0
2 Jul, 2015
adminupelkes
Artikel, Uncategorized
3.989 views
0
0
Oleh : Aah Nugraha, M.Sc, Apt
Widyasiwara Upelkes Provinsi Kalimantan Barat
Pendahuluan
Akreditasi merupakan pengakuan formal terhadap kualitas layanan publik yang
terdokumentasi dengana baik. Seiring dengan telah diberlakukanya Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) Secara umum JKN dibagi menjadi dua katagori yaitu
jaminan bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). BPJS ini tidak lain dan tidak bukan sebelumnya Askes dan
digabung dengan asuransi PNS/tenaga kerja lain seperti Asuransi kesehatan
untuk personil TNI/Polri , juga Jamsostek. Sedangkan bidang lainnya adalah
ketenagakerjaan yang meliputi jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan
jaminan kematian.
Pada era BPJS ini sangat dituntut melakukan pelayanan yang berkualitas,
termasuk pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian mencakup pengelolaan
obat, monitroring efek samping dan pemberian informasi/konseling penggunaan
obat kepada pasien. Kegiatan ini dalam dokumen akreditasi FKTP/Puskesmas
terangkum di dalam komponen Upaya Kesehatan Masyarakat.
Bagaimana implementasi pelayanan kefarmasian dalam akreditasi
Puskesmas/FKTP? Ini merupakan tantangan sekaligus peluang sehingga harus
disikapi dengan arif dan bijaksana dan senantiasa menstimulasi adversity
quotient (AD) untuk terus berupaya maksimal agar tercapai kualitas layanan
kefarmasian yang prima. Apakah peran tenaga farmasi ini sinergi antara
peningkatan peran dan reward yang diperoleh sebagai sebuah konsekuensi
peningkatan volume dan tanggung jawab kerja?? Tentunya kesiapan dan
peningkatan kinerja senantiasa dibarengi dengan reward itu adalah sebuah
harapan. Lantas bagaimana seharusnya pelayanan kefarmasian dalam era
akreditasi ini dijalankan ? Kesiapan untuk menjalankan tanggung jawab ini harus
dimulai dari komitmen kita sendiri sebagai abdi masyarakat. Tentunya perlu
langkah-langkah pro aktif, inovatif dan produktif melalui upaya setingi- tingginya
untuk mencapainya. Senantiasa mengedepankan profesionalisme dan tanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Gambaran pelayanan kefarmasian menjelang era akreditasi
Seiring dengan pemberlakuan sistem Jaminan Sosial Nasional yang sudah
diberlakukan per 1 Januari 2014. Peran pelayanan kefarmasian semakin
meningkat dalam upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)
melalui penggunaan obat yang rasional (POR). Namun demikian berdasarkan
hasil survey Ditjen Bina Farmasi dan Alkes Kementerian Kesehatan menunjukan
bahwa Puskesmas perawatan yang telah menerapkan pelayanan kefarmasian
sesuai standar baru mencapai 25%. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian
besar Puskesmas perawatan masih belum menerapkan pelayanan kefarmasian
yang baik. Hal ini menjadi penghambat pencapaian pelayanan kefarmasian yang
optimal yang akan tercermin dengan rendahnya tingkat kepuasan dan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Dengan demikian
perlu upaya keras untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang diharapkan.
Berdasarkan fakta di lapangan prosentase Puskesmas perawatan sebagai
basis pelayanan primer yang sudah memiliki tenaga apoteker dan menjalankan
pelayanan kefarmasian secara komprehensif baru sekitar 25% apakah sisanya
yang 75 % siap mengikuti lajunya tuntutan jaman atau wait and see? Salah satu
upaya penting dalam mewujudkan peran apoteker adalah pelayanan informasi
obat untuk provider/ petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan
Quality of life pasein sehingga diharapkan peningkatan kepuasan pasien
terhadap layanan kefarmasian dan dapat dirasakan dampak positifnya oleh
masyarakat secara umum. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap responsif
dan aspek kedisiplinan dan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk melayani
secara komprehensif perlu dibuat suatu prosedur tetap yang berkualitas, teruji
dan dapat dipercaya.
Selain itu juga menjalankan peran fungsional Apoteker secara
komprehensif. Peran itu merupakan tugas pokok tentang farmasi klinis. Kegiatan
ini terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, visite baik
mandiri maupun bersama tim, pembuatan sarana informasi, penyuluhan dalam
upaya promosi kesehatan dan home pharmacy care. Tugas lain sebagai peran
yang melekat adalah pencatatan dan pelaporan, monitoring penggunaan obat
rasional dan obat generik, adminsitrasi kesalahan penggunaan obat (medication
errors), monitoring efek samping obat, pharmacy record, monitoring, evaluasi
dan tindak lanjut (Kemkes, 2009).
Pelayanan kefarmasian ini tidak lepas dari tanggung jawab profesi
kefarmasian (Pharmaceutical care). Peran Apoteker dalam pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi administratif perbekalan farmasi dan alat
kesehatan serta pelayanan farmasi klinis. Pelayanan farmasi klinis ini meliputi
pelayanan resep obat, informasi obat, konseling visite mandiri ataupun bersama
tim medis, pembuatan sarana informasi seperti brosur, leaflet, poster,
newsletter, promosi kesehatan, home care. Jenis pelayanan kefarmasian juga