Anda di halaman 1dari 6

639

Aplikasi pakan buatan untuk budidaya ikan kerapu... (Tatam Sutarmat)

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK BUDIDAYA IKAN


KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus DI KERAMBA JARING APUNG
Tatam Sutarmat, Himawan Tirta Yudha, dan Nyoman Adiasmara Giri
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut
Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja, Bali 81101
E-mail: rimgdl@indosat.net.id

ABSTRAK
Penelitian manajemen pakan pada ikan kerapu macan telah dilakukan dalam keramba jaring apung. Tujuan
penelitian untuk mendapatkan informasi manajemen pakan yang tepat pada budidaya ikan kerapu macan
di KJA. Percobaan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 jenis pelet (SB dan GR) serta 2 kelompok ukuran
ikan (A dan B), dengan periode pemeliharaan 120 hari. Benih ikan ditebar dalam 12 buah jaring ukuran 2 m
x 2 m x 2 m dengan kepadatan 60 ekor/m3. Peubah yang diamati adalah sintasan, konversi pakan, pertambahan
bobot, total biomassa, dan biaya pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan, pertambahan
bobot, produksi, dan sintasan dengan pemberian pakan pelet GR dengan kelompok A lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Konversi pakan terendah pada pemberian pelet GR pada kelompok
A, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Total biaya pakan dengan pemberian pakan pelet GR dengan
kelompok A lebih tinggi, sedangkan biaya pakan/kg ikan sama pada perlakuan pelet GR dan SB pada kelompok
A.

KATA KUNCI:

jaring apung, pertumbuhan, biaya pakan dan kerapu macan

PENDAHULUAN
Dalam budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA), faktor pakan merupakan faktor penting
karena ikan dibatasi ruang gerak dan pasok pakannya (Sutarmat et al., 2004). Jenis, jumlah, dan
kualitas (kandungan nutrisi) pakan tentunya akan menentukan pertumbuhan, sintasan, dan produksi
ikan. Penggunaan pakan buatan sebagai pengganti ikan rucah yang umum digunakan untuk pakan
budidaya ikan di KJA yang ketersediaannya semakin terbatas perlu dikembangkan (Giri et al., 1999).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan, penggunaan pakan buatan (pelet) dalam
budidaya ikan kerapu di KJA telah berhasil dilakukan untuk kerapu bebek (Sutarmat el al., 2002) dan
kerapu macan (Wardoyo et al., 2005).
Dalam usaha budidaya ikan kerapu, salah satu cara yang diterapkan untuk mempercepat
pertumbuhan dan meningkatkan produksi adalah memperbaiki mutu pakan dengan membuat
formulasi pakan yang harganya relatif murah. Protein diketahui sebagai komponen nutrisi utama
yang berperan dalam proses pertumbuhan ikan (Halver, 1976). Kebutuhan protein untuk tiap jenis
ikan adalah berbeda. Kebutuhan protein untuk jenis ikan kerapu bebek, macan, dan lumpur adalah
47,8%60% (Suwirya et al., 2004). Hal ini secara langsung terkait dengan efisiensi pemanfaatan pakan
oleh ikan yang pada akhirnya menentukan efisiensi produksi.
Dalam kegiatan budidaya, ukuran ikan pada awal pemeliharaan merupakan salah satu hal yang
berperan dalam menunjang keberhasilan usaha tersebut. Pertumbuhan ikan akan berbeda-beda
menurut ukuran dan jenis ikan (Sutarmat & Ismi, 2006). Pengetahuan tersebut perlu diketahui untuk
mendukung pengembangan kegiatan budidaya melalui rekayasa faktor-faktor yang dapat
mempercepat proses pertumbuhan ikan budidaya. Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi manajemen pakan yang tepat pada budidaya pembesaran ikan kerapu macan di KJA.
BAHAN DAN METODE
Percobaan pemeliharaan ikan dilakukan di KJA Teluk Pegametan, Buleleng yang merupakan stasiun
percobaan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. Benih ikan kerapu macan yang
digunakan 2 kelompok ukuran ikan (A dan B) dengan bobot badan rata-rata masing-masing 40 g dan
60 g. Ikan dipelihara dalam 12 buah kantong jaring ukuran 2 m x 2 m x 2 m dengan kepadatan 50
ekor/m3. Pakan percobaan berupa pelet kering dengan dengan 2 jenis pelet (SB dan GR) dan dengan

