkait. Berbagai kemajuan telah dicapai, namun tantangan program di masa depan
tidaklah lebih ringan, meningkatnya kasus HIV dan MDR serta bervariasinya komitmen akan
menjadikan program yang saat ini sedang dilakukan ekspansi akan menghadapi masalah
dalam hal pencapaian target global, sebagaimana tercantum pada Millenium Development
Goals (MDG).
Ditinjau dari sistem kesehatan nasional puskesmas merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama dan bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pengembangan. Salah satu upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang termasuk di dalamnya penyakit TB
paru.

Penanggulangan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan


menggunakan strategi DOTS. Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB
digunakan beberapa indikator. Salah satu indikator tersebut adalah angka penemuan pasien
baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR). Secara nasional CDR tahun 2010
triwulan I baru mencapai 18,2%. Provinsi dengan CDR tertinggi adalah Sulawesi Utara
20,7% dan yang terendah adalah provinsi Lampung 3,2%. Sementara itu CDR provinsi
Sumatra barat baru mencapai 11,6%. Di Puskesmas Ambacang Kuranji pencapaian penemuan
pasien baru BTA positif (CDR) tahun 2008 yaitu 18,75 %, tahun 2009 mencapai 22% dan di
tahun 2010 meningkat menjadi 38%. Sementara tahun 2011, terjadi penurunan pada
pencapaian CDR yaitu 29% yang tentunya masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu 70%.
Untuk itu penulis merasa perlu membuat Plan of Action dalam upaya meningkatkan
penemuan pasien baru BTA positif (Case Detection Rate = CDR) di wilayah kerja Puskesmas
Tarakan.

1.2 Rumusan Masalah


Pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang Tuberkulosis paru
dengan keteraturan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita Tuberkulosis
paru di Puskesmas Tarakan periode bulan Januari April 2016
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara tingkat pendidikan
dan tingkat pengetahuan tentang Tuberkulosis paru dengan keteraturan minum Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Tarakan
periode bulan Januari April 2016
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus adalah :

a. Untuk mengtahui tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tentang


Tuberkulosis paru pada penderita TB paru di Puskesmas Tarakan periode Bulan
Januari-April 2016
b. Untuk mengetahui keteraturan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada
penderita TB Paru di Puskesmas Tarakan periode bulan Januari April 2016
1.4 Manfaat
Dalam penulisan Plan of Action ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada
pihak Puskesmas dalam melaksanakan upaya peningkatan penemuan pasien baru BTA positif
(Case Detection Rate = CDR) di wilayah kerja Puskesmas Tarakan. Selain itu proses
penulisan Plan of Action ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan
penulis dalam menganalisa permasalahan dan memberikan solusi pada permasalahan yang
ditemui di Puskesmas Tarakan.

BAB II
GAMBARAN UMUM
PUSKESMAS TARAKAN
2.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Tarakan terletak di Kelurahan Butung Kecamatan Wajo Kota Makassar
yaitu tepatnya di jalan kodingareng lr 181 No 5 Kelurahan Mampu Kecamatan Wajo.
Oleh karena terletak di bagian dari Jalan Tarakan tersebutlah maka nama puskesmas

diberikan dengan nama yang sama yaitu Puskesmas Tarakan. Luas wilayah Puskesmas
Tarakan yaitu 1,75 km2 yang meliputi 4 Kelurahan, yaitu :

Kelurahan Butung terdiri dari 4 RW & 17 RT dengan luas 0,27 km2


Kelurahan Mampu terdiri dari 6 RW & 22 RT dengan luas 0,40 km2
Kelurahan Malimongan terdiri dari 6 RW & 26 RT dengan luas wilayah 0,41km2
Kelurahan Malimongan Tua yang terdiri 6 RW & 24 RT dengan luas 0,41 km2

2.2 Kondisi Geografi


Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Tarakan berbatasan dengan kecamatan dan
kelurahan yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Tarakan.

Batas - batas wilayah kerja Puskesmas Tarakan yaitu :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tanah


Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bontoala
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Selat Makassar.
( Sumber data : Kantor Kecamatan Wajo, 2013 )

2.3 Demografi
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Tarakan selama
tahun 2014 beserta distribusi kependudukan menurut kelurahan dan jenis kelamin
sebagai berikut:
No

Kelurahan

Laki - Laki

Perempuan

Total

Malimongan Tua

1944

2910

4854

Malimongan

1758

2636

4394

Butung

904

1356

2261

Mampu

1282

1924

3206

Jumlah

5888

8832

14715

Sumber : kantor Kecamatan Wajo per Desember 2013

2.4 Sarana dan Prasarana serta Sasaran Kesehatan


Luas Gedung Puskesmas Tarakan 360m2. dengan jumlah ruangan sebanyak 13
ruangan 2 buah Kamar mandi sebanyak 3 buah taman toga. Sarana kesehatan di
Puskesmas Tarakan tertera pada tabel berikut :
No

