Anda di halaman 1dari 22

yuguyvuBAB I

PENDAHULUAN
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3
stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah
pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala,

(2)Stadium

prodromal

yang

menunjukkan

gejala

demam,

konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan (Phillips,
1983)
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian
luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak
menderita campak adalah <12>
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet
dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita
masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5
hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur
hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak (Rampengan, 1997).
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Dinegara berkembang
menyerang pada usia lebih muda daripada negara maju. Biasanya penyakit ini
timbul pada masa aanak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan
kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur
tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila
si ibu belum pernah menderita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan,
maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada
trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak
dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau
lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.

Sejak bulan Juli tahun 2008, Propinsi DIY telah melaksanakan Program Case
Based Measles Surveillance (CBMS) atau Program Surveilans Campak Berbasis
Kasus. Inti kegiatan program tersebut adalah dimana setiap kasus klinis Campak
didata, dilakukan penyelidikan epidemiologi dan diambil spesimen darah untuk
dibuktikan kasus tersebut benar-benar disebabkan oleh virus Campak atau bukan.
Kegiatan CBMS ini sementara baru dilakukan di 2 Propinsi di Indonesia, yaitu
Yogyakarta dan Bali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit campak adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk,
konjungtivitis dan ruam kulit3.
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadium konvalesensi4.
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium5:
1.

Stadium kataral

Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam
ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2.

Stadium erupsi

Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka,
tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3.

Stadium konvalesensi

Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi.
Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus
Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan
virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring,
darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah
ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan
tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5
hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam
pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu
dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH
rendah (Soegeng Soegijanto, 2002). Campak disebabkan oleh virus RNA dari
famili paramixoviridae, genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama

waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring,
darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal
kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa
multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi
bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut
selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan
sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi
menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat
menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di
rumah sakit atau institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah
pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul5
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung
selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi
berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan
dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua. Virus ini sangat sensitif
terhadap panas dan dingin, sinar ultraviolet dan ether.
EPIDEMIOLOGI
Morbili dapat endemis di sebagian besar dunia. Sebelum pemakaian
vaksin campak usia puncak insiden penyakit ini umur 5 10 tahun. Kebanyakan
orang dewasa telah memiliki kekebalan terhadap vaksin ini.
Setelah penggunaan vaksin, maka kebanyakan kasus terjadi pada usia pubertas
atau pada dewasa muda ynag tidak mendapatkan vaksin. Dasar kelainan yaitu
adanya infeksi sel sel epitel kulit dan mulut. Di kebanyakan negara, morbili
merupakan penyakit permulaan masa kanak kanak, dengan insiden puncaknya
ditemukan pada usia prasekolah dan usia sekolah awal. Laju serangan penyakit
yang sangat tinggi pada yang peka dan terpajan mengakibatkan periodesitas
epidemic dengan interval 2 atau 3 tahun, saat kelompok anak anak yang peka
meningkat. Di daerah perkotaan yang padat, insiden paling tinggi pada kelompok
anak usia 1 sampai 10 tahun, sementara distribusi usia bergeser ke usia 5 sampai

10 tahundi daerah pinggiran atau pedesaan, saat pajanan tertunda sampai masuk
sekolah. Hampir 100% dewasa muda pernah menderita morbili atau mendapat
vaksin campak, tetapi ada sedikit individu yang mungkin lolos dari infeksi selama
masa kanak- kanak tetapi kemudian terinfeksi bila terpajan dengan anak yang
terinfeksi. Epidemiologi berubah tiba tiba di negara negara yang telah
menggunakan vaksin secara luas.
Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit
virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi
utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus
pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah
penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi
multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak
juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan
virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama
infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag (Cherry, 2004).
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan

kesempatan

serangan

infeksi

bakteri

sekunder

berupa

bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus


dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk.,
2002).

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

Hari
0

Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva

1-2
2-3
3-5

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus


Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
Viremia primer
Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi

5-7
7-11

pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh


Viremia sekunder
Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran

nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan
kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang
pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses
keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga
terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi
dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3
C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi.
Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal
infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf
pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada
turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin
gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan
karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu- satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun
banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara
percobaan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana
mereka membelah diri secara setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan

limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer


menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial.
Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk
kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal.
Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya
di seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan
dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks).
Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas
berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang
yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan
koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut.
Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih
kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini
mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air
mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler
yang khas timbul setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi,
viremia hilang, dan demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun
dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar
seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam.

Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis


simptomatik timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang
ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang
menyebabkan

komplikasi

ini.

Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien
dengan cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara
katif dalam otakdan hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit.

Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans


subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan
disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak
akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi pada sel
otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus
yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen
virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang
bertanggung

jawab

untuk

pemilihan

virus

patogenik

cacat

ini.

Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan
panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun untuk
membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi
oleh penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus
campak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan,
sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik
berperantara sel atau berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan
informasi

genetic

virus.

Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian
dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang
disebut campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin
akan merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan
respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F
dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan.
Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai
campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak digunakan lagi.
Manifestasi klinis
Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun


pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit.
Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal
yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas
berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan
fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis
melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang
diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh
bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada
hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar
butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat
hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah
tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum,
juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari
sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam
kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi
hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada
saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan
dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang
tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas
rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah,
leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam
akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki,
yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam
pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan
urutan munculnya (Phillips, 1983).

Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan
tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak
berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa
penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi.
Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada
infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian
kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak
sehingga sulit dikenali (Phillips, 1983).
Antibody yang berperan
Ig terdiri atas Ig M yang memiliki sifat berada di serum permukaan sel B, paling
primitif, besar, pentamer, berperan pada respon primer, paling efisien dlm
aglutinasi dan fiksasi komplemen. IgG ada di cairan interstisium, paling banyak
dalam darah, mampu menembus plasenta,monomer,berperan dalam respon
sekunder, menghasilkan imunitas pasif bagi bayi baru lahir, penting pada
opsonisasi,

prepitasi,

aglutinasi.

Ketiga IgA. IgA merupakan Ig utama dalam sekresi termasuk dalam ASI, bentuk
molekul dimer, menetralisasi toksin dalam darah, pertahanan primer thdp invasi di
selaput lendir. Keempat IgD berada di serum permukaan sel B, monomer, fungsi
belum jelas.Terakhir IgE ada di serum berikatan dengan reseptor sel mast dan
basofil. Limfosit B jenis terakhir adalah limfosit B memori yang berguna untuk
mengingat

antigen

yang

sudah

pernah

diikat.

Imunisasi adalah penyediaan perlindungan yang spesifik untuk melawan patogen


yang umum dan mematikan. Mekanisme dari imunitas bergantung dari bentuk
patogen dan patogenesis dari patogen tersebut. Contohnya, jika mekanisme dari
patogennya melibatkan exotoxins, maka reaksi imun yang efektif melawan itu
adalah mengeluarkan antibodi yang mencegah keterikatannya dengan reseptor
yang tepat dan menunjukkan patogen tersebut kepada sel-sel fagosit.(Male,et. al).
Dengan imunisasi diharapkan limfosit dapat melihat antigen yang ada pada virus
dan dapat membuat antibodi yang tepat, serta dapat mengingatnya dengan bantuan

sel B memori. Ada dua jenis imunisasi , yaitu imunisasi pasif dan aktif.
Mekanisme
Respon

imun

non

pertahanan
spesifik

tubuh

terhadap

infeksi

virus

Secara jelas terlihat bahwa respon imun yang terjadi adalah timbulnya interferon
dan sel natural killer (NK) dan antibody yang spesifik terhadap virus tersebut.
Pengenalan dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi
sangat bermanfaat bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami
modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target
sel NK. Sel NK mempunyai 2 jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama
merupakan killer activating reseptor, yang terikat pada karbohidrat dan struktur
lainnya yang di ekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer
inhibitory reseptor, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi
signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu, sensitifitas sel target tergantung pad
ekspresi MHC kelas I. sel yang sensitive atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I
yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang
normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-alfa selama infeksi virus akan
mengaktifasi sel NK dan meragulasi ekspresi MHC pada sle terdekat sehingga
menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC
bila antibody terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Oleh karena itu 2 mekanisme utama respon nonspesifik terhadap virus, yaitu:
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel- sel
terinfeksi;

IFN

berfungsi

menghambat

replikasi

virus.

2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus
menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC kelas I. IFN tipe I akan
meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di
dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan
virus
Respon

yang

dating
imun

dari
spesifik

ekstraseluler
terhadap

dan

sirkulasi.
infeksi

virus

Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respon imunitas humoral

dan selular. Respon imun spesifik ini mempunyai peranan penting, yaitu:
1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat
perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus
tidak dapat menembus membrane sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen
yang
2.

menyebabkan

Melawan

virus

agregasi
sitopatik

virus
yang

sehingga

dilepaskan

mudah
dari

sel

difagositosis.
yang

lisis.

Molekul antibody dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibody dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga memecah
penetrasi dan multipikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibody juga
dapat menghancurkan partikel virus bebas melalui aktifasi jalur klasik komplemen
atau produksi agregasi, meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.
Kadar konsentrasi antibody yang relative rendah juga dapat bermanfaat khususnya
pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran
darah terlebih dahulu sebelum memasuki organ target, seperti virus poliomyelitis
yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di
dalam darah, virus akan dinetralisasi oelh antibody spesifik dengan kadar yang
rendah, member waktu tubuh untuk membentuk respon imun sekunder sebelum
virus

mencapai

organ

target.

Infeksi virus lain seperti influenza dan common cold, mmempunyai masa inkubsai
yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang
dibutuhkan respon antibody primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas,
sehingga diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus
tersebut. Antibody berfungsi sebagai bantuan tambahan pada faase lambat pada
proses penyembuhan. Namun, kadar antibody dapat meningkat pada cairan local
yang terdapat dipermukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru.
Pembentukan antibody antiviral, khususnya IgA, secara local menjadi penting
untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat
apabila

terjadi

perubahan

antigen

virus.

Virus menghindari antibody dengan cara hidup intraseluler. Antibody local atau
sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel
penjamu yang terbunuh, namun antibody sendiri tidak dapat mengontrol virus
yang melakukan budding dari permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat
menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibody, oleh karena itu
diperlukan

imunitas

seluler.

Respon imunitas sseluler juga merupakan respon yang penting terutama pada
infeksi virus non sitopatik. Respon ini melibatkan sel T sitostoksik yang bersifat
protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga
menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam respon infeksi virus pada jaringan
akan timbul IFN yang akan membantu terjadinya respon imun yang bawaan dan
didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-alfa dan IFN-beta.
Kerja
1.
2.
3.

IFn

sebagai

Meningkatkan
Aktivasi

antivirus

ekspresi
sel

Menghambat

MHC
NK

adalah:
kelas

dan
replikasi

1
makrofag
virus

4. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi.

Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik langsung pada
sel yang terinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target
oleh reseptor alfa- beta spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitostosik
menyerang virus, maka replikasi dan penyebaran virus akan semakin cepat
dihambat.

Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptide antigen virus pada permukaan yang
terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel
yang terinfeksi oleh sel T sitostosik alfa- beta mencegah multiplikasi virus.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin seperti IFNgamma dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan menarik fagosit

mononuclear dan teraktifasi untuk mengeluarkan TNF. Sitokinin TNF bersama


IFN- gamma akan menyebabkan sel menjadi vonpermissive, sehingga tidak
terjadi replikasi virus yang masuk melalui transfer intraseluller. Oleh karena itu,
lokasi infeksi dikelilingi oleh lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN- alfa,
IFN- gamma meningkatkan sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi.
Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik melalui reaksi dengan antigen
permukaan pada budding virus yang baru dimulai, sehingga dapat terjadi proses
ADCC.

Antibody

juga

berguna

dalam

mencegah

reinfeksi.

