Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan orientasi
realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan eksternal.
Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya suatu
rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca indra.
Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya kemampuan
menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa terganggu dalam
interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan berhubungan sosial, komunikasi
susah, dan kadang-kadang membahayakan diri klien, orang lain maupun lingkungan,
menunjukan bahwa klien memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif
dan komprenhensif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Perkutut, terdapat 70 % (dari
24 klien) yang mengalami halusinasi. Masalah keperawatan yang ada, yakni klien
belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien menunjukan perilaku
menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi kurang sebagai dampak dari
timbulnya halusinasi.
Menilik kondisi tersbut di atas kami kelompok terdorong mengambil topik Asuhan
Keperawatan Klien S. dengan Masalah Utama Halusinasi Dengar dengan harapan
dapat bersama-sama tim keperawatan ruang Perkutut pada khususnya untuk
memberikan asuhan keperawatan klien halusinasi.
B. Tujuan
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klies S., melakukan seminar dan menulis laporan
studi kasus adalah :
1. Mengerti asuhan keperawatan klien halusinasi berdasarkan konsep dan teori yang
benar.
2. Menerapkan asuhan keperawatan klien halusinasi
3. Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien dengan
halusinasi dengar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal terjadi pada
keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya kemampuan menilai
realitas. (Sunaryo, 2004).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang
tidak sesuai dengan kenyataan (Sheila L Vidheak, 2001 : 298).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007)
Kesimpulanya adalah bahwa halusinasi yaitu gangguan persepsi tanpa ada
rangsangan dari luar ekternal.
B. Macam Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatory)

3
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f.

Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
c.

realita.
Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan

terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.


d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
D. Tanda Dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang

4
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini
merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
1)
2)
3)
c.
1)
2)
3)

Gejala klinis:
Cemas
Konsentrasi menurun
Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
Cenderung mengikuti halusinasi
Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak

mampu

mengikuti

petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
E. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend,
M.C, 1998). Menurut Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan
dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau
keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu
untuk membuat kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E
(1998), isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku (Carpentino, L.J
1998) :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi social
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama

5
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tidak komunikatif
Kontak mata buruk
Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
Kurang aktivitas
Wajah tampak murung dan sedih
Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

F. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
G. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
meng\\indikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

6
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
H. Tanda dan gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1)
2)
3)
4)
5)
b.

Menyeriangai/tertawa tidak sesuai


Menggerakkan bibir tanpa bicara
Gerakan mata cepat
Bicara lambat
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis:
1)
2)
3)
c.

Cemas
Konsentrasi menurun
Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan

Gejala klinis:
1)
2)
3)
4)
d.

Cenderung mengikuti halusinasi


Kesulitan berhubungan dengan orang lain
Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata

7
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
I. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga
bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (risiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan
oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas
terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri,
membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.
Tanda dan gejala :
-

Muka merah

pandangan tajam

Otot tegang

Nada suara tinggi

Berdebat

Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi dengar dilaksanakan
mulai tanggal 20 Maret 2001 sampai dengan 23 Maret 2001 menggunakan 5 tahap proses
keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
a. Identitas klien
Nama

: Nn. (S)

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 40 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Kupang Krajan Gg. I /41-A Surabaya