Sarana / Fasilitas Kesehatan

Jumlah

Ruang Kepala Puskesmas

Aula

Ruang Tata Usaha

Ruang Kartu

Ruang Apotik

Ruang Gudang Obat

Ruang Laboratorium

Ruang UGD

Ruang Poli Umum

10

Ruang Poli Gigi

11

Ruang KIA

12

Ruang Imunisasi / KB

13

Dapur

14

WC

2.5 Ketenagaan
Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tarakan sebanyak 22 Orang, jumlah
Posyandu aktif sebanyak 16 Posyandu, Jumlah kader posyandu sebanyak 95 Orang .
Jumlah Kader aktif 87 orang.
No

Jenis Tenaga

Jumlah

Dokter Umum

Dokter Gigi

Bidan

Perawat

Perawat Gigi

Sanitarian

Pelaksana Gizi

Laboran

Asisten Apoteker

10

Tenaga Teknis

Jumlah

21

2.6 Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Penduduk


Penduduk di Wilayah Keja Puskesmas Tarakan memiliki Mata pencaharian yang
beraneka ragam antara lain : Pedagang , Pegawai Negeri Sipil, ABRI , Pegawai Swasta,
Buruh harian , Jualan dan lain sebagainya.
No

Jenis Pekerjaan

Jumlah

Pedagang

1601

PNS

901

Pegawai Swasta

3632

Buruh harian

622

ABRI

477

Lain lain

1911

Jumlah

10120

Sumber : Kantor Kecamatan Wajo Tahun 2013

A Agama & Kepercayaan


Penduduk di Wilayah kerja Puskesmas Tarakan Mayoritas beragama Islam Sekitar
90% dan jumlah penduduklainnya beragama Kristen Katolik , Protestan dan Budha.
B Sosial Ekonomi & Budaya
Masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Tarakan Mayoritas Suku Bugis Makassar,
Warga keturunan ( Tionghoa ).Mata Pencaharian di Wilayah kerja Puskesmas Tarakan
sebagian Besar adalah pedagang dan Buruh harian. Mayoritas masyarakat Puskesmas
Tarakan beragama Muslim.

2.8 Struktur Puskesmas Tarakan tahun 2015


C STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS TARAKAN
Berikut adalah struktur organisasi Puskesmas Tarakan
KEPALA PUSKESMAS

WMM

KEPALA SUB BAGIAN TATA


USAHA
UMUM
KEPEGAWAIAN

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL

JARINGAN PELAYANAN

UNIT PELAYANAN TEKNIS FUNGSIONAL


UNIT KESEHATAN
UPAYA PROMOSI
KESEHATAN
UPAYA KESLING
UPAYA KIA DAN KB
UPAYA PERBAIKAN GIZI
UPAYA P2M / PTM

UNIT
LOKET
APOTIK

UNIT PKM
KELILING
UNIT KESEHATAN
PERORANGAN
UPAYA
PENGOBATAN
RAWAT JALAN
UGD

UNIT BIDAN

Gambar 2.3. Struktur Organisasi Puskesmas Tarakan

Kepala
Puskesmas
Dr. Hj. May
Kepala
Happy
Puskesmas
Dr. Hj. May
Happy

BAB lll
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tuberkulosis
3.1.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya seperti otak, tulang, usus dan kelenjar limfe.

3.1.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh
kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000
penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat
TB. Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit tuberkulosis di seluruh dunia

Gambar 3.1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia

3.1.3

Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Ukuran
panjang sekitar 1 4 m dan lebar 0,3 0,6 m. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak
yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, complex
waxes, trehalosa dimicolat dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun.

3.1.4

Patogenesiss

a) Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonia yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin akan timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama sama dengan limfangitis
regional disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
dari dibawah ini:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain: sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara:

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya,

Penyebaran secara bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru
disebelahnya atau tertelan,

Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang
adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya misalnya tulang, ginjal, adrenal, genital dan sebagainya.
b) Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil, yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut:
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk perkejuan dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang pneumonia meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Gambar 3.2 Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan
Penyembuhannya

Gambar 3.3. Patogenesis Tuberkulosis


3.1.5. Diagnosis
a) Gambaran klinis
Gambaran klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik.
1. Gejala lokal respiratori antara lain:

Batuk batuk lebih dari 2 minggu

Batuk berdahak dengan kadang disertai darah

Sesak nafas

Nyeri dada

Gejala gejala diatas sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi

2. Gejala sistemik seperti:

Demam yang lebih dari sebulan

Malaise

Keringat malam walaupun sedang tidak beraktifitas

Anoreksia

Dan berat badan yang menurun dengan cepat

b) Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan:
Inspeksi

: Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
difragma dan mediastinum.

