Anda di halaman 1dari 21

1.

Memahami dan Menjelaskan Sistem Limfatikus


1.1. Anatomi organ limfoid
Sistem limfoid:
- Terdiri dari organ dan sel yang berfungsi untuk melindungi lingkungan internal dari zat asing.
- Sel-sel sistem ini dikenal sebagai sel Imunokompeten (limfosit, sel plasma) yang mampu
membedakan benda asing/destruksi benda asing.
- Juga terdiri dari sel bergerak (limfosit dan makrofag), dan sel menetap (retikuloendotel dan sel
plasma).
- Umumnya terdiri atas jaringan penyambung, jala-jalan sel dan serabut retikulin yang di dalamnya
terdapat limfosit, sel plasma, makrofag (sel imunokompeten lain).
- Jenis jaringan limfoid:
o Jaringan limfoid jarang (jala-jala sel tetap/fixed, mencolok)
o Jaringan limfoid padat (jala-jala bebas/limfosit)
o Jaringan limfosit nodular (mencolok tapi tetap terlihat nodulus limfatikus kecuali di
Thymus)
1.2. Makroskopik
Organ limfoid primer : Organ limfoid primer terdiri dari sumsum tulang dan timus. Sumsum tulang
merupakan jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis dan depot lemak. Lemak merupakan 50% atau
lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid diperlukan untuk pematangan, diferensiasi
dan poliferasi sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.Sel hematopoietik yang
diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi dan di
distribusikan ke bagian tubuh.

Thymus: Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai


pubertas, timus akan mengalami involusi dan mengecil seiring umur
kadang sampai tidak ditemukan. akan tetapi masih berfungsi untuk
menghasilkan limfosit T yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah
lobus, mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk segitiga,
gepeng dan kemerahan.
Sumsum Tulang: Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan
tulang iga. Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah.
Proliferasi dan diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel
lemak, fibroblas dan sel plasma. Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor limfoid
yangkemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi
prelimfosit B yang selanjutnya menjadi limfosit B dengan
imunoglobulin D dan imunoglobulin M (B Cell Receptor)
yang kemudian mengalami seleksi negatif sehingga
menjadi sel B naive yang kemudian keluar dan mengikuti
aliran darahmenuju ke organ limfoid sekunder. Sel stem
hematopoetik menjadi progenitor limfoid juga berubah
menjadi prolimfosit T dan selanjutnya menjadi prelimfosit
T
yang akhirnya menuju timus.

Organ limfoid sekunder :Organ limfoid sekunder merupakan


tempat sel dendritic mempersentasikan antigen yang yang
ditangkapnya di bagian lain tunuh ke sel T yang memacunya untuk poliferasi dan diferensiasi limfosit.

Limfonodus: Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi


untuk memproduksi limfosit dan anti bodi untuk mencegah
penyebaran infeksi lanjutan, menyaring aliran limfatik sekurangkurangnya oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran
darah melalui duktustorasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran
infeksi lebih luas. Terdapat permukaan cembung dan bagian hillus
(cekung) yang merupakan tempat masuknya pembuluh darah dan
saluran limfe eferen yang membawa aliran limfe keluar dari
limfonodus. Saluran afferent memasuki limfonodus pada daerah
sepanjang permukaan cembung.
Lien: Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular
berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah
dan berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan
splenomegali. Pembesaran ini terdapat pada keaadan
leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia berat. Aliran darah
akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri lienalis
dan keluar melalui venalienalis ke vena porta menuju
hati.
Tonsil: Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid
yang terdiri atas 3 buah tonsila yaituTonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila Pharyngealis.
Ketiga tonsil tersebut membentuk cincin pada saluran limf yang dikenal dengan Ring of
Waldeyer hal ini yang menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua tonsila
yang lain juga ikut meradang. Organ limfoid yang terdiri atas 3
buah tonsila, yaitu :
o Tonsila palatine
Terletak pada dinding lateralis, orofaring
dekstra dan sinistra
Terletak dalam satu lekukan yang dikenal
dengan fossa tonsilaris, dasar dari lekukan itu
adal tonsil bed
Tonsil membuka ke cavum oris terdiri dari 1215 crypta tonsilaris
Ditutupi oleh selapis jaringan ikat fibrosa yang
berbentuk capsula
o Tonsila lingualis
Terletak dibelakang lidah, 1/3 bagian posterior, tidak mempunya papilla
sehingga terlihat permukaan berbenjol-benjol (folikel).
Pendarahan tonsil berasal dari arteria dorsalis lingue (cabang arterialingualis),
arteria carotis eksterna
o Tonsila pharyngealis
Terdapat di daerah nasofaring dibelakang pintu hidung belakang
Bila membesar disebut adenoid, dapat menyebabkan sesak nafaskarena dapat
menyumbat pintu nares posterior (choanae), terletak didaerah nasopharynx,
tepatnya diatas torus tobarius dan OPTA