Suku /bangsa

: Jawa / Indonesia

Bahasa yang dipakai

: Bahasa Jawa

Status perkawinan

: Belum kawin

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Pendidikan

: Kelas IV SD

Ruang rawat

: Ruang E

Rekam Medik

: 00-08.97

Tanggal masuk

: 19 Maret 2001

9
Tanggal pengkajian: 20 Maret 2001
b.

Riwayat penyakit sekarang

1) Keluhan utama
Klien mengatakan sedang berbicara dengan teman laki-lakinya yang
telah meninggal.
2) Analisa keluhan utama
Menurut ibu angkat klien yang merupakan kakak klien perempuan yang
nomor tiga, saat sakitnya kambuh dirumah klien sering bicara dan tertawa
sendiri sambil tiduran atau duduk menyendiri, kadang-kadang klien tampak
sedih dan tiba-tiba menangis bila ditanya ada apa klien tidak menjawab hanya
diam saja. Klien juga suka mengganggu tetangganya dan orang lain yang
lewat didepannya sambil marah-marah dan terkadang berusaha untuk
memegang orang tersebut. Klien di rumah juga sering merusak dengan
melempari barang-barang dirumah. Hal ini berlangsung selama 5 hari sebelum
klien masuk rumah sakit. Saat klien sendiri ditanya mengapa ia disini, klien
menjawab bahwa klien tidak tahu mengapa klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
dn klien hanya tahu bahwa ia disini menurut penjelasan ibu klien kepada klien
adalah karena klien sakit dan marah-marah, lalu klien menangis dan
mengatakan bahwa ia ingin pulang saja dan tak ingin disini. Menurut ibu
klien, klien kambuh setelah tidak lagi mau minum obat.
c.

Riwayat penyakit dahulu


Menurut ibu klien, klien sudah yang ke-12 kali ini dirawat di RSJ.
Menur, klien mengalami gangguan jiwa seperti sekarang ini sejak usia 15
tahun, semenjak ayah kandung klien meninggal, lalu 1 bulan kemudian klien
terlihat sering ngomong sendiri dan tertawa sendiri terkadang disertai marahmarah sambil melempar barang-barang yang ada dirumah dan tiba-tiba klien
diam menyendiri sambil menangis. Kemudian kakak klien yang nomor III
(ibu angkat) memeriksakan klien ke RSJ. Menur dan sampai disana klien
harus rawat inap. Setelah 3 minggu klien pulang dari RSJ dan tetap kontrol
tiap minggunya. Setelah dirumah dan bila sudah merasa baikan klien selalu
menolak untuk minum obat meski sudah dipaksa sehingga penyakitnya
kambuh lagi dan masuk rumah sakit lagi, begitu seterusnya sampai klien
masuk rumah sakit sebanyak 12 kali.

d.

Riwayat penyakit keluarga

10
Dalam keluarga klien, menurut ibu klien ada anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa seperti klien, yaitu adik perempuan kakek klien
yang nomor 7 tetapi sudah meninggal dan kakak kandung klien laki-laki
nomor 1 tetapi juga sudah meninggal. Klien adalah anak nomor 8 dari 9
bersaudara, saat ini klien tinggal bersama kakak klien yang nomor 3 yang
dianggap klien sebagai ibu angkat klien, karena sejak kecil klien berpisah
dengan ibu kandungnya yang saat ini tetap tinggal di Nganjuk tempat tinggal
asal klien.
Interaksi klien dengan keluarganya cukup baik menurut ibu angkat klien,
klien sudah dianggap seperti anak sendiri, apalagi orang tua angkat klien tidak
mempunyai anak kandung.

Genogram;

Keterangan :
: laki laki
: Perempuan
: klien

: kawin
: meninggal dunia

: adik kakek klien yang nomor 3 yang menderita gangguan jiwa


: saudara laki-laki klien yang menderita skizofrenia hebefrenik
: tinggal serumah dengan klien
: tinggal serumah dengan klien

e.

Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menurut ibu klien sebelum sakit, klien kadang-kadang merokok, tidak
menggunakan obat-obat terlarang kecuali dari rumah sakit. Klien juga tidak
pernah olahraga.
Setelah sakit dan masuk rumah sakit, klien kadang-kadang mengikuti
terapi olahraga selama + 2 jam, tetapi sebelum acara terapi selesai, bila
merasa lelah klien istirahat dan duduk-duduk, klien tidak merokok dan
minum obat yang diberikan oleh rumah sakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Menurut keterangan ibu klien, sebelum sakit klien makan teratur 3
kali sehari nasi putih, lauk pauk seadanya, minum air putih 5 6 gelas

