OLEH:
Fraktur email.
Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai
dentin.
b.
Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.
c.
Luksasi gigi.
f.
Intrusi gigi
2.
Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin
tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan
akar tidak mengalami perubahan.
Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
3.
Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh
Andreasen.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai
klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional
(International Classification of Diseases), sebagai berikut:5,2,7
873.60: Fraktur email.
Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh
atau retak pada email.
873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya
pulpa.
Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.
873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.
Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang
terbuka.
873.63: Fraktur akar.
Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut
fraktur akar horizontal.
873.64: Fraktur mahkota-akar.
Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau
tidak dengan terbukanya pulpa.
873.66: Luksasi.
Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral,
luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.
873.67: Intrusi atau ekstrusi.
873.68: Avulsi.
Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.
873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.
Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:2,5
873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.
1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak
sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau
vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50),
yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur
pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan
pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu
fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.
II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar.
1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email,
dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N
502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut
fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N
502.54)).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding
soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris
dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau
maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket
gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal.
1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi
yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi
gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi
ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke
arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur
pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral
menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.
5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar,
dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke
luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan
oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa
robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul
dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai
sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan
atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.
4.
Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada
mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan
Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut
penyebabnya sebagai berikut:1
a)Fraktur Spontan
Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada
hal ini elemen-elemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya
gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami
fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.
b)Fraktur Traumatik
Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba.
Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena
pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah
benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang
mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai
berikut:
Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga
ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini,
yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2.
Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:
a. Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak
membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 1013%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa.
b. Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada
sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah
pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak
menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin,
maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena perubahan
suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal
juga mengalami kerusakan.
c. Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota
dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler.
Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu.
Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.
Fraktur Akar
Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang
mengalami fraktur.
a.
Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan
gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam
hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang
terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut
periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang
terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah
ketika digunakan untuk menggigit.
b. Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus
apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki
resiko patah.
Klasifikasi fraktur gigi akibat trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Fraktur akar.
8.
Konkusi.
9.
Luksasi.
10.
11.
Intrusi.
12.
Ekstrusi.
13.
Avulsi.
7.
Trauma pada gigi melibatkan pulpa, baik langsung maupun tidak langsung,
sehingga pertimbangan endodonsi berperan penting dalam pengevaluasian dan
perawatan cedera gigi. Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah
komunikasi serta penyebaran informasinya.8
KESIMPULAN
Pembuatan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah komunikasi serta
penyebaran informasinya. Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi
anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut
anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara
koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma
cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan
biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain
menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5
tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi
yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan
karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan
kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.
Kerusakan yang terjadi pada gigi anak dapat mengganggu fungsi bicara,
pengunyahan, estetika, dan erupsi gigi tetap sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan gigi serta rahang. Oleh karena itu penanganan yang cepat dan
tepat sangat penting dalam menangani kerusakan pada gigi akibat trauma.