FAKULTAS KEDOKTERAN
POA
FEBRUARI 2016
TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
Eza Agusalam, S.Ked 10542 0137 09
Randy Suryawan, S.Ked 10542 0131 09
Fatmawati, S.Ked 10542 0083 09
Fitrah rizki nasaruddin, S.Ked 10542 0086 09
Rizka Damayanti, S.Ked 10452 0117 09
Sahfirani Udin Azis, 10542 0121 09
PEMBIMBING:
Drg. Sitti Maisarah, MARS
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam melaksanakan fungsinya, Puskesmas memiliki enam pokok program dasar.
Salah satu program pokok puskesmas adalah upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, termasuk pencegahan dan penularan penyakit Tuberkulosis (TB) Paru. TB paru
merupakan masalah global, menurut laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi
DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan
dalam pelayanan kesehatan dasar. Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain :
1. Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah
pasien TB didunia.
2. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
3. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara
BAB II
GAMBARAN UMUM
PUSKESMAS TARAKAN
2.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Tarakan terletak di Kelurahan Butung Kecamatan Wajo Kota Makassar
yaitu tepatnya di jalan kodingareng lr 181 No 5 Kelurahan Mampu Kecamatan Wajo.
Oleh karena terletak di bagian dari Jalan Tarakan tersebutlah maka nama puskesmas
diberikan dengan nama yang sama yaitu Puskesmas Tarakan. Luas wilayah Puskesmas
Tarakan yaitu 1,75 km2 yang meliputi 4 Kelurahan, yaitu :
2.3 Demografi
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Tarakan selama
tahun 2014 beserta distribusi kependudukan menurut kelurahan dan jenis kelamin
sebagai berikut:
No
Kelurahan
Laki - Laki
Perempuan
Total
Malimongan Tua
1944
2910
4854
Malimongan
1758
2636
4394
Butung
904
1356
2261
Mampu
1282
1924
3206
Jumlah
5888
8832
14715
Jumlah
Aula
Ruang Kartu
Ruang Apotik
Ruang Laboratorium
Ruang UGD
10
11
Ruang KIA
12
Ruang Imunisasi / KB
13
Dapur
14
WC
2.5 Ketenagaan
Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tarakan sebanyak 22 Orang, jumlah
Posyandu aktif sebanyak 16 Posyandu, Jumlah kader posyandu sebanyak 95 Orang .
Jumlah Kader aktif 87 orang.
No
Jenis Tenaga
Jumlah
Dokter Umum
Dokter Gigi
Bidan
Perawat
Perawat Gigi
Sanitarian
Pelaksana Gizi
Laboran
Asisten Apoteker
10
Tenaga Teknis
Jumlah
21
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Pedagang
1601
PNS
901
Pegawai Swasta
3632
Buruh harian
622
ABRI
477
Lain lain
1911
Jumlah
10120
WMM
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
JARINGAN PELAYANAN
UNIT
LOKET
APOTIK
UNIT PKM
KELILING
UNIT KESEHATAN
PERORANGAN
UPAYA
PENGOBATAN
RAWAT JALAN
UGD
UNIT BIDAN
Kepala
Puskesmas
Dr. Hj. May
Kepala
Happy
Puskesmas
Dr. Hj. May
Happy
BAB lll
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tuberkulosis
3.1.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya seperti otak, tulang, usus dan kelenjar limfe.
3.1.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh
kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000
penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat
TB. Di Indonesia, tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit tuberkulosis di seluruh dunia
3.1.3
Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Ukuran
panjang sekitar 1 4 m dan lebar 0,3 0,6 m. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak
yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, complex
waxes, trehalosa dimicolat dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun.
3.1.4
Patogenesiss
a) Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonia yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin akan timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama sama dengan limfangitis
regional disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
dari dibawah ini:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain: sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara:
Penyebaran secara bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru
disebelahnya atau tertelan,
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang
adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya misalnya tulang, ginjal, adrenal, genital dan sebagainya.
b) Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil, yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut:
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk perkejuan dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang pneumonia meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Gambar 3.2 Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan
Penyembuhannya
Sesak nafas
Nyeri dada
Gejala gejala diatas sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi
Malaise
Anoreksia
b) Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan:
Inspeksi
: Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
difragma dan mediastinum.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
c) Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS):
S (sewaktu)
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi)
segera setalah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
S (sewaktu)
Ditemukan 1 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah
kuman yang ditemukan.
d) Pemeriksaan Radiologis
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptosis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan di
segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, ditemukan
kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran fibrotik,
kalsifikasi dan penebalan pleura.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
3.1.7. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Tabel 3.1. Obat Anti Tuberkulosis
Jenis OAT
Sifat
Pasien kambuh.
