PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami
istri saja tetapi menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1
Pengertian perkawinan di dalam KUHPerdata, hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 26 KUHPerdata, dikatakan bahwa Undang-Undang memandang soal
perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata saja. Ratio Pasal ini
menunjukkan bahwa KUHPerdata memandang perkawinan bukan suatu perbuatan
religius yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, melainkan bersifat materi
atau kebendaan (zakelijk). Tujuan perkawinan hanya memfokuskan hubungan
suami isteri dengan nilai-nilai kebendaan dan serba duniawi. Hubungan suami
isteri lebih mengganggu sifat sosiologis dari pada religi. Religi tidak mendapat
tempat dalam hubungan perdata pada soal-soal perkawinan. Hal ini didasarkan
pada filosofi bahwa KUHPerdata menganut paham serba materi saja dengan
mengagungkan individual-liberalistis. 2
Tata tertib dan kaidah-kaidah perkawinan telah dirumuskan dalam suatu
Undang-Undang Pokok Perkawinan, yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974
yang di dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 berbunyi : Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
1
Asmin SH, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari Undang-Undang perkawinan
No.1 tahun 1974, Cetakan pertama, PT.Dian Rakyat, 1986, Jakarta, hlm.11
2
Prof.Dr.Tan Kamello.SH.MS dan Syarifah Lisa Andriati SH.M.Hum: Hukum Orang
dan Keluarga,ttp, 2010, Medan, hlm.66-67
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 3
Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. 4
Arti perkawinan yang dikehendaki oleh Hukum Islam, dapat kita lihat di
Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi : 5
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.
Faedah yang terbesar dalam perkawinan ialah, untuk menjaga dan
memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari pada kebinasaan. Sebab
seorang perempuan, apabila ia sudah kawin, maka nafkahnya (belanjanya) jadi
wajib atas tanggungan suaminya. Perkawinan juga berguna untuk memelihara
kerukunan anak cucu (turunan), sebab kalau tidak dengan nikah tentulah anak
tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang akan
bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum,
karena kalau tidak ada perkawinan tentu manusia akan menurunkan sifat
kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan
ada mas kawin dan batas waktu berakhirnya perkawinan yang telah ditentukan
antara kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Dalam perkawinan mutah
masa perkawinan akan berakhir dengan berakhirnya masa perjanjian yang telah
disepakati oleh kadua belah pihak dengan tanpa adanya perceraian dan tidak ada
kewajiban bagi si laki-laki untuk memberi nafkah, tempat-tinggal serta kewajiban
lainnya. 9
Nikah mutah atau nikah yang sifatnya sementara ini merupakan suatu
bentuk perkawinan terlarang yang dijalin dalam tempo yang singkat untuk
mendapatkan perolehan yang ditetapkan. Ia diperkenalkan pada masa awal
pembentukan ajaran Islam, sebelum syariat Islam ditetapkan secara lengkap. 10
Setelah syariat Islam mencapai kesempurnaannya, maka ia pun
diharamkan, izin sementara keadaan memaksa yang telah diberikan Nabi SAW
itu, segera diharamkan setelah pembukaan kota Makkah sebagaimana
diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, yang terdapat didalam buku Prof.Abdur
Rahman I.Doi,Ph.D : 11
Sesungguhnya dia beserta Nabi SAW pada saat terjadinya pertempuran
untuk membuka kota Makkah. Nabi SAW telah mengizinkan para sahabat
untuk kawin Mutah. Lalu Ali itu berkata:Maka Nabi SAW tidak keluar
dari kota Makkah itu sampai Beliau mengharamkannya.
Menurut riwayat yang lain lagi, Nabi SAW telah bersabda :
Ahmad Roviq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Jakarta,
hlm.156
10
12
Ibid.
Mardani, Op.Cit.
14
Prof. Abdur Rahman I. Doi, Ph.D, Op.Cit., hlm.64
15
Mardani, Loc.Cit., hlm.16
13
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut mendorong penulis melihat lebih
jauh, mengapa nikah mutah itu dilarang, sejauh mana tingkat pelarangannya dan
dimana pelaksanaan nikah mutah itu sendiri diatur, yang selanjutnya penulis
tuangkan dalam skripsi ini.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis memilih judul sebagai
berikut : Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mutah Berdasarkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dan Hukum Islam.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan untuk memperjelas dan mempermudah
pelaksanaan agar sasaran penelitian menjadi runtut, jelas, dan tegas guna
mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah awal hukum perkawinan di Indonesia berdasarkan Undangundang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?
2. Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan terhadap nikah mutah berdasarkan
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum Islam?
3. Bagaimana akibat hukum dan hukum nikah mutah
menurut ulama di
mengetahui
pelaksanaan
perkawinan
terhadap
nikah
mutah
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul Pelaksanaan Perkawinan Terhadap Nikah Mutah
Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum
Islam.
Judul skripsi ini telah terlebih dahulu dikonfirmasikan kepada Ketua
Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara serta melakukan
pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, dan hasilnya bahwa judul skripsi
tersebut belum ada terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Apabila dikemudian hari terdapat judul skripsi yang sama atau telah ditulis
oleh orang lain sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung
jawab saya sendiri.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Perkawinan
Istilah yang digunakan dalam bahasa Arab pada istilah-istilah fiqih tentang
perkawinan adalah munakahat/nikah, sedangkan dalam bahasa Arab pada
perundang-undangan tentang perkawinan, yaitu Ahkam Al-Zawaj atau Ahkam
izwaj. 16 Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan
banyak terdapat dalam Al-Quran dan hadis Nabi. 17 Dan dalam bahasa Inggris,
baik dalam buku-buku maupun perundang-undangan tentang perkawinan
digunakan istilah Islamic Marriage Law, dan Islamic Marriage Ordinance.
Sementara dalam bahasa Indonesia digunakan istilah Hukum Perkawinan. Yang
dimaksud
dengan
munakahat,
yaitu
hukum
yang
mengatur
hubungan
antaranggota keluarga. 18
Nikah atau kawin menurut arti asli adalah hubunga seksual tetapi menurut
arti majazi (mathaporic) atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang
16
Ibid, hlm.3
Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Kencana, 2007,
Jakarta, hlm.35
18
Mardani, Op.Cit.
17
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan
seorang wanita. 19
Pengertian perkawinan dalam Pasal 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan ialah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 20 Dan
perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. 21
Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj.
Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak
terdapat dalam Al-Quran dan hadis Nabi. Nikah mempunyai arti Al-Wathi, AlDhommu, Al-Tadakhul, Al-jamu atau ibarat an al-wath wa al aqd yang berarti
bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima, dan akad. 22
Secara terminologis perkawinan (nikah) yaitu akad yang memperbolehkan
terjadinya istimta (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang wanita
tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau
seperti sebab susuan. 23
19
Moh.Idris Ramulyo,SH.MH, Hukum Perkawinan Islam suatu Analisis dari UndangUndang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Edisi Kedua, Cetakan Kelima, PT.Bumi
Akasara, 2004, Jakarta, hlm.1
20
Prof.R.Subekti,SH dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW,
Cetakan Ketiga puluh empat, PT.Pradnya Paramita, 2004, Jakarta, hlm.537
21
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Cetakan Pertama, CV.Nuansa
Aulia, 2008, Bandung, hlm.2
22
Mardani, Op.Cit., hlm.4
23
Ibid.
2. Pengertian Mutah
Nikah mutah ialah suatu perkawinan yang jangka waktunya ditetapkan,
baik dalam akad nikah ataupun dalam perjanjian sebelum atau sesudahnya. 28
Secara etimologi mutah berarti bersenang-senang atau menikmati. Kawin
mutah disebut juga kawin sementara waktu atau kawin yang terputus. 29
Secara terminologi mutah yaitu perkawinan yang dilaksanakan sematamata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara
waktu (kawin kontrak) atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki
terhadap wanita untuk satu hari, satu minggu, atau satu bulan. Disebut nikah
mutah, karena dengan perkawinan tersebut laki-laki dapat menikmat sepuaspuasnya sampai saat yang telah ditentukan dalam akad. 30
28
Kata mutah dalam term bahasa Arab yang berasal dari kata ma-ta-a yang
secara etimologi mengandung beberapa arti di antaranya : Kesenangan, Alat
pelengkapan, dan Pemberian. 31
Secara bahasa, mutah berarti kesenangan atau kenikmatan. Nikah mutah
disebut pula nikah muaqqat (nikah dalam jangka waktu/ durasi tertentu). Sayyid
Sabiq menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikah muaqqat adalah : 32
Seorang laki-laki melakukan akad nikah dengan seorang perempuan yang
berlaku selama sehari, seminggu, atau sebulan.
Nikah mutah dalam istilah hukum biasa disebutkan perkawinan untuk
masa tertentu, dalam arti pada waktu akad dinyatakan berlaku ikatan perkawinan
sampai masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan
sendirinya tanpa melalui proses perceraian. Nikah mutah itu waktu ini masih
dijalankan oleh masyarakat yang bermazhab Syiah Imamiyah yang tersebar di
seluruh Iran dan sebagian Irak. Nikah mutah itu disebut juga dengan nikah
munqati. Sedangkan perkawinan biasa yang tidak ditentukan batas masa
berlakunya disebut nikah daim. 33
Nikah mutah bertujuan hanya untuk memperoleh kesenangan seksual, dan
tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal, sakinah
mawaddah wa rahmah, dan itu bertentangan dengan tujuan pernikahan yang
disyariatkan dalam Islam. 34
31
F. Metode Penulisan
Metode penelitian menjelaskan mengenai bagaimana data dan informasi
diperoleh dalam melaksanakan penelitian. Adapun metode penelitian hukum yang
digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini antara lain:
1. Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (legal
research), jenis penelitiannya adalah penelitian terhadap sistematika hukum.
Penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan pada peraturan
perundangundangan tertentu atau hukum tertulis. Tujuan pokoknya adalah
untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok atau
dasar dalam hukum yaitu masyarakat hukum, subjek hukum, hak dan
kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum. 38
Penelitian ini penting artinya karena masing-masing pengertian pokok atau
dasar tersebut mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum, misalnya
pengertian pokok atau dasar peristiwa hukum yang mempunyai arti penting
37
Ibid.
Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, Pustaka Bangsa
Press, 2007, Medan, hlm.75
41
Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm.185
40
G. Sistematika Penulisan
Keseluruhan sistematika yang ada dalam penulisan skripsi ini merupakan
satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya dan tidak dapat
terpisahkan. Pembagian sub bab ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis
dalam menguraikan permasalahan secara teoritis hingga akhinya diperoleh
kesimpulan dan saran. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I
BAB II
Undang-undang
No
Tahun
1974
tentang
BAB IV
BAB V