640

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

kandungan protein masing-masing adalah 40,25% dan 45% (Tabel 1). Ikan diberi salah satu dari dua
pakan percobaan dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari sampai kenyang. Percobaan dengan
rancangan acak lengkap pola faktorial 2 jenis pakan serta 2 ukuran ikan dengan lama pemeliharaan
120 hari.
Tabel. 1. Komposisi kimia (% bahan kering) dari
kedua jenis pakan percobaan
Komposisi nutriea
Protein kasar
Lemak kasar
Abu
Serat kasar

Pelet
SB

GR

40,23
13,19
10,97
3,40

45,27
11,37
10,47
2,00

Analisis kimia dari pelet kering dan karkas ikan percobaan dengan menggunakan metode AOAC
(1985). Analisis kimia karkas ikan dilakukan pada awal dan akhir percobaan.
Pengamatan pertumbuhan ikan dilakukan setiap bulan dengan menimbang seluruh ikan. Hasil
sampling dihitung pertumbuhan dan laju pertumbuhan spesifik. Pada akhir percobaan diamati parameter produksi antara lain: sintasan (%), pertambahan bobot (g), total biomassa, dan konversi
pakan. Untuk memilih hasil yang terbaik dievaluasi total biaya pakan dan unit biaya pakan (Rp/kg
ikan yang dihasilkan).
Data pertumbuhan, sintasan (%), pertambahan bobot (g), total biomassa, dan konversi pakan,
dianalisis dengan ANOVA dan Uji Tukey (Steel & Torrie, 1980).
HASIL DAN BAHASAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa, pertumbuhan bobot ikan kerapu macan kelompok A (ukuran
besar) dan kelompok B (ukuran kecil) yang diberi pakan pelet SB lebih lambat dari ikan yang diberi
pakan pelet GR (Gambar 1).
250
SB (a)
SB (b)
GR (a)
GR (b)

Berat tubuh (g)

200
150
100
50
0
0

30
60
90
Lama pemeliharaan (hari)

120

Gambar 1. Pertumbuhan kerapu yang dipelihara di keramba jaring


apung dengan jenis pakan yang berbeda
Dengan uji statistik menunjukkan bawa interaksi antara jenis pelet dan ukuran ikan berbeda
nyata (P<0,05). Jenis pelet dan ukuran ikan memberikan pertumbuhan yang berbeda pula (P<0,05).
Pertumbuhan tertinggi adalah 201,505,45 g dan laju pertumbuhan tertinggi 0,9800,01% didapat
pada perlakuan pelet GR dan kelompok A. Sedangkan pertumbuhan terendah 90,001,00 g laju

641

Aplikasi pakan buatan untuk budidaya ikan kerapu... (Tatam Sutarmat)

pertumbuhan adalah 0,7370,021% pada perlakuan dengan pemberian pakan pelet SB dan ukuran
kelompok (Tabel 2).
Tabel 2. Pertumbuhan ikan kerapu macan yang dipelihara di KJA selama 120
hari dengan jenis pakan dan ukuran ikan yang berbeda
Jenis pakan

Bobot (g)

Kelompok

Awal

Akhir

Laju pertumbuhan
(%)

Pelet SB

A
B

61,751,71
37,331,16

185,755,19b
90,001,00d

0,9180,018c
0,7370,021d

Pelet GR

A
B

62,251,72
39,671,53

201,505,45a
123,002,65c

0,9800,01a
0,9430,021b

0,127
0,000
0,307

0,000
0,000
0,004

0,000
0,000
0,000

Anova dua arah


Jenis pakan (P)
Kelompok (P)
Interaksi (P)

Nilai pada kolom diikuti huruf yang sama tidak beda nyata (P>0,05)

