Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang
disebabkan cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
Penyakit ini bersifat kronis (menahun) dan bila tidak mendapatkan
pengobatan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan
alat kelamin. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga,
masyarakat dan negara (Depkes RI, 2009).
Filariasis ini disebabkan tiga spesies filaria, yaitu Wuchereria
brancofti dimana hampir sebagian besar berada di daerah yang memiliki
kelembaban yang cukup tinggi, misal Amerika Latin dan Afrika, Brugia
malayi yang endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara, dan daerah
pantai utara Cina, dan spesies terakhir yaitu Brugia timori yang hanya berada
di Indonesia, khususnya daerah Flores, Alor, dan Rote.
Kasus filariasis menyerang sekitar sepertiga penduduk dunia atau 1,3
milyar penduduk di 83 negara berisiko terinfeksi filariasis, terutama di daerah
tropis dan beberapa daerah subtropis, seperti Asia, Afrika, dan Pasifik Barat.
Dari 1,3 milyar penduduk tersebut, 851 juta di antaranya tinggal di Asia
Tenggara dengan Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang
paling tinggi (Juriastuti, dkk, 2010).
Penyakit filariasis dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 200 spesies
filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit yang menyerang manusia.
Masyarakat yang beresiko terserang adalah mereka yang bekerja pada daerah
yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di
seluruh dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di
Asia, filaria endemik terjadi di Indonesia, Myammar, India, dan Sri Lanka
(Widoyono, 2008).

Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat


yang serius di Indonesia. Diperkirakan sampai tahun 2009 penduduk berisiko
tertular filariasis lebih dari 125 juta orang yang tersebar di 337
kabupaten/kota endemis filariasis dengan 11.914 kasus kronis yang
dilaporkan dan diestimasikan prevalensi microfilaria 19%, kurang lebih
penyakit ini akan mengenai 40 juta penduduk.
Filariasis menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari tahun
ke tahun jumlah provinsi yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah.
Bahkan di beberapa daerah mempunyai tingkat endemisitas yang cukup
tinggi. Berdasarkan laporan tahun 2009, tiga provinsi dengan jumlah kasus
terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (2.359 orang), Nusa
Tenggara Timur (1.730 orang) dan Papua (1.158 orang). Tiga provinsi dengan
kasus terendah adalah Bali (18 orang), Maluku Utara (27 orang), dan
Sulawesi Utara (30 orang) (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan data profil Indonesia Tahun 2012 menyebutkan bahwa
endemis Filariasis. Pada tahun 2012 sebanyak 300 kabupaten/kota dari 497
kabupaten/kota (60,4%) di Indonesia merupakan endemis filariasis. Hasil
survey darah jari dengan mikrofilaria ratenya > 1 % (Kemenkes, 2013)
Penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit di daerah tropis dan
sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebaran yang sangat
luas di Indonesia maka bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan
produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar
bagi negara. Oleh karena itu penyakit kaki gajah ini telah menjadi salah satu
penyakit menular yang diprioritaskan untuk dieliminasi. Di tingkat global,
program eliminasi fIlariasis telah dicanangkan sejak 1999, dan World Health
Organization (WHO) terus menggerakkan program eliminasi ini di negara
endemis, termasuk Indonesia.
Orang yang terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva caing ini di
dalam tubuhnya, tidak selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul
biasanya diakibatkan oleh larva cacing yang merusak kelenjar getah bening

sehingga mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh limfa. Gejala yang


timbul biasanya berupa pembengkakan (edema) di daerah tertentu (pada
aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala ini dapat berupa
pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah) atau lengan dan pembesaran
skrotum/vagina yang pembengkakan(edema)nya bersifat permanen.
Sehingga, diperlukan program pengendalian filariasis. Intervensi yang
efektif dan penggunaan sumber daya yang efisien melalui upaya yang
sistematis dan strategis akan menghasilkan penghematan bagi negara. Untuk
itu dibutuhkan suatu rencana yang sistematis di tingkat Nasional untuk
menanggulangi hal tersebut (Kemenkes RI, 2010).
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahannya yaitu Kelainan
apakah yang timbul pada penderita, yang berkaitan dengan penyakit filariasis
dan Bagaimana tingkat abnormalitas dari penderita penyakit filariasis
C. Tujuan
Mengetahui kelainan apa saja yang timbul pada penderita, yang berkaitan
dengan penyakit filariasis dan tingkat abnormalitas dari penderita penyakit
filariasis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Filariasis


Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat beberapa
spesies cacing penyebab Filariasis antara lain: Wuchereria bancrofti; Brugia
malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun
lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi.
Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga
menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala
akut dan kronis (Kemenkes RI, 2010).
Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki, lengan, payudara dan alat kelamin. Filariasis telah dikenal
di Indonesia sejak 1889. Filariasis hingga saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Walaupun penyakit ini tidak mematikan
namun dapat mengakibatkan kecacatan sehingga memberikan dampak yang
cukup besar bagi penderita maupun masyarakat, antara lain menurunnya
produktivitas penderita dan memberikan beban sosial bagi penderita, keluarga
maupun masyarakat (Nasrin, 2008).
B. Etiologi dan Penularan
1) Agen Penyebab Filariasis
Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia diantaranya
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. W.
Bancrofti dan B. Timori banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tenggara,
dan Afrika, sedangkan Brugia malayi yang endemis di daerah pedesaan di
India, Asia Tenggara, dan daerah pantai utara Cina (Widoyono, 2008).

Cacing filaria (Nematoda: Filarioidea) baik limfatik maupun non


limfatik, mempunyai ciri khas yang sama sebagai berikut: dalam
reproduksinya tidak lagi mengeluarkan telur melainkan mikrofilaria (larva
cacing),

dan

ditularkan

oleh Arthropoda

(nyamuk).

