Penyakit Kehamilan
Penyakit Kehamilan
ktiskripsi.com
ribuan posting unik menarik lucu http://unikaja.ktiskripsi.com/
pneumonia, angka mortalitas ibu cukup tinggi dan pada janii terjadi abortus atau
partus prematurus.
Pengobatan: penderita harus banyak istirahat baring, minum banyak, dar obatobat bronkodilator. Antibiotika ampisilin 200 500 mg peroral tiap 6 jam sangkaan
ada infeksi bakteri. Lakukan pengambilan sputum untuk biakan kepekaan kuman.
Kemudian pemberian antibiotika yang lebih tepat bila
3. Pneumonia
Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetri
terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu pneumonia harus segera di
dalam kehamilan, segera dirawat dan diobati secara intensif untuk m( timbulnya
kematian janin/ibu, terjadinya abortus, persalinan prematur atau ks dalam
kandungan. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri maul kimia. Untuk
keperluan diagnostik dan pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang,
antara lain:
1) foto toraks anterior posterior dan lateral;
2) pemeriksaan gas darah (darah arterial);
3) sputum diambil dan diperiksa menurut pulasan gram, dan dibiak;
4) darah diambil, juga dibiak
Pengobatan: penderita diistirahatkan dalam keadaan berbaring, diberi 02
memberikan obat-obat yang sifatnya narkotik atau menahan batuk. Diberiob
antipiretika untuk menurunkan suhu badan penderita, koreksi kelainan el, atau
gas darah bila ada, berilah antibiotika, karena sering kali pneumoni disebabkan
oleh virus atau zat kimia disertai pula oleh infeksi kuman-kt Pada pneumonia
aspirasi karena masuknya isi lambung ke dalam paru-paru sering dijumpai setelah
pemberian anestesi pada saat persalinan atau operas penanganannya adalah
sebagai berikut.
Segera dipasang tabung endotrakeal dan dilakukan pengisapan, kalaL dilakukan
bronkoskopi bila partikel yang masuk terlalu besar. Oksigen di) dan gas darah
arterial diperiksa berulang-ulang; segera dilakukan koreksi E kelainan, dan
pernapasan dibantu dengan alat ventilator. Diberi aminopilin IN mcncegah
bronkospasmus, 4 6 mg/kg dalam 15-30 menit. Berikan kortiku dosis tinggi sepera
hidrokortison 1 gram i.v. dalam 24 jam yang diberikan dalam empat kali per hari
yaitu tiap 4-6 jam. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi.
4. Asma bronkiale
Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering
dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Penderita biasanya pernah berobat ke
dokter lain. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma tidaklah
selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma,
serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Kurang dari
sepertiga penderita asma akan membaik dalam kehamilan, lebih dari 1/s akan
menetap, serta kurang dari 1/3 lagi akan menjadi buruk atau serangan
bertambah. Biasanya serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli asma Kalifornia (tahun 1983) pada 120
kasus asma yang hamil, dan terkontrol baik, terdapat 90% dari penderita tidak
pernah dapat serangan dalam persalinan, 2.2% menderita serangan ringan dan
hanya 0.2% yang menderita asma berat yang dapat diatasi dengan obat-obat
intravena. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (02) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada
janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak
sesuai dengan usia kehamilan (gangguan pertumbuhan janin).
Faktor pencetus timbulnya asma, antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran napas,
pengaruh udara dan faktor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat
pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh napas pendek, berbunyi,
sesak dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma di luar
kehamilan.
Penanganan
1) Mencegah timbulnya stress
2) Menghindari faktor risiko (pencetus) yang sudah diketahui, secara intensif.
3) Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacam yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan.
4) Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk
inhalasi, atau per oral seperti isoproterenol.
5) Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat
dihilangkan dengan satu atau lebih dari obat di bawah ini.
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1 : 1000), 0,2-0,5 ml, disuntikkan subkutin.
b. Isoproterenol (1 : 100) berupa inhalasi 3-7 hari.
c. Oksigen
d. Aminofilin 250-500 mg (6 mg/kg) dalam infus glukose 5%
e. Hidrokortison 260-1000 mg iv pelan-pelan atau perinfus dalam 10%.
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat gangguan
pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdap Persalinan
biasanya dapat berlangsung spontan akan tetapi bila pende dalam serangan
dapat diberi pertolongan dengan tindakan seperti dengai vakum atau forseps.
Tindakan seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau dilakukan.
5. Tuberkulosis paru
3. Streptomycin dengan dosis i g/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam
kehamilan, dan jangan digunakan dalam kehamilan trimester pertama. Pengaruh
obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik), di samping itu
pemberian obat ini kurang menyenangkan pada penderita, karena harus
disuntikkan setiap hari. Dilaporkan bila dosis yang diberikan < 30 g selama
kehamilan, tidak banyak atau jarang ada pengaruhnya pada janin.
4. Rifampisin dengan dosis 600 mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan
TBC paru, akan tetapi mempunyai efek potensial teratogenik yang besar pada
binatang percobaan. Pada manusia belum banyak laporan, dan dianjurkan untuk
tidak menggunakannya dalam trimester pertama.
Pemeriksaan sputum setelah i-2 bulan pengobatan, harus dilakukan dan kalau
masih positif, perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat. Tidak ada indikasi
untuk melakukan tindakan pengguguran kehamilan pada penderita TBC paru.
Antenatal care dapat dilakukan seperti biasa. Dianjurkan penderita datang
sebagai pasien permulaan atau terakhir dan segera diperiksa, agar tidak terjadi
penularan pada orang-orang di sekitarnya.
Persalinan pada wanita yang tidak dapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat
berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita
di tempatkan di kamar bersalin tertentu (tidak banyak digunakan penderita lain).
Persalinan ditolong dengan tindakan ekstraksi vakum atau forseps, dan sedapat
mungkin penderita tidak meneran, diberi masker untuk menutupi mulut dan
hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.
Cegah terjadinya perdarahan postpartum seperti pada pasien-pasien lain pada
umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat di ruang observasi 68 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika,
dan obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus
mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di
ruang isolasi. Pcrawatan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mcndcrita TBC paru
haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar anaknya tidak ketularan oleh ibm
keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya, sampai il:
memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan p
sputum sebanyak 3 kali, yang selalu memperlihatkan hasil negatif. Pada suntikan
Mantoux sampai menunjukkan reaksi positif. Bila suntikan BC sebaiknya segera
diberikan pada bayi setelah lahir, atau bila reaksi Mantoux negatif.
Yang penting adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tenta penyakit
TBC paru yang sedang diidap serta bahaya penularan penyak pada anaknya,
sehingga penderita dan keluarganya menyadari sepenuhny na cara melakukan
perawatan bayinya dengan baik.
B. Penyakit Traktus Digestivus, Hepar dan Pankrieas
Terdapatnya perubahan fungsi alat pencernaan dalam kehamilan adalah hal yang
biasa. Perubahan-perubahan tersebut umumnya tidak berarti dan tidak
berbahaya, dan akan dapat ditanggulangi dengan mudah dengan penerangan,
obat-obat yang relatif ringan atau dengan melalui pendekatan psikologik.
Ada tiga faktor yang menyebabkan perubahan fungsi alat pencernaan tersebut
dalam kehamilan, yaitu perubahan hormonal, anatomik dan fisiologik kehamilan,
dan ketiga faktor tersebut akan memberikan pengaruh pada fungsi alat
pencernaan. Selama kehamilan akan terjadi pula penurunan gerakan saluran alat
cerna karena tonus otot-otot alat pencernaan yang berkurang, di samping itu
terdapat pula perubaltan Ietak serta penekanan yang disebabkan oleh
pembesaran rahim (uterus). Perasaan mual, muntah, nafsu makan menurun,
ketidaksukaan pada makanan tertentu atau bau-bauan yang dapat diobati dengan
menghindari makanan atau baubauan tersebut atau dengan pemberian obatobat yang relatif ringan ternyata sudalt cukup. Akan tetapi kadang-kadang
keluhan wanita hamil tersebut sangat berlebihan sehingga dapat membahayakan
kesehatan atau jiwanya, maka perlu dipikirkan penyebab lain, yang ikut berperan
sebagai penyebabnya seperti seot-ang wanita hamil yang menginginkan makanan
tertentu yang tidak lazimnya dimakan orang, umpamanya tepung kanji, makanan
mentah, garam, lempung, tanah dan sebagainya. Penyebab kelainan ini sangat
erat hubungannya dengan faktor sosial, tingkat kebudayaan dan sebagainya,
sehingga pengobatannya haruslah melalui pendekatan psikologik dan kelainan
seperti ini disebut pica (ngidam dalam bahasa Jawa). Begitu pula tak jarang
disalahtafsirkan gejala-gejala penyakit organ dalam rongga perut yang gawat
dianggap sebagai gangguan yang disebahkan oleh kchamilan biasa.
MULUT
1. Ptialismus (syalorea, hipersalivasi)
Pada kehamilan trimester pertama, kemungkinan dijumpai produk berlebihan dari
biasa, sehingga menyebabkan wanita hamil terseb~ membuang ludah. Produksi
air ludah yang berlebihan ini disebut ptialis karena ketidaksanggupan wanita
tersebut menelan air ludahnya sebaga perasaan mual. Pengobatan khusus t:idak
ada, cukaap dengan pen penerangan secara psikologik.
2. Gingivitis dan epulis
Dalam kehamilan sering gusi menjadi bengkak dan lemah serta mud terutama
pada waktu gosok gig atau sentuhan yang ringan lainnya. H pengaruh dari
hormon estrogen yang meningkat.
Seringkali tirnbul stomatitis dan gingivitis dalam kehamilan, dan un perawatan
mulut agar selalu bersih selama kehamilan. Kadang-kadan pula pembengkakan
gusi setempat dan banyak mengandung pembuh darah, sehingga mudah
berdaralt. Kelainan ini disebut epulis gravidarum khusus tidak ada, dan setelah
lahir epulis tersebut akan hilang sendiri
3. Karies dentis
Dalam kehamilan sering dijumpai gingivitis dan karies dentis, akan beralasan
kehamilan sebagai penyebab meningkatnya kejadian karies dentis sebelum hamil
sudah ada, dan kekurangan kalsium akan kerusakan giginya seperti juga terjadi
sebelum ltamil. Pengobatan yaitu dengan merawat gigi, mulut, serta mencukupi
kebutuhan kalsium dalam kehamilan.
ESOFAGUS
1. Pirosis (heartburn, nyeri dada)
Pirosis ialah perasaan nyeri di dada, karena masuknya isi lambung ke d bagian
bawah. Keluhan sering ditemukan dalam kehamilan, terutama tengkurap, atau
menelan sesuatu makanan tertentu atau obat. Pada kehamilan tua mungkin
kelainan ini agak sering dijumpai karena pengaruh tekanan rahim yang
membesar. Pada esofagus terjadi esofagitis, akan tetapi pada en( kelihatan ada
tanda-tanda radang, hanya secara histologik dapat diliha tersebut berisi aa:uo
klurida, pepsin serta makanan. pirosis biasan; mcnitnbulkan komplikasi srprrti
strikmra, perdar-ahan, karena waktu sebentar saja. Pengobatan cukup dengan
memberikan obat antasid, mengubah posisi tubuh dan menegakkan kepala serta
mencegah tengkurap setelah makan. Keadaan yang lebih berat, kadang-kadang
menyebabkan penderita sulit menelan, ada perdarahan (hematemesis), sebagai
akibat terjadi esofagitis erosif. Pengobatannya tetap seperti diuraikan di atas,
yaitu konservatif.
2. Esofagftis erosiva
Esofagitis erosiva merupakan akibat yang gawat dari kembalinya isi lambung ke
dalam esofagus, dan agaknya tidak mempunyai hubungan dengan hiperemesis
gravidarum. Gejala yang paling sering dijumpai ialah nyeri waktu menelan
(disfagia) disertai pirosis. Hematemesis dapat terjadi, dan esofagoskopi
menunjukkan erosio berdarah pada selaput lendir satu pertiga bawah esofagus.
Penanggulangan sama dengan pada pirosis biasa. Apabila terjadi hematemesis,
penderita disuruh minum air es atau menelan es batu kecil-kecil. Biasanya
kelainan ini sembuh sama sekali dengan sendirinya setelah kelahiran. Striktura
esofagei yang sampai memerlukan dilatasi jarang terjadi.
3. Varises esofagei
Varises esofagei akibat sirosis hepatis menjadi lebih besar dan lebih mudah pecah
dalam kehamilan, karena hipervolemia kehamilan dan hipertensi portal.
LAMBUNG
1. Hernia hiatus diafragmatika
3. Hernia
Pelbagai macam hernia dapat dijumpai dalam kehamilan, sepeni hernia inguinalis,
femoralis, umbilikalis, dan sikatrisea, yang biasanya tidak menimbulkan keluhan.
Hernia diafragma telah dibicarakan di atas.
Membesarnya uterus mendorong usus-usus lebih jauh dari cincin hernia, sehingga
inkarserasi jarang terjadi dalam kehamilan, juga dalam persalinan kala II,
walaupun wanita meneran-neran. Sebaliknya, dalam nifas cincin dapat menjadi
lebih besar dan usus dapat masuk ke dalam kantong hernia. Walaupun demikian,
inkarserasi juga jarang terjadi dalam nifas. Gejala-gejala ileus pada hernia dapat
timbul pada setiap saat dalam kehamilan dan nifas apabila ada perlekatan usus
yang terjepit, terputar, atau tenarik.
Penanganan hernia dalam kehamilan sama dengan di luar kehamilan apabila
timbul gejala-gejala gawat. Dalam persalinan sebaiknya wanita tidak meneran
terlarqpau kuat apabila kantong hernia menjadi lebih besar; dan jikalau syaratsyarat sudah dipenuhi, persalinan diakhiri dengan ekstraktor vakum atau cunam.
Hernia umbilikalis dan hernia sikatrisea tetap membesar oleh kehamilan. Apabila
ada perlekatan usus dengan omentum, tarikan pada omentum scring
menyebabkan rasa nyeri.
4. Ileitis regionalis
Ileitis regionalis, sepeni dilaporkan oleh Crohn dan Yarnis, merupakan suatu
proses granulomatus ileum bagian akhir yang tidak khas yang meliputi
peradangan nekrosis, ulserasi, dan perparutan. Penyakit ini biasanya dijumpai
pada orang dewasa muda dan jarang pada wanita hamil. Gejala-gejala sangat
bervariasi, tergantung lamanya penyakit, bersifat aktif dan luasnya ileum yang
terkena proses; diantaranya nyeri perut, diarea, demam ringan, terabanya tumor
di perut, perda perforasi usus. Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan roentgen
dapat r diagnosis. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat setelah perut dibuka
kehamilan pada ileitis regionalis tidak pasti dan sangat bervariasi; ada ya lebih
baik dalam kehamilan, ada yang sama, ada pula yang menjadi lebih buruk
Apabila penderita menunjukkan gejala-gejala yang berat dan rea terhadap
kehamilannya, maka bekerja sama dengan psikiater dapat dipertimbagkan
abortus buatan, walaupun ini jarang diperlukan.
USUS BESAR
1. Appendisitis akuta
Kejadian appendisitis akuta dalam kehamilan dan di luar kehamilan tidakl:
Kejadiannya satu di antara 1000 sampai 2000 wanita hamil. Akan teta perforasi,
lebih sering pada kehamilan, yaitu 1,5 sampai 3,5 kali dari a hamil. Hal ini karena
diagnosis dini appendisitis akuta kadang-kadang s sering meragukan, atau
dikacaukan oleh keadaan-keadaan lain seperti:
a. Gejala dan tanda rasa mual, muntah, anoreksia, perut gembung, dan nyeri
sering dijumpai pula pada kelainan lain dari appendisitis.
b. Adanya leukositosis fisiologik dalam kehamilan yang mungkin jumlah leukosit
pada appendisitis akuta.
c. Berpindahnya letak soekum akibat dorongan rahim yang makin menyebabkan
letak appendiks juga berpindah. Pada akhir penen kelramilan, appendiks terletak
di bagian kanan atas, sehingga gambaran yang diberikan oleh appendisitis yang
biasa tidak menunjukkan ga seperti di luar kehamilan.
d. Adanya relaksasi otot-otot dinding perut pada kehamilan lanjut, menyebabkan
tanda-tanda nyeri, kekakuan dinding perut, menjadi tak jelas.
e. Tanda-tanda appendisitis akuta, kadang-kadang diperlihatkan pula oleh
kelainan, seperti pada kehamilan muda dengan adanya kista yang membatu
ureter, pielonefritis akuta, salpingitis akuta; rasa nyeri dari rotundum pada
kehamilan lebih lanjut, solusio plasenta tingkat permulaan saluran kemilan,
perslinan prematur, obstruksi usus Italus. Pada masa nifas adanya andometritis
atau adneksitis
Mengambil tindakan konsetvatif adalah salah, sebab bila appendisitis tersebut
mengalami perforasi karena tindakan terlambat dapat menimbulkan kematian ibu
DAN janin. Insisi perlu dibuat lebih tinggi dari biasa yaitu paramedial kanan kirakira setinggi fundus uteri. Manipulasi pada uterus gravidus ini sedapat mungkin
dihindari, dan drain hanya dipasang apabila ada abses. Biasanya kehamilan akan
berlangsung terus sampai saat persalinan. Bila appendisitis akuta dibuat pada
kehamilan lebih dari 34-35 minggu, dilakukan seksio sesarea dan appendektomia.
Uterus yang membesar tersebut akan menyulitkan mencari appendiks di samping
itu bila penderita masuk dalam persalinan pasca laparotomi, luka dapat terbuka
kembali karena luka belum sembuh sempurna dan belum kuat. Kalau terjadi
perforasi atau abses dipertimbangkan untuk melalkukan appendektomia dan
seksio histerektomia. Prognosis appendisitis dalam )kehamilan lebih buruk dari
di luar kehamilan, dan diagnosis dini serta tindakan yang segera diambil berupa
laparatomi dan pemberian antibiotika, akan dapat menolong penderita serta akan
memperbaiki prognosis. Komplikasi yang sering atan mungkin dijumpai pada
kehamilan adalah abortus atau partus prematuros.
2. Kolitis ulserosa
Kolitis ulserosa yang biasanya menahun merupakan suatu penyakit peradangan
disertai ulkus-ulkus pada mulanya di rektum, kemudian menjalar ke atas dan
dapat sampai lie usas halus. Perjalanan penyakit dalam kehamilan tak dapat
diramalkan sebelumnya, sangat bervariasi. Biasanya bagian usus yang terserang
adalah mukosa dan submukosa, jarang lapisan otot DAN serosa. Gejala-gejala
klinik tersering adalah diarea dengan darah, nanah atau lendir, badan panas,
leukositosis, takikardia, perut terasa tidak enak, malas makan dan berat badan
menurun. Komplikasi penyakit ini mungkin dapat terjadi perforasi, perdarahan
sehingga penderita jadi anemia, defisiensi protein dan vitamin.
Pengarah penyakit ini terutama terhadap kesehatan ibu, pada janin atau
kehamilan tidak begita banyak. Sedangkan pengaruh kehamilan pada penyakit
ini, dapat menimbulkan )keadaan lebih berat, yaitu penyakit yang tadinya kurang
aktif dapat jadi aktif, terutama pada trimester pertama dapat terjadi perforasi.
Etiologi penyakit ini secara pa.sti belum diketahui, akan tetapi faktor psikogenik
dianggap mempunyai pengaruh penting pada kolitis ulserasi ini, seperti
perubahan-perubahan emosionil, kecemasan, ketakutan dan lain-lain selama
kehamilan.
Penerangan segera diberikan pada penderita kolitis ulserosa ini, baik : hamil
maupun dalam kehamilan. Perhatikan dan terangkan faktor p penderita, diet yang
cukup mudah diserap, kalau perlu diberi antidi, antibiotika. Mereka yang telah
hamil, kehamilan dapat diteruskan, dan pe dapat per vaginam. Pada keadaan di
mana anak sudah cukup, penderita m( kolitis ulserosa, sebaiknya tidak hamil lagi,
DAN ikut keluarga berencana dilakukan sterilisasi.
3. Tumor Ganas Usus Besar
Tumor ganas usus besar, biasanya karsinoma, jarang dijumpai dalam kehamilan
tidak terdapat bukti-bukti bahwa kehamilan mempengaruhi jalannya karsino et
rekti. Karena itu, abortus buatan tidak dilakukan. Walaupun demikian peny dapat
mempersulit persalinan.
Penanggulangan tumor ganas usus besar dalam kehamilan ialah dengai operasi,
sama seperti di luar kehamilan. Apabila operasi dilakukan dalam triw dan III, maka
mungkin uterus serta isinya perlu diangkat untuk memudahkan, rektum. Pada
penderita karsinoma kolon, apabila kehamilannya sudah cukup dapat ditunggu
partus per vaginam. Apabila terdapat gejala-gejala obstruks mungkin diperlukan
kolostomia sebelum persalinan atau operasi. Dalam keh trimester III sebelum 38
minggu, pada penderita dengan karsinoma rekti dih seksio histerektomia. Setelah
anak lahir, selekasnya dilakukan operasi rektum
4. Megakolon
Megakolon sangat jarang dijumpai dalam kehamilan. Usus besar yang sangat dan
terisi penuh dengan skibala menyebabkan konstipasi yang kadang-kadang sulit
untuk diatasi. Dalam persalinan megakolon yang terisi penuh, menghalanghalangi turunnya kepala, sehingga dapat terjadi ruptura uteri
DAERAH ANUS
1. Pruritus ani
Pruritus ani kadang-kadang dijumpai dalam kehamilan dan dapat sangat
mengganggu penderita. Biasanya pengobatan juga sulit. Rasa gatal dapat
terbatas di daerah perianal atau menjalar lebih luas sampai di daerah kelamin,
bagian dalam paha, dan pantat. Karena rasa gatal, daerah itu digaruk, yang
menimbulkan/menambah iritasi kulit; dan seterusnya ini menambah rasa gatal.
Pruritus ani dapat dibagi dalam 2 golongan: 1) yang mempunyai sebab organik,
dan 2) yang disebabkan faktor psikogenik. Dalam golongan pertama termasuk
pruritus yang disebabkan faktor psikogenik. Dalam golongan pertama termasuk
pruritus yang disebabkan oleh fissura et fistula ani, proktitis, wasir, jamur,
diabetes mellitus, alergi terhadap benang sintetik pakaian dalam, atau ukuran
pakaian yang tidak sesuai. Golongan kedua biasanya disebabkan oleh konflik
emosional dalam kehamilan yang berdasarkan ketidakmatangan psiko-seksual.
Penanggulangan harus dimulai dengan menghilangkan/menghindarkan faktor
penyebabnya. Iritasi kulit akibat garukan diobati dengan salep kortison. Apabila
pengobatan tidak berhasil dan tidak diaemukan sebab organik, maka sebaiknya
dimintakan konsultasi pada psikiater.
2. Wasir (hemoroid)
Dalam kehamilan dapat terjadi pelebaran vena hemoroidalis interna dan pleksus
hemoroidalis eksterna, karena terdapatnya konstipasi dan pembesaran uterus.
Hemoroid ini lebih nyata dan dapat menonjol keluar anus. Wasir yang kecil
kadangkadang tidak menimbulkan keluhan, sedang yang besar sering
menimbulkan keluhan bahkan dapat menimbulkan komplikasi hebat yaitu rasa
nyeri serta perdarahan pada saat buang air besar, serta ada sesuatu yang keluar
dari anus.
Wasir dapat didiagnosis dengan mudah, yaitu adanya keluhan rasa perih di
daerah , perdarahan, serta pada pengamatan diternukan vena yang membengkak
di anus atau dl rektum. Pada hemoroid interna dan eksterna yang tidak
menimbulkan keluhan, tidak perlu diberi pengobatan, dan setelah melahirkan
hemoroid tersebut akan mengecil sendirinya.
Pada hemoroid yang besar, yang menjadi keluar baik dalam kehamilan atau masa
nifas, yang menimbulkan keluhan, perlu dilakukan antara lain reposisi oleh dokter
maupun oleh penderita sendiri, dengan menggunakan salep antihemoroid.
Usahakan penderita agar memakan makanan yang lunak dan tidak meneran.
Pada keadaan yang sudah berdarah, diberi anti-salep atau suppositoria. Tindakan
sklerosing atau hemoroidektomia jarang diperlukan.
3. Fissura ani
Fisura ani merupakan kelainan yang sering dirasakan sangat nyeri dan terdiri atas
luka-luka memanjang pada dinding belakang anus. Asalnya tidak diketahui
dengan pasti; mungkin karena trauma pada mukosa dengan kriptitis, atau sebal
pecahnya abses kista.
Mula-mula rasa nyeri dialami pada waktu penderita buang air besar, penderita
segan untuk ke belakang; kemudian rasa nyeri berlangsun beberapa jam setelah
defekasi. Fissura yang baru terjadi dapat diharap sembuh spontan. Akan tetapi,
fissura menahun yang disertai peradangan dengan banyak keluhan memerlukan
eksisi lebar semua jaringan yang saki insisi muskulus sfingter ani eksternus, juga
pada wanita hamil.
HEPAR
Penyakit Hati Bukan Karena Komplikasi Kehamilan
1. Hepatitis infeksiosa
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati ya sering
dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil penyebab hepatitis i terutama oleh
Virus hepatitis B, walaupun kemungkinan juga dapat Virus h atau hepatitis C.
Hepatitis virus dapat terjadi pada setiap saat kehan mempunyai pengaruh buruk
pada janin maupun ibu. Pada trimester perta terjadi keguguran, akan tetapi
jarang dijumpai kelainan kongenital (anoi janin), sedangkan pada kehamilan
trimester kedua dan ketiga, serin persalinan prematur. Tidak dianjurkan untuk
melakukan terminasi pada k dengan induksi atau seksio sesarea, karena akan
mempertinggi risiko pada hepatitis B, janin kemungkinan dapat penularan melalui
plasenta, waktu ahir atau masa neonatus; walaupun masih kontroversi tentang
penularan melalui air susu
Penatalaksanaan yaitu a) istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, kalau
perlu intravenus; b) isolasi cairan lambung, darah atau cairan badan lainnya, dan
diingatkan ibunya tentang pentingnya janin dipisahkan; c)periksa HBsAg trol
kadar bilirubin, Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase (SG07 GlutamikPiruvik Transaminase (SGPT), faktor pembekuan darah, karena kinan telah ada
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC); e) cegal naan obat-obat yang
bersifat hepatotoksik; f) pada ibu yang HBsAg po; diperiksa HBsAg anak karena
kemungkinan terjadi penularan melalui I pusat; g) tindakan operasi seperti seksio
sesarea akan memperburuk prog h) pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2 x 24
jam diberi suntikan anti serum.
2. Penyakit hati karena obat
Obat-obat tertentu dapat menimbulkan gangguan faal hati, bahkan dapat
menyebabkan kerusakan fatal seperi fenotiazin, tetrasiklin, klorpeomazin,
klorform, arsenamin, fosfor, karbon tetraklorida, isoniazid, asetaminofen.
Fenotiazin dan klorpromazin yang digunakan unruk mengurangi rasa mual,
muntah-muntah dalam kehamilan dapat menyebabkan ikterus, bila diberikan
terlalu lama atau dalam dosis yang besar. Tetrasiklin yang merupakan obat yang
dilarang digunakan dalam kehamilan karena dapat menyebabkan kelainan
kongenital (teratogenik) pada janin, juga dapat menimbulkan kerusakan pada
hati. Begitu pula obat-obat isoniasid, yang selalu diikutkan sebagai obat untuk
penyakit TBC, dapat menimbulkan kelainan hati, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan faal hati setelah pengobatan beberapa bulan.
3. Ruptura bepatis
Ruprura hepatis, baik yang traumatik maupun yang spontan, dapat terjadi dalam
kehamilan, biasanya yang robek lobus kanan. Mortalitas sangat tinggi,
kemungkinan 75% penderita meninggal. Hampir semua penderita yang
mengalami ruptura hepatis pernah menderita pre-eklampsia atau eklampsia.
Gambaran klinik mencakup nyeri epigastrium, abdomen akut, pekak sisi, pekak
beranjak (shifting dullness) dan syok. Penderita dapat diselamatkan apabila
ruprura hepatis lekas diketahui dan segera dioperasi.
4. Sirosis bepatis
Kehamilan agaknya tidak mempengaruhi jalannya sirosis hepatis. Sebaliknya,
sirosis dapat mempunyai pengaruh tidak baik terhadap kehamilan, tergantung
dari beratnya penyakit.
Penderita dengan fungsi hepar yang masih baik dan menjadi hamil, dapat
melahirkan biasa tanpa penyakitnya menjadi lebih buruk akibat kehamilannya,
asal ia mendapat pengobatan dan perawatan yang baik. Akan tetapi, apabila
fungsi hepar sudah terganggu atau ada varises esofagus karena sirosis, sebaiknya
penderita tidak hamil. Terutama dalam trimester III dapat terjadi krisis gawat hati
(liver failure) dan perdarahan dari varises esofagus. Apabila penderita demikian
hamil juga, maka abortus buatan dapat dipertimbangkan, walaupun pada
umumnya sirosis saja tidak merupakan indikasi bagi pengakhiran kehamilan.
5. Koklitiasis dan kolesistitis
Kolelitiasis dijumpai 2-3 kali lebih sering pada wanita dari pria, dan kehamilan
dianggap sebagai salah satu faktor pencetus dalam terjadinya batu empedu dan
penyakit kandung empedu. Kombinasi hiperkolesterolemia dan perlambatan
pengosongan kandung empedu dalam kehamilan memudahkan terbentuknya
batu empedu. Sebaliknya wanita hamil jarang mengeluh tentang serangan kolik
empedu. Hal ini terjadi adanya anggapan bahwa kurangnya tonus otot polos yang
memudahkan keluarnya batu-batu kecil saluran empedu ke dalam duodenum.
Gejala-gejala kolelitiasis berupa nyeri perut sebela}i kanan atas atau di dacrah
epigastrium yang mungkin gradual atau mendadak (tiba-tiba) yang menjalar ke
dada bagian kanan atas atau ke bahu belakang kanan. Bila penyumbatan total, n
kolik empedu tetap, penderita enek-enek, muntah, demam dan menggigil (k, tis),
dan ikterus. Pada penderita mungkin sebelumnya telah ada sakit k empedu, atau
makan yang telah diatur, di mana la tak tahan lemak. Pada pemc didapatkan
penderita panas, kuning dan nyeri di perut kanan atas, leukc sedangkan urin
normal.
epigastrium, disusul oleh ikterus yang progresif, koma, dan biasanya kematian.
Penderita dapat melahirkan anak mati 7-12 hari setelah timbulnya gejala-gejala.
Etiologinya tidak diketahui dengan pasti. Mungkin sekali penyakit ini disebabkan
oleh reaksi peka yang berlebihan terhadap suatu zat yang dihasilkan oleh
kesatuan fetoplasenta, atau terhadap zat-zat eksogen.
Secara histologik kelainan yang sangat menonjol ialah infiltrasi lemak sel-sel hati
tanpa peradangan dan nekrosis; selebihnya arsitektur jaringan hati tetap baik.
Gambaran ini lazim disebut metamorfosis lemak hati. Atrofi hati tetrasiklin pada
dasarnya sama; hanya sel-sel periportal ikut pula mengalami infiltrasi lemak.
Sebaliknya, atrofi akibat hepatitis infeksiosa menunjukkan gambaran yang lain:
tidak terdapat infiltrasi lemak, melainkan nekrosis sel-sel hati dan sel-sel
periportal. Seperti pada atrofi hati mendadak lain-lain, tidak banyak dapat
dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan janin. Pengobatan semata-mata
simptomatik. Tidak terdapat buktibukti yang meyakinkan bahwa pengakhiran
kehamilan mernperbaiki prognosis. Apabila janin masih hidup, induksi persalinan
dapat dipertimbangkan. Seksio sesarea merupakan kontraindikasi, kecuali atas
tindakan obstetrik.
PANKREAS
Pankreatitis jarang dijumpai dalam kehamilan akan tetapi dapat diderita wanita
hamil. Etiologinya belum diketahui, akan tetapi faktor predisposisi adalah adanya
penyakit saluran empedu, peminum alkohol, pemberian obat diuretika thiazide
dan antibiotika tetrasiklin. Gejala sering dikeluhkan penderita biasanya nyeri
hebat di daerah epigastrium yang menjalar ke belakang, mual dan muntahmuntah, perut gembung, demam, bising usus menurun. Kadang-kadang
menggigil dan ikterus ringan. Kira-kira 20% penderita dalam keadaan syok, koma.
Laboratorium yang sangat membantu dalam mendiagnosis pankreatitis ini adalah
meningkatnya kadar amilase serum dalam waktu 8 jam. Amilase urin juga
meningkat di atas 300 unit/jam. Klearens amilase, mungkin lebih . spesifik untuk
diagnosis pankreatitis. Bila digunakan hasil konsentrasi amilase dan kreatinin urin
yang dikumpulkan bersama-sama danan amilase serum, maka akan didapat
klearen amilase yaitu :
amilase urin x kreatin urin x 100
amilase serum x kreatinin urin
Bila angka hasil klearens amilase ini lebih besar dari 4.5, maka dapat dii diagnosis
pankreatitis. Pengaruh pankreatitis ini pada ibu maupun pada jan tinggi,
dilaporkan dapat terjadi kematian ibu 37% dan janin 38%. Oleh k diagnosis dan
pengobatan haruslah cepat dibuat dan diberikan. Cara penan~ hampir sama
dengan di luar kehamilan yaitu:
1. Ganti kekurangan cairan dalam pembuluh darah dengan darah, albur cairan,
dan ini dimonitor dengan CVP (central venous pressure).
2. Monitor elektrolit, glukosa, dan kalsium darah, dan segera dikon menunjukkan
kelainan.
3. Pasang slang lambung dan isap untuk mengurangi cairan yang d pankreas.
4. Diberi obat analgetika seperti meperidine 75-100 mg im, tiap 3-4 ja
menghilangkan rasa sakit.
5. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
6. Pengakhiran kehamilan tidak dianjurkan dan tidak diperlukan.
7. Operasi hanya dilakukan pada keadaan tertentu, seperti abses yaj membesar,
penyumbatan saluran empedu, perforasi.
C. Penyakit Ginjal Dan Saluran Kemih (Traktus Urinarius)
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomik gin
saluran kemih, yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Apabila hal iru tidak diperhatikan dan diperhitu; ada
kemungkinan salah membuat diagnosis, sehingga dapat merugikan ibu dar,
Perubahan anatomik terdapat peningkatan pembuluh darah, dan ruangan inte
pada ginjal. Dan juga ginjal akan memanjang kira-kira 1 cm. Semuanya it, kembali
normal setelah melahirkan. Ureter, pielum dan kaliks mengalami pel dalam waktu
yang pendek sesudah kehamilan 3 bulan, dan terutama pada sisi s kanan.
Pelebaran yang tidak sama ini mungkin karena perubahan uteru; membesar dan
mengalami dekstrorotasi atau karena terjadinya penekanan pac ovarium kanan
yang terletak di atas ureter, sedangkan pada yang sebelah kit terdapat karena
adanya sigmoid sebagai bantalan. Pelebaran juga karena pei progesteron,
sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis fisiologis kehamilan. Ureter juga
mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral, dan
akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan. Semua hal di atas dapat
dilihat dengan pemeriksaan pielografi intravena (IVP = intra pyelography).
Perubahan fungsi
Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma Flow
RPF) dan tingkat filtrasi glomerolus (Glomerolus Filtration Rate = GFR). Sejak
kehamilan trimester kedua GFR akan meningkat sampai 30-50%, di atas nilai
normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan dari kadar kreatinin
serum dan urea nitrogen darah. Nilai normal kreatinin serum adalah 0,5 mg-0,7
mg/ 100 ml dan urea nitrogen darah 8 mg-12 mg/100 ml.
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah bila pada pemeriksaan urin, ditemukan bakteri yang
jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar dan
dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi suprasimfisis.
Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 103 per ml ini disebut dengan istilah
bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria
asimptomatik, dan mungkin pula disertai gejala-gejala disebut bakteriuria
simptomatik. Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui
pembuluh darah atau saluran limfe, akan tetapi yang terbanyak atau tersering
adalah kuman-kuman naik ke atas melalui uretra, ke dalam kandung kemih dan
saluran kemih yang lebih atas. Kuman yang tersering dan terbanyak sebagai
penyebab adalah Escherichia coli (E. coli), di samping kemungkinan kumankuman lain seperti Enterobacter aerogenes, Klebsiella, Pseudomonas dan lainlain.
a. Bakteriuria tanpa gejalu (asimptomatik)
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejadian bakteriuria ini dengan
peningkatan kejadian anemia dalam kehamilan, persalinan prematur, gangguan
pertumbuhan janin, dan preeklampsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan
bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas dari bakteri
yang dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali. Pengobatan dapat dilakukan
dengan pemberian obat sulfonamid, ampisilin, atau nitrofurantoin.
b. Bakteriuria dengan gejala (simptomatik)
1. Sistitis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas
saluran kemih. Sistitis ini cukup scring dijumpai dalam kchamilan dan nifas.
Kuman penyebab utama adalah E. coli, di samping dapat pula oleh kuman-ku
Faktor predisgosisi lain adalah uretra wanita yang pendek, sistokel, adan kemih
yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering dipa usaha
mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologik atau F Penggunaan
kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di ur untuk masuk ke dalam
kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak mer kateter, bila tidak perlu betul.
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu kencing sakit (disuria) terutama 1
berkemih, meningkatnya frekuensi berkemih dan kadang_kadang diserta bagian
atas simfisis, perasaan in gin berkemih yang tidak dapat ditahan, kadang-kadang
terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, di daerah
suprasimfisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemuk leukosit dan
eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang-kadan hematuria
sedangkan proteinuria biasanya tidak ada.
Sistitis dapat diobati dengan sulfonamid, ampisilin, eritromisin. Perlu di1 obatobat lain yang baik digunakan untuk pengobatan infeksi saluran ke tetapi
mempunyai pengaruh tidak baik bagi janin, atau pun bagi ibu.
2. Pielonefritis Akuta
Pielonefritis akuta merupakan salah saru komplikasi yang sering dijum kehamilan,
dan frekuensinya kira-kira 2%, terutama pada kehamilan te permulaan masa
nifas.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, dan dapat kuman-kuman
lain seperti Stafilokokkus aureus, Basillus proteus, dan pada fase aeruginosa.
Kuman dapat menyebar secara hematogen atau limfogen, terbanyak berasal dari
kandung kemih. Predisposisinya arltara lain yaitu kateter unruk mengeluarkan air
kemih waktu persalinan atau kehamilan, yang tertahan sebab perasaan sakit
wakru berkemih kareha trauma persal luka pada )alan lahir. Dianjurkan tidak
menggunakan kateter untuk mengel kemih, bila tidak diperlukan betul. Per.derita
yang meriderita pielonefri atau glomerulonefritis kronik yang sudah ada sebelum
kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis akuta ini.
Gejala-gejala penyakit biasanya timbul mendadak, wanita yang sebelumnya
merasa sakit sedikit pada kandung kemih, tiba-tiba mengigil, badan panas, nyeri
di punggung (angulus.kostovertebralis) terutama sebelah kanan.
Pengobatan pielonefritis akuta, penderita harus dirawat, istirahat berbaring, dan
diberikan cukup cairan dan antibiotika seperti ampisilin atau sulfonamid, sampai
tes kepekaan kuman ada, kemudian antibiotika disesuaikan dengan hasil tes
kepekaan tersebut. Biasanya pengobatan berhasil baik, walaupun kadang-kadang
penyakit ini dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari,
dan kemudian penderita harus tetap diawasi akan kemungkinan berulangnya
penyakit. Perlu diingat ada obat-obat yang tidak boleh diberikan pada kehamilan
walaupun mungkin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih seperti
tetrasiklin. Terminasi kehamilan segera biasanya tidak diperlukan, kecuali apabila
pengobatan tidak berhasil atau fungsi ginjal makin memburuk. Prognosis bagi ibu
umumnya cukup baik bila pengobatan cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada
hasil konsepsi seringkali menimbulkan keguguran atau persalinan prematur.
3. Pielonefritis Kronika
Pielonefritis kronika biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukkan gejala-gejala
penyakit saluran kemih, dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis akuta
dalam kehamilan. Penderita mungkin menderita tekanan darah tinggi. Pada
keadaan penyakit yang lebih berat didapatkan penurunan tingkat filtrasi
glumerolus (G.F.R), dan pada urinalisis urin mungkin normal, mungkin ditemukan
protein kurang dari 2 g per hari, gumpalan sel-sel darah putih.
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan jaringan ginjal.
Penderita yang hipertensi dan insufisiensi ginjal mempunyai prognosis buruk.
Penderita ini sebaiknya tidak hamil, karena risiko tinggi. Pengobatan penderita
yang menderita pielonefritis kronika ini tidak banyak yang dapat dilakukan, dan
kalau menunjuk ke arah pielonefritis akuta, terapi seperti yang telah diuraikan.