1.3. Mikroskopik

Tyhmus: Timus memiliki suatu simpai jaringan ikat yang


masuk ke dlm parenkim dan membagi timus menjadi
lobulus. Setiap lobulus memiliki satu zona perifer gelap
disebut korteks dan zona pusat yang terang disebut
medula korteks dan medula berisi sel-sel limfosit. Sel
limfosit berasal dr sel mesenkim yg menyusup ke dlm
suatu epitel primordium dr kantung faringeal ke 3 dan 4.
Mengandung badan hassal (corpusculum tymicum) yang
merupakan sel retikular epitel gepeng yg tersusun
konsentris , mengalami degenerasi dan mengandung
granula keratohialin.
o Korteks timus
limfosit T yg sangat banyak,
Sel retikular epitel yg tersebar
Beberapa makrofag
o Medulla timus
Mengandung sel retikular dan limfosit
Sel2 ini menyebabkan medula tampak lebih pucat dibanding bgn korteks
Timus mengalami involusi stlh pubertas. Timus ditempati oleh sel-sel yg dihasilkan dr sumsum
tulang. Sel-sel ini mulai menjalani diferensiasinya mjd sel T. Timus menghasilkan beberapa
faktor pertumbuhan protein yg merangsang proliferasi dan diferensiasi limfosit T.

Limfonodus: Organ bersimpai berbentuk bulat / mirip


ginjal, terdiri dari jaringan limfoid. Tersebar diseluruh
tubuh disepanjang jalannya pembuluh limfe. Nodus
ditemukan di ketiak dan di lipat paha, sepanjang
pembuluh-pembuluh besar di leher dan dalam jumlah besar
toraks dan abdomen terutama dalam mesenterium.
Limfonodus memiliki sisi konveks (cembung) dan konkaf
(cekung) yang disebut hilus tempat arteri dan saraf
masuk dan vena keluar dari organ.

di

Korteks luar:
Dibentuk oleh jar.limfoid yang terdiri dari satu jar. sel retikular dan serat
retikular yang dipenuhi oleh limfosit B
Di dalam jar.limfoid korteks terdapat struktur berbentuk sferis yang disebut
nodulus limfatikus
Terdapat sinus subkapsularis, yang dibentuk oleh suatu jar.ikat longgar dari
makrofag, sel retikular dan serat retikular
o Korteks dalam:
Merupakan kelanjutan korteks luar, mengandung beberapa nodulus
Mengandung banyak limfosit T
o Medulla:
Terdiri dari korda medularis yg merupakan perluasan korteks dalam
Banyak mengandung Limfosit B dan beberapa sel plasma
Korda medularis dipisahkan oleh struktur seperti kapiler yg berdilatasi sinus
limfoid medularis yang mengandung cairan limfe
Lien: Merupakan tempat destruksi bagi banyak sel darah merah. Merupakan tempat pembentukan
limfosit yang masuk ke dalam darah. Limpa bereaksi segera terhadap antigen yang terbawa darah
o

dan merupakan organ pembentuk antibodi penting. Dibungkus oleh simpai jaingan ikat padat
yang menjulurkan trabekula yang membagi parenkim atau pulpa limpa menjadi kompartemen
tidak sempurna. Pulpa limpa tidak mempunyai pembuluh limfe. Limpa dibentuk oleh jalinan
kerja jaringan retikular yang mengandung sel limfoid, makrofag dan sel-sel antigen-presenting.
Tidak memperlihatkan adanya daerah korteks dan medula yang jelas. Kapsul pada limpa lebih
tebal dibanding pada limfonodus.
Tonsil:
o Tonsil Palatine:
Terletak pada dinding lateral faring bagian oral
Permukaan tonsila palatina dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk yang juga melapisi bagian mulut lainnya
Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi epitel (epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk) yang menyusup ke dalam parenkim membentuk kriptus yang
mengandung sel-sel epitel yg terlepas, limfosit hidup dan mati, dan bakteri
dalam lumennya
Yang memisahkan jar.limfoid dari organ-organ berdekatan adalah satu lapis
jaringan ikat padat yamgg disebut simpai tonsila yg biasanya bekerja sebagai
sawar terhadap penyebaran infeksi tonsila
Di bawah tonsila palatina terdapat jar.ikat padat yang membentuk kapsul. Dari
kapsul terbentuk trabekula dengan pembuluh darah, dibawah kapsul terdapat
serat otot rangka.

2.

Tonsila Lingualis:
Lebih kecil dan lebih banyak
Terletak pada pangkal lidah
Ditutupi epitel berlapis gepeng
Masing-masing
mempunyai
sebuah
kriptus
Tosila Faringea:
Merupakan tonsila tunggal
yang terletak dibagian supero-posterior faring.
Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
Terdiri dari lipatan-lipatan mukosa dengan jar.
Limfoid difus dan nodulus limfatikus
Tidak memiliki kriptus
Simpai lebih tipis dari T. Palatina.

