PANDANGAN TEORI KONFLIK TERHADAP MASYARAKAT MAJEMUK
Oleh: Sigit Dwi Kusrahmadi
Negara Kesatuan Repulik Indonesia merupakan negara yang penduduknya memiliki tingkat pluralitas yang tinggi. Kemajemukkan bangsa ditandai dengan banyaknya suku-suku bangsa, bahasa lokal yang beragam, dan agama yang berbeda-beda. Kemajemukan inilah sering menimbulkan konflik SARA (suku antar golongan ras dan agama) untuk memenuhi tuntutan kelompok (golongan) seperti; konflik Aceh, Ambon, Poso, Kalimantan, Papua dan Ahmadiah di seluruh Indonesia. Konflik sosial mengadung pengertian pertentangan atau pertikaian antar pribadi, mulai dari konflik kelas sampai tingkat nasional. Dalam kondisi konflik kelompok kepentingan akan saling bersaing dan bertikai untuk memenangkan kelompoknya. Konflik sebagai gejala sosial yang melekat pada masyarakat bersumber dari permasalahanpermasalahan yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan sosial yang timbul dalam masyarakat karena dalam masyarakat ada unsur-unsur yang saling bertentangan. Kontradiksi ini bersumber dalam kenyataan bahwa dalam masyarakat mengenal pembagian kekuasaan yang tidak merata, sehingga terjadi penindasan sebagai benih konflik . Terjadinya konflik sebagai hal wajar, namun memiliki sisi positif karena konflik dapat mendorong terjadinya perubahn sosial dalam masyarakat yang maju. Dalam usaha mengatasi konflik diperlukan acuan budaya nasional yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat majemuk dengan mengedepankan nilai-nilai demokratisasi, eqalitarian, keadilan, dan kebebasan dalam mengembangkan agama dan budaya. Dalam menyelesaikan konflik dperlukan resousi konflik yang harus memahami akar permasalahan; baik ekonomi, politik, sosial, budaya, agama dan hubungan antar setiap elemen bangsa. Setiap elemen bangsa juga harus mengembangkan kearifan lokal dan keunggulan masyarakat majemuk dalam koridor negara Integralistik agar terwujud masyarakat Sipil atau Civil Society.