Palpasi

: Fremitus biasanya meningkat

Perkusi

: Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup

Auskultasi : Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
c) Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan

diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS):
S (sewaktu)

dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi)

dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua,

segera setalah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
S (sewaktu)

: dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.


Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease):

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.

Ditemukan 1 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah
kuman yang ditemukan.

Ditemukan 10 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).

Ditemukan 1 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).

d) Pemeriksaan Radiologis
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.

Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptosis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan di

segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, ditemukan
kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran fibrotik,
kalsifikasi dan penebalan pleura.

Gambar 3.4 Alur Diagnosis TB Paru


3.1.6. Klasifikasi
a) Klasifikasi berdasarkan tubuh yang terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain lain.

b) Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan mikroskopik


1. Tuberkulosis paru BTA positif

Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberkulosis.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

3.1.7. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Tabel 3.1. Obat Anti Tuberkulosis
Jenis OAT

Sifat

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Harian
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5 (4 6)
10 (8 12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
10 (8 12)
10 (8 12)
Pyrazinamide (Z)
Bakterisid
25 (20 30)
35 (30 40)
Streptomicin (S)
Bakterisid
15 (12 18)
15 (12 18)
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
15 (15 20)
30 (20 35)
Sumber data : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2
Panduan OAT dan peruntukannya:
a) Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negative foto toraks positif.

Pasien TB ekstra paru.

b) Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

Pasien kambuh.

Pengobatan pasien gagal.

Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default).

c) OAT sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
3.1.8. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang akan timbul adalah:
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Luluh paru (destroyed lung)
4. Gagal nafas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura

3.2. Upaya penanggulangan TB


Pada awal tahun 1990 an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short
course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif (costefektif). Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical
trials), pengalaman pengalaman terbaik (best practice), dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik,
disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Drug
Resistence Tuberculosis (MDR TB).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien

merupakan

cara

terbaik

dalam

upaya

pencegahan

penularan

TB.

WHO

telah

merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun


1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai intervensi kesehatan yang paling
efektif. Integrasi kedalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan
efektifitasnya.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politisi.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Strategi

DOTS

diatas

telah

dikembangkan

oleh

Kemitraan

Global

dalam

penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS sebagai


berikut:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS.
2. Merespon masalah TB HIV, MDR TB dan tantangan lainnya.
3. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat.
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.
3.3 Penemuan Pasien Baru TB BTA positif
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam

kegiatan program penanggualangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,


secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB
di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling
efektif di masyarakat.
3.3.1 Strategi Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif
1. Penemuan Secara Pasif
Penemuan suspek tuberkulosis dilakukan secara pasif di tempat pelayanan kesehatan di
puskesmas, puskesmas pembantu, polindes dan waktu pelaksanaan puskesmas keliling.
Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan (BP) untuk
pasien dewasa dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk pasien anak-anak. Jika ada pasien
dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas (BP) dikonsulkan ke
dokter serta diberikan penyuluhan mengenai penyakitnya, kemudian dikirim ke laboratorium
untuk pemeriksaan BTA sputum. Sebelum pengambilan dahak, petugas pengelola program
TB melakukan pencatatan mengenai identitas pasien. Penemuan suspek tuberkulosis di
puskesmas melibatkan petugas BP, KIA, pengelola program TB, dokter puskesmas dan
petugas laboratorium.

2. Penemuan Secara Aktif Selektif.


Puskesmas melakukan pemeriksaan kontak serumah pada pasien dengan BTA positif
oleh petugas pengelola program TB. Kalau ada tanda-tanda dengan gejala tuberkulosis maka
dilakukan pemeriksaan BTA sputum. Di samping itu juga melibatkan petugas sanitasi untuk
melakukan inspeksi sanitasi ke rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis BTA positif.
Pada umumnya keadaan rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis memiliki higienis yang
jelek dan kotor, ventilasi rumah kurang baik, penghuni yang padat dengan ekonomi yang

lemah. Jika pasien tidak mengantarkan dahak pagi maka tidak dilakukan penjemputan ke
rumah pasien.

3.3.2 Faktor Budaya, Dana dan Kemitraan dalam Penemuan Pasien Baru TB
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena penyakit
kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita
berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari
pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat pertama kali mencari pertolongan
pengobatan ke dukun kampung.
Kemitraan dengan praktisi swasta seperti dokter praktik swasta, bidan praktik swasta
dan perawat praktik swasta dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis belum
berjalan dengan baik.