Memahami dan Menjelaskan Sistem Imun Tubuh

2.1 Definisi
Sistem perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan
organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam

tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini
juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem Imun bisa juga diartikan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba
2.2 Klasifikasi

Sistem
Imun
Non-Spesifik
Fisik

-Kulit
-Selaput
lendir
-Silia
-Batuk
-Bersin

Larut
Biokimia:
-Lisozim
Sekresisebase
us
-Asam
lambung
-Laktoferin
-Asam
neuraminik

Spesifik
Selula
r
-Fagosit:
> Mononuklear
>Polimorfonukle
ar
-Sel NK
-Basofil
-Eosinofil
-SD

Humor
al

Selula
r

Sel B
-IgG
-IgA
-IgM
-IgE
-IgD
Sitokin

Sel T
-Th1
-Th2
-Th17
-Treg
-Tdth
-CTL/Tc
-NKT

Humoral:
Kompleme
n
-APP
-Mediator
asal lipid
-Stitokin
2.3 Mekanisme
I.
Sistem Imun Non-Spesifik
Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi
sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi
tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut dalam mengahadapi serangan berbagai
mikroba dan dapat memberikan respons langsung.
A. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan
terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang
utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak menyebabkan risiko infeksi
meningkat. Tekanan oksigen yang tinggi di paru bagian atas membantu hidup kuman obligat
aerob seperti tuberkulosis
B. Biokimia
Beberapa mikroba dapat masuk melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam
keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek
denaturasi terhadap protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi

melalui kulit. Lizosim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh
terhadap berbagai kuman positif-Gram peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga
mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat anti bakterial terhadap
E.koli dan stafilokok. Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding sel
mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta
komplemen yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus
membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroba. pH yang
rendah dalam vagina, spermin dalam semen dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri
positif-Gram. Pembilasan oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen. Laktoferin dan
transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa
jenis mikroba seperti pseudomonas.
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim dan antibodi) dan telinga berperan dalam
pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang
selanjutnya dikueluarkan oleh gerakan silia. Polusi, asap rokok, alkohol dapat merusak
mekanisme tersebut sehingga memudahkankan terjadinya infeksi oportunistik.
C. Humoral
Sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut terntu
diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain adalah
peptida antimkroba seperti defensin, katelisidin dan IFN dengan efek antiviral.
1) Komplemen: Komplemen merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yang berperan
dalam pertahanan penjamu, baik dalam sistem imun nonspesifik maupun sistem imn spesifik.
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi,
oposonisasi dan kerusakan (lisis) membran patogen.
Komplemen juga dapat berperan dalam sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat
diaktifkan kompleks imun.
Aktivasi komplemenmerupakan usaha tubuh untuk menghancurkan antigen asing, namun
sering pula menimbulkan kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri. Komplemen
sangat sensitif terhadap sinyal kecil.
- Mediator yang dilepas komplemen
- Aktivasi komplemen
- Reseptor komplemen
- Fungsi biologis komplemen
- Regulator inhibitor komplemen
- Defisiensi komplemen
2) Protein fase akut: Selama fase ini, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein dalam
serum yang disebut APP. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga
APRP yang berperan dalam pertahanan dini. APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari
tempat cedera atau infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sistesis APRP.
a. C-Reactive Protein
CRP yang meruapaka salah satu PFA, termasuk golngan protein yang kadarnya dalam
darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai
opsonin, CRP mengikat bergbagai mikroorganisme, protein C pneumokok yang
membentuk kompleks dan mengaktifkan komplemen jalur klasik.
b. Lektin
Lektin berperan sebagai opsonin, mengaktifkan komplemen.
c. Protein fase akut lain
Protein fase akut yang lain adalah 1-antitripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9,
faktor B dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endapan darah akibat
infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP.
3) Mediator asal fosfolipid: Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR.
Keduanya meningkatkan responsinflamasi melalui peningkatan permeabilitas vaskular dan
vasodilatasi.
4) Sitokin IL-1, IL-6, TNF-

II.