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
3.1.8. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang akan timbul adalah:
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Luluh paru (destroyed lung)
4. Gagal nafas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura
merupakan
cara
terbaik
dalam
upaya
pencegahan
penularan
TB.
WHO
telah
DOTS
diatas
telah
dikembangkan
oleh
Kemitraan
Global
dalam
lemah. Jika pasien tidak mengantarkan dahak pagi maka tidak dilakukan penjemputan ke
rumah pasien.
3.3.2 Faktor Budaya, Dana dan Kemitraan dalam Penemuan Pasien Baru TB
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena penyakit
kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita
berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari
pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan
kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat pertama kali mencari pertolongan
pengobatan ke dukun kampung.
Kemitraan dengan praktisi swasta seperti dokter praktik swasta, bidan praktik swasta
dan perawat praktik swasta dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis belum
berjalan dengan baik.
insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target CDR Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%.
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional
tersebut di atas, yaitu:
a. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan
pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu
ke waktu (triwulan/tahunan)
Unit pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya
rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.
b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis
pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan
disebabkan :
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan:
Penjaringan terlalu ketat atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
3.4 Standar Ketenagaan
Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar yang
menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan
program TB di suatu unit pelaksana.
Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas terdiri dari:
Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : kebutuhan
minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1
tenaga laboratorium.
Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter
dan 1 perawat/petugas TB.
Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
perawat/petugas TB.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara
dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang orang yang menjalankan
program serta analisis laporan tahunan puskesmas Tarakan tahun 2015. Potensi masalah
yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Tarakan adalah :
1. Belum tercapainya target penemuan BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Tarakan
Penemuan kasus baru TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Tarakan merupakan salah
satu usaha untuk menanggulangi permasalahan TB karena dengan menemukan
penderita TB dapat dilakukan berbagai upaya penanganan yang optimal. Di
Puskesmas Tarakan pencapaian penemuan pasien BTA positif tahun 2015 mencapai
26 orang tentunya masih kurang dari target yang ditetapkan yaitu 31 orang (100%)
orang berdasarkan rumus 2,1 % dikali jumlah penduduk dibagi 1000 orang.
Data pada tahun 2014 menunjukkan beberapa penyakit yang masuk ke dalam 10
penyakit terbanyak berdasarkan jumlah kunjungan di puskesmas Tarakan tersebut
berupa common cold, ISPA, Hipertensi, Dermatitis, Infeksi Kulit dan jaringan,
Dyspepsia, Gangguan jaringan lunak, DM, Artritis dan Gout. Dari data 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas Tarakan masih didominasi oleh jenis Penyakit Degenerati
serta Penyakit Tidak Menular (PTM). Untuk menanggulanginya
diperlukan
Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa belum tercapainya target maksimal untuk
mendeteksi penderitaTB Paru Puskesmas Tarakan. Di Puskesmas Tarakan pencapaian
penemuan pasien BTA positif tahun 2015 mencapai 26 orang tentunya masih kurang
dari target yang ditetapkan yaitu 31 orang (100%) orang berdasarkan rumus 2,1 %
dikali jumlah penduduk dibagi 1000 orang.
2,1% x 14715
1000
3
1
NO
Masalah
Kesehatan
di
Puskesmas Sasaran
Tarakan
1
Cakupan
Selisih
di
wilayah
kerja
Puskesmas orang)
orang)
orang)
Tarakan
No
.
1.
Tujuan
Kegiatan
Sasaran
Waktu
PIC
KE
T
Meningkatka
1. Penuluhan
bahaya
ketercapaian
tuberkulosis
penemuan
paru
BTA positif di
pentingnya
wilayah kerja
pola
hidup
Puskesmas
sehat
yang
Tarakan
sistematis dan
Kepala
bulan
puskesmas,
b program TB,
Kader
terprogram
di
Puskesmas dan
Posyandu
2. Membentuk
beberapa
tim
untuk
melakukukan
pencarian rutin
terhadap kasus
baru
tuberkulosis
baru
dicurigai
3. Sosialisasi
(pamflet/poster
)
Mulai
Januari Penanggungjawa
dan
yang
Masyaraka
yang
disampaikan
petugas
pada
masyarakat