3.3.3 Indikator Penemuan Pasien Baru TB


Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan program Penanggulangan
TB digunakan beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara nasional ada 2 yaitu
angka penemuan kasus (Case Detection Rate = CDR) dan Angka keberhasilan pengobatan
(Succes Rate = SR).
Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)
adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.
CDR menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka

insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target CDR Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional
tersebut di atas, yaitu:
a. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan
pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu
ke waktu (triwulan/tahunan)

Unit pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya
rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.
b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis
pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan
disebabkan :

Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan:
Penjaringan terlalu ketat atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3.4 Standar Ketenagaan
Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar yang
menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan
program TB di suatu unit pelaksana.
Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas terdiri dari:
Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : kebutuhan
minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1
tenaga laboratorium.
Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter
dan 1 perawat/petugas TB.
Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
perawat/petugas TB.

Gambar 3.5 Jejaring laboratorium TB Paru

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara
dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang orang yang menjalankan
program serta analisis laporan tahunan puskesmas Tarakan tahun 2015. Potensi masalah
yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Tarakan adalah :
1. Belum tercapainya target penemuan BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Tarakan
Penemuan kasus baru TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tarakan merupakan salah
satu usaha untuk menanggulangi permasalahan TB karena dengan menemukan
penderita TB dapat dilakukan berbagai upaya penanganan yang optimal. Di
Puskesmas Tarakan pencapaian penemuan pasien BTA positif tahun 2015 mencapai
26 orang tentunya masih kurang dari target yang ditetapkan yaitu 31 orang (100%)
orang berdasarkan rumus 2,1 % dikali jumlah penduduk dibagi 1000 orang.
Data pada tahun 2014 menunjukkan beberapa penyakit yang masuk ke dalam 10
penyakit terbanyak berdasarkan jumlah kunjungan di puskesmas Tarakan tersebut
berupa common cold, ISPA, Hipertensi, Dermatitis, Infeksi Kulit dan jaringan,
Dyspepsia, Gangguan jaringan lunak, DM, Artritis dan Gout. Dari data 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Tarakan masih didominasi oleh jenis Penyakit Degenerati
serta Penyakit Tidak Menular (PTM). Untuk menanggulanginya

diperlukan

pemberdayaan Posbindu sebagai upaya promotif dan preventif dalam menangani


masalah Penyakit Tidak Menular (PTM) di wilayah kerja Puskesmas Tarakan.

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa belum tercapainya target maksimal untuk
mendeteksi penderitaTB Paru Puskesmas Tarakan. Di Puskesmas Tarakan pencapaian
penemuan pasien BTA positif tahun 2015 mencapai 26 orang tentunya masih kurang
dari target yang ditetapkan yaitu 31 orang (100%) orang berdasarkan rumus 2,1 %
dikali jumlah penduduk dibagi 1000 orang.

2,1% x 14715
1000

3
1

NO

Masalah

Kesehatan

di

Puskesmas Sasaran

Tarakan
1

Cakupan

Selisih

Belum tercapainya target penemuan BTA 100 % (31 83 % (26 17 % (5


positif

di

wilayah

kerja

Puskesmas orang)

orang)

orang)

Tarakan

Di Puskesmas Tarakan pencapaian penemuan pasien BTA positif tahun 2015


mencapai 26 orang tentunya masih kurang dari target yang ditetapkan yaitu 31 orang
(100%) orang
ANALISA PENYEBAB TB
1. Kurangnya sumber daya petugas dalam pelaksana program
2. Penyuluhan tentang bahaya tuberculosis paru dan penanganan tuberculosis
paru serta pola hidup sehat
3. Kurangnya sosialisasi (pamflet/poster) yang disampaikan petugas pada
masyarakat
4. Tingkatan pengetahuan masyarakat tentang bahaya tuberkulosis paru yang
masih rendah
5. Kurangnya partisipasi keluarga pasien

No
.
1.

Tujuan

Kegiatan

Sasaran

Waktu

PIC

KE
T

Meningkatka

1. Penuluhan

bahaya

ketercapaian

tuberkulosis

penemuan

paru

BTA positif di

pentingnya

wilayah kerja

pola

hidup

Puskesmas

sehat

yang

Tarakan

sistematis dan

Kepala

bulan

puskesmas,

b program TB,
Kader

terprogram

di

Puskesmas dan
Posyandu
2. Membentuk
beberapa

tim

untuk
melakukukan
pencarian rutin
terhadap kasus
baru
tuberkulosis
baru

dicurigai
3. Sosialisasi
(pamflet/poster
)

Mulai

Januari Penanggungjawa

dan

yang

Masyaraka

yang

disampaikan

petugas

pada

masyarakat

Anda mungkin juga menyukai