Berdasarkan analisis varian, laju pertumbuhan harian ikan kerapu macan menunjukkan perbedaan
yang nyata (P>0,05) antara pemberian pakan pelet GR dengan pemberian pakan pelet SB.
Pada Table 3, interaksi antara jenis pelet dan ukuran ikan tidak berbeda nyata terhadap sintasan
kerapu macan. Pengaruh pemberian pakan terhadap sintasan berbeda nyata antara jenis pakan,
sedangkan ukuran ikan tidak berbeda nyata. Pada akhir percobaan derajat sintasan tertinggi pada
perlakuan pemberian pakan pelet GR pada kelompok B (627%) dan terendah pada pemberian pelet
SB pada kelompok B (501%).
Jenis pelet, ukuran ikan maupun interaksi antara jenis pelet dan ukuran ikan terhadap konversi
pakan (P<0,05). Konversi pakan terendah pada pemberian pelet GR pada kelompok A, dibandingkan
dengan perlakuan lainnya (Tabel 3). Jenis pelet dan interaksi antara jenis pelet dan ukuran ikan
berpengaruh terhadap pertambahan bobot. Jenis pelet dan ukuran ikan sangat kuat interaksi antara
kedua faktor akan berpengaruh terhadap total biomassa. Total biomassa tertinggi pada pemberian
pelet GR dan kelompok A (35,022,56 kg) dan terkecil pada pemberian pelet SB kelompok B
(13,651,18 kg).
Ikan kerapu macan adalah ikan karnivora oleh karena itu, jenis ikan ini memerlukan pakan dengan
kandungan protein yang cukup tinggi. Kebutuhan protein dalam pakan untuk beberapa kerapu
dilaporkan berkisar antara 47,8%60 % (Suwirya et al., 2005). Pada percobaan ini kandungan protein
Tabel 3. Parameter produksi ikan kerapu macan yang dipelihara di KJA selama 120
hari dengan jenis pakan dan ukuran ikan yang berbeda
Pertambahan bobot Total biomassa
(g)
(kg)

Kelompok

Sintasan
(%)

FCR

Pelet SB

A
B

525
501

2,080,22
3,890,02

1244
521

29,023,27
13,651,18

Pelet GR

A
B

595
627

1,700,09
2,270,15

1394
832

35,022,56
22,432,37

0,013
0,820
0,412

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,01

0,00
0,00
0,33

Jenis pakan

Anova dua arah


Jenis pakan (P)
Kelompok (P)
Interaksi (P)

642

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

dilaporkan berkisar antara 47,8%60 % (Suwirya et al., 2005). Pada percobaan ini kandungan protein
pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan kerapu macan (P<0,05). Pada Tabel 2, ikan
kerapu macan yang diberi pakan pelet SB dengan kandungan protein 40,23% memberikan
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan pelet GR yang kandungan proteinnya 45,25%.
Kandungan protein dalam pakan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan. Pemanfaatan
protein bagi pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran/umur, kualitas
protein, kandungan energi pakan, tingkat pemberian pakan (Furnichi 1988; NRC 1983; Lovell, 1980).
Beberapa jenis dari ikan kerapu Epinephelus juga dilaporkan membutuhkan pakan dengan kandungan
protein yang relatif tinggi untuk dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan protein ikan kerapu Epinephelus
areolatus dilaporkan mencapai 60% (Chua et al., 1978; Teng et al., 1978), Epinephelus malabaricus 47,8%
50,2% (Chen & Tsai, 1994). dan kerapu lumpur Epinephelus coioides kandungan protein yang optimum
adalah 48% (Suwirya et al., 2005). Kebutuhan protein optimum untuk ikan kerapu macan ukuran 80
300 g adalah 50% (Laining et al., 2003).
Lemak pakan berfungsi sebagai energi dan sumber asam lemak esensial bagi ikan. Kebutuhan
lemak untuk pertumbuhan ikan kerapu bebek, kerapu macan serta kerapu batik mencapai 9%12%
(Giri et al., 1999; Giri, 2003). Peningkatan kandungan lemak dalam pakan tidak dapat memberikan
respons pertumbuhan yang lebih baik pada kerapu macan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kerapu
macan cenderung memanfaatkan protein dan tidak mampu memanfaatkan jumlah lemak yang tinggi
dalam pakan sebagai sumber energi dan kelebihan lemak akan disimpan dalam tubuh.
Hasil analisis komposisi karkas ikan kerapu macan menunjukkan bahwa kadar protein yang diberi
pelet SB mencapai 82,10% dan pada pelet GR 82,66%. Kadar lemak ikan kerapu macan tertinggi
adalah pada ikan yang diberi pelet GR dibandingkan pada pelet SB (Tabel 4). Analisis komposisi
badan ikan kerapu macan menunjukkan bahwa jenis pelet tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
kandungan protein badan ikan kerapu bebek. Kandungan protein karkas ikan kerapu macan dengan
diberi pelet GR lebih tinggi dibandingkan dengan diberi pelet SB. Sedangkan kandungan lemak
karkas ikan kerapu macan dari kedua jenis pelet tidak beda nyata. Protein dimanfaatkan sebagai
sumber energi dan untuk pertumbuhan. Kelebihan protein disimpan dalam tubuh sebagai jaringan.
Kerapu macan yang diberi pakan dengan kandungan protein tinggi (40%55%) dapat menyimpan
lebih banyak proteinnya di dalam tubuh, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kandungan protein tubuh.
Tabel 4. Komposisi kimia (% bahan kering) tubuh kerapu macan yang
diberi pakan dengan jenis pelet berbeda
Komposisi proksimat
Protein kasar
Lemak kasar
Abu

Ukuran besar (A)

Ukuran kecil (B)

Pelet SB

Pelet GR

Pelet SB

Pelet GR

82,10
7,24
10,38

82.66
8,84
9,94

81,74
7,65
10,97

82,26
8,65
10,47

Pada percobaan ini dari kedua ukuran ikan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, ikan kerapu
macan (P<0,05). Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ikan kerapu macan pada kelompok A memberikan
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekompok B. Pertumbuhan pada benih kerapu
dipengaruhi oleh variasi ukuran badan, ukuran badan lebih kecil yang menyebabkan lambatnya
pertumbuhan (Sutarmat et al., 2006). Bila benih yang grad terkecil tetap dipelihara akan mengalami
keterlambatan pertumbuhan dan akan membuang pakan atau biaya produksi (Sutarmat et al., 2003).
Ikan yang tumbuh tidak normal juga tergolong bermutu jelek dan sulit dipasarkan. Pada budidaya
ikan selama pemeliharaan biasanya benih yang kecil kondisinya lemah dan mudah terserang penyakit.
kemudian berkembang secara intensif dan kemudian penyakit menular pada ikan yang sehat (Sutarmat
et al., 2006).
Pada Tabel 5, total biaya pakan akan berpengaruh hubungannya dengan jenis pelet dan ukuran
ikan, jenis pelet GR dengan kelompok A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Total

643

Aplikasi pakan buatan untuk budidaya ikan kerapu... (Tatam Sutarmat)


Tabel 5. Biaya pakan ikan kerapu macan yang dipelihara di KJA selama 120 hari
dengan jenis pakan dan ukuran ikan yang berbeda
Kelompok

Total biaya pakan


(Rp)

Biaya pakan unit


(Rp/kg)

Pelet SB

A
B

478.9503.920
374.1842.325

24.9482.718
46.7541.261

Pelet GR

A
B

614.73716.798
513.95019.116

25.4691.349
33.9562.195

0,00
0,00
0,78

0,00
0,00
0,00

Jenis pakan

Anova dua arah


Jenis pakan (P)
Kelompok (P)
Interaksi (P)

biaya pakan antara Rp 513.950,-Rp 614.737,- pada perlakuan pelet GR, dan Rp 374.184,-Rp
478.950,- pada perlakuan pelet SB. Biaya pakan per kg ikan jenis pelet tidak berbeda nyata sedangkan
ukuran ikan berbeda nyata. Biaya pakan tertinggi pada perlakuan pelet SB kelompok B (Rp 46.754, 1.261) dan terendah pada jenis pelet SB pada kelompok A (Rp 24.948,- 2.718).
KESIMPULAN
1. Pada pembesaran ikan kerapu macan yang diberi pakan pelet komersial GR dengan kadar protein
45,28% mempunyai respons biologi lebih baik dibandingkan dengan pelet SB dengan kadar protein 40,25%.
2. Total biaya pakan dengan pemberian pakan pelet GR dengan kelompok A lebih tinggi, sedangkan
biaya pakan per kg ikan sama pada perlakuan pelet GR dan SB pada kelompok A.
DAFTAR ACUAN
AOAC (Assosiation of Official Analytical Chemist). 1985. Official methods of analysis. 14th edition.
Washington D.C., 1141 pp.
Chua, T.E. & Teng, S.K. 1978. Effect of feeding frequency on the growth of young estuary grouper.
Ephinephelus tauvina (Fosskal) cultured in floating net-cage, Aquaculture, 14: 3147.
Furnichi,. M. 1988. Dietry Requirement. In Fish Nutrition an Mariculture. Watanabe, T. (Ed.). Japan
International Cooperation Agency, p. 979.
Giri, N.A., Suwirya, K., & Marzuki, M. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C yuwana kerapu
bebek, Cromileptes altivelis,. J. Pen. Perik. Indonesia, 5(3): 3844.
Giri, N.A. 2003. Dietary Nutrient Requiprement and Feed Development for Groupers. Paper IMFS
2003. International Seminar on Marine and Fisheries. Jakarta, 1516 December 2003. Agency for
Marine and Fisheries Research, p. 6267.
Halver, J.E. 1976. National Requirement of cultured Warmwater and Cold water Fish species. Advances
in Aquaculture, 112: 227235.
Lovell, R.T. 1980. Practical Fish Diets. In Fish feed technology. United National Development Programme,
Food and Agricultur Organization of United Nation, Rome, p. 3240.
Laining, A., Kabangnga, N., & Usman. 2003. Pengaruh protein pakan yang berbeda terhadap koefesien
kecernaan nutrien serta performansi biologis kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dalam keramba
jaring apung. J Pen. Perik. Indonesia, 9(2): 2934.
National Research Counciul (NRC) 1983. Nutrient requirement of warm water Fishes and Shellfish.
National Academy Press. Wahington D.C., 78 pp.
Sutarmat, T., Ismi, S., Hanafi, A., & Kawahara, S. 2004. Studi frekuensi pemeberian pakan ikan Kerapu
bebek (Chromileptes altivelis) dengan ukuran yang berbeda. J. Pen. Perik. Indonesia, 10(1): 3339.
Sutarmat, T., Hanafi, A., Suwirya, K., Wardoyo & Kawahara, S. 2002. Pengaruh beberapa jenis pakan

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

644

terhadap performansi ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di KJA. Laporan Penyelesaian DIP
2002. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol-Bali, hlm. 6573.
Sutarmat, T., Andriyanto, W., Ismi, S., Hanafi, A., & Wardoyo. 2003. Studi Kepadatan pada Pembesaran
Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis dengan Ukuran yang Berbeda Laporan Penelitian Balai
Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol.
Sutarmat, T. & Ismi, S. 2006. Variasi ukuran tubuh benih pada pendederan ikan kerapu sunu,
Plectropomus leopardus. Disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Budidaya Perikanan di Indonesia. Denpasar, 2123 Nopember 2006.
Sutarmat, T., Suwirya, K., & Giri, N.A. 2006. Pengaruh ukuran benih saat tebar terhadap pertumbuhan
dan sintasan benih kerapu sunu Plectropomus leopardus di keramba jarig apung. Disampaikan pada
Seminar Indonesian Aquaculture 2006. Hotel Atlet Century Park, Jakarta, 25 Agustus 2006, 10 hlm.
Suwirya, K., Marzuki, M., & Giri, N.A. 2004. Beberapa kebutuhan nutrient ikan dalam pengembangan
pakan buatan untuk menunjang budidaya laut. Buku Perikanan Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan
Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 179186.
Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1980. Principles and procedures of statistics. McGraw Hill, New York, USA.,
481 pp.
Teng, S.K., Chua, T.B., & Lein, P.E. 1978. Prelimery observation on The dietary requirement of estuary
grouper, Epinephelus tauvina (Fosskal) cultured in floating net cages. Aquaculture, 15(3): 257272.
Wardoyo, Sutarmat, T., Ismi, S., Jhony, F., & Andriyanto, W. 2005. Peningkatan produktivitas pada
pembesaran kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), di Karamba Jaring Apung dengan managemen
pakan. Prosiding Semnas dan Kongres Biologi XIII, Perhimpunan Biologi Indonesia Cab. Yogyakarta dan
Fak. Biologi UGM, Yogyakarta, 1617 September.

Anda mungkin juga menyukai