Beberapa virus dapat menginfeksi sel- sel system imun sehingga mengganggu
fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus polio, influenza, dan
HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar virus membatasi dir (self limiting),
namun sebagian lain menyebabkan gejala klinik atau subklinik. Pengenalan sel
target oleh sel T sitotooksik spesifik virus dapat melisis sel target yang
mengekspresikan peptide antigen yang homolog dengan region berbeda dari virus
yang sama atau bahkan dari virus yang berbeda. Aktivaasi oleh virus kedua
tersebut dapat menimbulkan memori dan imunitas spontan daari virus lain setelah
infeksi virus inisial dengan jenis silang.
DIAGNOSIS
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
sangat berkaitan yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam yang
tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas yaitu
diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan
dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan.
Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan
mukosa hidung da enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis
campak (bercak koplik). Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF),
neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgMIgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan

menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum
sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil
dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry,
2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam.
Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG
akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel
darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit
encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah
limfosit sedangkan kadar glukosa normal (Phillips, 1983).
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah campak
jerman, infeksi enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia, demam
skarlantina, penyakit riketsia dan ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan dengan
ruam kulit pada penyakit campak.
1. Campak jerman.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di
daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum.
Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.
3. Infeksi enterovirus
Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan
derajat demam dan berat penyakitnya.
4. Penyakit Riketsia
Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang
secara khas terlihat pada penyakit campak.
5. Meningokoksemia
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai
batuk dan konjungtivits.
6. Ruam kulit akibat obat
Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah
ada riwayat penyuntikan atau menelan obat.

7. Demam skarlantina.
Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur
seperti kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah
dibedakan dengan campak.
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi
infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan
vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit
untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan
epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna
untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004).
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan
dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004)
Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau
lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9
bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus disarankan
untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan
tubuh
H.

meningkat.
Tahapan

pemberantasan

Campak

Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap
yang
a.

berbeda-beda.
Tahap

Reduksi.

Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap pengendalian campak. Pada
tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan
interval terjadinya KLB berkisar antara 4 8 tahun. Tahap pencegahan KLB. Pada
tahun ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi

penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih
panjang.
b.

Tahap

Eliminasi

Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerahdaerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus
campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang
dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi
tambahan.
C.

Tahap

Eradikasi

Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan.
Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah
memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan
Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
Imunitas
Struktur antigenik
Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian
IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan
IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru
terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena
infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan
oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari
virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng Soegijanto,
2002).
Imunitas transplasental
Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena
campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan
kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi
maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut
masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak
akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan
maupun sesudah kelahiran (Phillips, 1983).
Imunisasi

Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat
berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin
dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama
dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang
terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml.
Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu
4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari
pendingin.
Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak
digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak
dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori.
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang
sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil,
memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng Soegijanto, 2001).
Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili.
Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah
terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau
10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun
tidak terlalu berat.
Berbagai macam imunisasi pada campak
1. Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin
diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi
aktif dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin
tersebut diberikan secara subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung
lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur
10 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat
membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi
dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat
banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada

umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili
pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur.
Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin
ini juga dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat
tuberkulosita. Akan tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif4.
2. Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum
konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah
efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan
menggunakan imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara
intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera
mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis
dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak5.
3. Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit
campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak
untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

Penyulit
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur
lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder
oleh

bakteri

(Pneumococcus,

Streptococcus,

Staphylococcus,

dan

Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus,


batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala

pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang


masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang,
perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi
mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan
dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi
nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi
ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual
yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang ratarata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi
pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan.
Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif
dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih
tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah
mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium
erupsi.
f) Diare

Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat
menurunnya daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun
jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat
gejala kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak
yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik.
Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan
pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus.
Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik (Rampengan, 1997).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi
penyebab utama kematian terbesar pada anak.
2. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili
paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet.
3. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium
erupsi dan stadium konvalesensi.
4. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang.
5. Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut,
komplikasi

neurologis,

SSPE

dan

immunosuppresive

measles

encephalopathy.
6. Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk.
7. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.
8. Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi
pasif dan isolasi.

Anda mungkin juga menyukai