Selama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan sel lain untuk
memproduksi dan melepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan irogen endogen,
TNF- dan IL-6.
5) Pertahanan selular: Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun
nonspesifik selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau
jaringan.
Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik.
Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua
kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan.
A. Humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah linfosit B atau sel B. Sel B
dirangsangoleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel
plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum.
B. Selular
Limfosit T atau sel T berperan dalam sistem imun spesifik selular. Berbeda dengan sel B, sel T
terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlaian yaitu sel CD4 + (Th1, Th2), CD8+ atau
CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya
mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan sel terinfeksi.
Komponen Sistem Imun
Limfosit T dan B merupakan satu-satunya komponen sistem imun yang mempunyai
kemampuan pengenalan antigen spesifik, yaitu dengan menimbulkan imunitas adaptif. Sel NK
adalah limfosit yang berasal dari sel induk hematopoetik. Sel NK diduga mempunyai peran
pertahanan hospes terhadap infeksi virus, pada pengawasan tumor, dan pada pengaturan imun.
Manusia memiliki dua jenis yaitu Limfosit B (sel B) dan Limfosit T (sel T). Limfosit
mengalir di darah dan limfa, khususnya sistem limfatik. Sistem limfatik terdir dari limfa, nodus
limfa, timus dan jaringan limfa lainnya. Limfosit sendiri merenspons mikroba atau molekul asing
tertentu yang dinamakan antigen. Antigen meliputi molekul yang dimiliki virus, bakteri, fungi,
protozoa dan cacing parasit. Antigen ditemukan di permukaan zat asing.
Antigen menimbulkan respons kekebalan dengan cara mengaktifkan sel B untuk
mensekresi protein yang disebut dengan antibodi. Antigen memiliki bermacam-macam bentuk
molekuler yang merangsang sel B untuk mensekresi antibodi yang berinteraksi dengan antigen
tersebut. Sel B dan sel T dapat mengenali antigen yang spesifik karena memiliki reseptor antigen
yang terletak di membran plasma. Reseptor antigen pada sel B mrupakan antibodi membran
sedangkan pada sel T disebut juga reseptor sel T. Reseptor sel T berikatan dengan antibodi
membran dan mengenali antigen tersebut.
Limfosit yang mengandung reseptor untuk mengenali antigen. Setelah antigen terdeteksi,
maka limfosit akan membelah dan berdiferensiasi serta membentuk 2 klon yaitu sel efektor dan sel
memori. Pengklon sel ini disebut dengan seleksi klonal.
Setiap antigen berikatan dengan reseptor secara selektif dengan mengaktifkan sel limfosit
di tubuh kemudian jumlah sel yang terseleksi akan menghasilkan ribuan sel yang bersifat spesifik
untuk menghancurkan antigen tersebut. Kejadian ini dinamakan respons kekebalan. Respons
kekbalan terbagi menjadi dua, yaitu respons kekebalan primer dan respons kekebalan skunder.
Respons kekebalan primer ketika limfosit memerlukan 10-17 hari untuk menyeleksi
limfosit dan memberikan respons terhadap antigen. Sel B dan sel T yang terseleksi akan
membangkitkan sel efektor yang menghasilkan antibodi, antibodi ini dinamakan sel plasma dan
sel efektor T. Sel efektor akan berkembang, respons yang diterima seseorang yaitu sakit. Lalu
gejala tersebut hilang ketikan antibodi membersihkan antigen tersebut. Jika individu terserang

antigen yang sama, maka respons yang akan terjadi lebih cepat sekitar 2-7 hari. Respons ini
dinamakan respons kekebalan sekunder.
Jika antigen yang diterima lebih banyak, maka antibodi yang akan dihasilkan dalam
respons skunder memiliki afinitas yang lebih besar terhadap antigen. Kemampuan sistem
kekebalan dalam sekunder disebut juga memori imunologis. Sel memori disiapkan untuk
berpoliferasi atau memperbanyakdiri dan berdiferensiasi ketika sel limfosit akan berkontak dengan
antigen yang sama.
Limfosit berasal dari sel induk pluripoten di sumsum tulang. Semua limfosit itu sama lalu
akan berkembang menjadi sel B dan sel T tergantung lokasi proses pematangannya. Limfosit yang
bermigrasi dari sumsum tulang belakang menju Timus akan menjadi sel T, sedangkan limfosit
yang tetap berada di sumsum tulang akan menjadi sel B.
Limfosit tidak akan bereaksi terhadap antigen tetapi sel T berinteraksi dengan molekul.
Molekul ini merpakan glikoprotein yang berikatan pada permukaan sel yang dinamakan MHC
(Major Hsitocompability Complex). Glikoprotein MHc disebut juga HMA (Human Leukocyte
Antigen). MHC terdiri dari MHC kelas I dan MHC kelas II. MHC kelas I ditemukan di semua sel
tubuh yang bernukleus. MHC kelas II terletak di makrofaga; sel B; sel T yang dikatifkan dan sel
yang menyusun bagian inferior timus. Tugas moleku MHC yaitu mengikatkan antigen. Masingmasing molekul MHC mengikatkan fragmen antigen protein dalam lekukan yang berbentuk
ayunan dan mengikatkannya pada sel T.
Sel T terdiri dari 2 jenis yaitu sel T sitotoksik dan sel T helper. Sel T sittotoksik memiliki reseptor antigen yang
berikatan dengan fragmen antigen yang mengandung MHC kelas I terletak pada sel sel tubuh bernukleus. Sel T
helper memiliki reseptor yang berikatan dengan fragmen antigen yang mengandung MHC kelas II . Sel T yang
berkembang di dalam timus yang memiliki reseptor afinitasnya menjadi sel T sitotoksik. Sel T yang mempunyai
reseptor afinitas terhadap MHC kelas II menjadi sel Helper. Respons kekebalan limfosit B dan T memiliki ciri khas
yakni spesifitas, keanekaragaman, memori dan mampu membedakan diri sendiri dan bukan diri sendiri.
3.

Memahami dan Menjelaskan Antibodi

3.1 Definisi
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang menginduksi
sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja seperti agglutinin,
bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan
dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya
menjadi Ab. (Dorlan).

3.2 Fungsi
Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya ke sistem efektor pemusnahan.
3.3 Klasifikasi
IgG (Imuno globulin G)
Merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia
memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar dalam
tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran
darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka mempunyai efek
kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus,
serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun. Selain itu, IgG mampu menyelip di antara
sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan
kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta
ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika antibodi tidak diciptakan dengan

karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam
rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum
lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.
IgA (Imuno globulin A)
Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah,
kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut
berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media
lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh
yang paling mungkin dimasuki mikroba.
Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang ditempatkan
untuk melindungi daerah kritis. Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat
dalam kandungan. Setelah kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap
melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak
terdapat dalam organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI
akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga
akan hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur
beberapa minggu.
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme
tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh
untuk melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan
enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM
janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui
dari kadar IgM dalam darah.
IgD (Imuno globulin D)
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu
untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka
membantu sel T menangkap antigen.
IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk
memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang
sedang mengalami alergi. (Yahya, Harun. 2005)

3.4 Struktur
Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai polipeptida,
terdiri dari 2 rantai berat (heavy chain=H) dan 2 rantai ringan(light chain =L) yang tersusun secara
simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfide(Interchain disulfide bods). Molekul IgG
dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3 fragmen. Dua fragmen ternyata identik dan dapat mengikat
antigen membentuk kompleks yang larut yang menunjukkan bahwa fragmen itu univalent atau mempunyai
valensi satu. Frakmen ini disebut Fab (fragment antigen binding). Fragmen yang ketiga tidak dapat
mengikat antigen dan karenanya dapat membentuk kristal disebut Fc(fragment crystallizable). Pepsin,
suatu enzim proteolitik lain, dapat memecah IgG pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar
yang masih dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat divalen (bervalensi dua), dan disebut
F(ab)2. Analisis asam amino menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terminal-N dari rantai L maupun
rantai H selalu menjadi variabel sehingga urutan asam amino yang ditemukan tidak konstan, disebut
disebut bagian variabel. Sisa dari rantai ternyata menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut
konstan. Bagian variabel dan rantai-L dan rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab menentukan sifat
khas dari antibodi itu. Oleh karena setiap molekul immunoglobulin mempunyai 2 Fab, maka struktur dasar
dari immunoglobulin dapat mengikat 2 determinan antigen.
Rantai- L (light chain). Dari hasil pemeriksaan protein Bence-Jones dalam air kemih penderita
myeloma, ditemukan 2 macam rantai-L, yang disebut rantai-(kappa) dan rantai- (lambda). Pada setiap
orang sehat dapat ditemukan kedua macam rantai-L itu dengan perbandingan rantai- 65% dan rantai-
35%, atau ratio : adalah 2:1.

Rantai- H. Imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelas, dan ternyata perbedaannya antara lain terletak
pada rantai-H. Maka tiap klas immunoglobulin mempunyai rantai-H tertentu, tetapi semua klas
immunoglobulin mempunyai rantai- atau (di dalam satu molekul selalu hanya satu macam saja).
o Rantai-H dari IgG disebut juga rantai- (gama)
o Rantai-H dari IgA disebut rantai- (alpha)
o Rantai-H dari IgM disebut rantai- (mu)
o Rantai-H dari IgD disebut rantai- (delta)
o Rantai-H dari IgE disebut rantai- (epsilon)
Bagian variabel dari molekul immunoglobulin menentukan sifatnya yang khas terhadap antigen. Bagian yang
konstan sama sekali tidak berpengaruh langsung terhadap antigen, tetepi kemungkinan besar bagian Fc dari
imunoglobulin menentukan aktifitas biologis dari antibodi itu, misalnya Fc dari IgG memungkinkan molekul itu
menembus jaringan plasenta dan Fc dari IgA ikut menentukan sifat dari molekul itu dikeluarkan pada secret. Selain
fungsi biologis di atas, bagian Fc juga meningkatkan aktivitas tertentu setelah antibody bergabung dengan antigen,
misalnya kemampuan mengikat zat yang disebut komplemen, perlekatan dengan sel macrofag atau menyababkan
degranulasi mast cell. Fungsi biologis dari bagian Fc pada berbagai jenis immunoglobulin berbeda satu sama lain,
tergantung dari struktur primer molekul itu dan mungkin memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi itu
menjadi aktif.
4.

Memahami dan Menjelaskan Antigen

4.1 Definisi
Berbagai patogen seperti bakteri, virus, jamur atau parasit mengandung berbagai bahan. Secara
spesifik imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau keduanya. Antigen adalah
bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang oleh imunogen spesifik seperti
antibodi atau TCR. Antigen lengkap adalah antigen yang menginduksi baik respons imun maupun bereaksi
dengan produknya. Yang disebut antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri mengingduksi
despons imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen
melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.
Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Contoh hapten adalah
dinitrofenol, berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya
dikenal o0leh sel B, sedangkan protein pembawa oleh sel T. Hapten membentuk epitop pada protein
pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi. Molekul pembawa sering
digabung dengan hapten dalam usaha memperbaiki imunisasi. Respons sel B terhadap hapten memerlukan
protein pembawa untuk dapat dipresentasikan ke sel Th.
4.2 Klasifikasi
Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifisitas, ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi:
1) Pembagian antigen menurut epitop
Unideterminan, univalen
Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul. Contoh: Hapten
Unideterminan, multivalen
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada
satu molekul. Contoh: Polisakarida
Multideterminan, univalen
Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya saty dari setiap macamnya
(kebanyakan protein). Contoh: Protein
Multideterminan, multivalen

10

Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul (antigen
dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi)/ contoh: Kimia
kompleks
2) Pembagian antigen menurut spesifisitas
Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu
Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3) Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
T dependen, yang memerlukan pengenalam oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan
ini.
T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk
antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dipecah
didalam tubuh secara perlahan-lahan misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan
dan flagelin polimerik bakteri
4) Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian
permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun terutama
pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respons imun yang ditimbulkan golongan dara
ABO, sifat antigen dan spesifitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel
dara merah
Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein
pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid
Asam nukleat
Asam nukelat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein
molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons
imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan LES
Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan dan univalen
4.3 Struktur
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur tersier.
Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang besar.Tetapi molekul kecil
dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat bersifat imunogen dengan
membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan protein inang (carrier).
Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam DNP-L-lisin
yang memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam homolog primer. Kopolimer
dari dua asam amino bersifat imunogenik untuk beberapa spesies, yang mana polimer dari tiga
atau empat asam amino yang merupakan syarat yang penting untuk spesies lain. Lokasi dari
struktur dalam determinan juga sangat penting.
Rigiditas
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya non
imunogenik.Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut ke gelatin.
Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang penting yang dapat
dimasukkan oleh molekul besar.
Struktur tersier

11

Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi kespesifikan dari respon suatu antibody.
Produksi antibody rantai A dari insulin tidak bereaksi dengan molekul alami. Reduksi dan reoksidasi dari
ribonuklease di bawah kondisi kontrol diproduksi dari campuran molekul protein yang berbeda hanya dalam struktur
tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur tersier dari imunogen akan dihancurkan.

5. Memahami Vaksinasi & Imunisasi


5.1 Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terkena antigen serupa, tidak akan terjadi penyakit. (Ranuh, 2008,p.10). Kemudian menurut
Kamus Kedokteran Dorland, hanya berarti untuk menyuntikkan "suspensi mikroorganisme dilemahkan atau
dibunuh, diberikan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit menular.
1) Imunisasi Pasif
A. Imunisasi pasif alamiah: Imunisasi pasif, terjadi bila seseorang menerima antibodi atau
produk sel dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif. Imunitas pasif dapat
diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin gama homolog yang dikumpulkan.
i. Imunitas maternal melalui plasenta, antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi
pasif kepada janin. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan memberikan proteksi
pasif kepada janin dan bayi.
ii. Imunitas maternal melalui kolostrum (ASI pertama segera setelah melahirkan).
Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum.
Antibodi terhadap mikroorganisme yang menempati usus ibu dapat ditemukan
dalam kolostrum sehingga selanjutnya bayi memperoleh proteksi terhadap
mikroorganisme yang masuk saluran cerna.
B. Imunisasi pasif buatan:
i. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human Normal Immunoglobulin):
ISG digunakan untuk imunisasi pasif terhadap berbagai penyakit atau
untuk perawatan penderita imunokompromais dan pada keadaan tertentu.
ISG diberikan kepada penderita purpura TIP. Dosis tinggi IgG diperlukan
untuk dapat mencegah reseptor Fc pada fagosit, terjadinya fagositosis dan
rusaknya trombosit akibat ADCC.
ii. Immune Serum Globulin spesifik
Plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi atau
booster atau konvaselen dari suatu penyakit.
Hepatitis B immune Globulin:
ISG Hepatitis A
ISG Campak
Human Rabies Immune Globulin
Human Varicella-Zoster Immnue Globulin
Antisera terhadap virus Sitomegalo
iii. Serum asal hewan: Serum asal hewan seperti anti bisa ular tertentu, laba-laba,
kalajengking yang beracun digunakan untuk mengobati mereka yang digigit.
Bahayanya ialah penyakit serum.
iv. Antibodi heterolog versus antibodi homolog: antibodi heterolog asal kuda dapat
menimbulkan sedikitnya 2 jeni hipersensivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III
(penyakit serum atau kompleks imun)

12

v. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian globulin serum: Biasanya preparat
globulin diberikan IM mengingat pemberian IV dapat menimbulkan reaksi
anafilaksis. Preparat baru adalah aman untuk pemberian IV. Keunikan
kontraindikasi pemberian Immunoglobulin yaitu pada defisiensi IgA kongenital.
2) Imunisasi aktif: untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau yang
dimatikan. Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba
sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respons imun di tempat infeksi alamiah.
Risiko vaksin yang dilemahkan ialah oleh karena dapat menjadi virulen kembali dan merupakan hal
yang berbahaya untuk subyek imunokompromais.
A. Respons primer dan sekunder
Respons primer ditandai dengan lag phase yang diperluka sel naif untuk menjalani seleksi
klon, ekspansi klon dan diferensiasi menjadi sel memori dan sel plasma. Kemampuan untuk
memberikan respons humoral sekunder tergantung dari adanya sel B memori dan sel T
memori. Aktivasi kedua sel memori menimbulkan respons antibodi sekunder yang dapat
dibedakan dari respons primer.
Perbedaan respons imun di berbagai bagian tubuh: ada perbedaan kadar antibodi dalam intra dan ekstra-vaskuler.
sIgA diproduksi setempat di lamina propria di bawah membran mukosa saluran napas dan cerna yang sering
merupakan tempat kuman masuk. sIgA merupakan Ig utama dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal, saluran
kemih, saliva, kolostrum dan empedu. sIgA memberikan keuntungan dan dapat mencegah virus di tempat virus
masuk tubuh, sintesis antibodi sekretori lokal terbatas pada lokasi-lokasi anatomis tertentu yang dirangsang
langsung melalui kontak dengan antigen.
5.2 Vaksinasi
Suspensi mikroorganisme (bakteri, virus atau riketsia) yang dilemahkan atau dimatikan, atau
suspensi protein antigentik yang berasal dari mikroorganisme tersebut, yang diberikan untuk mencegah,
meringakan, atau mengobati penyakit menular (Dorland). Vaksinasi merupaka imunisasi aktif karena
memasukkan antigen agar terbentuk antibodi spesifik atau sel limfosit T dalam tubuh.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dalam pejamu,
dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada infeksi
alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal patogen seperti toksoid
yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
Klasifikasi vaksin
Hidup diatenuasikan

Mati diinaktifkan

Patogen

Komponen

Bakteri

Virus

Rekayasa

Seluruh
Agens

Toksoid

Subunit dimurnikan

Rekaya
subunit

Rekombinan

13

BCG

Adeno
Campak
Mumps
Polio
Rubella
Yellow
fever

Influenza
(intranasal)
Kolera
Virus Rota
Tifoid
(Ty21-oral)

Antraks
Kolera USP
(parenteral)
Kolera
WC/rBS
(oral)
Hepatitis A
Hepatitis B
(asal
plasma)
Influenza
(seluruh
virus)
Pes
Polio (IPV)
Rabies
Tifoid
(parenteral)

Difteri
Tetanus

Petusis (aselular)
Hib (polisakarida)
Kolera
EC/rBS
(oral)
Influenza (vaksin
slit)
Menigokok
(polisakarida)
Pneumokok
(polisakarida)
Tifoid
Vi
(polisakarida)

Hib konjugat
Pneumokok
konjugat
Meningokok
konjugat

Hepatitis B
(antigen
permukaan)
Penyakit
lyme (OspA)

Jenis-jenis vaksin
1) BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1
kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya
diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1
tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak
50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita
infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu
dengan meninggalkan jaringan parut.
ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan
yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan
abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
2) DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal.

14

Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama
beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat
bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti
pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari
7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot
lengan atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3
bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak
mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td
pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan
perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak
yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami
kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa
ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik
atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri,
kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan
menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri
di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerakgerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan

3) DT

memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri
dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak
perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan
tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin
disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam inggi. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

4) TT

Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif)
maupun pengobatan penyakit tetanus.

15

5) Polio

Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan
berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5
mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu
berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri
otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa
menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1
jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang
dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV,
kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1
mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer,
sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi
sampai pada tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu
dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV.
Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian
IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya
diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS,
infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan
kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau
obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit
ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar
pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya
berlangsung hanya selama beberapa hari.

6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek).
Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur

16


7) MMR

v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin


vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan
gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman
dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak
juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah
yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan
menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua
kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi
pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman
(rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening
leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa
menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara
autisme dengan pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada
keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang
berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin
tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan
kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur
11-13 tahun (sebelum masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau
lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali
suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki
kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa
kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan
perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan
kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh
suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul
ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan
MMR. Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 515% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam
waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek
samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan
dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2
minggu setelah menerima suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam
kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah
menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat
suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari,
timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya
ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada
25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi
ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang- timbul).

17

iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan
terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa
yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini.
Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR,
anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang
(misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah
suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang
ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa
menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya
tidak diberikan kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma
maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati
imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

8) Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme
ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa
menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6
bulan.

9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan
ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk
keropeng yang akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk
menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum
berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13
tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah
menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat
ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat
serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya
meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih
serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang
yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya
biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya
menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih
cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun,
mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan

18

10) HBV

ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan,
kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini
bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan
dilakukan dan sangat jarang terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui
ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau
yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin
karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau
gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan
immunoglobulin.
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi
hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif,
bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali
dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5
bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah
suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa
kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan
kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12
jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga
diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk
menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi
berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya
ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam
beberapa hari.

11) Pneumokokus Konjugata


Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering
menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih
serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anakanak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.
6.

Memahami dan menjelaskan Vaksinasi menurut pandangan islam

Menggunakan vaksin untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit adalah sah, karena itu adalah
sarana untuk menangkal sesuatu yang penyaki menimpa seseorang. Ini adalah tugas umat islam untuk

19

melakukan yang erbaik untuk menangkal bahaya dari segala jenis, baik sebelum aau sesudah terpaparnya
penyakit. Berikut adalah konsep imunisasi dalam pandangan islam : (htp://www.islamopedia.online.org)
1.

Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang memaksimalkan pembangunan dan
pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.

2.

Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang meminimalkan dan menghilangkan zat
yang bersifat menurunkan kerja sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.

3.

Menjauhkan dan menghentikan asupan nutrisi yang bersifat menurunkan pembangunan dan pemeliharaan
sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.

4.

Tidak memberikan vaksinasi yang mengandung Toksin/Racun bahan berbahaya yang menjadi ancaman
kesehatan manusia.
a. Kimiawi Sintetis
b. Logam Berat (Heavy Metal)
c. Hasil Metaboit parsial
d. Toksin Bakteri
e. Komponen dinding sel

5.

Tidak memberikan vaksinasi dan obat-obatan yang mengandung bahan yang haram secara syariat.
a.
b.
c.
d.

Alkohol dan turunannya, yang bersifat seperti alkohol, yaitu yang apabila dikonsumsi secara banyak
akan memabukkan.
Tidak mengandung Darah, daging Babi, dan hewan yang ketika disembelih tidak menyebutkan nama
Allah.
Tidak daging yang diharamkan menurut syariat, contoh: Binatang Buas, Bertaring, bangkai dll.
Tidak dikembangbiakkan di dalam darah hewan apapun, daging babi, dan di dalam makhluk hidup
yang diharamkan menurut syariat.

6.

Membiasakan untuk mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat membangun sistem kekebalan
tubuh manusia.

7.

Membiasakan untuk tidak mengkonsumsi menu makanan sehari-hari yang bersifat menururnkan sistem
kekebalan tubuh manusia. (Diambil dari www imunisasi halal.com)
http://www.halalmui.or.id/?module=article&sub=article&act=view&id=42
http://halalsehat.com/index.php/Jamu-Halal/Kehalalan-Vaksin.html
Banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahan-bahan yang diharamkan. Seorang pakar dari Amerika

mengatakan bahwa vaksin polio dibuat dari campuran ginjal kera, sel kanker manusia, serta cairan tubuh hewan
tertentu termasuk serum dari sapi, bayi kuda, dan ekstrak mentah lambung babi. Selain itu, beberapa vaksin juga
diperoleh dari aborsi janin manusia yang sengaja digugurkan. Vaksin untuk cacar air, Hepatitis A, dan MMR
diperoleh dengan menggunakan fetall cell line yang diaborsi, MRC-5, dan WI-38. Vaksin yang mengandung
MRC-5 dan WI-38 adalah beberapa vaksin yang mengandung cell line diploid manusia.
Penggunaan janin bayi yang sengaja digugurkan ini bukan merupakan suatu hal yang dirahasiakan pada
publik. Sel line yang biasa digunakan untuk keperluan vaksin biasanya diambil dari bagian paru-paru, kulit,
otot, ginjal, hati, thyroid, thymus, dan hati yang diperoleh dari aborsi terpisah. Penamaan isolat biasanya

20

dikaitkan dengan sumber yang diperoleh misalnya WI-38 adalah isolat yang diperoleh dari paru-paru bayi
perempuan berumur 3 bulan.
Usul Fiqh
Ada kaidah usul fiqh yang mengatakan bahwa mencegah kemudharatan lebih didahulukan daripada
mengambil manfaatnya. Demikian alasan yang dijadikan dasar hukum pengambilan keputusan terhadap
kehalalan vaksin polio sekalipun diketahui bahwa vaksin tersebut disediakan dari bahan yang tidak
diperkenankan dalam Islam dan dalam keadaan yang darurat.
Namun ada juga pendapat yang mengatakan, media yang digunakan haruslah yang halal, tidak boleh yang
haram. Ketika seorang thabib bertanya tentang hukum menggunakan kodok sebagai obat, Nabi melarang
membunuhnya. Menggunakan khamar yang dibuat dari perasan anggur sebagai obat, Nabi pun berfatwa bahwa
khamar bukanlah obat melainkan penyakit. Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk
penjagaan diri dari penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa
yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir (HR. Bukhari :
5768, Muslim : 4702).

Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya mengambil sebab untuk membentengi diri
dari penyakit sebelum terjadi.Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya
boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.Q.S. Al-Hujuraat 49 : 6

21

Anda mungkin juga menyukai