sehari, tidak ada kesulitan makan, klien tidak pernah merasa mual dan
muntah, BB : 68 kg, TB : 156 cm.
Setelah sakit, klien mau makan meskipun sebelumnya harus dibujuk
dulu dan makan selalu habis terutama bila ada yang menemani sewaktu
makan baik oleh perawat atau klien lain. Menu nasi putih, lauk pauk
(daging, tahu, tempe, telur), sayuran dan buah-buahan (pisang atau pepaya).
Pukul 10.00 klien mandapat snack berupa kacang ijo, roti atau kolak pisang,
klien makan sendiri tanpa disuapi, makanan disiapkan oleh petugas, tidak
ada keluhan mual, kesulitan menelan dan muntah. Setelah makan klien
tidak mau mencuci alat makannya sendiri.
3) Pola eliminasi
Sebelum sakit menurut ibu klien, klien buang air besar 2 hari sekali.
Buang air kecil 4 5 kali sehari, tidak ada kesulitan buang air besar dan
buang air kecil klien selalu membersihkan tempat ia buang air dan
tubuhnya. Klien juga tidak pernah ngompol.
Saat sakit klien buang air besar dan buang air kecil sendiri tanpa
bantuan perawat atau orang lain. Klien selalu membersihkan tempat ia
buang air dan tubuhnya. Frekuensi buang air besar 2 hari sekali dan tidak
ada kesulitan buang air besar. Begitu juga saat buang air kecil 5-6 kali
sehari tanpa kesulitan.
4)

Pola aktivitas dan latihan


Sebelum sakit, klien menyatakan pernah bekerja di pabrik tapi itu
sudah 3 tahun yang lalu, setelah tidak bekerja lagi ia dirumah membantu
ibunya bersih-bersih rumah, kadang-kadang ia juga bermain-main dengan
keponakannya.
Saat sakit klien mau bila disuruh perawat atau petugas lain untuk
bersih-bersih tapi klien lebih suka disuruh membersihkan kaca atau
merapikan tempat tidurnya klien juga mau bila diajak terapi olahraga,
meskipun ditempat terapi klien hanya duduk-duduk saja, diwaktu
senggangnya klien lebih suka tiduran, duduk menyendiri di depan ruangan.

5)

Pola tidur dan istirahat


Sebelum sakit menurut penjelasan ibu klien biasanya pukul 20.00
06.00, tidur siang kadang-kadang. Klien tidak pernah terbangun atau jalanjalan sambil tidur di malam hari.
Saat sakit, menurut perawat ruangan klien tidur mulai pukul 20.00
06.00, saat belum tidur tapi sudah tiduran di tempat tidur dan sudah
mengatakan bahwa ia mengantuk klien masih saja bicara dan tertawa
sendiri, itu juga terjadi saat klien akan tidur siang. Hal tersebut berlangsung
+ 15 20 menit setelah itu klien tertidur.

6)

Pola konsep diri.


Sebelum sakit, menurut ibunya klien menyadari bahwa dirinya
sebagai anak dalam keluarga tersebut, jadi klien mau bila disuruh
membantu ibunya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Tetangga dan
anggota keluarga yang lain memperlakukan klien dengan baik meskipun
klien berperilaku kadang-kadang seperti anak kecil.
Saat sakit menurut klien meskipun ia gemuk ia tidak merasa malu,
harapan klien saat ini adalah bahwa dia ingin segera pulang karena ia
kangen ibunya. Klien hanya mau bila disuruh untuk membantu merapikan
tempat tidurnya dan membersihkan kaca karena menurut klien bila dirumah
ia sering melakukan pekerjaan tersebut.

7)

Pola sensori
Saat sakit, daya penciuman klien baik, ini dibuktikan klien
menyatakan bahwa bau bunga melati harum saat ia sedang memetik bunga
tersebut. Daya pendengaran juga baik, daya rasa baik karena klien bisa
menyatakan bila masakannya asin atau tidak ada rasanya (hambar). Daya
raba, klien merasa kesakitan saat dicubit. Daya penglihatan tidak baik
karena klien manyatakan tidak begitu jelas bila melihat wajah orang lain
dari jarak jauh.

8)

Pola reproduksi seksual


Klien sadar sebagai perempuan, klien masih mau berdandan
meskipun kurang baik cara berdandannya misalnya mau memakai lipstik

meski blepotan. Menurut ibu klien, klien menstruasi umur 14 tahun dan
klien belum menikah.
9)

Pola hubungan sosial


Sebelum sakit, klien lebih senang berteman dan bermain dengan anak
kecil. Klien orangnya memang pendiam apalagi terhadap orang yang belum
pernah dikenal. Klien di rumah lebih dekat ibunya dan bila punya keinginan
lebih suka disampaikan kepada ibunya. Saat ditanya siapa orang yang
paling klien sayangi, klien menjawab Ibu.
Saat sakit, klien jarang berbicara atau berkumpul dan berbincangbincang dengan perawat dan klien lain. Bila tidak diajak bicara dulu, klien
cenderung diam dan menyendiri, bila diajak bicara atau ditanya klien mau
menjawab dengan jawaban singkat dan kembali diam. Bila telah menjawab
pertanyaan tersebut klien tidak pernah melakukan kontak mata dengan
lawan bicaranya. Bila diajak terapi olahraga klien menolak dengan
menggelengkan kepala.

10)

Pola penanggulangan stress


Sebelum sakit, klien selalu mengadu kepada ibunya bila ia sehabis
bertengkar atau bila diolok-olok orang lain atau temannya, klien mengadu
sambil menangis. Tetapi bila sudah dinasehati dan dijelaskan klien berhenti
menangis dan kembali bermain-main.
Saat sakit, bila klien tiba-tiba menangis dan ditanya penulis mengapa
klien menangis, klien menjawab tidak tahu sambil menggelengkan
kepalanya.

11)

Pola kepercayaan beragama


Berdasarkan penuturan ibu dan klien sendiri sebelum sakit, klien
masih sering mengikuti pengajian dan shalat berjamaah di masjid.
Saat sakit, bila waktunya shalat klien selalu ingat dan selalu bertanya
apakah sudah tiba waktunya shalat, lalu klien berwudhu dan memakai
mukena, lalu shalat dengan jumlah rakaat yang tidak tentu serta biasanya
sebelum shalat selesai klien sudah membuka mukenanya lalu mengakhiri
shalatnya.

f.

Status mental
1) Penampilan
Penampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, tidak pernah disisir,
mandi satu kali dalam 2 hari ini tanpa sabun, setelah mandi klien selalu
terbalik cara memakai bajunya, bagian depan selalu dibelakang.

2)

Pembicaraan
Klien pendiam dan tidak pernah bicara bila tidak diajak bicara dahulu,
suara pelan dan lambat bicaranya. Bila ditanya tidak langsung menjawab,
diam dulu setelah beberapa saat baru menjawab dengan jawaban yang
singkat. Klien juga sering tidak mau untuk menjawab pertanyaan dengan
menggelengkan kepala.
3) Aktivitas motorik
Gerak tubuh klien lambat dan tampak lesu. Bila diajak untuk membantu
bersih-bersih klien bersedia membantu tetapi bila ia hanya ingin merapikan
tempat tidur maka klien tidak mau membantu pekerjaan yang lain dan
sebelum tugas selesai klien biasanya duduk-duduk dan bila ditanya
mengapa berhenti, dia menjawab karena ia sudah merasa lelah.

4)

Alam perasaan
Klien terlihat sedih dan terkadang ketakutan dan tiba-tiba menangis.
Bila ditanya mengapa, ia cuma diam sambil menggelengkan kepalanya.

5)

Afek
Emosi klien labil, tanpa ada sebab tiba-tiba klien menangis dan tampak
sedih lalu diam sambil menundukkan kepala.

6)

Interaksi selama wawancara


Klien tidak pernah melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya,
klien lebih senang menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jarinya
selama diajak berbicara, klien tampak malu bila diajak bicara.

7)

Persepsi
Klien bicara dan tertawa sendiri sambil memainkan tangannya seolaholah sedang menerangkan sesuatu, bila ditanya dengan siapa ia berbicara,
klien menjawab bahwa ia bicara dengan teman laki-lakinya yang sudah
meninggal. Bila ditanya siapa nama temannya itu dia menjawab tidak tahu,
klien hanya mengatakan bahwa temannya itu adalah teman lamanya, saat
ditanya apa yang sedang dibicarakan klien menjawab bahwa temannya

tersebut menceritakan sesuatu yang lucu dan cerita tersebut tidak boleh
diceritakan kepada siapa-siapa (halusinasi dengar).
8)

Proses pikir

a) Arus pikiran
Klien bila akan menjawab pertanyaan terdiam dulu, seolah-olah
sedang merenung lalu mulai menjawab, jawaban belum selesai
diutarakan klien diam lagi lalu meneruskan jawabannya dengan singkat
(blocking).
b) Bentuk pikiran
Klien lebih sering diam dan larut dalam halusinasinya dengan
menyendiri dan bicara serta tertawa sendiri (otistik).
c) Isi pikiran
Klien merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul dengan
orang lain. Saat diajak untuk duduk-duduk dan berbincang-bincang
dengan klien yang lain, klien menolak dengan menggelengkan kepala
(isolasi sosial).
9)

Tingkat kesadaran
Orientasi tempat, waktu dan orang jelas saat ditanya dimana klien
sekaramg, sekarang siang atau malam dan menyebutkan siapa nama orang
yang ditunjuk oleh penanya apalagi orang yang dimaksud sudah pernah
dikenal klien cukup lama misal : ayah dan ibu klien, klien dapat menjawab
dengan benar.

10)

Memori
Klien dapat mengingat dengan baik siapa nama ibu kandungnya, kapan
pertama kali ia disini, meskipun untuk menjawabnya klien terdiam dulu
setelah ditanya seolah-olah sedang berusaha mengingat-ingat baru
manjawab. Tapi ingatan jangka pendek klien jelek, karena klien tidak bisa
menjawab siapa nama penulis meskipun baru saja berkenalan dan berkalikali diberitahu nama penulis.

11)

Tingkat konsentrasi dan berhitung


Klien mampu berhitung 1-10 dan mampu menjawab soal-soal
penjumlahan sederhana meskipun menghitungnya dalam waktu yang lama
dan terkadang jawabannya salah tapi klien mampu menjawab ulang dengan
jawaban yang benar.

12)

Kemampuan penilaian
Saat tiba waktunya makan, bila sebelumnya klien belum mandi, jika
disuruh memilih mandi dulu baru makan atau makan (sarapan) dulu
mandinya nanti saja, klien memilih mandi dahulu tanpa perawat
menjelaskan pilihan mana yang harus dipilih dulu.

13)

Daya tilik diri


Saat ditanya mengapa klien disini, klien menjawab bahwa ia disini
karena ia sakit jiwanya. Apa mbak merasa bahwa mbak sakit dan pernah
marah-marah ?, klien menjawab Tidak tahu, tapi kata ibu saya, saya sakit
jiwa dan saya katanya dibawa kesini biar sembuh. Klien tidak mengingkari
penyakitnya.
g.

Pemeriksaan fisik
1)

Keadaan umum
Penampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, panjang sebahu, tipis
warna hitam, agak keriting, bentuk kepala normal, tidak ada nyeri kepala,
wajah kusam, nafas berbau, gigi kotor, suara serak dan pelan, postur tubuh
gemuk.

2)

Sistem integumen
Kulit kuning langsat, turgor kulit baik tidak ada oedema, kuku
tampak kotor dan panjang-panjang, rambut acak-acakan.

3)

Sistem pernafasan
RR : 20 kali per menit tidak ada sesak nafas, pergerakan
pernafasan simetris.

4)

Sistem kardiovaskular
Denyut nadi 88 kali per menit, tekanan darah 130/80 mmHg
akral hangat.

5)

Sistem persarafan
Suhu tubuh : 376 o C, tidak demam, klien tidak tampak gelisah, klien
tidak mengalami kelumpuhan pada extremitasnya.

6)

Sistem gastrointestinal dan Urologi


Klien defekasi 2 hari sekali tidak ada kesulitan defekasi, tidak penah
mengalami nyeri perut, miksi 5 6 kali perhari, tidak pernah ngompol.

7)

Sistem muskuloskeletal
Tidak ada nyeri gerak, tidak ada kelainan tulang belakang dan tidak
ada cedera pada ekstremitas atau anggota tubuh yang lain.

Anda mungkin juga menyukai