Mikrofilaria

mempunyai periodisitas tertentu, artinya mikrofilaria berada di darah tepi


pada waktu-waktu tertentu saja. Misalnya pada W. bancrofti bersifat
periodik nokturnal, artinya mikrofilaria banyak terdapat di dalam darah
tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari banyak terdapat di
kapiler organ dalam seperti jantung dan ginjal (periodik diurnal). Varian
subperiodik baik nokturnal maupun diurnal dijumpai pada filaria limfatik
Wuchereria dan Brugia. Periodisitas mikrofilaria berpengaruh terhadap
risiko penularan filaria.
Daerah endemis filariasis pada umumnya adalah daerah dataran
rendah, terutama di pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa
dan hutan. Secara umum, filariasis W. bancrofti tersebar di Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. W.
bancrofti tipe pedesaan masih banyak ditemukan di Papua, Nusa Tenggara
Timur, sedangkan W. bancrofti tipe perkotaan banyak ditemukan di kota
seperti di Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan Lebak. B. Malayi tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku. B. timori
terdapat di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba, umumnya
endemik di daerah persawahan (Nasrin, 2008).
2) Vektor Filariasis
Berbagai macam nyamuk dapat menularkan parasit, tergantung
pada daerah geografis. Di Afrika, vektor yang paling umum adalah
Anopheles dan di Amerika, itu adalah Culex quinquefasciatus. Aedes dan
Mansonia dapat menularkan infeksi di Pasifik dan Asia (Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), 2010). Di Indonesia hingga saat
ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus, yaitu : Mansonia
(Ma. uniformis, Ma. indiana, Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. annulifera,
Ma. annulata, Ma. dives, Ma. nigerimus), Anopheles (An. nigerimus, An.

subpictus, An. barbirostris, An. aconitus, An. vagus, An.dives, An.


maculatus, An. farauti, An. koliensis, An. punctulatus, An.bancrofti), Culex
(Cx.

quinquefasciatus,

Cx.

annulirostris,

Cx.

whitmorei,

Cx.

bitaeniorhynchus), Aedes (Ae. subaltabus) dan Armigeres yang menjadi


vektor filariasis.
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia/hewan
yang mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa masuk

ke dalam lambung dan melepaskan selubungnya, kemudian menembus


dinding lambung dan bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian
dada. Setelah 3 hari, mikrofilaria mengalami perubahan bentuk menjadi
larva stadium 1 (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250 m x 1017 m, dengan ekor runcing seperti cambuk. Setelah 6 hari, larva
tumbuh menjadi larva stadium 2 (L2) disebut larva preinfektif yang
berukuran 200-300 m x 15-30 m, dengan ekor tumpul atau memendek.
Pada stadium 2 ini larva menunjukkan adanya gerakan. Hari ke 8 10
pada spesies Brugia atau hari 10 14 pada spesies Wuchereria, larva
tumbuh menjadi larva stadium 3 (L3) yang berukuran 1400 m x 20 m.
Larva stadium L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan
yang aktif. Stadium 3 ini merupakan cacing infektif. (Nasrin, 2008).
3) Penularan Filariasis
Siklus hidup W. Bancrofti dan B. Malayi dimulai saat filaria betina
dewasa dalam pembuluh limfe manusia memproduksi sekitar 50.000
mikrofilaria per hari ke dalam darah. Nyamuk kemudian menghisap
mikrofilaria pada saat menggigit manusia, selanjutnya larva tersebut akan
berkembang dalam tubuh nyamuk, dan ketika nyamuk menggigit manusia,
larva infektif akan masuk ke dalam tubuh manusia. Seseorang dapat
tertular filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk infektif,
yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif (larva stadium 3 = L3).
Pada saat nyamuk infektif menggiggit manusia, maka larva L3 akan keluar
dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang tusukan nyamuk. Larva
akan bermigrasi ke saluran limfe dan berkembang menjadi bentuk dewasa.

Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi setelah 6 bulan 1 tahun


setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5 10 tahun. Vektor utama filaria
adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes (Widoyono,
2008).
Berbeda dengan penularan pada malaria dan demam berdarah,
seseorang dapat terinfeksi filariasis, apabila orang tersebut mendapat
gigitan nyamuk infektif ribuan kali, sedangkan pada penularan malaria dan
demam berdarah seseorang akan sakit dengan sekali gigitan nyamuk yang
infektif (Nasrin, 2008).

Gambar 1. Skema rantai penularan Filariasis

DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberatansannya. Erlangga: Jakarta.
Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan Dan Perilaku Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Filariasis Di Kabupaten Bangka Barat.
http://eprints.undip.ac.id/18335/1/N_A_S_R_I_N.pdf. Diakses 16 april
2014.

CDC.

2010. Vectors Of Lymphatic Filariasis. http://www.cdc.gov/


parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html. Diunduh 16 April
2014.

Depkes RI. 2009. Menkes Canangkan Pengobatan Filariasis di Jawa Barat.


http://www.depkes.go.id. Diunduh 16 April 2014.

Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis Di Indonesia.


http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN
%20FILARIASIS.pdf. Diunduh 16 April 2014.
Kemenkes RI. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filaariasis
di Indonesia. http://pppl.depkes.go.id/asset/download/ NATIONAL
PLANFILARIASIS2010-IND2010-14.pdf. Diunduh 16 April 2014
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia
http://www.kemenkes.go.id. Diunduh 17 April 2014.

Tahun

2012.

Juriastuti, P., Kartika., M., Djaja, I., M., Susanna., D. 2010. Faktor Risiko
Kejadian
Filariasis
Di
Kelurahan
Jati
Sampurna.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=19076&val=1215.
Diunduh 16 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai