Menurut Muhsinatun, dkk (2002: 91) oleh karena adanya faktor keterbatasan,
penyebaran tidak merata dan sifat dari sumber alam itu, maka cara penggunaan
sumber alam itu hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Selektif, artinya penggunaan sumber alam itu dipilih dan diusahakan benar-benar
untuk kepentingan hidupnya.
Dihindarkan pemborosan, artinya diperhitungkan efisiensi dalam penggunaanya,
agar terpelihara kelestarian sumber alamnya.
Diusahakan kegiatan pembaharuan-pembaharuan bagi sumber alam biotic dalam
rangka pengawetan.
Mengusahakan agar tidak terjadi pencemaran dari sumber-sumber alam supaya
dapat digunakan untuk kesejahteraan hidup manusia.
Menggunakan teknologi tepat guna dalam menggali dan mengolah sehingga
memungkinkan terpeliharanya kelestarian sumber alam.
Bagi Indonesia telah maju selangkah sebab di samping telah diangkatnya seorang
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, juga telah lahir UndangUndang No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
D. Pengelolaan Sumberdaya Alam
Sumber Daya Alam (SDA) meliputi tiga golongan yaitu SDA yang tidak pernah
habis (Perpetual Resources), SDA yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable
Resources), dan SDA yang dapat diperbaharui (Renewable Resources). SDA
yang perpetual merupakan bonus dari Yang Maha Kuasa, sehingga digunakan atau
tidak sumber ini tetap ajeg eksistensinya. SDA yang tidak dapat diperbaharui
memerlukan konservasi yang cermat dari awal penggunaanya. SDA yang dapat
diperbaharui (SDA hayati) pun juga harus cermat konservasinya, karena jika tingkat
eksploitasi melebihi kecepatan regenerasinya, SDA ini pun akan habis. Dalam
Agenda 21 SDA hayati menjadi pusat perhatian dalam pengelolaanya.
Pengelolaan SDA hayati meliputi tiga sub agenda yaitu: a) konservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity), b) pengembangan bioteknologi, c)
pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan. Penanganan ketiga aspek tersebut
secara terpadu diarahkan pada upaya pelestarian dan perlindungan biologi pada
tingkat genetic, spesies, dan ekosistem, serta menjamin kekayaan alam, binatang,
dan tumbuhan bukan hanya di Indonesia, melainkan untuk kepentingan dunia.
Pengelolaan lingkungan yang demikian memerlukan perencanaan keruanagan
terpadu. Oleh karena itu ketersediaan data tentang potensi-potensi sumber daya
alam dalam sistem informasi yang mudah diakses, mutlak diperlukan.
Kemakmuran ialah suatu suasana umum dimana setiap orang banyak bekerja
dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan kemampuan yang ada padanya
terjamin akan rumah, sandang dan papannya yang layak buat dirinya sendiri dan
keluarganya, istilah layak disini menunjukkan perbedaan taraf yang dinilai pantas
untuk orang-orang dari berbagai golongan ataupun lapisan-lapisan social yang
berbeda satu sama lain ( Mubarok Jaih, 2007: 67)
Adanya lapisan-lapisan social yang kedudukan-kedukan yang berbeda-beda
tingkatannya dalam masyarakat, maka diakui pula adanya anggapan umum bahwa
ukuran kemakmuran bagi tiap-tiap golongan atau lapisan di dalam masyarakat
adalah berbeda-beda. Perasaan makmur pada seseorang dapat diatasi melalui dua
cara yaitu:
Keadaan materi atau social ditingkatkan sesuai dengan keinginan-keinginan.
Keinginan-keinginan diturunkan sesuai dengan keadaan materi atau social yang
dimiliki.
Apabila dibandingkan kedua pandangan diatas yang pertama bersifat eksak, atau
bisa disebut absolute, sedangakan untuk pandangan yang kedua lebih bersifat
sebab akibat karena adanya faktor-faktor keinginan yang ada pada pokoknya.
Disamping itu tingkat kemakmuran suatu masyarakat ditentukan oleh standar nilai
dan norma-norma yang berlaku di masyarakat tertentu. Demikian pula tingkat
kemakmuran banyak dipengaruhi oleh keadaan faktor-faktor demografis seperti
fertilitas, moralitas, perkawinan, migrasi dan mobilitas social.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan PT Freeport di Indonesia
Segera setelah kontrak karya pertama disahkan pemerintah Indonesia, Freeport
segera membangun infrastruktur pertambangan. Kebijakan kontrak karya
didasarkan pada ayat 3 Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan,
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bersumber dari
amanat Undang-Undang Dasar 1945 itulah semua peraturan tentang pertambangan
diderivikasi. Akan tetapi, yang harus diperjelas adalah kata menguasai yang tidak
identik dengan kata memiliki. Dalam sebuah diskusi di Sekretariat Negara sekitar
sepuluh tahun yang lalu, pemerintah bertekad untuk mengurangi kesan
kepemilikan. Pada saat itu, yang mencuat adalah penguasaan demi kepentingan
peraknya. Karena, dari satu ton bijih tembaga akan diperoleh sekitar 13 kg
konsentrat tembaga, 1,47 gram emas, dan 4,04 gram perak.
Pada Agustus 1995, Kuntoro Mangunsubroto, Dirjen Pertambangan Umum
Deptamben, mengatakan bahwa kandungan emas Freeport yang besar itu bisa
dimanfaatkan untuk memasok pasar emas domestik. Menurutnya, emas produksi
Freeport di wilayah penambangan Papua pada 1993 saja telah mencapai 20
juta ounces. Jadi, dengan cadangan yang begitu besar yang kemudian dilanjutkan
dengan KK II, jumlah produksi emas Freeport masih sangat mungkin untuk
ditingkatkan. Dengan demikian program produksi emas nasional dapat ditingkatkan
dari 45 juta ounces pada tahun 1995 menjadi 8090 jutaounces dalam tempo tiga
sampai empat tahun mendatang. Dari program produksi sebanyak itu, kontribusi
terbesar diharapkan datang dari Freeport.
Namun, pada kenyataannya produksi emas Freeport tidak ditujukan untuk pasar
domestik, tetapi ke pasar internasional yang lebih menguntungkan. Hasil
pengamatan Tempo pada 1993, dari hasil ikutan emas saja, Freeport mendapatkan
sekitar 1015 gram emas per ton konsentrat. Jadi, pada 1992, emas yang diperoleh
Freeport diperkirakan berkisar antara 4.206 sampai 6.300 kilogram. Emas itu
kemudian dijual di bursa logam London (London Metal Exchange), per kilogramnya
berharga 12,7 ribu dolar AS. Sehingga, total penjualan emas yang didapat Freeport
kira-kira sebesar 53,5 juta dolar AS. Sementara, pemerintah Indonesia
mendapatkan PPN-nya saja sebesar 5,3 juta dolar AS.
Dengan demikian, dapat kita bayangkan berapa jumlah kekayaan yang akan
dikeduk Freeport dalam 30 tahun ke muka. Selama masa eksploitasi KK I yang
sudah dilewati (periode 19731991) saja, Freeport telah mengeduk laba rata-rata
1,1 miliar dolar AS. Namun, Freeport hanya menyetorkan 138 juta dolar AS ke kas
negara dalam bentuk deviden, royalti, dan pajak. Dengan kata lain, negara
mendapatkan hasil keuntungan Freeport sebesar 12,54% saja. Sementara itu,
dengan bekal kontrak karya II, areal pertambangan Freeport terus melebar hingga
ke Deep Area, DOM, dan Big Gossan. Daerah-daerah tersebut sudah siap
dieksploitasi, sedangkan daerah Kucing Liar serta Intermediate Ore Zine (IOZ)
sampai saat ini masih terus dieksplorasi.
Dari berbagai hal yang telah dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di atas dapat
diketahui bahwa pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia
sungguh tidak efektif dalam memakmurkan rakyat Indonesia. Ketidakefektifan
pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia dalam memakmurkan
rakyat Indonesia terbukti dengan penerimaan negara Indonesia dari PT Freeport
Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tambah dari pihak
asing. Penerimaan negara Indonesia atas kekayaan alam yang telah ditambang oleh
PT Freeport Indonesia hanya sekitar 10% dari penerimaan total PT Freeport
Indonesia. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa
seharusnya pengelolaan sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya
BAB IV
METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah analisis deskriptif melalui
kajian pustaka dengan memanfaatkan buku-buku sebagai sumber referensi.
B. Fokus Penulisan
Fokus utama penulisan dalam makualah ini adalah untuk mengetahui efektivitas
pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia dalam memakmurkan
rakyat Indonesia.
C. Pengambilan data
Data diambil dari buku referensi dan beberapa sumber dari internet.
D. Pengolahan Data
Melalui data-data yang diperoleh dari buku referensi dan internet, penulis mencoba
menganalisis dan mengolah data-data tersebut dengan melakukan serangkaian
diskusi.
E. Penarikan kesimpulan
Data-data yang telah didapatkan oleh penulis melalui berbagai sumber kemudian
diolah dan dianalisis sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber daya alam yaitu semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun
makhluk hidup yang dimiliki oleh suatu tempat, dan dapat dimanfaatkan atau
dipergunakan untuk memenuhi keperluan hidup manusia (Muhsinatun,dkk., 2002:
90).
Pengelolaan sumber daya alam Indonesia adalah upaya serius dan
berkesinambungan mengenai manajemen harmonisme sains, etika dan praksis
kebijakan (Bustanul, 2001: 18).
Sumber kebijakan tentang pengelolaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3),
secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya
penguasaan sumber daya alam ditangan orang ataupun seorang. Dengan kata lain
monopoli, tidak dapat dibenarkan namun fakta saat ini berlaku di dalam praktekpraktek usaha, bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam
sedikit banyak bertentangan dengan prinsip pasal 33.
Namun dalam kenyataannya, di Indonesia beberapa pengelolaan sumber daya alam
dikuasai oleh pihak asing yang berawal dari sebuah kontrak ekonomi. Dalam
pembahasan pada makalah ini adalah kontrak ekonomi antara pihak Indonesia
dengan PT Freeport yang menimbulkan pertanyaan besar apabila dikaitkan dengan
UUD 1945 pasal 33. Di dalam pasal 33 UUD 1945 pengelolaan sumber daya alam
seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dari berbagai hal yang telah dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di atas dapat
diketahui bahwa pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia
sungguh tidak efektif dalam memakmurkan rakyat Indonesia. Ketidakefektifan
pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia dalam memakmurkan
rakyat Indonesia terbukti dengan penerimaan negara Indonesia dari PT Freeport
Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tambah dari pihak
asing. Penerimaan negara Indonesia atas kekayaan alam yang telah ditambang oleh
PT Freeport Indonesia hanya sekitar 10% dari penerimaan total PT Freeport
Indonesia. Hal ini sangat bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa
seharusnya pengelolaan sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Selain karena penerimaan negara, ketidakefektifan
pengelolaan sumber daya alam oleh PT Freeport Indonesia dalam memakmurkan
DAFTAR PUSTAKA
This entry was posted on May 26, 2014. Bookmark the permalink.Leave a comment
Post navigation
MANFAAT APLIKASI KOMPUTER DALAM BERBAGAI BIDANG
Developing the Field of Social Entrepreneurship
LEAVE A REPLY
Top of Form
Bottom of Form
Top of Form
Bottom of Form
FOTO SAYA